Anda di halaman 1dari 35

CRITICAL JUORNAL REVIEW (CJR)

“MATEMATIKA EKONOMI”

Disusun oleh : Kelompok 4


1. M.F. Mayolanda Hutauruk (7212520009)

2. Teressa Angelica Samosir (7213220017)

3. Rayhan Mulya Sipa (7212520002)

4. Yunita Karolina (7213220041)

Dosen Pengampu :

Weny Nurwendari, SE.

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas Critical Juornal
Review (CJR) ini tepat waktu.

Tugas ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yaitu Matematika
Ekonomi. Tugas CJR ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita khususnya dalam mata kuliah Matematika ekonomi. Di dalam jurnal ini kami
meringkas dua jurnal/artikel lalu membandingkannya, setelah itu kami juga mencantumkan
kelemahan dan kelebihan artikel.

Kami menyadari bahwa tugas Critical Juornal Review ini masih jauh dari
kesempurnaan, apabila dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, kami
mohon maaf karena sesungguhnya pengetahuan dan pemahaman kami masih terbatas.

Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat
membangun guna menyempurnakan tugas seperti ini ke depannya. Kami berharap semoga
Critical Jurnal Review ini sangat bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terima kasih.

Medan, November 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penulisan CJR .............................................................................................. 1

1.3 Manfaat CJR ............................................................................................................. 1

BAB II IDENTITAS JURNAL ........................................................................................... 2

2.1 Jurnal Utama ............................................................................................................ 2

2.2 Jurnal Pembanding ................................................................................................... 2

2.3 Rigkasan Jurnal Utama ............................................................................................. 3

2.4 Rigkasan Jurnal Pembanding ................................................................................... 5

BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................... 8

3.1 Kelebihan/Keunggulan Jurnal .................................................................................. 8

3.2 Kekurangan/Kelemahan Jurnal ................................................................................ 8

BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 9

3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 9

3.2 Saran ......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 10

Lampiran

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Critical Journal Review (CJR) sangat penting untuk kalangan pendidikan terutama
untuk mahasiswa/i karena dengan mengkritik suatu jurnal dapat melihat mana jurnal yang
perlu diperbaiki dan jurnal yang sudah benar untuk digunakan berdasarkan dari penelitian
yang telah dilakukan oleh penulis jurnal tersebut.

Setelah dapat mengkritik jurnal maka diharapkan mahasiswa/I dapat membuat suatu
jurnal karena sudah mengetahui bagaimana kriteria jurnal yang baik dan benar untuk
digunakan dan sudah mengerti bagaimana cara menulis atau langkah-langkah apa saja yang
diperlukan dalam penulisan jurnal tersebut

1.2 Tujuan Penulisan CJR

1. Untuk penyelesaian salah satu tugas mata kuliah Matematika Ekonomi


2. Untuk membahas apa-apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari jurnal
yang di review tersebut
3. Untuk memberikan kritik ataupun saran dalam jurnal tersebut.
4. Untuk meningkatkan kemampuan dalam mengkritik dan menganalisis sebuah jurnal.

1.3 Manfaat CJR

1. Sebagai acuan dalam mata kuliah Matematika Ekonomi

2. Sebagai bahan dalam membahas kelebihan dan kelemahan jurnal.

1
BAB II
IDENTITAS JURNAL
2.1 Jurnal Utama

Judul artikel : Analisis Produksi dan Efisiensi Beras

Nama Jurnal : QE Journal

Penulis Artikel: Dede Ruslan dan Indra Maipita

Penerbit : Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan

Kota Terbit : Medan

Volume : 3, No.4

Halaman : 230-245

Alamat situs: https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=analisis+


produksi+dan+efisiensi+beras+dede+ruslan&btnG=

2.2 Jurnal Pembanding

Judul artikel : Risk Measurement Of Supply Chain Organic Rice Product Using
Fuzzy Failure Mode Effect Analysis In Mutos Seloliman Trawas
Mojokerto

Nama Jurnal : Agriculture and Agricultural Science Procedia

Penulis Artikel : Devi Urianty M, Wike Agustin Prima Dania , Ika Atsari Dewi
Penerbit : Elsevier B.V

Kota Terbit : Malang

Volume :3

Halaman : 108 – 113

Alamat situs : doi: 10.1016/j.aaspro.2015.01.022

2
2.3 Ringkasan Jurnal Utama

Pendahuluan

Penyediaan pangan, terutama beras, dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau
tetap menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Deli Serdang yang tercatat 249.772
hektar. Sumatera Utara yang menghasilkan padi 290. Provinsi Sumatera Utara yang memiliki
potensi cukup besar dalam bidang pertanian. Daerah dengan luas 249.772 hektar ini memiliki
potensi lahan pertanian seluas 243.957 hektar. Ini artinya, daerah yang memiliki 22
kecamatan serta 380 desa dan 14 kelurahan ini, semuanya terdapat lahan pertanian.

Permasalahan klasik sistem pertanian pada umumnya adalah keterbatasan modal


petani dalam mengembangkan usaha taninya. Selain masalah ketersediaan modal, usahatani
beras yang dilakukan, pengelolaannya belum optimal.

Upaya peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui peningkatan penggunaan


teknologi produksi dan perluasan areal tanam. Penggunaan teknologi baik berupa
pemupukan, obat-obatan, bibit varitas unggul maupun perluasan areal tanam akan
mempercepat swasembada beras.

Metode Penelitian

Penentuan sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling (Zimund,


1997) berdasarkan luas lahan. Strata luas lahan usahatani beras ditentukan lebih kecil atau
sama dengan satu hektar dan lebih besar dari satu hektar.

Model Analisis dengan Ordinary Least Square

Metode analisis yang dipergunakann untuk menganalisis faktor-faktor yang


mempengaruhi produksi beras digunakan model sebagai berikut :

QB=QB[LHN, BBT, PPK, TK]

Dimana :

QB = Jumlah produksi beras [kg]; LHN = Luas lahan (ha); BBT = Bibit (kg) PPK = Pupuk
(kg); TK = Tenaga Kerja (Org)

3
Sedangkan untuk model analisis biaya produksi digunakan model sebagai berikut :

CB = CB [PFB,W,QB]

Dimana: CB = Total biaya produksi usahatani beras [Rp]; PFB = harga rata-rata faktor-faktor
produksi, yaitu jumlah biaya lahan, bibit, pupuk, dan obat-obatan dibagi 3

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan hanya 3 jenis faktor-faktor produksi yang digunakan


oleh petani beras di luar tenaga kerja, yaitu lahan, bibit dan pupuk.].

Hasil perhitungan menjelaskan bahwa biaya marginal produksi beras jauh lebih
rendah dari harga jual beras. Dengan kata lain usahatani beras di Kabupaten Deli Serdang
efisien. Biaya marginal produksi yang lebih rendah dari harga jual beras menjelaskan bahwa
potensi skala ekonomis masih dapat dieksploitasi.

Secara global juga semua koefisien signifikan pada tingkat  = 1 persen karena
koefisien determinasi cukup tinggi.

Secara partial seluruh variabel yang diamati ternyata signifikant pada tingkat  = 1%
dengan derajat tingkat kepercayaan 99%, kecuali untuk variabel bibit yang tidak signifikan
yang dapat dilihat dari t hitung ataupun dari P-Value.

Koefisien determinan sebesar 0, 9731 menunjukkan bahwa variabel produksi beras


dapat dijelaskan oleh faktor lahan, bibit, pupuk dan tenaga kerja sebbesar 97,31 persen
sedangkan sisanya sebesar 2.69 persen dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak dimaksukkan
ke dalam model analisis.

Simpulan

Analisis efisiensi ekonomis usahatani beras di Kabupaten Deli Serdang, hasil


penelitian adalah sifat-sifat model produksi, penggunaan faktor faktor produksi dan biaya
opportunitas produksi adalah decreasing returns to scale atau decreasing cost industries,
dimana Kontribusi biaya faktor-faktor produksi, yaitu lahan, bibit dan pupuk serta tenaga
kerja terhadap biaya opportunitas produksi masing-masing 31,27 persen dan 36.59 persen.

4
Sedangkan kontribusi produksi terhadap biaya opportunitas produksi adalah sebesar
97.20 persen. Skala ekonomis usahatani beras menjelaskan bahwa biaya rata-rata per unit
produksi beras cenderung turun sejalan dengan peningkatan produksi beras.

Analisis efisiensi ekonomi dari usahatani beras ditunjukkan oleh kondisi biaya
marginal produksi lebih kecil dari harga jual beras.

Saran

Dari kontribusi lahan, bibit dan pupuk serta tenaga kerja terhadap produksi usahatani
beras dijelaskan bahwa peningkatan produksi beras dapat dilakukan dengan meningkatkan
penggunaan lahan, bibit, pupuk dan tenaga kerja.

