Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEWARGANEGARAAN
“Bagaimana Hakikat, Instrumentasi, &
Praksis Demokrasi Indonesia Berlandaskan
Pancasila & UUD 1945”

Disusun
O
L
E
H
Kelompok 4
Daniel Enzo Situmorang (20071101011)
Florency Victoria Tulandi (20071101060)
Adinda Esther Prasetyo (20071101119)
Devita Stevany (20071101172)
Virginia Mokoagow (20071101157)
Rachmat Abdi Nur Alam (20071101151)
Igd Yoshua Swedra (20071101292)
Rifki Mamonto (20071101332)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat & karunia-Nya sehingga
kami
dapat menyelesaikan makalah tentang isu-isu Demokrasi dan hubungannya dengan Mata
Kuliah Kewarganegaraan.

Di dalam makalah ini, kami membahas materi dari bab 6 buku ajar Pendidikan
Kewarganegaraan & juga Tantangan Demokrasi di masa pandemi. Materi yang ada dalam
makalah ini sudah disesuaikan dengan data & fakta yang ada sehingga makalah ini dapat juga
menjadi sarana dalam menambah wawasan seputar Demokrasi.

Walau begitu, di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari data yang
ada maupun dari fakta yang terjadi di kehidupan nyata. Untuk itu, sangat diperlukan saran &
kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Namun, kami berharap kiranya makalah
ini dapat diterima oleh semua kalangan termasuk Ibu Dr. Mercy Setlight SH, MH yang telah
memberi tugas ini kepada kami.

Akhir kata, kami juga berharap agar makalah ini dapat menjadi awal dari perubahan
Demokrasi yang akan datang sehingga negeri ini bisa semakin tertata dengan baik.

Penulis

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 4
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 4
1.3. Maksud & Tujuan......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Demokrasi................................................................................... 5
2.2. Hakikat Demokrasi........................................................................................ 6
2.3. Praksis Demokrasi......................................................................................... 9
2.4. Penerapan Demokrasi di Indonesia............................................................... 10
2.5. Tantangan Demokrasi di masa Pandemi....................................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan..................................................................................................... 13
3.2. Saran............................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 14

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setiap warga negara mendambakan pemerintahan demokratis yang menjamin


tegaknya kedaulatan rakyat. Hasrat ini dilandasi pemahaman bahwa pemerintahan
demokratis memberi peluang bagi tumbuhnya prinsip menghargai keberadaan individu
untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara secara maksimal. Karena itu, demokrasi
perlu ditumbuhkan, dipelihara, dan dihormati oleh setiap warga negara.

Setiap negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau
demokrasinya.Hal ini ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan, kebudayaan,
pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya.Dengan demikian pada setiap
negara terdapat corak khas demokrasi yang tercermin pada pola sikap, keyakinan dan
perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti pada tingkah laku
dan proses berdemokrasi dalam suatu sistem politik.

Dalam hal ini, kami akan membahas tentang apa saja yang menjadi tantangan dalam
menjalankan Demokrasi di masa pandemi Covid-19.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu demokrasi?
2. Apa itu hakikat demokrasi?
3. Bagaimana praksis demokrasi di Indonesia?
4. Apakah demokrasi saat ini sudah berjalan sesuai dengan Pancasila dan UUD?
5. Apa saja yang menjadi tantangan menjalankan demokrasi di masa pandemi?

C. Maksud dan Tujuan


1. Untuk mengetahui apa yang menjadi pengertian Demokrasi
2. Untuk menjadi sarana dalam memperkaya wawasan tentang Demokrasi
3. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Ibu Dr. Mercy Setlight SH, MH

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi

Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (epistemologis) dan istilah
(terminologis). Secara epistemologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari
bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “cretein”
atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau
demos-cratos adalah keadaan Negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan
berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintah rakyat dan oleh rakyat. Sementara itu, pengertian demokrasi secara
istilah sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut:
a. Menurut Joseph A. Schemer
Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan
polituk dimana individu- individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara
perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
b. Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah
yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
c. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl
Demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung
jawab atas tindakan—tindakan mereka diwilayah publik oleh warga negara, yang
bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil
mereka yang terpilih.
d. Henry B. Mayo
Menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu system yang
menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan- pemilihan berkala
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.

