Anda di halaman 1dari 22

PUASA

Dosen Pengampu :
Lilik Kholisotin, M.Pd.I

Di Susun oleh ;
Jihan Faisal Fadli 20.42.023120
Maulita Sari 20.42.022403
Sri Fitri Wahyuni 20.42.023414
Tuti Fiani 20.42.023585

Pendidikan Agama Islam


Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt. Atas segala limpahan rahmat serta taufiq hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas Fiqih dengan tema
“Puasa”. Shalawat dan salam tak lupa kami haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW. Yang membawa kami dari zaman kegelapan, menuju zaman yang terang bersinarkan
iman, islam, dan ihsan.

Adapun tujuan penulisan ini agar para pembaca dapat mengetahui dalil-dalil tentang
puasa, serta keutamaan dalam berpuasa,. Kemudian kita juga mengetahui apa saja yang
membatalkan puasa, keadaan seperti apa yang menjadi penyebab batalnya puasa dan apa saja
hal yang tidak membatalkan puasa kita. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
agama yang positif terhadap para pembaca.

Palangkaraya, 17 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i


KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................1
1.3 Tujuan Makalah ..................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Dalil-dalil Tentang Puasa .........................................3
2.2 Keutamaan Ibadah Puasa ...................................................................7
2.3 Hal-hal yang Membatalkan Puasa .....................................................11
2.4 Syarat Keadaan Batalnya Puasa ........................................................14
2.5 Hal-hal yang Tidak Membatalkan Puasa ..........................................16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puasa merupakan amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga
dijalankan pada masa umat-umat terdahulu. Bagi orang yang beriman ibadah puasa
merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai taqwa, dan salah satu sebab untuk
mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan
derajat. Allah telah menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal
ibadah lainnya. Puasa difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga
manusia dari bujukan setan. Sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW“Berpuasalah
dengan karena kamu telah melihat bulan (ru’yat), dan berbukalah dengan berdasar ru’yat
pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya’ban menjadi 30 hari”.

Puasa dapat dikatakan sebagai ibadah yang istimewa dalam Islam. Keistimewaan itu
antara lain terletak pada adanya keterlibatan banyak aspek dalam diri manusia selama
menjalankan ibadah puasa, baik aspek yang bersifat jasmaniah maupun aspek yang bersifat
ruhaniah, aspek emosional dan aspek spiritual. Hal ini dapat dilihat dari aturan-aturan
dalam melaksanakan ibadah puasa. Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena
segala sesuatu yang diciptakan tidak ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang
diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut
ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat besar karena puasa tidak hanya bermanfaat
dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiriyah. Barang siapa yang melakukannya dengan
ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran yang besar oleh Allah.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penulisan ini ada beberapa masalah yang dirumuskan oleh pemakalah, antara lain :
1. Apa pengertian dan dalil-dalil puasa ?
2. Apa Keutamaan ibadah puasa ?
3. Apa saja hal yang membatalkan puasa?
4. Apa saja syarat keadaan batalnya puasa ?

1
5. Apa saja hal yang tidak membatalkan puasa ?
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan pemakalah , antara lain :
1. Mengetahui pengertian dan dalil-dalil tentang puasa.
2. Mengetahui Keutamaan ibadah puasa.
3. Mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.
4. Mengetahui syarat keadaan batalnya puasa.
5. Mengetahui hal-hal yang tidak membatalkan puasa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Dalil-dalil Tentang Puasa

Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan kepada tiap
mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang menyatakan bahwa puasa Ramadhan itu ibadat
yang diwajibkan Allah kepada tiap mukmin, umat Muhammad Saw., ialah:

۰ َ‫ع َلي الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْب ِلكُ ْم لَعَلَّكُ ْم تَتَّقُ ْون‬ ِ ‫يَاأَيُّ َها الَّ ِذ ْينَ آ َمنُ ْوا كُتِ َب َعلَ ْيكُ ُم‬
َ ‫الص َيا ُم ك ََما كُتِ َب‬
Artinya : Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa (Ramadhan)
sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa. (QS. Al-Baqarah-183).

َّ ‫ َو ِإقَ ِام ال‬٬ِ‫ َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َرسُ ْو ُل للا‬٬ُ‫ش َها َد ِة أَ ْن آلاِلهَ ا ََِّّل للا‬
٬‫ص ََل ِة‬ َ : ‫ع َلي َخ ْم ٍس‬ ْ ‫بُنِ َي اْ ِإل‬
َ ‫س ََل ُم‬
‫اء‬ ِ َ‫َو ِإ ْيت‬
۰‫ت‬ ِ ‫ج ا ْلبَ ْي‬
ِ ‫ َو َح‬٬ َ‫ص ْو ِم َر َمضَان‬
َ ‫ َو‬٬‫الزكَا ِة‬ َّ
“Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah,
mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan naik haji ke Baitullah.”
(H.R Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).