2.4 Ringkasan Jurnal Pembanding

Pendahuluan
Beras organik adalah beras yang disahkan oleh lembaga independen, ditanam dan
diproses sesuai standar organik. Produksi di Indonesia berturut-turut pada tahun 2005 sampai
dengan 2009 adalah 550.300, 557.179, 563.865, 570.519 dan 577.080.
Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2014) tentang identifikasi risiko manajemen
rantai pasok pada produk beras organik MUTOS, telah menghasilkan bahwa MUTOS
merupakan pihak yang memiliki risiko dibandingkan pemangku kepentingan lainnya dan
terdapat risiko yang perlu ditangani oleh pihak pemasok. Perlu adanya pengukuran risiko
dalam rantai pasok produk beras organik MUTOS. Adanya pengukuran risiko tersebut dapat
meminimalkan, mengurangi atau bahkan menghilangkan penyebab dan timbulnya risiko
dalam rantai pasok.
Metode yang memakai logika fuzzy dalam mengidentifikasi penyebab masalah atau
kegagalan yang terjadi melalui pertimbangan kriteria keparahan (S), kejadian (O), dan deteksi
(D) yang dapat digabungkan. untuk hasil struktur yang lebih fleksibel. Fuzzy FMEA
merupakan pengembangan dari metode FMEA yang memberikan fleksibilitas terhadap
ketidakpastian akibat ketidakjelasan informasi yang mungkin atau elemen preferensi subjektif
yang digunakan dalam pengukuran mode kegagalan.
Metode
Pada metode fuzzy FMEA, data yang diperoleh merupakan hasil wawancara
mendalam dengan para ahli yang bertindak sebagai responden. Penelitian ini menggunakan
sembilan orang ahli yang terdiri dari empat orang ahli dari petani, satu orang ahli dari
koperasi, tiga orang ahli dari distributor, dan satu orang ahli dari pengecer.

5
Dalam fuzzy FMEA, faktor O, S, dan D dapat dievaluasi melalui linguistik. Istilah
linguistik dan bilangan fuzzy yang akan digunakan untuk mengevaluasi faktor O, S, dan D.
Dalam pengukuran faktor pada mode kegagalan FMEA dalam bentuk fuzzy, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
A. Menentukan nilai O, S, dan D.
B. Menghitung agregasi pengukuran peringkat fuzzy faktor O, S, dan D
C. Menghitung agregasi bobot untuk kepentingan relatif faktor risiko O, S, dan D
D. Menentukan fuzzy risk priority number (FRPN) untuk setiap model kegagalan
E. Peringkat berdasarkan nilai FRPN, dimana nilai FRPN terbesar merupakan peringkat
teratas.

Hasil dan Pembahasan


Kondisi struktur rantai pasok yang dianalisis meliputi rantai pasok, entitas rantai
pasok dan kemitraan yang telah dilaksanakan selama ini. Struktur rantai pasok beras organik
MUTOS Seloliman yang akan dianalisis terdiri dari anggota rantai pasok, aktivitas rantai
pasok dan pola aliran rantai pasok. Menggambarkan struktur rantai pasok dan peran pihak-
pihak yang terlibat serta aliran informasi, produk dan uang dalam rantai.
Anggota Rantai Pasokan Sebuah rantai pasok terdiri dari semua pihak, baik yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak yang terlibat secara langsung
disebut oleh anggota yang terlibat primer dan secara tidak langsung disebut sebagai anggota
sekunder.
A. Anggota utama
1. Pemasok Petani beras organik yang menjadi pemasok utama MUTOS adalah
empat kelompok tani yang berada di sekitar lokasi desa Seloliman. Kelompok
tani yang bekerjasama dengan MUTOS adalah KELOPAK yang merupakan
kelompok tani organik dari desa Kutogirang, KTM yang merupakan kelompok
tani desa Mandiri Tunas Seloliman, Kapor adalah kelompok tani dari desa
Sempur dan BRENJONK merupakan kelompok tani lestari yang di desa
Brenjong.
2. Pembuatan Manufaktur dalam rantai pasok beras organik adalah Koperasi
MUTOS. Badan tersebut telah mensertifikasi beras organik dengan No.
LSPO-005-IDN-005, yang diperoleh dari lembaga sertifikasi LeSOS yang
berada di Mojokerto. Ada empat jenis beras organik yang dihasilkan yaitu IR
64, pandanwangi”, “pecah kulit” dan beras merah. Hingga saat ini terdapat 55
petani di MUTOS Trawas Mojokerto yang menjadi mitra dengan total luas
lahan 115,354 hektar.
3. Distributor Distributor dalam rantai pasok beras organik terdiri dari distributor
perorangan dan distributor korporat. Jumlah distributor perorangan sebanyak
10 orang, dan lainnya adalah PT Herbal Estate, kantor pemasaran PPLH
Seloliman berlokasi di Surabaya, Kaliandra dan CV Mandalabimasakti.

6
4. Pengecer Pengecer dalam rantai pasok beras organik terdiri dari pasar
tradisional yang terdapat di Mojokerto dan beberapa supermarket di Malang
dan Surabaya. Contohnya adalah retailer Ranch Market Galaxy Mall yang
berlokasi di Surabaya dan store Lai Lai yang berlokasi di Malang.

B. Anggota sekunder
Anggota sekunder dari rantai pasokan adalah perusahaan yang hanya menyediakan
sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset kepada anggota primer (Hualiang, 2007).
Anggota sekunder dalam rantai pasokan adalah penyedia sumber daya seperti bahan
kemasan, fasilitas produksi, dan fasilitas transportasi. MUTOS memiliki dua pemasok yaitu
pemasok kemasan plastik dan pupuk organik.

Desain jaringan distribusi Sesuai dengan desain jaringan distribusi yang ada, rantai
pasok produk beras organik menggunakan tipe jaringan distribusi retail storage dengan
customer pickup. Hal ini dikarenakan, sebagai manufaktur MUTOS mendistribusikan barang
terlebih dahulu ke distributor, kemudian didistribusikan ke pengecer. Di pengecer, produk
dipajang dan diambil konsumen sendiri untuk membeli produk. Dalam penyimpanan ritel
dengan pengambilan pelanggan, persediaan disimpan secara lokal di toko ritel, pelanggan
masuk ke toko ritel atau memesan secara online atau melalui telepon dan mengambilnya di
toko ritel (Chopra dan Peter, 2007).
Perhitungan Nilai Fuzzy Risk Priority Number (FRPN) Berdasarkan Ridwan (2014)
terdapat 14 risiko pada MUTOS yang terdiri dari 4, 6 dalam pembuatan, 3 dalam pengiriman
dan 1 sebagai imbalan (risiko pengembalian produk). Nilai Fuzzy Risk Priority Number
(FRPN) yang dihitung dengan persamaan (7) ditunjukkan pada Tabel 5. Setelah itu, nilai
masing-masing mode kegagalan FRPN diurutkan, yang merupakan nilai FRPN terbesar
peringkat teratas. Nilai FRPN yang mendapat urutan terbesar atau utama menunjukkan bahwa
kejadian tersebut merupakan potensi risiko yang memerlukan perhatian dari MUTOS.
Prioritas utama utama dalam menangani risiko MUTOS adalah potensi risiko pengembalian
produk dari distributor dengan nilai FRPN 5,54.
Kesimpulan

Struktur rantai pasok yang dimiliki MUTOS terdiri dari petani sebagai pemasok,
MUTOS sebagai manufaktur, distributor, dan pengecer, yang disebut sebagai anggota utama
dari pihak yang terlibat langsung. Urutan risiko prioritas dalam rantai pasok beras organik
MUTOS berdasarkan hasil penelitian dari atas ke bawah adalah risiko mengalami retur
produk komoditas, rusak atau kehilangan mutu, kontaminasi pada saat pengolahan, kehabisan
persediaan, memiliki produk pesaingselama proses produksi, peralatan mengalami kerusakan
selama pemrosesan, permintaan komoditas berubah, rusak selama penyimpanan, dan
penurunan produksi.

7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kelebihan/Keunggulan Jurnal
a. Jurnal Utama
1. Jurnal ini telah menjelaskan topik inti pembahasan dengan jelas yaitu telah
menjelaskan konsep, metode, analisis, hasil, simpulan, dan saran.
2. Format penulisannya sudah baik seperti membuat huruf tebal pada setiap subjudul/
kalimat yang penting dan penulisannya sudah sesuai dengan format penulisan jurnal,
mulai dari abstrak sampai daftar pustaka.
3. Telah mencantumkan daftar pustaka yang banyak, yang menandakan acuan materinya
bukan hanya 1 atau 2 materi sehingga tidak perlu meragukan fakta-fakta yang
disampaikan.

b. Jurnal Pembanding

1. Telah mencantumkan daftar pustaka ( referensi ) yang banyak , yang menandakan


acuan materinya bukan hanya 1 atau 2 materi sehingga tidak perlu meragukan fakta-
fakta yang disampaikan.
2. Telah menjelaskan isi dari judul tersebut secara baik. Mulai dari perkenalan, metode ,
hasil dan pembahasan dan kesimpulan secara jelas .