5
Affan Ghaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu
pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik):
e. Demokrasi Normatif
Demokrasi Normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh
sebuah Negara.
f. Demokrasi Empirik
Demokrasi Empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik
praktis. Makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara
mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-
masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan

B. Hakikat Demokrasi

Demokrasi bagi bangsa Indonesia sendiri adalah istilah baru yang dikenal pada paruh
abad ke-20. Dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, demokrasi dalam bentuknya
yang modern ini juga tidak dikenal di Indonesia.

Musyawarah mufakat sebagai budaya asli Indonesia yang kerap disamakan dengan
prinsip demokrasi adalah kesimpulan keliru karena musyawarah yang dimaksud ketika itu,
hanya diikuti oleh laki-laki dewasa dan penduduk asli semata. Sedangkan perempuan dan
anak-anak tidak memiliki hak untuk duduk bersama melakukan musyawarah, tentu
demokrasi yang kita maksud pada abad ini bukanlah demokrasi yang demikian, begitu kata
Bung Hatta dalam bukunya Demokrasi Kita.

Demokrasi berdiri di atas prinsip persamaan, bahwa setiap manusia adalah sederajat
oleh karena itu tidak boleh ada pengkhususan terhadap kelompok tertentu, atau anggapan
bahwa yang satu lebih terhormat dari pada yang lain. Maka, menjadi wajar jika di Indonesia
demokrasi berjalan tertatih, sulit menemukan pijakan dan arahnya yang baku, utamanya
dalam hal praktik demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi baru
menyentuh pada aspeknya yang prosedural.

Oleh sebab itu, demokrasi harus mengatasi bentuknya yang sekarang berupa
prosedural semata, meski yang prosedural itu sendiri tidak dapat dihilangkan namun

6
demokrasi substansial mutlak dibutuhkan. Prosedural demokrasi mengandung dua ancaman
yang sama latennya.

Pertama, demokrasi dibajak oleh mereka yang sejatinya anti demokrasi. Kelompok-
kelompok sektarian dapat mengambil hati konstituen secara demokratis, tetapi setelah
berkuasa mereka membakar jembatan yang mereka bakar sendiri. Ada kecenderungan di
Indonesia bahwa kepentingan mayoritas, biasanya atas nama keamanan, harus lebih
diutamakan dari kepentingan minoritas, tidak peduli sepenting apapun hak minoritas yang
dikorbankan itu.

Kedua, demokrasi dibajak oleh orang-orang berpunya. Demokrasi merosot maknanya


menjadi kompetisi untuk mendulang suara yang di dalamnya popularitas menjadi kunci
utama. Sementara popularitas jarang dibangun dari keringat kerja-kerja politik, melainkan
iklan politik belaka. Tak ayal, para pemenang pun adalah mereka yang bermodal atau
dimodali oleh para cukong.

Kualitas demokrasi pun dipertaruhkan ketika relasi politik berubah menjadi transaksi
ekonomi belaka. Politik demokrasi bukan lagi pembangunan proyek-proyek kolektif
(kesejahteraan umum), melainkan festival proseduralisme belaka.

Hampir sepanjang perjalanan sejarahnya, teori dan praktik tentang demokrasi terpusat
pada klaim-klaim yang saling berlawanan mengenai kekuasaan oleh kelompok-kelompok
sosial yang saling bersaingan.

Demikianlah, David Held memulai karyanya Models of Democracy dengan


mendefinisikan demokrasi sebagai “suatu bentuk pemerintahan di mana, pertentangan
monarki dan aristokrasi, rakyatlah yang memerintah”.