Dalam hadits Abdullah bin Umar riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa puasa adalah salah satu rukun Islam yang agung
dan mulia,

ِ ‫ َوا ْل َح‬، ‫الزكَا ِة‬


،‫ج‬ َّ ‫اء‬ َّ ‫ َوإِقَ ِام ال‬، ‫َللا‬
ِ َ ‫ َوإِيت‬، ‫صَلَ ِة‬ ُ ‫َللا َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ َّ َّ‫ش َها َد ِة أ َ ْن ََّل إِلَهَ ِإَّل‬ ٍ ‫علَى َخ ْم‬
َ ‫س‬ َ ‫سَلَ ُم‬
ْ ‫اإل‬
ِ ‫بُنِ َي‬
َ‫ص ْو ِم َر َمضَان‬
َ ‫َو‬
“Islam dibangun di atas lima (perkara, pondasi): Syahadat Lâ Ilâha Illallâh wa Anna
Muhammadan ‘Abduhu wa Rasûluhu, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berhaji ke
Rumah Allah, dan berpuasa Ramadhan.” Juga dalam hadits Thalhah bin
Ubaidullah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, ketika seorang A’raby
bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang Islam, beliau bersabda,
‫ فَقَا َل َه ْل‬. َ‫ع َو ِصيَا ُم شَهْ ِر َر َمضَان‬ َ ‫ ِإَّلَّ أ َ ْن تَ َّط َّو‬.َ‫ َّل‬: ‫غ ي ُْرهُنَّ قَا َل‬ َ ‫ فَقَا َل َه ْل‬. ‫ت ِفى ا ْليَ ْو ِم َواللَّ ْيلَ ِة‬
َ ‫علَ َّى‬ ٍ ‫صلَ َوا‬
َ ‫س‬ ُ ‫َخ ْم‬
: ‫غي ُْر َها َقا َل‬ َ ‫الزكَاةَ َفقَا َل َه ْل‬
َ ‫علَ َّى‬ َّ ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬َ ‫للا‬ُ ‫صلَّى‬ َ ‫َللا‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ َو َذ ك ََر لَهُ َر‬. ‫ ِإ ََّّل أ َ ْن ت َ َّط َّو َع‬.َ‫ َّل‬: ‫غي ُْرهُ فَقَا َل‬
َ ‫علَ َّى‬
َ

3
ُ ‫صلَّى‬
‫للا‬ َ ‫َللا‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬.ُ‫ص ِم ْنه‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫علَى َه َذا َوَّلَ أ َ ْن ُق‬
َ ‫َللا ََّل أَ ِزي ُد‬ َّ ‫ قَا َل فَأ َ ْدبَ َر‬. ‫ع‬
ِ َّ ‫الر ُج ُل َو ُه َو يَقُو ُل َو‬ َ ‫ ِإَّلَّ أ َ ْن تَ َّط َّو‬.َ‫َّل‬
. َ‫صدَق‬ َ ‫ أ َ ْف َل َح ِإ ْن‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ
“Shalat lima waktu (diwajibkan) dalam sehari dan semalam.” Maka, ia berkata, “Apakah
ada kewajiban lain terhadapku?” Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah
sunnah. Juga puasa Ramadhan.” Maka, ia berkata, “Apakah ada kewajiban lain
terhadapku?” Beliau menjawab, “Tidak ada, kecuali hanya ibadah sunnah,” dan
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyebutkan (kewajiban) zakat terhadapnya.
Maka, ia berkata, ‘Apakah ada kewajiban lain terhadapku?’ Beliau menjawab, ‘Tidak ada,
kecuali hanya ibadah sunnah.” Kemudian, orang tersebut pergi seraya berkata, “Demi
Allah, saya tidak akan menambah di atas hal ini dan tidak akan menguranginya.’ Maka,
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ia telah beruntung apabila jujur.’.”
Selain itu, hadits yang semakna dengan ini diriwayatkan pula oleh Al-Bukhâry dan
Muslim dari hadits Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu, dan diriwayatkan oleh Muslim dari
hadits Jâbir bin Abdillah radhiyallâhu ‘anhumâ. Selanjutnya, dalil lain terdapat dalam
hadits Umar bin Khaththab radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim ,dan hadits Abu
Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, tentang kisah Jibril yang
masyhur ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam tentang
Islam, Iman, Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat. Ketika ditanya tentang Islam,
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab,
ُ َ ‫الزكَاةَ َوت‬
‫صو َم َر َمضَانَ َوت َ ُح َّج‬ َّ ‫صَلَةَ َوت ُ ْؤ ِت َى‬
َّ ‫َللا َوت ُ ِقي َم ال‬ ُ ‫َللا َوأَنَّ ُم َح َّمدًا َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ َّ َّ‫ش َه َد أ َ ْن َّلَ إِلَهَ ِإَّل‬
ْ َ ‫سَلَ ُم أ َ ْن ت‬
ْ ‫اإل‬
ِ
.‫َل‬ً ‫سبِي‬َ ‫س تَ َطعْتَ إِلَ ْي ِه‬ ْ ‫ا ْلبَيْتَ إِ ِن ا‬
“Islam adalah bahwa engkau bersaksi bahwa tiada yang berhak untuk diibadahi kecuali
Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, engkau menegakkan shalat,
mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan, serta berhaji ke rumah (Allah) bila engkau
sanggup menempuh jalan untuk itu.”
Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama bersepakat bahwa siapapun yang mengingkari
kewajiban puasa dianggap kafir, keluar dari Islam, dan dianggap telah mengingkari suatu
perkara, yang kewajibannya telah dimaklumi secara darurat dalam syariat Islam.

Secara bahasa, ash-shiyam berarti al-imsak, menahan diri. Secara istilah ash-shiyam
berarti menahan diri dari berbagai pembatal disertai niat, dilakukan oleh orang tertentu,

4
pada waktu tertentu. Berarti puasa harus disertai niat. Puasa juga harus menahan diri dari
berbagai pembatal seperti makan, minum, dan hubungan intim (jimak). Tiga hal ini
disepakati oleh para ulama, sedangkan pembatal puasa lainnya masih diperselisihkan.
Yang melakukan puasa adalah muslim, mukallaf (sudah dibebani syariat), dan pada wanita
bebas dari haidh dan nifas. Sedangkan dilakukan pada waktu tertentu berarti dari terbit
Fajar Shubuh hingga tenggelam matahari. Puasa Ramadan sudah diwajibkan sejak tahun
kedua hijriyah berdasarkan ijmak. Puasa diwajibkan secara bertahap. Awalnya puasa
diwajibkan dalam bentuk pilihan yaitu mau berpuasa ataukah mengeluarkan fidyah.