3.2 Kekurangan/Kelemahan Jurnal

a. Jurnal Utama
1. Tidak memberikan karakteristik dengan baik
b. Jurnal Pembanding

1. Format pengetikannya tidak rapi , karena ada tulisannya yang sangat besar dan kecil.
Jadi tidak jelas mana yang penting ataupun tidak, bahkan ada saking kecilnya susah
untuk dibaca.
2. Ada penulisan kalimat setiap baris yang saling dempet setiap kalimatnya ( tidak rapi )
seperti halaman 108.

3. Penulisan dengan bahasa asing yang cukup menyulitkan pembaca

8
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari kedua artikel yang kami review, dapat kami simpulkan bahwa analisis efisiensi
ekonomis usahatani beras di Kabupaten Deli Serdang, hasil penelitian adalah sifat-sifat model
produksi, penggunaan faktor faktor produksi dan biaya opportunitas produksi adalah
decreasing returns to scale atau decreasing cost industries. Skala ekonomis usahatani beras
menjelaskan bahwa biaya rata-rata per unit produksi beras cenderung turun sejalan dengan
peningkatan produksi beras.

Dan, struktur rantai pasok yang dimiliki MUTOS terdiri dari petani sebagai pemasok,
MUTOS sebagai manufaktur, distributor, dan pengecer, yang disebut sebagai anggota utama
dari pihak yang terlibat langsung. Rantai pasok produk beras organik menggunakan tipe retail
storage dengan jaringan penjemputan pelanggan. Peringkat prioritas risiko diperoleh dari
FRPN yang diperoleh. Urutan risiko prioritas dalam rantai pasok beras organik MUTOS
berdasarkan hasil penelitian dari atas ke bawah adalah risiko mengalami retur produk
komoditas, rusak atau kehilangan mutu, kontaminasi pada saat pengolahan, kehabisan
persediaan, memiliki produk pesaing.

4.2 Saran

Saran kami untuk perbaikan jurnal ke depannya adalah supaya jurnal utama diberikan
identitas atau karakteristik yang benar dan untuk jurnal kedua kami sarankan supaya tata
kepenulisan lebih diperhatikan supaya pembaca lebih tertarik untuk menganalis dan
diharapkan supaya memberikan judul yang lebih sederhana namun mencakup keseluruhan isi.
Di samping dari semua itu, tidak dapat dipungkiri, kedua jurnal ini sangat dianjurkan untuk
dianalisis karena sangat bermanfaat untuk menambah wawasan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ruslan, Dede dan Indra Maipita. 2014. “Analisis Produksi dan Efisiensi Beras.” QE
Journal, 3(4), 230-245
M, Devi Urianty dkk. 2015. “Risk Measurement Of Supply Chain Organic Rice Product
Using Fuzzy Failure Mode Effect Analysis In Mutos Seloliman Trawas Mojokerto.”
Agriculture and Agricultural Science Procedia, 3, 108-113

10
ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI BERAS

Dede Ruslan
Indra Maipita
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan
Sumatera Utara, Indonesia
email: dras_ruslan@yahoo.com ; imaipita@gmail.com

Abstract
The purpose of this study to find out if the factors of production could give
contribution tu the production or income and the cost of rice production, the
economy efficiensy of rice production. It is hoped thet the result of this study could
give information to farmers and local government in Deli Serdang about the
contributions of the factors of production to the production or income and the cost
of rice farm opration production. From the study, it is shown that the
characteristic of model of production, the using of the factors of production and
teh cost of production opportunity is increasing returns to scale or decreasing cost
industries. The economy scale of rice production describes that the estimate cost
of corn farm production. The analysis of economy efficiensy from the rice
production was taken form condition that the produtions marginal cost is lower
than the corn scale. From the contributions of field, seed, fertilizer and labor
toward the rice production, it can be explained that rice production can be raised
by increasing the field, seed, fertilizer, and labor usings.
_________________________________
Keywords: Rice Production, Rise Cost Production, Efficiensy of rice production

PENDAHULUAN
enyediaan pangan, terutama beras, dalam jumlah yang cukup dan

P harga terjangkau tetap menjadi prioritas utama pembangunan


nasional. Selain merupakan makanan pokok untuk lebih dari 95%
rakyat Indonesia, Padi juga telah menyediakan lapangan kerja bagi sekitar
20 juta rumah tangga petani di pedesaan.
Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara yang
memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau 36,27% dari luas daerah
Deli Serdang yang tercatat 249.772 hektar. Berbagai program yang di
QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 230
laksanakan Pemerintah Daerah menjadikan Deli Serdang lumbung pangan
Sumatera Utara yang menghasilkan padi 290.516 ton sehingga surplus
32.130 ton. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah di
Provinsi Sumatera Utara yang memiliki potensi cukup besar dalam bidang
pertanian. Daerah dengan luas 249.772 hektar ini memiliki potensi lahan
pertanian seluas 243.957 hektar. Ini artinya, daerah yang memiliki 22
kecamatan serta 380 desa dan 14 kelurahan ini, semuanya terdapat lahan
pertanian. Sedangkan lahan khusus terkait persawahan/ladang untuk
tanaman padi saat ini sudah mencapai 90.601 ha atau 36,27% dari luas
lahan di Kabupaten Deli Serdang, dimana lahan sawah irigasi seluas 25.002
ha, lahan sawah non irigasi seluas 19.365 ha dan lahan kering ladang/huma
seluas 46.234 ha.
Permasalahan klasik sistem pertanian pada umumnya adalah keterbatasan
modal petani dalam mengembangkan usahataninya. Demikian juga
usahatani beras, dibutuhkan sejumlah modal selama budidaya, mulai dari
sewa lahan, pembersihan lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan,
pemeliharaan dan panen. Besar kecilnya modal yang didapat disediakan
oleh petani mempengaruhi luas lahan usahatani beras yang dikelola. Selain
masalah ketersediaan modal, usahatani beras yang dilakukan,
pengelolaannya belum optimal. Oleh sebab itu permasalahan umum dalam
produksi beras adalah efisiensi usahatani yang dapat memberi keuntungan
kepada petani. Efisiensi usahatani beras tersebut pada akhirnya akan
mempengaruhi investasi beras dalam budidaya beras.
Upaya peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui peningkatan
penggunaan teknologi produksi dan perluasan areal tanam. Penggunaan
teknologi baik berupa pemupukan, obat-obatan, bibit varitas unggul
maupun perluasan areal tanam akan mempercepat swasembada beras.
Pertanyaan penting sehubungan dengan sentra produksi beras Kabupaten
Deli Serdang adalah Apakah usahatani beras di Deli serdang efisien dan
menguntungkan bagi petani ? Jawaban terhadap pertanyaan ini
memerlukan kajian ilmiah karena Deli serdang sebagai lumbung beras di
Sumatera Utara. Sehubungan dengan masalah pokok di atas, penulis
tertarik untuk menganalisis efisiensi usahatani beras di Kabupaten Deli
Serdang, dengan masalahnya adalah : Bagaimana kontribusi faktor-faktor
produksi terhadap produksi atau pendapatan usahatani beras di Deli
Serdang serta Bagaimana kontribusi faktor-faktor biaya input produksi

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 231


terhadap total biaya produksi usahatani beras di Deli Serdang dan
berdasarkan kontribusi faktor-faktor produksi terhadap produksi atau
pendapatan dan biaya produksi usahatani beras, apakah usahatani beras di
Deli Serdang efisien ?
Konsep Efisiensi
Efisiensi usahatani beras ditentukan oleh faktor produksi dan teknologi
budidaya. Faktor-faktor produksi usahatani beras terdiri dari lahan, bibit,
pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Teknologi budidaya terdiri dari
pembibitan, persiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Faktor-faktor
produksi dan teknologi budidaya akan menentukan besar kecilnya
produksi atau pendapatan dan biaya produksi. Selisih antara produksi
atau pendapatan dengan biaya produksi merupakan keuntungan sebagai
ukuran efisiensi usaha tani beras.
Kombinasi antara faktor-faktor produksi dan teknologi budidaya beras
akan menentukan seberapa besar produksi atau pendapatan usahatani
beras. Sebaliknya biaya produksi usahatani beras sangat tergantung pada
kondisi pasar faktor-faktor produksi dan teknologi budidaya beras. Petani
pada umumnya tidak dapat mengendalikan harga faktor-faktor produksi,
harga teknologi budidaya dan harga produksi beras. Petani pada
umumnya dapat mengendalikan penggunaan faktor-faktor produksi dan
teknologi budidaya beras atau petani pada umumnya dapat
mengendalikan produksi beras. Oleh sebab itu petani beras diasumsikan
sebagai pengikut harga atau price taker terhadap harga faktor-faktor
produksi, harga teknologi budidaya dan harga produksi beras.
Asumsi pengikut harga atau price taker bagi petani beras mengakibatkan
tujuan usahatani beras bukan laba maksimal tetapi biaya minimal. Pada
kondisi biaya minimal dari usahatani beras dan harga produksi, harga
faktor-faktor produksi dan harga teknologi budidaya tertentu, petani akan
memperoleh laba maksimal. Dengan kata lain, usahatani beras dengan
biaya minimal juga berarti laba maksimal atau usahatani beras dengan laba
maksimal juga berarti biaya minimal (Varian, 1993). Dalam analisis
efisiensi usahatani beras berikut ini, tujuan petani adalah meminimalkan
biaya produksi pada tingkat harga produksi, harga faktor-faktor produksi
dan harga teknologi tertentu. Analisis efisiensi usahatani beras bukan
dalam arti fisik tetapi efisiensi ekonomi.