Begitulah sejatinya demokrasi dilahirkan lalu diperjuangkan, agar rakyat tidak hanya
menjadi penonton atas hiruk pikuk kehidupan bernegara, namun diberikan ruang untuk
berperan aktif maupun pasif.

7
Hakikat demokrasi akhir-akhir ini kembali hangat dibicarakan, setidaknya semakin
gencar pasca disahkannya revisi undang-undang MD3 yang dinilai memutar balikkan logika
demokrasi.

Sejak semula menjadi kesadaran bersama bahwa pilihan atas demokrasi perwakilan
memberikan kewenangan kepada wakil untuk mewakili seluruh prosedur dalam
pemerintahan, namun secara substantif arah dari segala sesuatu yang diputuskan dalam
demokrasi perwakilan itu adalah berdasarkan kepada kehendak rakyat.

Jadi setiap wakil harus tau apa yang menjadi keinginan dari orang-orang yang
diwakilinya, bagaimanapun kehendak pribadi dan kelompok harus tunduk kepada kehendak
rakyat. Maka, menjadi aneh ketika lahir suatu undang-undang yang serta merta mendapatkan
penolakan dari rakyat.

Tampak jelas bahwa undang-undang itu dibuat tidak berdasarkan pada kehendak dari
pemiliki kedaulatan yaitu rakyat, ia hanya berisi ihwal kepentingan dari elit politik penguasa
partai politik semata. Bagaimana mungkin, wakil mengambil keputusan namun tidak
berdasarkan pada kehendak yang ia wakili, menandakan bahwa ada yang salah dengan
demokrasi perwakilan kita.

Konteks ini, kita bisa melihatnya bersama dalam kasus revisi undang-undang MD3,
yang sah menjadi undang-undang dengan penuh drama. Setelah mendapatkan persetujuan
bersama dari presiden dan DPR, lalu presiden “berpura-pura” tidak mau menandatanganinya
dan hendak mengeluarkan Perppu, namun perppu tak kunjung disahkan lalu pasca 30 hari ia
sah menjadi undang-undang, tepatnya pada 12 Maret 2018 lalu.

Beberapa hari saja setelah di sahkan, undang-undang yang belum bernomor ini segera
digugat oleh banyak komunitas Mahkamah Konstitusi (MK). Sampai di sini saja, tampak
jelas bahwa demokrasi perwakilan kita tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya, antara
wakil dengan yang diwakili punya logikanya masing-masing, padahal seharusnya logika yang
digunakan wakil adalah logika yang diwakilinya.

Kini kita menggantungkan harapan pada komitmen Mahkamah Konstitusi, MK pun


sejak semula tidak hanya diposisikan sebagai penjaga konstitusi, namun di atas itu MK
8
adalah pelindung HAM dan demokrasi itu sendiri. Artinya, dalam kasus ini hakim MK juga
harus mendengar apa yang menjadi kehendak pemilik kedaulatan, tidak hanya berkutat pada
teks undang-undang dan Undang-Undang Dasar.

C. Praksis Demokrasi

a. Praksis Demokrasi Sebelum Reformasi


• Masa Demokrasi Terpimpin
Pada masa demokrasi terpimpin ciri yang sangat menonjol adalah kuatnya peranan
Presiden sebagai pusat kekuasaan, melemahnya peranan partai politik dan meningkatnya
peranan militer. Presiden Soekarno sebagai pusat kekuasaan juga membuat PKI sebagai basis
massa pendukungnya di satu sisi, dan di sisi lain meningkatkan peranan militer sebagai
kekuatan pertahanan dan keamanan yang bertujuan untuk mengimbangi kekuatan PKI yang
semakin besar pada tahun enam puluhan. Pada periode ini digunakan UUD 45, tetapi dalam
praktik banyak tindakan-tindakan Presiden yang menyimpang dari UUD 1945 tersebut,
seperti Presiden Soekarno membubarkan DPR/MPR (hasil pemilu) lalu di bentuk DPR-GR,
dan MPRS yang banyak anggota-anggotanya ditunjuk berdasarkan selera penguasa.