“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-
orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 184).

Kemudian Allah mewajibkan puasa selain pada orang sakit dan musafir. Nantinya
orang sakit dan musafir mengqadha’ jika uzurnya telah hilang. Dalam ayat disebutkan,

5
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu
ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu,
pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185).

Ramadhan adalah bulan al-Quran. Karena itu para Ulama Salaf semakin
menyibukkan diri dengan al-Quran di bulan Ramadhan. Waktu mereka banyak terisi
dengan bacaan al-Quran, terlebih di waktu malam.

Bulan Ramadhan adalah (bulan) diturunkannya al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan sebagai penjelas berupa petunjuk dan pembeda (al-haq dengan albathil)… (Q.S al-
Baqoroh:185)

Bagi yang berhalangan karena udzur syar’i sehingga tidak bisa berpuasa atau sholat,
janganlah berdiam diri. Tetaplah memperbanyak istighfar dan taubat. Perbanyak kebaikan
dan amal sholih yang lain seperti dzikir, doa, bershodaqoh, dan sebagainya. Jauhi

6
kebid’ahan, kemaksiatan, dan kesyirikan. Jangan sampai kita melewatkan Ramadhan tanpa
terampuni dosanya. Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala mengampuni seluruh kaum
muslimin.

2.2 Keutamaan Ibadah Puasa

Ibadah puasa memiliki banyak keutamaan, di antaranya:

1. Kadar besarnya pahala hanya Allah saja yang tahu. Jika amal lain mendapatkan
kelipatan pahala 10 kali lipat hingga 700 maka puasa lebih dari itu. “Semua amal anak
Adam dilipatgandakan kebaikannya 10 kali hingga 700 kali. Allah Azza Wa Jalla
berfirman: Kecuali puasa. Karena amal puasa adalah untukKu, dan Aku yang akan
membalasnya. Ia meninggalkan syahwat dan makan karenaKu” (H.R Muslim no
1945)
2. Amal kebaikan lain bisa menjadi kaffaroh (penebus kesalahan) terhadap orang lain,
kecuali puasa. Allah Azza Wa Jalla berfirman (dalam hadits qudsi):Jika seseorang
mendzhalimi orang lain, maka kebaikannya akan dilimpahkan kepada orang yang
didzhalimi itu, kecuali puasa. Puasa tidak akan dilimpahkan pada orang lain. Puasa
yang diterima oleh Allah hanya akan terhitung sebagai pahala bagi pelakunya, tidak
akan dipindahkan pada orang lain. Ini adalah pendapat Sufyan bin Uyainah (guru al-
Imam asySyafi’i) Dalam hadits Hadzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat
Al-Bukhâry dan Muslim, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫ص َدقَةُ َواأل َ ْم ُر بِا ْل َمع ُْر‬


‫وف‬ َّ ‫صَلَ ُة َوال‬ ِ ‫س ِه َو َو َل ِد ِه َو َج ِار ِه يُ َك ِف ُر َه ا‬
َّ ‫الصيَا ُم َوال‬ َّ ُ‫فِتْنَة‬
ِ ‫الر ُج ِل فِ ْي أَ ْه ِل ِه َو َما ِل ِه َونَ ْف‬
‫ْى ع َِن ا ْل ُم ْنك َِر‬
ُ ‫َوالنَّه‬
“Fitnah seseorang terhadap keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya dapat
ditebus dengan puasa, shalat, shadaqah, serta amar ma’ruf dan nahi
mungkar.” (Konteks hadits adalah milik Imam Muslim)
Juga dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Muslim,
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫س َوا ْل ُج ُمعَةُ إِلَى ا ْل ُج ُمعَ ِة َو َر َمضَانُ إِلَى َر َمضَانَ ُم َك ِف َرات َما بَ ْينَ ُهنَّ ِإذَا اجْ ت َ َن َب ا ْل َكبَا ِئ َر‬
ُ ‫صلَ َواتُ ا ْل َخ ْم‬
َّ ‫ال‬