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 232


Fungsi produksi beras merupakan teknologi proses produksi dengan
kombinasi teknologi budidaya (pembibitan, persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan) dengan faktor-faktor produksi (lahan, bibit, pupuk, obat-
obatan, dan tenaga kerja). Spesifikasi fungsi produksi usahatani beras
diasumsikan mengikuti fungsi produksi Cobb-Douglas. Karena sifat-sifat
penting dari fungsi produksi Cobb-Douglas adalah tingkat substitusi
marginal semakin kecil dan deminishing returns dari faktor-faktor produksi
dan teknologi budidaya beras. Produksi beras menggunakan berbagai
varitas faktor-faktor produksi, sehingga fungsi produksi Cobb-Douglas
dirumuskan dalam bentuk difusi teknologi (Spence, 1976; Dixit and Stiglitz,
1977; Ehtier, 1982; Romer, 1986: 1990), yaitu:
Nom
1 
Q j  A LJ F
j 1
j (2.1)

dimana:
Qj = kuantitas produk beras,
A = parameter produktivitas dari teknologi budidaya beras,
Lj = kuantitas tenaga kerja usahatani beras,
Nom = varitas faktor-faktor produksi beras,
Fj = kuantitas faktor produksi ke-j,
j = 1, 2, ... , N, dan
0    1.

Parameter (A) menjelaskan peranan teknologi budidaya beras dan


kebijakan pemerintah dalam usahatani beras, seperti subsidi pupuk dan
parameter kebijakan pemerintah lainnya terhadap produktivitas.
Parameter (A) juga merupakan tingkat adopsi teknologi, khususnya adopsi
teknologi budidaya beras. Tenaga kerja (Lj) merupakan ukuran jumlah
tenaga kerja yang digunakan pada usahatani beras. Menurut Dixit and
Stiglitz (1977), parameter tenaga kerja juga menjelaskan skala ekonomis.
Sifat penjumlahan secara terpisah dari faktor produksi (Fj) menjelaskan
bahwa produk marginal dari faktor produksi ke-j adalah independen dari
jumlah faktor produksi ke-j. Jika (NOM) merupakan tipe atau varitas faktor
produksi usahatani beras yang tersedia dengan harga tertentu maka petani
beras termotivasi menggunakan semua faktor produksi. Penggunaan
semua faktor produksi akan menghasilkan keseimbangan Fj = Fj, sehingga
fungsi produksi (2.1) berubah menjadi:

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 233


1  1
Qj  A Lj ( NOM F j ) NOM (2.2)

Biaya produksi daru usahatani beras merupakan penjumlah biaya


teknolgoi budidaya dan biaya faktor-faktor produksi, yaitu:
C j  FC  W  L j  PFB  ( NOM  F j ) (2.3)

dimana:
Cj = biaya usahatani beras,
FC = biaya tetap dari teknologi budidaya,
W = tingkat upah atau pendapatan tenaga kerja, dan
PFB = harga-harga faktor produksi.

Sebagaimana dijelaskan di atas, tujuan dari usahatani beras adalah


minimasi biaya produksi pada tingkat produksi beras tertentu. Untuk
meminimasi biaya produksi maka fungsi biaya produksi dalam bentuk
fungsi lagrange (Chiang and Wainwright, 2005), yaitu:

C j  FC  W  L j  PFB  ( NOM  F j )
1
 [Q j  A L j ( NOM  F j ) NOM 1 ] (2.4)

dimana parameter [] merupakan pengganda lagrangian, yaitu sebagai


ukuran perubahan biaya produksi akibat perubahan produksi.
Kondisi biaya minimal dari usahatani beras memerlukan dua syarat, yaitu
syarat perlu atau necessary condition dan syarat cukup atau sufficient
condition. Akan tetapi bentuk concavity dari fungsi produksi Cobb-Douglas
akan menjamin biaya minimal (Chiang and Wainwright, 2005), sehingga
penyelidikan biaya minimal hanya dengan menggunakan syarat perlu atau
necessary condition. Syarat perlu dari biaya minimal (2.4) adalah
Cj 1
 W  [(1   ) A Lj  ( NOM  Fj )  NOM ]   0 (2.5A)
Lj

Cj 1
(2.5B)
 PFB  NOM  [A Lj Fj  1 NOM ]   0
Fj

Dari (2.5A) dan (2.5B) diperoleh keseimbangan parameter [] sehingga


kondisi optimal penggunaan faktor-faktor produksi adalah:

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 234


(1   ) A Lj  ( NOM  Fj )  N 1  A Lj 1 Fj  1

W PFB
(1   ) NOM  Fj  Lj

W PFB
(1   ) PFB  NOM  Fj
Lj  (2.6)
 W
Persamaan (2.6) disebut garis ekspansi produksi, yaitu kombinasi antara
tenaga kerja (LUJ) dengan berbagai faktor-faktor produksi lainnya pada
kondisi biaya minimal (Pindyck and Rubinfeld, 1995).
Substitusi (2.6) ke (2.2) akan menghasilkan penggunaan optimal dari
berbagai faktor produksi, yaitu:
1
 (1  a ) PFB  NOM  Fj   1
Qj  A   ( NOM Fj ) NOM
 W
1 1
1     PFB  2 
Qj  A  Fj NOM
    W 

 1  1
1 1     PFB  2 
Fj   NOM Qj
A     W 

 1
1 1     1 1 2 
Fj   PFB W NOM Qj (2.7)
A   

Dari (2.7) ditunjukkan bahwa peningkatan teknologi budidaya (A) dan


harga faktor-faktor produksi (PFB) akan mengurangi kuantitas
penggunaan faktor-faktor produksi usahatani beras. Sebaliknya
peningkatan tingkat upah tenaga kerja (W), varitas faktor-faktor produksi
(NOM) dan kontribusi faktor-faktor produksi terhadap produksi () akan
meningkatkan kuantitas penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
beras. Asumsi constant returns to scale dari produksi beras menjelaskan
bahwa peningkatan produksi beras (Qj) proporsional dengan peningkatan
penggunaan faktor-faktor produksi beras (Fj).

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 235


Substitusi (2.7) ke (2.6) akan menghasilkan kondisi optimal penggunaan
tenaga kerja, yaitu:
 1
1 (1   ) PFB  NOM 1     1 1
Lj     PFB W NOM 2  Qj
A  W
 1
1 1      3 
Lj   PFB W NOM Qj (2.8)
A   

Persamaan (2.8) menjelaskan bahwa peningkatan teknologi budidaya (A)


dan tingkat upah tenaga kerja (W) akan menurunkan kuantitas
penggunaan tenaga kerja usahatani beras. Sebaliknya peninngkatan
kontribusi tenaga kerja terhadap produksi (1-), harga faktor-faktor
produksi (PFB) dan varitas faktor-faktor produksi (NOM) akan
meningkatkan kuantitas penggunaan tenaga kerja usahatani beras. Asumsi
constant returns to scale dari produksi beras menjelaskan bahwa
peningkatan produksi beras (Qj) proporsional dengan peningkatan
penggunaan faktor produksi tenaga kerja (Lj) usahatani beras.
Kondisi optimal penggunaan tenaga kerja (Lj)] dan faktor-faktor produksi
(Fj) akan menjamin biaya minimal dari usahatani beras. Substitusi (2.7) dan
(2.8) ke (2.3) akan menghasilkan kondisi biaya produksi minimum
usahatani beras, yaitu:
 1
1 1    1  3
Cj  FC   W PFB NOM Qj
A   
 1
1 1     1 3
  PFB W NOM Qj
A   
 1
2 1    1  3
Cj  FC   W PFB NOM Qj (2.9)
A   

Dari persamaan (2.9) ditunjukkan bahwa kontribusi biaya tenaga kerja (W)
terhadap biaya produksi usahatani beras adalah sebesar (1-), kontribusi
biaya faktor-faktor produksi (PFB) terhadap biaya produksi usahatani
beras adalah sebesar (), dan kontribusi varitas faktor-faktor produksi
(NOM) terhadap biaya produksi usahatani beras adalah sebesar (3-).