• Orde Baru
Orde ini ditandai dengan tekad dan semangat untuk melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen. tampak adanya upaya untuk meletakkan dan
memperbaiki landasan hukum untuk pelaksanaan demokrasi. Meskipun demikian tidaklah
berarti pelaksanaan semuanya itu sesuai dengan landasan hukum yang dibuat. Masalah
pelanggaran hukum, kebebasan badan-badan peradilan menjadi sorotan yang tajam,
pemusatan kekuasaan hanya pada satu tangan “Sang Presiden” berimplikasi sangat luas pada
perkembangan politik, birokrasi dan masalah-masalah pembangunan. Namun, pada periode
ini banyak kemajuan yang hadir seperti kebebasan pers yang diperlonggar kecuali dalam
masalah-masalah yang peka atau rawan terhadap stabilitas nasional seperti SARA (suku,
agama, Ras, dan antargolongan) pemerintah sangat ketat dalam mengontrolnya

b. Praksis Demokrasi Masa Reformasi


• Reformasi
9
Dari kehidupan akibat pendekatan keamanan yang ketat di masa “orde baru” dan
begitu peralihan rezim tampak masyarakat ”lepas kendali” dalam melaksanakan demokrasi di
era reformasi. Atas nama demokrasi kita menjungkirbalikkan tatanan pemerintahan yang ada,
atas nama demokrasi tradisi dan hukum dilanggar, atas nama demokrasi kita membuat
produk-produk hukum yang tidak dapat diterapkan di masyarakat, Atas nama demokrasi kita
melanggar kesantunan dan kepatutan yang diwariskan nenek moyang kita. Demokrasi
memerlukan prakondisi dan prakondisi yang utama adalah “kecerdasan” dan “rasionalitas”
masyarakat yang berdemokrasi. Prakondisi yang utama lainnya adalah demokrasi dapat
berkembang dengan pesat pada masyarakat yang cukup memadai secara ekonomi (golongan
menengah ke atas). Demokrasi tidak akan berkembang dalam masyarakat yang masih miskin
dan tidak terdidik. Pada masyarakat miskin paling cepat berkembang ideologi-ideologi
radikal seperti komunisme.

c. Penutup
Masa reformasi ini banyak terjadi perbaikan dalam kehidupan berdemokrasi. MPR
sejak 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002 telah mengamandemen UUD 1945
sebanyak 4 kali. Amandemen pertama pada tanggal 19 Oktober 1997, kedua pada tanggal 18
Agustus 2000 ketiga pada tanggal 10 November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus
2002. MPR merupakan gabungan antara DPR dan DPD yang dipilih oleh rakyat.
Wewenangnya pun berubah, kalau dahulu wewenangnya memilih dan melantik Presiden,
sekarang hanya melantik karena presidennya langsung dipilih oleh rakyat. Kalau melihat
amandemen UUD 1945 agaknya infrastruktur untuk kita berdemokrasi sudah cukup baik.
Masalah yang mendasar adalah konsistensi dalam menegakkan hukum masih belum tegas
karena berbagai kepentingan sesaat.