7
“Shalat lima waktu, (dari) Jum’at ke Jum’at, dan (dari) Ramadhan ke Ramadhan,
adalah penggugur dosa (seseorang pada masa) di antara waktu tersebut sepanjang ia
menjauhi dosa besar.”
3. Puasa sebagai tameng. Tameng dari perbuatan kotor, sia-sia, kebodohan, berteriak yang
tidak perlu serta tameng dari api neraka. Dalam riwayat Al-Bukhâry dan Muslim dari
Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ِّ ‫ص ْومُ َي ْومُ كَانَُ فَإذَا جنَّ ةُ َو‬
ُ‫الص َيام‬ َ ‫ث فَلَُ أ َ َحدك ُْم‬
ُْ ‫ب َولَُ َي ْرف‬ ُْ ‫سا َّبهُ فَإ‬
ُْ ‫ن َيس َْخ‬ َ ُ‫ي فَ ْل َيق ُْل قَاتَلَهُ أ َ ُْو أ َ َحد‬
ُْ ‫امر ؤُ إ ِّن‬
ْ ُ‫صائ م‬
َ
“… dan puasa adalah tameng. Bila salah seorang dari kalian berada pada hari puasa,
janganlah ia berbuat sia-sia dan janganlah ia banyak mendebat. Kalau orang lain
mencercanya atau memusuhinya, hendaknya ia berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’.”
4. Tidak ada yang menyamai puasa . Dalam haditsnya riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad,
An-Nasâ`i, Ibnu Hibban, dan lain-lain, Abu Umâmah radhiyallâhu ‘anhu berkata
kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
.ُ‫ص ْو ِم فَ ِإنَّهُ َّلَ ِمثْ َل لَه‬ َ ‫ قَا َل‬. ‫َللا فَ ُم ْر ِن ْي بِعَ َم ٍل أ َ ْد ُخ ُل بِ ِه ا ْل َجنَّ َة‬
َّ ‫علَ ْيكَ بِال‬ ِ َّ ‫سو َل‬
ُ ‫يَا َر‬
“Wahai Rasulullah, perintahlah saya untuk mengerjakan suatu amalan, yang
dengannya, saya dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda, ‘Berpuasalah, karena
(puasa) itu tak ada bandingannya.’.
5. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim
bahwa Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ص ْو َم فَ ِإنَّ ُه‬ ُ َّ ‫ْف قَا َل‬
َّ ‫َللا ع ََّز َو َج َّل ِإَّلَّ ال‬ ٍ ‫س ْب ِع ِمائ َ ِة ِضع‬ َ ُ‫سنَة‬
َ ‫عش َْر أ َ ْمثَا ِل َها إِ َلى‬ َ ‫َف ا ْل َح‬
ُ ‫ع َم ِل اب ِْن آ َد َم ُيضَاع‬
َ ‫ُك ُّل‬
ِ َ‫ان فَ ْر َحة ِع ْن َد فِ ْط ِر ِه َوفَ ْر َحة ِع ْن َد ِلق‬
‫اء‬ ِ َ ‫صائِ ِم فَ ْر َحت‬
َّ ‫شه َْوتَهُ َو َطعَا َمهُ ِم ْن أَجْ ِل ْي َو ِلل‬ َ ‫ِل ْي َوأَنَا أَجْ ِز ْي بِ ِه يَ َد ُع‬
‫يح ا ْل ِمس ِْك‬
ِ ‫َللا ِم ْن ِر‬ِ َّ ‫وف فِي ِه أَ ْطيَ ُب ِع ْن َد‬
ُ ُ‫ َولَ ُخل‬.‫َر ِب ِه‬
“Setiap amalan Anak Adam, kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai
tujuh ratus kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa. Sesungguhnya,
(amalan) itu adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya
karena (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.’
Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan: kegembiraan ketika dia berbuka
puasa dan kegembiraan ketika dia berjumpa dengan Rabb-nya. Sesungguhnya, bau
mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kasturi.” (Lafazh
hadits adalah milik Imam Muslim)

8
6. Orang yang berpuasa akan masuk surga dengan dipanggil dari pintu ar-Royyan.
Barangsiapa yang memasukinya, tidak akan kehausan selamanya. Dalam hadits Sahl
bin Sa’ad As-Sâ’idy radhiyallâhu ‘anhumâ riwayat Al-Bukhâry dan Muslim,
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫صائِ ُمونَ يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة َّلَ يَد ُْخ ُل َمعَ ُه ْم أَ َحد‬


‫غي ُْر ُه ْم يُقَا ُل‬ َّ ُ‫ِإنَّ فِي ا ْل َجنَّ ِة بَابًا يُقَا ُل لَه‬
َّ ‫الريَّانُ يَ ْد ُخ ُل ِم ْنهُ ال‬
‫آخ ُر ُه ْم أ ُ ْغلِقَ َفلَ ْم َي ْد ُخ ْل ِم ْنهُ َأ َحد‬
ِ ‫صا ِئ ُمونَ فَ َي ْد ُخلُونَ ِم ْنهُ فَ ِإذَا َد َخ َل‬ َّ ‫أ َ ْينَ ال‬
“Sesungguhnya, di surga, ada pintu yang dinamakan Ar-Rayyân. Orang-orang yang
berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang
melewatinya, kecuali mereka. Dikatakan, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’
Lalu mereka memasukinya. Jika (orang) terakhir dari mereka telah masuk, (pintu)
itupun dikunci sehingga tidak ada seorang pun yang melaluinya.”
7. Barangsiapa yang berpuasa sehari dalam keadaan berjihad di jalan Allah, Allah akan
jauhkan wajahnya dari neraka 70 tahun. Dalam hadits Abu Sa’id Al-
Khudry radhiyallâhu ‘anhu riwayat Al-Bukhâry dan Muslim, Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ‫َللا ِب َذ ِلكَ ا ْليَ ْو ِم َوجْ َه ُه ع َِن النَّ ِار‬
‫س ْب ِعينَ َخ ِريفً ا‬ ُ َّ ‫َللا إَِّلَّ بَا َع َد‬
ِ َّ ‫س ِبي ِل‬
َ ‫صو ُم يَ ْو ًما ِفى‬ َ ‫َما ِم ْن‬
ُ ‫ع ْب ٍد َي‬
“Tidak seorang hamba pun yang berpuasa sehari di jalan Allah, kecuali, karena
(amalannya pada) hari itu, Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka (sejauh
perjalanan) selama tujuh puluh tahun.”
8. Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dan diikuti 3 hari tiap bulan, maka
akan hilang perasaan dengki, dendam, pemarah dalam dada. “Puasa pada bulan
kesabaran (Ramadhan) dan 3 hari tiap bulan (Hijriyah), akan menghilangkan
(permusuhan, kemarahan, dengki, dendam) dalam dada” (H.R Ahmad, al-Bazzar, Ibnu
Abi Syaibah, dinyatakan sanadnya hasan oleh al-Munawy, dishahihkan juga oleh al-
Albany).
9. Puasa menghapus dosa , “Puasa menghapuskan (dosa) sebelumnya (H.R Abu Ya’la,
dinyatakan bahwa rijaalnya terpercaya oleh al-Bushiry) Barangsiapa yang berpuasa
Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”
(H.R alBukhari dan Muslim)