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 236


Fungsi biaya produksi usahatani beras menjelaskan bahwa peningkatan
produktivitas teknologi budidaya (A) dan rasio kontribusi tenaga kerja
dengan kontribusi faktor-faktor produksi [(1-)/] akan menurunkan biaya
produksi usahatani beras.
Diketahui bahwa tingkat upah (W) dan harga-harga faktor produksi [PFB]
tidak dapat dikendalikan oleh petani. Oleh sebab itu usaha untuk
meminimalkan biaya produksi usahatani beras adalah melalui peningkatan
teknologi budidaya beras sehingga produktivitas lahan (A) semakin tinggi.
Peningkatan produktivitas teknologi budidaya secara langsung akan
menurunkan biaya produksi usahatani beras.
Dari (2.9) ditunjukkan bahwa efisiensi usahatani beras didindikasikan oleh
besar koefisien () dan koefisien (1-). Artinya efisiensi biaya usahatani
beras dicapai jika besar koefisien (0    1), akan tetapi efisiensi usahatani
beras secara keseluruhan apabila usahatani beras tersebut mengahsilkan
laba positip keuntungan dalam jangka pendek. Dengan asumsi bahwa
harga produk beras, harga teknologi budidaya dan harga faktor-faktor
produksi adalah given bagi petani, maka efisiensi usahatani dirumuskan
sebagai berikut:
Penerimaan: Rj  Pj  Qj (2.10A)
 1

Biaya : Cj  FC  2 1    W
1 
PFB

NoM
3 
Qj (2.10B)
A   

Laba maksimal dicapai apabila penerimaan marginal (Pj) sama dengan


biaya marginal (Cj/Qj), yaitu:
 1
2 1    1  3
Pj   W PFB NOM (2.11)
A   

Ada dua lagi kemungkinan yang terjadi secara riil pada usahatani beras.
 1
2 1    1  3
Apabila Pj   W PFB NOM maka petani akan
A   
meningkatkan produksi beras dengan cara menambah luas lahan produksi
beras, sehingga biaya marginal produksi beras naik mencapai
keseimbangan harga pasar produk beras. Sebaliknya apabila

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 237


 1
2 1    1  3
Pj   W PFB NOM maka petani akan mengalami
A   
kerugian dan akan mengurangi luas lahan produksi beras.

METODE PENELITIAN
Penentuan sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling
(Zimund, 1997) berdasarkan luas lahan. Strata luas lahan usahatani beras
ditentukan lebih kecil atau sama dengan satu hektar dan lebih besar dari
satu hektar.
Dari hasil perhitungan ditentukan bahwa jumlah sampel dengan strata luas
lahan kurang atau satu hektar sebanyak 90 kepala keluarga dan jumlah
sampel dengan strata lebih dari satu hektar sebanyak 90 kepala keluarga
sehingga total sampel adalah sebanyak 180 kepala keluarga yang tersebar
dari beberapa kecamatan yang ada di Deli Serdang. Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dengan
membagikan Daftar Pertanyaan terhadap seluruh populasi.
Model Analisis dengan Ordinary Least Square
Metode analisis yang dipergunakann untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi beras digunakan model sebagai berikut :
QB=QB[LHN, BBT, PPK, TK] (3.1)
Dimana :
QB = Jumlah produksi beras [kg],
LHN = Luas lahan (ha)
BBT = Bibit (kg)
PPK = Pupuk (kg)
TK = Tenaga Kerja (Org)
Sedangkan untuk model analisis biaya produksi digunakan model sebagai
berikut :
CB = CB [PFB,W,QB] (3.2)

Dimana: CB = Total biaya produksi usahatani beras [Rp]


PFB = harga rata-rata faktor-faktor produksi, yaitu jumlah biaya
lahan, bibit, pupuk, dan obat-obatan dibagi 3

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 238


W= harga atau upah rata-rata tenaga kerja, yaitu jumlah biaya
tenaga kerja dibagi TK [Rp / jam]
Kedua model tersebut digunakan model Cobb Douglas dan dijabarkan
lebih lanjut dalam model analisis ekonometrik sebagai berikut :
LNQB   0  1 LNLHN   2 LNBBT   3 LNPPK   4 LNTK   T (3.3)

LNCB   0   1 LNPFB   2 LNW   3 LNQB  et (3.4)

Sedangkan untuk melihat bagaimana tingkat efisiensi beras digunakan


model sebagai berikut :
1) Usahatani beras dikatakan efisien jika P  CB / QB,
2) Usahatani beras dikatakan tidak efisien jika P  CB / QB.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian menunjukkan hanya 3 jenis faktor-faktor produksi yang
digunakan oleh petani beras di luar tenaga kerja, yaitu lahan, bibit dan
pupuk. Pada Tabel 1 ditunjukkan variasi penggunaan lahan [LHN], bibit
[BBT], pupuk [PPK], tenaga kerja untuk pengolahan lahan [LPE], tenaga
kerja penanaman dan perawatan [LPP] dan tenaga kerja untuk panen
[LPA].
Tabel 1. Nilai rata-rata dan Varians Penggunaan Faktor Produksi
Variabel N Rata-rata ST. DEV VARIANCE MINIMUM MAXIMUM
LHN 190 1.8268 0.5645 0.11626 0.2 2.2
BBT 190 14.785 7.1376 5.6895 3.5 63
PPK 190 443.27 152.17 22142 101 710
TK 190 4.9557 1.6543 4.6591 1.5 4.6
Sumber : Hasil pengolahan Data

Tabel 2. Nilai rata-rata dan varians faktor produksi setara lahan dan tenaga
kerja
Variabel N Rata-rata ST. DEV VARIANCE MINIMUM MAXIMUM
PFB 190 63311 2463.2 1.20029 4434 28811
W 190 3458.4 798.64 8.080292 1543 6136
QB 190 5525.7 2071.6 9.22226 1832 14400
Sumber : Hasil Pengolahan Data

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 239


Biaya produksi usaha tani beras adalah penjumlahan biaya sewa lahan,
bibit, pupuk, tenaga kerja untuk pengolahan lahan, tenaga kerja untuk
penanaman dan perawatan, dan biaya tenaga kerja untuk panen. Biaya
produksi usahatani beras merupakan biaya opportunitas karena petani
belum tentu menyewa lahan dan menyewa tenaga kerja untuk mengelola
usahatani beras. Penerimaan atau revenue usahatani beras adalah jumlah
produksi dikali harga jual petani beras. Laba usahatani beras adalah
penerimaan dikurang biaya opportunitas produksi, sehingga laba
usahatani beras tersebut merupakan laba ekonomis.
Hasil Estimasi Model
Model produksi, penggunaan faktor produksi, tenaga kerja dan biaya
opportunitas produksi, yang dirumuskan dalam bentuk tipe Cobb-
Douglas. Secara parsial, semua koefisien produksi [QB] yaitu luas lahan
(LHN), Pupuk (PPK) dan Tenaga Kerja (TK) signifikan pada tingkat  = 1
persen kecuali bibit (BBT). Secara global juga semua koefisien signifikan
pada tingkat  = 1 persen karena koefisien determinasi [R2] cukup tinggi.
Hasil Pengolahan Data dengan mempergunakan program Eviews
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Hasil Estima Fungsi Produksi
Dependent Variable: LNQB
Method: Least Squares
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 7.25180 0.3455 20.9900 0.0000
LNLHN 0.50522 0.0912 5.5420 0.0000
LNBBT 0.03331 0.0598 0.5568 0.5780
LNPPK 0.18159 0.0501 3.6280 0.0000
LNTK 0.26952 0.0423 6.3720 0.0000
R-squared 0.973170 F-statistic 378.1423
Durbin-Watson stat 1.515922 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan eviews
Koefisien elastisitas produksi [QB] terhadap penggunaan faktor produksi
lahan, bibit, pupuk dan penggunaan tenaga kerja masing-masing sebesar
0.50522 untuk lahan, 0.03331 untuk bibit, 0.18159 untuk pupuk dan 0.26952
untuk tenaga kerja sesuai dengan ekspektasi teori.
Secara partial seluruh variabel yang diamati ternyata signifikant pada
tingkat  = 1% dengan derajat tingkat kepercayaan 99%, kecuali untuk
QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 240
variabel bibit yang tidak signifikan yang dapat dilihat dari t hitung
ataupun dari P-Value. Demikian juga secara simultan faktor produksi
secara nyata ditentukan oleh keempat faktor tersebut, yaitu lahan, bibit,
pupuk, dan tenaga kerja, yang ditunjukkan oleh nilai Uji F.
Koefisien determinan sebesar 0, 9731 menunjukkan bahwa variabel
produksi beras dapat dijelaskan oleh faktor lahan, bibit, pupuk dan tenaga
kerja sebbesar 97,31 persen sedangkan sisanya sebesar 2.69 persen
dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak dimaksukkan ke dalam model
analisis.
Dengan demikian persamaan untuk fungsi produksi beras dapat dibentuk
sebagai berikut :
LNQB  7 .25180  0 .50522 LNLHN  0.03331 LNBBT  0. 18159 LNPPK  0.26952 LNT K

