BAHASA INDONESIA
“Penggunaan Bahasa Indonesia dalam
Perundang-Undangan”
Disusun Oleh:
Rachmat Abdi Nur Alam - 20071101151
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Dengan menyebutkan nama Allah SWT yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang serta memanjatkan puji syukur kehadirat Nya yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
pembuatan makalah yang berjudul tentang penggunaan Bahasa Indonesia dalam perundang-
undangan.
Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya saya dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata saya sebagai penyusun sangat berharap semoga saja dengan adanya penulisan
makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini bisa memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.
Penulis
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
1.1. Latar Belakang................................................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................ 4
1.3. Maksud & Tujuan............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 5
2.1. Kaidah Umum................................................................................................. 5
2.2. Pembentukan Kata.......................................................................................... 5
2.3. Penyusunan Kalimat....................................................................................... 6
2.4. Teknik Penulisan............................................................................................ 7
2.5. Ketepatan Penulisan....................................................................................... 8
2.6. Ciri Bahasa Perundang-undangan.................................................................. 9
2.7. Kelugasan dan Kejelasan............................................................................... 9
2.8. Keefektifan Kalimat...................................................................................... 10
2.9. Ketidakefektifan Kalimat.............................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan Pengunaan Bahasa Indonesia harus memenuhi kriteria Bahasa Indonesia yang
baik dan benar, Bahasa Indoensia yang baik merupakan Bahasa Indonesia yang
digunakan sesuai dengan konteks berbahasa dan selaras dengan nilai social masyarakat.
Bahasa Indonesia yang benar merupakan Bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan
kaidah Bahasa Indonesia yang meliputi kaidah tata Bahasa, kaidah ejaan dan kaidah
pembentukan istilah. Ketentuan Kaidah-kaidah Bahasa Indonesia terdapat di dalam
Peraturan Menteri terkait 9 Pasal 2 Perpres 63/2019).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembentukan kata, penyusunan kalimat, dan Teknik penulisan
dalam perundang-undangan?
2. Apa saja ciri bahasa dalam perundang-undangan?
3. Seberapa efektifkah penggunaan bahasa dalam perundang-undangan?
Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 serta pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 serta pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3. Penyusunan Kalimat
Susunan kalimat dalam perundang-undangan juga harus mengikuti kaidah sintaksis
bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur wajib dalam kalimat seperti subjek dan predikat
harus selalu ada dalam setiap ketentuan yang dituangkan dalam pasal atau ayat. Tanpa
kehadiran salah satu unsur tersebut, pasal atau ayat dalam perundang-undangan tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai norma karena norma harus berupa proposisi. Berikut disajikan
beberapa kasus.
Dalam hal pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berada di dalam kawasan hutan konservasi, hanya dapat digunakan
untuk kegiatan wisata alam.
Bagian (i) lazim disebut keterangan (adverbial) dan bagian (ii) lazim disebut predikat.
Dengan demikian kalimat tersebut belum dapat dikatakan sebagai norma karena subjek
kalimat belum ada. Untuk itu, agar menjadi norma, contoh tersebut harus diperbaiki dengan
memunculkan subjek kalimat pengusahaan panas bumi seperti berikut.
a. Dalam hal pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a yang berada di dalam kawasan hutan konservasi, pengusahaan panas
bumi hanya dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam.
b. Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a yang berada di dalam kawasan hutan konservasi hanya dapat digunakan untuk
kegiatan wisata alam.
Selain harus ada subjek, norma dalam ketentuan perundang-undangan juga harus
memiliki predikat. Tanpa kehadiran predikat, pasal atau ayat dalam perundang-undangan pun
tidak dapat dikatakan sebagai norma karena norma harus berupa proposisi dan syarat
proposisi harus ada subjek dan ada predikat. Predikat dalam perundang-undangan haruslah
berupa kata kerja (verba) yang berupa tindakan. Berikut disajikan beberapa kasus.
Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (2) untuk mengukur dan memperkirakan
sampai seberapa jauh risiko berpotensi membahayakan, meluas, dan menyebar sehingga
melumpuhkan perekonomian.