9
10. Amalan puasa akan memberi syafaat bagi pelakunya pada hari kiamat. Dalam hadits
Abdullah bin ‘Amr radhiyallâhu ‘anhumâ, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َ َ‫ت بِالنَّ َه ِار ف‬
.‫ش ِف ْعنِ ْي فِي ِه‬ ِ ‫ش َه َوا‬ ِ ‫الصيَا ُم أ َ ْي َر‬
َّ ‫ب َمنَ ْعتُهُ ال َّطعَا َم َوال‬ ِ ‫ان ِل ْلعَ ْب ِد يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة يَقُو ُل‬ ْ َ‫الصيَا ُم َوا ْلقُ ْرآنُ ي‬
ِ َ‫شفَع‬ ِ
َ ‫ قَا َل فَ ُي‬.‫ش ِف ْعنِ ْي فِي ِه‬
ِ َ‫شفَّع‬
.‫ان‬ َ ‫َويَقُو ُل ا ْلقُ ْرآنُ َمنَ ْعتُهُ النَّ ْو َم ِباللَّ ْي ِل َف‬
“Puasa dan Al-Qur`an akan memberi syafa’at untuk seorang hamba pada hari
kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabb-ku, saya telah melarangnya terhadap makanan
dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah saya untuk memberi syafa’at baginya.’
Al-Qur`an berkata, ‘Saya telah menghalanginya dari tidur malam, maka izinkanlah
saya untuk memberi syafa’at baginya.’ (Beliau) bersabda, ‘Maka, keduanya mendapat
izin untuk mensyafa’ati (hamba) tersebut.’.” (HR. Ahmad, Muhammad bin Nash Al-
Marwazy, Al-Hâkim, dan selainnya. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albany
dalam Tamâmul Minnah hal. 394-395)
11. Barang siapa yang meninggal dalam keadaan berpuasa, maka ia masuk surga. “Barang
siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan mengakhiri kehidupannya dengan
demikian, maka masuk surga. Barangsiapa yang bershodaqoh ikhlas mengharap
Wajah Allah dan mengakhiri kehidupannya dengan demikian, maka ia masuk surga.
Barangsiapa yang berpuasa sehari dengan ikhlas mengharap Wajah Allah, dan
mengakhiri kehidupannya dengan demikian, maka ia masuk surge” (H.R Ahmad, Ibnu
Abi Syaibah dan dinyatakan sanadnya shahih oleh al- Bushiry, dishahihkan juga oleh
Syaikh alAlbany)
12. Sholawat dari Allah dan Malaikat serta keberkahan bagi orang yang sahur.
“Hidangan sahur adalah hidangan keberkahan. Maka janganlah kalian
meninggalkannya meski sekedar seteguk air. Karena Allah dan para Malaikatnya
bersholawat terhadap orang-orang yang sahur” (H.R Ahmad, dinyatakan sanadnya
kuat oleh alMundziri, dihasankan Syaikh al-Albany)
13. Puasa adalah salah satu dari 4 perbuatan yang jika dikerjakan dalam sehari bisa
menyebabkan seorang masuk surga.
Nabi shollallahu alaihi wasallam pernah bertanya kepada para Sahabatnya: Siapakah
yang hari ini berpuasa? Abu Bakr menjawab: Saya. Nabi bertanya lagi: Siapakah yang
hari ini mengantarkan jenazah? Abu Bakr menjawab: Saya. Nabi bertanya lagi:

10
Siapakah yang hari ini memberi makan seorang miskin? Abu Bakr menjawab: Saya.
Nabi bertanya lagi: Siapakah yang hari ini menjenguk orang sakit? Abu Bakr
menjawab: Saya. Nabi kemudian bersabda: Tidaklah berkumpul perbuatan-perbuatan
ini pada seseorang dalam sehari kecuali ia akan masuk surga (H.R Muslim dan al-
Bukhari dalam Adabul Mufrad)
2.3 Hal-hal yang Membatalkan dalam Puasa
Ada beberapa hal yang membatalkan puasa, yaitu:
1. Makan dan Minum atau Perbuatan yang Semakna dengannya
Telah dijelaskan dalam pembahasan tentang ayat puasa, yaitu pada ayat 187 surat al
Baqoroh bahwa Allah memperbolehkan makan dan minum pada waktu malam,
sebelum fajar. Hal itu menunjukkan bahwa di waktu siang (dari Subuh hingga
Maghrib), tidak diperbolehkan makan dan minum, maupun yang semakna dengan
makan dan minum Dan makan dan minumlah hingga nampak jelas bagimu benang
putih dari benang hitam pada fajar (Q.S al-Baqoroh:187) Hal-hal yang semakna
dengan makan dan minum adalah: 1. Infus, memasukkan obat dan nutrisi tubuh
melalui pembuluh darah. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih
al-Utsaimin. 2. Cuci darah, sebagaimana dijelaskan oleh Fataawa al-Lajnah ad
Daaimah (10/19)). Demikian juga merokok termasuk membatalkan puasa. Dalam
istilah bahasa Arab, merokok adalah syurbud dukhon (meminum uap), sehingga
semakna dengan meminum. Selain itu ada unsur/ zat yang 143 sampai tenggorokan
atau bahkan lambung, sehingga semakna dengan makan atau minum (disarikan dari
Majmu’ Fataawa Ibnu Utsaimin 203-204 melalui Fataawa al-Islaam Suaal wa Jawaab)
2. Berhubungan Suami Istri atau Mengeluarkan Mani dengan Sengaja
Jimak (berhubungan suami istri) di siang hari Romadhon yang dilakukan oleh orang
yang wajib berpuasa, selain membatalkan puasa juga mengharuskan pembayaran
kaffaroh. Dalam sebuah hadits dinyatakan:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu: Datang seseorang kepada Nabi shollallahu
alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah binasa!” Rasulullah
bertanya, “Apa yang membinasakanmu?” Orang itu menjawab, “Aku telah
berhubungan dengan istriku (jimak) di siang Ramadhan.” Rasulullah shollallahu
alaihi wasallam kemudian mengatakan, “Mampukah engkau untuk memerdekakan