(20.9900) (5.5420) (0.5668) (3.6280) (6.3720)


atau
QB = exp[7.25180] LHN 0.50522 BBT0.03331PPK0.18159TK0.26952
Model total biaya produksi usahatani beras [Rp] (CB) ditentukan oleh
harga rata-rata faktor-faktor produksi, yaitu jumlah biaya lahan, bibit,
pupuk, dan obat-obatan dibagi 3 (PFB) dan harga atau upah rata-rata
tenaga kerja, yaitu jumlah biaya tenaga kerja dibagi TK [Rp / jam] (W) yang
dirumuskan dalam bentuk tipe Cobb Douglas. Secara parsial semua
koefisien total biaya produksi (CB) yaitu PFB dan W signifikan pada
tingkat  = 1.
Secara global juga semua koefisien signifikan pada tingkat  = 1 persen
karena koefisien determinasi [R2] cukup tinggi. Hasil Pengolahan Data
dengan mempergunakan program Eviws ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 4. Hasil Estimasi Fungsi Biaya Produksi
Dependent Variable: LNCB
Method: Least Squares
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LNPFB 0.31274 0.0230 13.63 0.0000
LNW 0.36592 0.0293 12.51 0.0000
LNQB 0.97204 0.0146 66.62 0.0000
R-squared 0.9708 F-statistic 1370.024
Durbin-Watson stat 1.6688 Prob(F-statistic) 0.000000
QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 241
Koefisien elastisitas biaya produksi [CB] terhadap faktor harga rata-rata
faktor-faktor produksi, yaitu jumlah biaya lahan, bibit, pupuk, dan obat-
obatan dibagi 3 (PFB) sebesar 3.1274 dan harga atau upah rata-rata tenaga
kerja, yaitu jumlah biaya tenaga kerja dibagi TK [Rp / jam] (WAG) sebesar
0.36592 serta faktor produksi sebesar 0.97204 sesuai dengan ekspektasi
teori.
Secara partial seluruh variabel yang diamati ternyata signifikant
pada tingkat  = 1% dengan derajat tingkat kepercayaan 99% yang dapat
dilihat dari t hitung ataupun dari P-Value. Demikian juga secara simultan
faktor biaya produksi secara nyata ditentukan oleh ketiga faktor tersebut
yang ditunjukkan oleh nilai Uji F.
Koefisien determinan sebesar 0, 9708 menunjukkan bahwa variabel
biaya produksi beras dapat dijelaskan oleh faktor jumlah biaya lahan, bibit,
pupuk, dan obat-obatan dibagi 3 (PFB) dan harga atau upah rata-rata
tenaga kerja, yaitu jumlah biaya tenaga kerja dibagi TK [Rp / jam] (W)
serta faktor produksi (QB) sebesar 97.08 persen sedangkan sisanya sebesar
2,92 persen dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak masuk dalam model.
Dengan demikian persamaan untuk fungsi biaya produksi beras
dapat dibentuk sebagai berikut :
LNCB  3.1274LNPFB  0.36592LNW  0.97204LNQB  et
(13.630) (12.5100) (66.6200)
atau
CB = PFB 3.1274 W 0.36592QB0.97204
Analisis Efisiensi ekonomi Usahatani Beras
Analisis efisiensi ekonomi dari usahatani beras dicapai pada kondisi biaya
marginal sama lebih kecil atau sama dengan harga jual beras. Dalam hal ini
diasumsikan pasar komoditas beras adalah pasar persaingan, sehingga laba
maksimal dari usahatani beras diperoleh pada kondisi P  MCUJ. Dari
model biaya opportunitas produksi usahatani beras diperoleh biaya
marginal, yaitu:
MCB = CB / QB
= 0.97204 PFB 3.12740 W 0.36592 QBS 0.02796

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 242


Dari hasil perhitungan biaya marginal produksi usahatani beras di Deli
Serdang adalah:
MCB = 0.97204 PFB 3.12740 W 0.36592 QBS 0.02796
= 0.97204 [10.861] 3.12740 [8.2790] 0.36592 [8.6756] 0.02796
= Rp 3.885,12 per kilogram
Hasil perhitungan di atas menjelaskan bahwa biaya marginal produksi
beras [Rp 3.885,12 per kilogram] jauh lebih rendah dari harga jual beras [Rp
5000 per kilogram]. Dengan kata lain usahatani beras di Kabupaten Deli
Serdang efisien. Biaya marginal produksi yang lebih rendah dari harga jual
beras menjelaskan bahwa potensi skala ekonomis masih dapat
dieksploitasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Analisis efisiensi ekonomis usahatani beras di Kabupaten Deli Serdang,
hasil penelitian adalah sifat-sifat model produksi, penggunaan faktor-
faktor produksi dan biaya opportunitas produksi adalah decreasing returns
to scale atau decreasing cost industries, dimana Kontribusi biaya faktor-faktor
produksi, yaitu lahan, bibit dan pupuk serta tenaga kerja terhadap biaya
opportunitas produksi masing-masing 31,27 persen dan 36.59 persen.
Sedangkan kontribusi produksi terhadap biaya opportunitas produksi
adalah sebesar 97.20 persen. Skala ekonomis usahatani beras menjelaskan
bahwa biaya rata-rata per unit produksi beras cenderung turun sejalan
dengan peningkatan produksi beras.
Analisis efisiensi ekonomi dari usahatani beras ditunjukkan oleh kondisi
biaya marginal produksi lebih kecil dari harga jual beras, dimana biaya
marginal produksi beras per kilogram sebesar Rp 3.885,12 dengan harga
jual produksi beras sebesar Rp 5000 per kilogram.
Saran
Dari kontribusi lahan, bibit dan pupuk serta tenaga kerja terhadap
produksi usahatani beras dijelaskan bahwa peningkatan produksi beras
dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan lahan, bibit, pupuk
dan tenaga kerja.

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 243


Peningkatan penggunaan lahan, bibit, pupuk dan tenaga kerja akan
mengakibatkan peningkatan produksi atau penerimaan lebih tinggi dari
peningkatan biaya opportunitas produksi, sehingga tingkat keuntungan
petani beras meningkat.
Peningkatan varitas faktor-faktor produksi usahatani beras juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi atau penerimaan lebih tinggi dari
peningkatan biaya opportunitas produksi, sehingga tingkat keuntungan
atau laba usahatani beras semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Chiang, A. C. and K. Wainwright. 2005. Fundamental Methods of
Mathematical Economics. Fourth Edition. Indonesia: McGrwa-Hill
International Edition.
Dixit, A. K. and J. E. Stiglitz. 1977. “Monopolistic Competition and Optimum
Product Diversity”. American Economic Review 67: 297-308.
Ethier, W. J. 1982. “National and International Returns to Scale in the Modern
Theory of International Trade”. American Economic Review 72: 389-405.
Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. Singapore:
McGraw-Hill International Edition.
Judge, G. G. et. al. 1988. Introduction to the Theory and Practise of
Econometrics. 2nd. ed. New York: John Wiley & Son Inc.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian; Jakarta: LP3ES.
Pindyck, R. S. and D. L. Rubinfeld. 1995. Microeconomics. Third Edition. New
Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
Rahardi, S. Wahyuni dan E. M. Nurcahyo. 2000. Pengantar Agribisnis.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Romer, P. M. 1986. “Increasing Returns and Long-Run Growth”. Journal of
Political Economy 94: 1002-1037.
Romer, P. M. 1990. “Endogenous Technological Change”. Journal of Political
Economy 98: S71-S102.
Ruskadin. 2003. Prospek Usahatani Beras Sebagai Tanaman Sela di Antara
Tegakan Kelapa. Buletin Teknik Pertanian (8): 2.

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 244


Ruskadin. 2005. Teknik Pemupukan Buatan dan Kompos pada Tanaman Sela
Beras di antara Kelapa. Buletin Teknik Pertanian (10): 2.
Sarasutha, I. G. P. 2002. Kinerja Usahatani dan Pemasaran Beras di Sentra
Produksi. Jurnal Litbang Pertanian (21): 2.
Soekartawati. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekartawati. 1999. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Spence, M. 1976. “Products Selection, Fixed Cost, and Monopolistic
Competition”. Review of Economic Studies 43: 217-235.
Subandi, Zubachtirodin dan A. Nazamuddin. 2005. Produksi Beras Melalui
Pendekatan Pengelolaan Sumber Data dan Tanaman Terpadu pada Lahan
Kering Masam. Bogor: Puslitbang Tanaman Pangan.
Tohir. 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani. Jakarta: Rineka Cipta.
Varian, H. R. 1993. Intermediate Microeconomics: A Modern Approach. Third
Edition. New York: W. W. Norton & Company.
Zikmund, W. G. 1997. Business Research Methods. Fifth Edition. USA: The
Dryden Press Harcourt Brace College Publishers.

QE Journal │Vol.03 - No.04 December 2014 - 245


Available online at www.sciencedirect.com

ScienceDirect
Agriculture and Agricultural Science Procedia 3 (2015) 108 – 113

The 2014 International Conference on Agro-industry (ICoA): Competitive and sustainable Agro-
industry for Human Welfare

Risk Measurement of Supply Chain Organic Rice Product using


Fuzzy Failure Mode Effect Analysis in MUTOS Seloliman Trawas
Mojokerto
Devi Urianty Miftahul Rohmaha*, Wike Agustin Prima Daniaa, Ika Atsari Dewia
a
Faculty of agricultural technology, Brawijaya University, Veteran, Malang 65145, Indonesia

Abstract

The purposes of this study are to explain the conditions of supply chain for organic rice product and to determine the supply
chain risk order organic rice products in MUTOS Seloliman. Risk measurement is performed using fuzzy FMEA method then the
risk priority level is obtained. The supply chain structure of organic rice product consist of farmers as suppliers, MUTOS as
manufacturer, PT Herbal Estate, PPLH Surabaya, Kaliandra, and CV Mandalabimasakti SM as distributors, and Ranch Market
Galaxy Mall as retailer and consumer. The distribution network of organic rice product is retail storage with customer pickup
network. The priority risk order in this supply chain based on research from the highest risk to the lowest risk are risk of product
return, risk of damage or loss quality, risk of product contamination during process, risk of lack of stock, risk of competitor
existence, quality incompability risk, risk of contain chemical contaminants, risk of supply delays, risk of processing delays, risk
of damage during process, risk of machine damage during process, risk of demand changing, risk of damaged during storage, and
risk of production decreased.