Bagian (i) lazim disebut subjek, bagian (ii) dan bagian (iii) lazim disebut keterangan. Dengan
demikian contoh tersebut belum dapat dikatakan sebagai norma karena predikat kalimat
belum ada. Untuk itu, agar menjadi norma, contoh tersebut harus diperbaiki dengan
memunculkan predikat kalimat, yaitu digunakan seperti berikut.
a. Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (2) digunakan untuk mengukur dan
memperkirakan sampai seberapa jauh risiko berpotensi membahayakan, meluas, dan
menyebar sehingga melumpuhkan perekonomian.
b. Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud ayat (2) digunakan untuk mengukur dan
memperkirakan sampai seberapa jauh risiko berpotensi membahayakan, meluas, dan
menyebar sehingga melumpuhkan perekonomian.
Pasal 62
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan obat selain obat bebas
dan obat bebas terbatas, kecuali dalam melaksanakan tugas dalam kondisi keterbatasan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan dalam keadaan darurat untuk
memberikan pertolongan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36.
Kalimat dalam norma di atas secara bahasa tidak salah, tetapi untuk memahami
informasi apa yang akan diungkapkan diperlukan kecermatan tersendiri untuk memahami
informasi apa yang akan disampaikan. Kesulitan pemahaman terhadap pasal tersebut terletak
pada penggunaan kata depan (konjungsi) dalam secara berulang. Untuk memudahkan
pemahaman, konjungsi dalam bisa berganti dengan kata pada atau sebaliknya dan sebaiknya
dibuat tabulasi seperti prubahan berikut.
Pasal 62
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan obat selain obat bebas
dan obat bebas terbatas, kecuali dalam melaksanakan tugas pada:
kondisi keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34; dan/atau
keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36.
Pasal 62
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dilarang memberikan obat selain obat bebas
dan obat bebas terbatas, kecuali pada pelaksanaan tugas dalam:
kondisi keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34; dan/atau
keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36.
Pemberian penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
Dari segi struktur, kalimat tersebut telah memenuhi tuntutan kegramatikalan kalimat karena
unsur-unsur kalimat telah terpenuhi, yaitu pemberian penghargaan berfungsi sebagai subjek
yang berupa frasa nominal (frasa kata benda), diberikan berfungsi sebagai predikat yang
berupa verba (kata kerja), dan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang,
piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain berfungsi sebagai keterangan yang berupa frasa
preposisional (frasa kata depan). Namun, dalam hal pilihan kata, kalimat tersebut belum
termasuk kalimat yang efektif karena penggunaan bentuk dasar yang sama pada subjek dan
predikat, yaitu penggunaan bentuk dasar beri meskipun telah mengalami penominalan
(menjadi pemberian) dan mengalami pemverbaan (menjadi diberikan) Agar menjadi bentuk
yang efektif seharusnya kalimat tersebut diubah menjadi sebagai berikut.
a. Pemberian penghargaan dapat berbentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang,
piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
b. Pemberian penghargaan dapat diwujudkan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat
istimewa, uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
c. Pemberian penghargaan dapat berupa tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, uang,
piagam, dan/atau penghargaan lain.
d. Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,
uang, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
“Pemerintah secara eksplisit berniat mengatur agar setiap orang di negara ini mendapatkan
layanan kesehatan dasar secara cuma-cuma, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan santunan
akibat kecelakaan.”
Dari segi struktur, kalimat tersebut telah memenuhi tuntutan kegramatikalan kalimat karena
unsur-unsur kalimat telah terpenuhi, yaitu pemerintah berfungsi sebagai subjek yang berupa
nomina, secara eksplisit berfungsi sebagai keterangan yang berupa frasa preposisional,
berniat mengatur berfungsi sebagai predikat yang berupa frasa verbal, dan agar setiap orang
di negeri ini mendapatkan layanan kesehatan dasar secara cuma-cuma, jaminan hari tua,
jaminan pensiun, dan santunan akibat kecelakaan berfungsi sebagai keterangan anak
kalimat.Namun, dari sisi lain kalimat tersebut belum menunjukkan keapikan struktur. Hal itu
disebabkan verba transitif mengatur seharusnya langsung diikuti nomina atau frasa nominal
yang berfungsi sebagai objek (setiap orang di negeri ini) dan bukan diikuti oleh keterangan
anak kalimat. Selain itu, agar pada kalimat tersebut seharusnya mendahului verba
mendapatkan bukan mendahului orang di negeri ini sehingga perubahannya seharusnya
seperti berikut.
“Pemerintah secara eksplisit berniat mengatur setiap orang di negara ini agar mendapatkan
layanan kesehatan dasar secara cuma-cuma, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan santunan
akibat kecelakaan.”