11
budak?” Ia menjawab, “Tidak.” Kemudian kata beliau, “Mampukah engkau berpuasa
selama dua bulan berturut-turut?” Ia menjawab, “Tidak.” Kemudian kata beliau,
“Mampukah engkau memberi makan 60 orang miskin?” Ia menjawab, “Tidak.”
Kemudian didatangkan satu wadah kurma kepada Nabi dan beliau berkata (kepada
laki-laki itu), “Shadaqahkan ini.” Orang itu bertanya, “Kepada yang lebih fakir dari
kami? Sungguh di Kota Madinah ini tiada yang lebih membutuhkan kurma ini
daripada kami.” Mendengar itu Rasulullah shollallahu alaihi wasallam tertawa
hingga terlihat gigi taringnya, kemudian beliau berkata, “Pulanglah dan berikan ini
kepada keluargamu (H.R alBukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran bahwa kaffaroh bagi orang yang
melakukan hubungan suami istri di siang hari Romadhan bagi yang wajib berpuasa
adalah:
(i) Memerdekakan budak, jika tidak mampu
(ii) Berpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak mampu:
(iii) Memberi makan 60 orang miskin.
Hal itu adalah urut-urutan jika tiap poin tidak mampu dijalankan. Bukan pilihan, tapi
dijalankan berdasarkan urutan. Jika pada satu urutan tidak mampu, maka urutan
berikutnya. Paling akhir, jika tidak mampu semua adalah memberi makan 60 orang
miskin. Satu orang miskin diberi takaran 1 mud bahan makanan pokok (Ihkaamul
Ahkaam karya Ibnu Daqiiqil ‘Ied). Ukuran 1 mud adalah sekitar 0,75 kg. Namun, jika
tidak mampu memberi makan 60 orang miskin maka gugur kewajiban dari dia, seperti
pada laki-laki yang disebutkan dalam hadits di atas. Namun, seseorang yang memiliki
udzur untuk berpuasa, kemudian berhubungan (jimak) dengan istrinya, maka ia tidak
terkena kaffaroh. Contohnya, seperti sepasang suami istri yang safar di bulan
Romadhan, dan pada saat safar itu mereka berhubungan, maka mereka tidak terkena
kaffaroh. Mereka hanya diharuskan mengganti puasanya di hari lain (asy-Syarhul
Mukhtashar ala Bulughil Maram karya Ibnu Utsaimin)
Termasuk yang membatalkan puasa dalam kategori jenis ini adalah mengeluarkan
mani secara sengaja, seperti masturbasi/ onani. Dalam suatu hadits Qudsi, Allah
berfirman tentang orang yang berpuasa: “(Orang yang berpuasa itu) meninggalkan
makan, minum, dan syahwatnya karena Aku” (H.R al-Bukhari no 1761)

12
Dalam sebagian lafadz hadits, kata syahwat adalah istilah bagi mani. Sebagaimana
dalam hadits: “dan pada kemaluan kalian terdapat shodaqoh. Para Sahabat bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya tapi
justru mendapat pahala? Nabi menjawab: Bagaimana pendapatmu, jika ia
meletakkannya pada yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka
demikianlah, jika ia letakkan pada yang halal, maka itu baginya adalah pahala” (H.R
Muslim) Yang ‘diletakkan’ dalam makna hadits tersebut adalah mani, yang
diistilahkan dengan ‘syahwat’ pada kalimat sebelumnya. Ini adalah dalil yang
menunjukkan bahwa mengeluarkan mani secara sengaja pada siang hari Romadhon
membatalkan puasa (penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Majmu’ Fataawa wa
Rosaail (19/138).
3. Muntah Secara Sengaja
Muntah secara sengaja membatalkan puasa. Secara sengaja, seperti memasukkan jari
ke mulut hingga pangkal lidah, sehingga muntah. Atau, menyengaja membaui bau-bau
yang busuk agar muntah. Demikian juga dwngan sngaja melihat hal-hal yang
menjijikkan dengan tujuan agar menjadi muntah. Hal-hal demikian adalah
membatalkan puasa. Namun bagi orang yang tidak menyengaja untuk muntah, tapi
karena keadaan tertentu seperti seorang yang terserang masuk angin, kemudian
muntah, maka ini tidak membatalkan puasa. “Barangsiapa yang terserang muntah
(tidak sengaja) maka tidak harus mengganti (puasa). Barangsiapa yang menyengaja
muntah, maka hendaknya mengganti (puasa)”. (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad,
dishahihkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Hakim, al-Albany. Lafadz sesuai
riwayat atTirmidzi)
4. Obat Tetes Hidung
Pada saat berpuasa, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melarang seseorang yang
berwudhu’ menghirup air ke hidungnya terlalu dalam:
“Dan bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung),
kecuali jika engkau dalam keadaan berpuasa “ (H.R Abu Dawud, atTirmidzi,
anNasaai, Ibnu Majah, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan alAlbany)
Hadits tersebut dijadikan dalil oleh sebagian Ulama yang menunjukkan bahwa
penggunaan tetes hidung membatalkan puasa. Masuknya air ke hidung sehingga