©© 2015
2015 Published by Elsevier
The Authors. PublishedB.V. This is an
by Elsevier open access article under the CC BY-NC-ND license
B.V.
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Peer-review under responsibility of Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah
Peer-review under responsibility of Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Mada.
Universitas Gadjah Mada
Keywords: activities of supply chain members; risk priority; FRPN; retail storage with customer pickup

*
Corresponding author. Tel.: +62 857 301 042 41
E-mail address:DV.mita@gmail.com

2210-7843 © 2015 Published by Elsevier B.V. This is an open access article under the CC BY-NC-ND license
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Peer-review under responsibility of Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada
doi:10.1016/j.aaspro.2015.01.022
Devi Urianty Miftahul Rohmah et al. / Agriculture and Agricultural Science Procedia 3 (2015) 108 – 113 109

1. Introduction

Organic rice is rice that is validated by an independent body, to be grown and processed according to organic
standards. Rice production (in quintals) in Indonesia respectively, in the year 2005 to 2009 was 550.300, 557.179,
563.865, 570.519 and 577.080 (Pertanian Sehat Indonesia, 2012). Rice market needs (in quintal) in Indonesia
respectively, in the year 2005 to 2009 were 550.300, 660.360, 792.432, 950.918, and 1.141.102 (Pertanian Sehat
Indonesia, 2012). Based on the production data and the needs of the organic rice market, it can be said that the
demand for organic rice is now increasing.
Rice is included in agricultural products, which is easily broken; process of planting, growing and harvesting
depends on the climate and season; yields have varied shapes and sizes; as well as agricultural products are kamba
(not solid). This is why agricultural products difficult to handle. The properties will also affect the entire supply
chain management, due to several sources of uncertainty and complex relationships between actors in supply chain.
Research conducted by Ridwan (2014) on the identification risk of supply chain management in MUTOS organic
rice products, have been resulted that MUTOS is a party that has risks than any other stakeholders and there are
risks that need to be handled by the parties in supply chain of rice MUTOS organic. These risks have not been
measured to obtain the order of priority risks that need to be handled first. Therefore, the need for risk measurement
in the supply chain for organic rice products MUTOS. The presence of these risk measurements can minimize,
reduce or even eliminate the causes and incidence of risk in supply chain. The results of this risk measurement can
also be used in an attempt to obtain organic certification in a sustainable manner.
In this research used fuzzy FMEA method because this method of wearing fuzzy logic in identifying the causes
of problems or failures that occur through the consideration of the criteria of severity (S), occurrence (O), and
detection (D) which can be combined for a more flexible structure results. Fuzzy FMEA is the development of
FMEA methods that provide flexibility to the uncertainty due to vague information that may or element of
subjective preferences that are used in the measurement of the failure mode (Iqbal et al., 2013). The purpose of this
study is to describe the condition of the supply chain of organic rice products on MUTOS Seloliman and determine
the order of priority of supply chain risk organic rice products in MUTOS. This study is a series of studies Risk and
Performance Modelling of Supply Chain Organic Products Using Fuzzy Failure Mode Effect Analysis (Fuzzy
FMEA) in Effort Facing Business Dynamics and Organic Products Certification funded by the Directorate General
of Higher Education, Ministry of Education and Culture through DIPA UB.

2. Methods

This research was conducted in MUTOS (Seloliman Organic Farm Management) Seloliman Village District of
Trawas Mojokerto in October 2013 to April 2014. There are two limitations of this study is the problem of supply
chain members organic rice analyzed in this study are the primary members of the supply chain and risk
measurement performed on the stage of the source, make, deliver, and return.
The procedure starts from preliminary research studies and identification of problems, the study of literature and
the types and sources of data, the determination method of data collection, expert determination, preparation of
questionnaires, data collection, and measurement of the supply chain risk MUTOS with fuzzy FMEA (Failure Mode
Effect Analysis). In the fuzzy FMEA method, the data obtained is the result of in-depth interviews with experts who
act as respondents. This study used nine experts consisting of four experts from the farmers, the experts of the
cooperative, three experts from the distributors, and an expert from the retailer. In fuzzy FMEA, factors O, S, and D
can be evaluated by means of linguistics. Linguistic terms and fuzzy number which will be used to evaluate the
factors O, S, and D are shown in Table 1, Table 2 and Table 3. The relative importance of factors O, S, and D are
also assessed weight using linguistic terms can be seen in Table 4.
In measurement factors in the FMEA failure mode in the form of fuzzy, it can be done the following steps:
a. Determining the value of O, S, and D.
b. Calculating the aggregation of fuzzy ranking measurement of the factors O, S, and D based on equations (1)
through (3).

(1)
110 Devi Urianty Miftahul Rohmah et al. / Agriculture and Agricultural Science Procedia 3 (2015) 108 – 113

(2)

...
(3)

Where, the aggregate value of the occurance,


severity and detection of potentially risk in supply chain or commonly called failure mode (FM).
c. Calculating aggregation of weights for the relative importance of risk factors O, S, and D based on equation (4)
through (6).

(4)

(5)

(6)

Where, the aggregate value of the fuzzy weights


for the three risk factors: occurrence (O), impact (S) and detection (D).
d. Determining fuzzy risk priority number (FRPN) for each model of failure based on Equation (7).

...(7)
e. Ranking based FRPN value, where the value of the largest FRPN is a top ranking.

Table 1. Fuzzy Rating for Occurrence (Wang et al., 2009)


Rating Probability of Occurrence Fuzzy Number

Very High (VH) Failure is almost inevitable (8, 9, 10, 10)


High (H) Repeated failures (6, 7, 8, 9)
Moderate (M) Occasional failures (3, 4, 6, 7)
Low (L) Relatively few failures (1, 2, 3, 4)
Remote (R) Failure is unlikely (1, 1, 2)

Table 2. Fuzzy Rating for Severity (Wang et al., 2009)


Rating Severity Effect Fuzzy Number
Hazardous without warning (HWOW) Very high severity ranking without warning (9, 10, 10)
Hazardous with warning (HWW) Very high severity ranking with warning (8, 9, 10)
Very High (VH) System inoperable with destructive failure (7, 8, 9)
High (H) System inoperable with equipment damage (6, 7, 8)
Moderate (M) System inoperable with minor damage (5, 6, 7)
Low (L) System inoperable without damage (4, 5, 6)
Very Low (VL) System operable with significant degradation of performance (3, 4, 5)
Minor (MR) System operable with some degradation of performance (2, 3, 4)
Very Minor (VMR) System operable with minimal interference (1, 2, 3)
None (N) No eect (1, 1, 2)

Table 3. Fuzzy Rating for Detection (Wang et al., 2009)


Rating Likelihood of detection Fuzzy Number
Absolute Uncertainty (AU) No chance (9, 10, 10)
Very Remote (VR) Very remote chance (8, 9, 10)
Remote (R) Remote chance (7, 8, 9)
Very Low (VL) Very low chance (6, 7, 8)
Low (L) Low chance (5, 6, 7)
Moderate (M) Moderate chance (4, 5, 6)
Moderately High (MH) Moderately high chance (3, 4, 5)
High (H) High chance (2, 3, 4)
Very High (VH) Very high chance (1, 2, 3)
Almost Certain (AC) Almost certainty (1, 1, 2)
Devi Urianty Miftahul Rohmah et al. / Agriculture and Agricultural Science Procedia 3 (2015) 108 – 113 111

Table 4. Fuzzy weights for the relative importance of risk factors (Wang et al., 2009)
Linguistic term Fuzzy Number
Very Low (VL) (0 ; 0 ; 0,25)
Low (L) (0 ; 0,25 ; 0,5)
Medium (M) (0,25 ; 0,5 ; 0,75)
High (H) (0,5 ; 0,75 ; 1)
Very High (VH) (0,75 ; 1 ; 1)

3. Results and Discussion

3.1 Conditions of Supply Chain Organic Rice Products

Conditions of supply chain structures analyzed include supply chain, supply chain entities and partnerships that
have been implemented over the years. The structure of the supply chain of organic rice MUTOS Seloliman to be
analyzed consists of members of the supply chain, supply chain activities and supply chain flow pattern. Describing
the structure of the supply chain and the role of the parties involved as well as the flow of information, products and
money in supply chain (Astuti et al., 2010).

3.2 Supply Chain Member

A supply chain consists of all parties, whether involved directly or indirectly (Astuti et al., 2010). Parties
involved are directly referred to by members involved primary and indirectly referred to as secondary members.