1) Gaji guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat berdasarkan perjanjian kerja dan/atau kesepakatan kerja bersama.
2) Kewenangan merencanakan kebutuhan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tetap memperhatikan pengaturan dan pembinaan standar pelayanan sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang berlaku secara nasional.
“Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena terus menerus
melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama satu bulan atau lebih.”
Kalimat tersebut termasuk kalimat majemuk bertingkat yang terdiri atas induk kalimat (guru
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru) dan anak kalimat (karena terus
menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaan selama satu bulan atau lebih). Semua unsur induk kalimat dan anak kalimat telah
terpenuhi, tetapi kerancuan pikiran terletak pada keterangan anak kalimat, yaitu peletakan
posisi adverbia--yang seharusnya berupa frasa preposisional-- yang tidak tepat. Jika dicermati
tampak bahwa guru diberhentikan tidak dengan hormat karena terus menerus melalaikan
kewajiban, padahal guru diberhentikan karena melalaikan kewajiban secara terus menerus
dan bukan karena terus menerus. Agar tidak terjadi kerancuan pikiran, kalimat tersebut
seharusnya
adalah sebagai berikut.
1) Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena melalaikan
kewajiban secara terus menerus dalam menjalankan tugas pekerjaan selama satu bulan
atau lebih.
2) Guru diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena melalaikan
kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaan selama satu bulan atau lebih secara
terus menerus.
Kerancuan pikiran itu juga terdapat pada penulisan pasal atau ayat dalam perundang-
undangan yang berbunyi sebagai berikut. Ketentuan lebih lanjut mengenai … diatur dalam
Pasal … Bukankah pasal atau ayat tersebut seharusnya berbunyi Ketentuan mengenai …
diatur lebih lanjut dalam Pasal …. Ketentuan mengenai … lebih lanjut diatur dalam Pasal…
atau
“Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu yang langka diberikan anggaran
dan fasilitas khusus oleh pemerintah atau pemerintah daerah.”
Jika dicermati, kalimat tersebut aneh sebab dosen yang mendalami dan mengembangkan ilmu
yang langka malah akan diberikan anggaran, bukankah seharusnya dosen tersebut diberi atau
memperoleh anggaran? Perhatikan perbaikan kalimat berikut.
1) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka diberi (Pemerintah
atau pemerintah daerah) anggaran dan fasilitas khusus.
2) Dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka memperoleh
anggaran dan fasilitas khusus dari pemerintah atau pemerintah daerah.
3) Anggaran dan fasilitas khusus dari pemerintah atau pemerintah daerah diberikan
kepada dosen yang mendalami dan mengembangkan bidang ilmu langka.
“Jika keadaan semacam itu dibiarkan berlarut-larut maka masyarakat di daerah itu bisa
kehilangan kesabaran dan bisa bertindak anarkhis.”
a) Jika keadaan semacam itu dibiarkan berlarut-larut, masyarakat di daerah itu bisa
kehilangan kesabaran dan bisa bertindak anarkhis.
b) Keadaan semacam itu dibiarkan berlarut-larut maka masyarakat di daerah itu bisa
kehilangan kesabaran dan bisa bertindak anarkhis.
Kalimat (a) merupakan kalimat majemuk bertingkat, sedangkan kalimat (b) merupakan
kalimat majemuk setara. Namun, dalam hal kebakuan, kalimat (a) lebih baku daripada (b).
Kalimat (b) hanya digunakan dalam ragam lisan. Kata jika, sebab, karena, maka, sehingga,
apabila, bila, meskipun, kendatipun, sekalipun, walaupun, dan dalam hal merupakan kata
penghubung subordinative yang menjadi penanda anak kalimat. Induk kalimat dapat berubah
menjadi anak
kalimat jika dilekati salah satu kata penghubung tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Mengetahui bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis akan
lebih fokus dan lebih mendetail dalam menyusun makalah Bahasa Indonesia tentang
Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Perundang-undangan, dengan sumber-sumber dan opini
yang dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2012. Gapura Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Elmatera
Publising.
-----. “Bahasa Indonesia dalam Perundang-undangan” dalam Jurnal Kajian. Vol. VII hal 1—
22, Jakarta 2011.
Vilies, I.C. van der. 2005. Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-undangan
(Dialihbahasakan oleh Linus Doludjawa). Jakarta: Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.