D. Penerapan Demokrasi di Indonesia

Menurut kelompok kami, demokrasi di Indonesia masih terjadi banyak masalah mulai
dari kurangnya penegakan HAM, banyaknya berita bohong (HOAX), banyaknya politik uang
dalam pemilu, dan buruknya kaderisasi dalam partai politik. Masalah-masalah ini masih
banyak terjadi dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia saat ini, apalagi saat ini sedang
dalam masa pemilu pilkada serentak banyak calon pemimpin yang memanfaatkan momen ini
untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Bahkan disaat ini, dinasti politik atau nepotisme
masih saja terjadi di beberapa daerah yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan.
10
Untuk itu semua masalah ini perlu diinterupsi agar kedepannya demokrasi Indonesia bisa
tertata lebih baik lagi.
Namun, walaupun masih banyak kecurangan yang terjadi dalam proses berjalannya
demokrasi di Indonesia, tak dipungkiri baik masyarakat maupun pemerintah masih
melakukan tahapan berdemokrasi yang sesuai dengan Pancasila. Contohnya, negara
Indonesia baik pemerintah maupun masyarakat masih menjalankan sistem musyawarah dan
mufakat yang sesuai dengan Pancasila.

E. Tantangan Menjalankan Demokrasi di Masa Pandemi

Ada enam tantangan demokrasi di Indonesia terkait dengan pandemik Covid-19. Bila
dibuat kategorisasi, enam tantangan tersebut dapat dikelompok ke dalam tiga ujian dan tiga
bahaya demokrasi. Pertama, ujian bagi eksistensi dan komintmen terhadap prinsip-prinsip
negara kesatuan. Adanya pandemik Covid-19 secara tidak langsung telah menguji apakah
prinsip-prinsip NKRI.Utamanya, terkait dengan relasi pusat-daerah, memang betul
teraktualisasi dan dipatuhi dalam implementasi kebijakan penanggulangan wabah virus
corona, atau hanya imajinasi. Bila betul ditaati, seharusnya tidak perlu terjadi perbedaan
sikap antara pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi kebijakan mengatasi pandemik
Covid-19. Dikatakan demikian, karena dalam negara kesatuan, prinsip relasi kewenangan
antara pemerintah pusat dan daerah ialah berbagi kekuasaan, bukan pemisahan kekuasaan
seperti pada negara federal.
Oleh karena itu, otonomi yang dimiliki pemerintah daerah bukanlah otonomi penuh
seperti pada negara federal. Jika pada kenyataannya, pemerintah daerah terkesan merasa
memiliki otonomi penuh, inilah yang perlu dikoreksi untuk diluruskan. Namun, pada sisi lain,
pemerintah pusat sebagai empunya kewenangan, niscaya dituntut ketegasan dan kepastian
dalam implementasi keputusan yang telah diambil.Inilah sejatinya karakter dari strong state
yang memang harus diperlihatkan pemerintah pusat dalam mengatasi kondisi genting akibat
wabah Covid-19 yang mencekam saat ini. Kedua, ujian bagi kapabilitas dan kualitas
kepemimpinan pemerintah pusat dan daerah. Sejak tahun 2004 Indonesia telah menerapkan
pilpres langsung, dan mulai tahun 2005 melaksanakan pilkada langsung. Secara teoretis,
pemilu langsung diyakini akan menghasilkan pemimpin berkualitas, yang pada giliran akan
menghadirkan pemerintahan yang akuntabel dan responsif terhadap tuntutan kepentingan
masyarakat (Smith, 1985; Oyugi, 2000; dan Arghiros, 2001). Dalam mengikuti logika teoretis
ini, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kehadiran wabah Covid-19 secara nyata
11
menyodorkan ujian bagi kapabilitas dan kualitas para pimpinan hasil pemilu langsung
tersebut.Ketiga, ujian kohesi sosial dan ‘kepatuhan’ terhadap state authority. Satu di antara
indikator penting dari eksisnya legitimasi otoritas negara adalah, adanya dukungan dan
kepatuhan warga negara terhadap berbagai kebijakan yang telah diambil pemerintah.
Dengan demikian, cukup beralasan jika dukungan dan kepatuhan terhadap kebijakan
pemerintah dalam mengatasi wabah Covid-19 juga dapat diartikulasi sebagai bagian dari
ujian nyata terhadap eksistensi otoritas negara. Keempat, bahaya politisasi Covid-19 untuk
pencitraan politik jelang Pilpres 2024. Tantangan demokrasi yang keempat ini terkesan
berlebihan, dan cenderung prematur. Namun, sebagai upaya antisipasi, ia layak
dipertimbangkan.Natur dari pemilu, termasuk pilpres, ialah kontestasi untuk mendapat
kekuasaan.
Oleh karena itu, kata Machiavelli, segala cara pun akan dihalalkan, termasuk politisasi
musibah Covid-19 untuk pencitraan politik. Kelima, bahaya politisasi kebijakan pembatasan
sosial (social distancing) untuk menekan hak menyampaikan aspirasi di ruang publik. Seperti
diketahui, kebijakan ini, antara lain, melarang warga masyarakat untuk berkumpul di ruang
publik dengan tujuan mencegah penularan Covid-19. Dengan demikian dapat dipastikan,
selama periode pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial, tidak dimungkin bagi masyarakat
untuk menyampaikan aspirasi di ruang publik. Oleh karena itu, agar tidak terjadi ‘dusta di
antara kita’, seharusnya pihak lembaga penyelenggara negara, utamanya DPR RI, menunda
sejumlah agenda pengambilan keputusan penting, yang menghendaki pelibataan aspirasi
publik, selama periode pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial tersebut.Keenam, bahaya
politisasi program bantuan sosial Covid-19 untuk mobilisasi dukungan jelang kontestasi
Pilkada serentak 2020. Kekhawatiran ini cukup beralasan, mengingat praktik politik uang
dalam penyelenggaraan pilkada sudah menjadi rahasia umum.Lebih jauh dari itu, bila
disimak sejumlah kasus korupi kepala daerah, utamanya yang ditangani KPK, juga
mengindikasikan adanya keterkaitan dengan penyalahgunaan anggaran negara. Khususnya,
dana bantuan sosial, untuk kepentingan pilkada. Oleh karena itu, bila tidak dikelola secara
ketat dan tepat, tidak kecil kemungkinan kecenderungan yang sama pun akan berlaku dalam
pelaksanaan program bantuan sosial Covid-19.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat punya peranan