3.2.1 Primary member

1. Supplier
Organic rice farmer who became a major supplier of MUTOS are four farmer groups located around the site
Seloliman village. Farmer groups who work with MUTOS are KELOPAK which is an organic farmer groups from
the village Kutogirang, KTM which is a group of village farmer Mandiri Tunas Seloliman, Kapor is a group of
farmers from the village of Sempur and BRENJONK a sustainable farmer groups who are in Brenjong village. One
of the efforts to develop the ability of farmers is through the agency or group that was instrumental in shaping the
behavior change members and cooperation between members (Rukka et al., 2008).
2. Manufacture
Manufacture in supply chain of organic rice is MUTOS Cooperative. The agency has certified the organic rice
with No. LSPO-005-IDN-005, obtained from LeSOS certification bodies that are in Mojokerto. There are four types
of organic rice produced are IR 64, “pandan wangi”, “pecah kulit” and brown rice. Until now, there are 55 farmers
in Trawas Mojokerto MUTOS who are partners with a total land area of 115.354 hectares. The existence of a
professionally managed cooperatives in rice production centers is an attempt to help farmers in supply of capital at
low cost (Asmani, 2012).
3. Distributor
Distributors in supply chain of organic rice is comprised of individuals and corporate distributors. The number of
individual distributors as many as 10 people, and others are PT Herbal Estate, marketing office of PPLH Seloliman
is located in Surabaya, Kaliandra and CV Mandalabimasakti.
4. Retailer
Retailers in supply chain of organic rice is comprised of traditional markets contained in Mojokerto and some to
supermarkets in Malang and Surabaya. An example of this is the retailer Ranch Market Galaxy Mall is located in
Surabaya and Lai Lai store located in Malang.

3.2.2 Secondary members

Secondary members of the supply chain is a company that only provides the resources, knowledge, utilities or
assets to members of the primary (Hualiang, 2007). Secondary members in supply chain is the provider of resources
112 Devi Urianty Miftahul Rohmah et al. / Agriculture and Agricultural Science Procedia 3 (2015) 108 – 113

such as packaging materials, production facilities, and transportation facilities. MUTOS has two suppliers are
suppliers of plastic packaging and organic fertilizers.

3.3 Distribution network design

In accordance with the existing distribution network design, supply chain organic rice products using the type of
retail distribution network storage with customer pickup. This is because, as the manufacturing MUTOS distribute
the goods prior to the distributors, and then distributed to retailers. In the retailer, the product is placed on display
and take their own consumers to buy the product. In retail storage with customer pickup, inventory is stored locally
in a retail store, a customer walks into a retail store or order online or by phone and pick it up at a retail store
(Chopra and Peter, 2007).

3.4 Calculation of Fuzzy Risk Priority Number (FRPN) Value

Based on Ridwan (2014) there are 14 risks (failure mode) in MUTOS that consist of 4 in source (risk of supply
delays, quality incompability risk, risk of contain chemical contaminants, and risk of damage or loss quality), 6 in
make (risk of damage during storage, risk of processing delays, risk of production decreased, risk of damage during
process, risk of machine damage during process, and risk of product contamination during process), 3 in deliver
(risk of lack of stock, risk of demand changing, and risk of competitor existence), and 1 in return (risk of product
return). Fuzzy Risk Priority Number (FRPN) value calculated by equation (7) is shown in Table 5. After that, the
value of each FRPN failure modes are sorted, which is the largest FRPN value top rank. FRPN value got the biggest
or main sequence indicates that the event is a potential risk that require attention from the MUTOS. The main first
priority in dealing with the MUTOS risk is the potential risk of products return from the distributor with FRPN
value 5,54.

Table 5. FRPN Value of Failure Mode


No Failure mode FRPN Ranking
1. S1 risk of supply delays 2,77 8
2. S2 quality incompability risk 3,43 6
3. S3 risk of contain chemical contaminants 3,26 7
4. S4 risk of damage or loss quality 4,99 2
5. M1 risk of damage during storage 2,71 13
6. M2 risk of processing delays 2,77 9
7. M3 risk of production decreased 2,71 14
8. M4 risk of damage during process 2,77 10
9. M5 risk of machine damage during process 2,77 11
10. M6 risk of product contamination during process 4,19 3
11. D1 risk of lack of stock 3,84 4
12. D2 risk of demand changing 2,77 12
13. D3 risk of competitor existence 3,49 5
14. R1 risk of product return 5,54 1

4. Conclusion

The structure of the supply chain which is owned MUTOS consisting of farmers as suppliers, MUTOS as
manufacturing, distributors, and retailers, which is referred to as a primary member of the party that is directly
involved. Secondary members in supply chain of organic rice are the providers of the goods side/indirectly related to
the production, which provide fertilizer, organic pesticides and packaging materials. Supply chain organic rice
products using the type of retail storage with customer pickup network. Priority ranking of risk obtained from FRPN
obtained. The order of priority risk in the supply chain of organic rice MUTOS based on research results from the
top to the bottom is the risk of experiencing a commodity product return, damage or loss of quality, contamination
during processing, run out of inventory, has a competing product, has a discrepancy with the quality standards,
contain chemical contamination, delayed supplies, commodities experiencing delays or processing delays, damaged
Devi Urianty Miftahul Rohmah et al. / Agriculture and Agricultural Science Procedia 3 (2015) 108 – 113 113

during the production process, equipment to crash damage during processing, commodity demand changes,
damaged during storage, and decreased production.

References
Asmani, N, 2012. Peran Koperasi Desa di Sentra Produksi Padi Dalam Upaya Memperkecil Biaya Modal. National Seminar of Strengthening
Agribusiness Rice, p. 1-6.
Astuti, R., Marimin, Roedhy Poerwanto, Machfud, and Yandra Arkeman, 2010. Kebutuhan Dan Struktur Kelembagaan Rantai Pasok Buah
Manggis Studi kasus rantai Pasok di kabupaten Bogor, Journal of Business Management 3(1): 99 – 115.
Basjir, M., Hari S. and Mokh. Suef, 2011. Pengembangan Model Penentuan Prioritas Perbaikan Terhadap Mode Kegagalan Komponen Dengan
Metodologi FMEA, Fuzzy Dan TOPSIS Yang Terintegrasi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, p. 1-12.
Chopra, S. and Peter Meindl, 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation. Person Prentice Hall, USA.
Dewi, I Gusti A.C., I Ketut Suamba, and I G.A.A. Ambarawati, 2012. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah (Studi Kasus di Subak Pacung
Babakan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung). E-Journal of Agribusiness and Agrotourism 1(1): 1-10.
Gencer, C. and Gurpinar. Analytic Network Process in Supplier Selection: A Case Study in an Electronic Firm. Journal of Applied Mathematical
Modeling 31: 2475-2486.
Havaldar, K.K. and Vasant M. Cavale, 2007. Sales and Distribution Management. McGraw Hill, New Delhi.
Hidayat,S., Marimin, Ani S., Sukardi, and M. Yani, 2012. Model Identifikasi Risiko dan Strategi Peningkatan Nilai Tambah pada Rantai Pasok
Kelapa Sawit. Journal of Industrial Engineering 14(2): 89-96.
Hualiang Lu, 2007. The Role Of Guanxi in Buyer-Seller Relationship in China: A Survey Vegetable Supply Chain in Jiangsu Province.
Wageningen Academic publishers, Netherlands.
Iqbal, M., Lailil M., and Nanang Y.S, 2013. Penggunaan Fuzzy Failure Mode And Effect Analysis (Fuzzy FMEA) Dalam Mengidentifikasi
Resiko Kegagalan Proses Pemasangan Dan Perbaikan AC. Information Technology and Computer Science 2(7):1-6.
Kurniawati, D., Henry Y., and Kuncoro H.W. Kriteria Pemilihan Pemasok Menggunakan Analytical Network Process. Journal of Industrial
Engineering 15(1): 25-32.
Kutlu, A.C. and Mehmet E., 2012. Fuzzy Failure Modes And Effects Analysis by Using Fuzzy TOPSIS-based Fuzzy AHP, Expert Systems with
Applications 39: 61–67.
Pertanian Sehat Indonesia. 2012. Tren Konsumen Beras Organik Meningkat. Pertanian Sehat Indonesia. Bogor.
Ridwan, Infandra I.Z, 2014. Identifikasi Kinerja Manajemen Rantai Pasok Produk Beras Organik (Studi Kasus di MUTOS, Kabupaten
Mojokerto). Skripsi, Brawijaya University, Malang.
Rukka, H., Buhaerah, and Sahariah Kadir, 2008. Peranan Kelompok Tani Paraikatte Dalam Pemenuhan Kebutuhan Usahatani (Kasus Petani Padi
Sawah di Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa), Journal of Agrisistem 4 (2): 77-86.
Wang, Y.M., Kwai-Sang Chin, Gary K.K.P., and Jian-Bo Yang, 2009. Risk Evaluation in Failure Mode and Effects Analysis Using Fuzzy
Weighted Geometric Mean. Expert Systems with Applications 36: 1195–1207.

Anda mungkin juga menyukai