13
sampai kerongkongan akan membatalkan puasa. Berbeda dengan sekedar menghirup
kemudian mengeluarkan lagi, seperti yang dilakukan dalam berwudhu’, hal itu tidak
membatalkan puasa.
5. Keluarnya Darah Haid dan Nifas pada Wanita
bahwa wanita yang haid dan nifas haram untuk berpuasa.
6. Memiliki Niat Kuat untuk Membatalkan Puasa
Seseorang yang memiliki niat dan azam yang sangat kuat untuk membatalkan puasa,
maka terhitung puasanya telah batal, meski ia belum melakukan hal-hal yang
membatalkan puasa. Berbeda dengan jika sekedar terbetik keinginan sesaat untuk
membatalkan puasa. Tidak berupa niat yang sangat kuat. Hanya sekelebat keinginan
saja. Maka hal ini tidaklah membatalkan puasa. Sama dengan seseorang yang punya
keinginan berbuat kejahatan. Jika sekedar keinginan yang sekelebatan, kemudian tidak
dijadikan niat yang kuat, maka hal ini tidaklah terhitung sebagai suatu kejahatan,
selama belum dilakukan.
Tapi, seseorang yang ingin berbuat kejahatan, dan berupaya keras untuk
mempersiapkan kejahatan itu, bertekad dan memiliki niat yang sangat kuat, maka
terhitung ia telah menjalankan kejahatan tersebut. Seseorang yang berniat kuat untuk
membunuh saudaranya sesama muslim karena masalah duniawi, dan telah
mempersiapkan sarana untuk membunuh, namun ternyata justru dialah yang terbunuh,
maka ia terhitung melakukan perbuatan penduduk neraka dan diancam dengan neraka.
“Jika dua orang muslim bertemu dengan pedang masing-masing, maka pembunuh dan
yang dibunuh ada di neraka. Aku (seorang Sahabat) bertanya: (kalau) pembunuhnya
sudah jelas (berdosa), mengapa yang terbunuh juga demikian? Rasul bersabda:
karena dia bertekad kuat untuk membunuh lawannya” (H.R al Bukhari no 30)
2.4 Syarat Keadaan Batalnya Puasa
Jika seseorang melakukan salah satu hal yang membatalkan puasa, belum tentu
puasanya secara otomatis menjadi batal. Masih ada syarat-syarat yang harus terpenuhi. Jika
tidak terpenuhi syaratnya, maka puasanya tidak batal, karena dia memiliki udzur. Namun,
syarat-syarat itu tidak berlaku untuk haid dan nifas.
Syarat-syarat tersebut adalah:

14
1. Mengetahui Seseorang yang melakukan suatu hal pembatal puasa, namun ia tidak
mengetahui bahwa sebenarnya hal itu membatalkan puasa, tidaklah batal puasanya.
Contoh: seseorang yang muntah secara sengaja. Ia melakukannya karena tidak tahu
bahwa sebenarnya hal itu membatalkan puasa, maka puasanya tidaklah terhitung batal.
Demikian juga seseorang yang melakukan pembatal puasa namun ia tidak mengetahui
bahwa sebenarnya belum masuk waktu berbuka, sedangkan ia menyangka sudah masuk
waktunya, tidaklah batal puasanya.
Contoh: seseorang yang makan dan minum karena menyangka sudah masuk waktu
Maghrib. Ia baru terbangun dari tidur. Jam di kamarnya menunjukkan waktu yang tidak
cocok (lebih cepat), sedangkan di luar gelap karena mendung. Ia menyangka sudah
masuk Maghrib, sehingga ia makan dan minum, maka tidaklah batal puasanya. Dengan
catatan, setelah mengetahui kesalahannya ia tidak meneruskan pembatal puasa tersebut.
“Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksakami jika kami lupa atau tersalah
(tak sengaja)” (Q.S al-Baqoroh: 286)
2. Ingat, Bukan dalam Keadaan Lupa Jika seseorang melakukan pembatal puasa dalam
keadaan lupa, maka puasanya tetap sah, tidak batal.
“Barangsiapa yang lupa dalam keadaan berpuasa, kemudian ia makan dan minum,
maka sempurnakanlah puasanya (jangan dibatalkan, pent). Karena itu adalah
pemberian makan dan minum dari Allah” (H.R alBukhari dan Muslim)
Dengan catatan: benar-benar lupa, dan setelah ingat segera menghentikan. Orang
yang melihatnya wajib mengingatkan.
3. Dengan Sukarela, Bukan Karena Paksaan atau Tidak Sengaja
Seseorang yang melakukan pembatal puasa karena tidak sengaja, puasanya tetap sah.
Contoh: seseorang yang sedang berkumur, tanpa sengaja air masuk hingga
tenggorokan. Contoh lain: seseorang yang mimpi basah (ihtilam). Ia mengeluarkan
mani tanpa sengaja. Puasanya tetap sah. Berbeda dengan mengeluarkan mani secara
sengaja (dengan masturbasi), itu membatalkan puasa.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas.
“Sesungguhnya Allah memaafkan dari umatku keadaan tersalah (tidak sengaja), lupa,
dan halhal yang terpaksa (bukan kehendak sendiri)” (H.R Ibnu Majah, dishahihkan I
bnu Hibban dan alAlbany)