penting dan ikut andil dalam memberikan hak suara dan partisipasinya secara maksimal
terhadap negara yaitu dengan demokrasi. Karena itu, demokrasi perlu ditumbuhkan,
dipelihara, dan dihormati oleh setiap warga negara. Maka atas dasar hal tersebutlah kegiatan
dan kepentingan demokrasi di masa pandemi Covid-19 haruslah sesuai dengan hak dan juga
kedaulatan warga negara Indonesia itu sendiri. Karena sejatinya hal ini tidak boleh menjadi
prioritas utama dari kedaulatan rakyat yang dimana harus mengutamakan keselamatan
masyarakat dalam melaksanakan demokrasi di era pandemi Covid-19. Karena perlu kita
ketahui bersama demokrasi lahir pertama kali diterapkan sebelum reformasi dan kebijakan
demokrasi itu sendiri telah diatur berdasarkan Pancasila dan juga UUD 1945.

B. Saran

Mengetahui bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis akan
lebih fokus dan lebih mendetail dalam menyusun makalah Pendidikan Kewarganegaraan
tentang Bagaimana Hakikat, Instrumentasi, & Praksis Demokrasi Indonesia Berlandaskan
Pancasila & UUD 1945, dengan sumber-sumber dan opini yang dapat dipertanggung
jawabkan.

13
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.uad.ac.id/
http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1394-demokrasi-indonesia-dan-
arah-perkembangannya-di-masa-pandemi-covid-19
https://geotimes.co.id/opini/hakikat-demokrasi/
https://m.mediaindonesia.com/read/detail/305874-covid-19-dan-tantangan-demokrasi-di-
indonesia
http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/original_files/extract/1175/EPUB/xhtml/raw/sh8ru
c.xhtml
Buku Ajar Pendidikan Kewarganegaraan Dirjen Dikti

14

Anda mungkin juga menyukai