15
2.5 Hal-hal yang Tidak Membatalkan Puasa
Beberapa hal yang tidak dikategorikan perbuatan membatalkan puasa, di antaranya:
1. Sikat Gigi/ Siwak
Rasulullah shollallahu alaihi wasallam menyukai bersiwak. Bahkan, jika tidak
memberatkan umatnya, beliau ingin agar umatnya bersiwak pada setiap akan sholat.
“Kalaulah tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan perintahkan mereka ber-
siwak pada setiap sholat “ (H.R Muslim no 370). al-Imam al-Bukhari menjelaskan:
“Abu Hurairah berkata, dari Nabi shollallahu alaihi wasallam: Kalaulah tidak
memberatkan umatku, sungguh aku akan perintahkan mereka ber-siwak setiap
berwudhu’. Dan diriwayatkan yang semisal dengan itu dari Jabir dan Zaid bin Kholid
dari Nabi shollallahu alaihi wasallam, dan tidak mengkhususkan puasa dari yang
lain” (Shahih al-Bukhari (7/18)).
Penggunaan sikat gigi dan pasta gigi tidak mengapa pada saat berpuasa. Namun
hendaknya berhati-hati agar tidak ada percikan air yang masuk menuju kerongkongan.
Jika sikat gigi dengan pasta gigi hanya dilakukan pada saat selesai sahur sebelum
Subuh dan setelah berbuka di waktu Maghrib, maka itu lebih baik.
2. Berkumur
Berkumur tidaklah membatalkan puasa. Disyariatkan berkumur (al-madhmadhah)
dalam wudhu’. Sebagian orang pada saat berpuasa, tidak berkumur pada waktu
wudhu’ karena khawatir batal puasanya. Ini adalah sebuah kesalahan. Berkumur dalam
wudhu’ adalah perintah Nabi:
“Jika engkau berwudhu’, berkumurlah” (H.R Abu Dawud)
Demikian juga memasukkan air ke dalam hidung (istinsyaq) dan mengeluarkannya
dari hidung (istintsar) saat berwudhu’ tidaklah membatalkan puasa, bahkan harus
dilakukan pada saat berwudhu’. Baik di saat puasa atau di saat tidak berpuasa.
“Jika salah seorang dari kalian berwudhu’, maka hiruplah air dengan dua rongga
hidungnya kemudian keluarkan” (H.R Muslim no 349)
3. Mandi/ Mengguyurkan Air di Atas Kepala
Nabi shollallahu alaihi wasallam pernah mengguyurkan air di atas kepala beliau pada
saat berpuasa di waktu terik matahari yang sangat panas.

16
“Dari sebagian Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwa Nabi shollallahu
alaihi wasallam dilihat di al-‘Arj (nama suatu tempat) menuangkan air pada kepala
beliau dalam keadaan berpuasa, karena panas atau haus” (H.R Abu Dawud, Ahmad,
lafadz sesuai riwayat Ahmad, dishahihkan al-Hakim dan al-Albany)
4. Mencium Istri Karena Kasih Sayang, Bukan Syahwat
“Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi
wasallam mencium dalam keadaan berpuasa, beliau mencumbu dalam keadaan
berpuasa. Akan tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menjaga nafsu” (H.R
alBukhari dan Muslim)
5. Tukang Masak Mencicipi Masakan Karena Kebutuhan dan Tidak Menelannya
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata: “Tidak mengapa mencicipi
cuka atau sesuatu selama tidak masuk ke dalam tenggorokan pada saat berpuasa”
(riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya no 9369 (3/47)).
6. Tes Darah atau Ada Anggota Tubuh yang Terluka
Jika ada anggota tubuh yang terluka dan mengeluarkan darah, hal itu tidaklah
membatalkan puasa. Seperti juga tes darah yang mengambil sedikit sampel darah,
tidaklah membatalkan puasa. Sekedar keluarnya darah bukanlah pembatal puasa.
Hanya saja jikadarah keluar cukup banyak dan membuat lemah keadaan seseorang,
akan menyulitkan keadaannya dalam berpuasa. Lebih jauh, ada keterkaitan
pembahasan ini dengan masalah hukum berbekam (berobat dengan cara mengeluarkan
darah kotor).

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan ketetapan Alquran surat Al-Baqarah ayat 183 dan ketetapan hadis yang
telah disebutkan diatas, puasa diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas
umat yang terdahulu. Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam
keadaan sehat, di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam
sepakat menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu
puasa di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan. Yang diwajibkan berpuasa itu adalah
orang yang beriman (muslim) baik laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci
dari haid dan nifas), berakal, baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan
sanggup berpuasa. Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai
setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam matahari.

18
DAFTAR PUSTAKA
Kharisman, Abu Utsman (2013) , RAMADHAN BERTABUR BERKAH (Fiqh
Puasa dan Panduan Menjalani Ramadhan Sesuai Sunnah Nabi), Edisi: 1.0 ,
Surabaya ; Pustaka Hudaya

Tuasikal , Muhammad Abduh (2019), Hadits Puasa dari Bulughul Maram,


Cetakan Pertama, Yogyakarta ; Rumaysho

https://dzulqarnain.net/category/bidang/fiqih (Minggu, 08 Nov 2020, 21;17 WIB)

19

Anda mungkin juga menyukai