Anda di halaman 1dari 25

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

STIMULASI PERSEPSI SENSORI PASIEN HALUSINASI SESI 1


DI RUANG GELATIK RS JIWA MENUR SURABAYA

Disusun Oleh:

1. Muhammad Berlian Al Kindi 40218006


2. Nazalia Indah Luthfiyani 40218007
3. Nurul Choriah 40218008
4. Purwo Jati Kanaka 40218009
5. Rani Dwi Lestari 40218010

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

TAK di Ruang Gelatik RS Jiwa Menur Surabaya,


pada hari .... tanggal ... Maret 2019

Disusun Oleh:

1. Muhammad Berlian Al Kindi 40218006


2. Nazalia Indah Luthfiyani 40218007
3. Nurul Choriah 40218008
4. Purwo Jati Kanaka 40218009
5. Rani Dwi Lestari 40218010

Telah Disahkan dan Disetujui Sebagai Tugas TAK Pendidikan Profesi Ners di Ruang Puri
Mitra RS Jiwa Menur Surabaya.

Mengetahui,
Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Wildan Akasyah S.Kep.Ns., M.Kep. Kusnoto S.Kep.Ns.


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi yang keliru dan
salah (Stuart, 2007). Yosep (2010) menyatakan bahwa halusinasi adalah
terganggunya persepsi seseorang dimana tidak terdapat stimulus. Halusinasi
merupakan gangguan pada penerapan panca indra. Panca indra yang sebenarnya
tidak memperoleh suatu rangsangan dari luar tiba-tiba dipersepsikan (persepsi
palsu). Bentuk dari halusinasi dapat berupa suara-suara yang bising atau
mendengung tetapi paling sering adalah kata-kata yang tersusun dalam bentuk
kalimat agak sempurna. Bentuk halusinasi lain dapat berupa halusinasi
penciuman dengan gejala pasien sering membaui sesuatu yang tidak ada.
Halusinasi dapat dikontrol dengan dua cara, yaitu secara kelompok dan
individu. Secara kelompok dapat dilakukan dengan Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) dan secara individu dengan cara face to face (Daley & Salloum, 2001).
TAK memiliki empat jenis, yaitu sosialisasi, stimulasi persepsi, stimulasi
sensori, dan orientasi realita. Keliat (2009) menyatakan bahwa TAK yang
sesuai untuk pasien halusinasi adalah TAK stimulasi persepsi. TAK stimulasi
persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait
dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok
(Keliat, 2009). Untuk cara mengontrol halusinasi dengan face to face adalah
interaksi perawat dengan pasien yang terdiri atas beberapa topik. Topik yang
diberikan adalah apakah pasien mampu mengenali halusinasi, mengontrol
halusinasi, dan menghardik halusinasi.
Berdasarkan uraian di atas, terapi aktivitas kelompok adalah kegiatan
yang penting untuk dilakukan. Terapi aktivitas kelompok yang akan dilakukan
adalah terapi aktivitas persepsi sensori.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Halusinasi
2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima panca indera yaitu
pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap, dan pengidu (Stuart & Laria 2005).
Menurut Keliat (2006) halusinasi merupakan ketidakmampuan klien menilai dan
merespon pada realitas klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan
eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, klien tidak mampu
memberi respon secara akurat sehingga tampak berlaku yang sukar dimengerti dan
mungkin menakutkan (Keliat 2006).
2.1.2 Penyebab Halusinasi
1. Faktor predisposisi
1) Biologis (Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf pusat
dapat menimbulkan gangguan realita)
2) Psikologis (Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respons psikologis klien)
3) Sosial Budaya (kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor presipitasi)
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
2.1.3 Tanda dan Gejala
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi:
1. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2.1.3 Klasifikasi
Halusinasi patologis pada dasarnya dikelompokkan berdasarkan modalitas
sensorik yang terkena yaitu:
1. Halusinasi pendengaran
Meliputi suara bising, seperti suara mesin yang beroperasi, dengungan listrik, atau
gema, Mungkin juga suara yang berbicara langsung kepada pasien (orang kedua)
atau berbicara tentang pasien.
2. Halusinasi penglihatan
Dapat singkat maupun terbagi-bagi (misalnya sorotan atau cahaya), membentuk
objek atau bahkan gambaran berkilau atau kompleks. Halusinasi penglihatan
terutama disebabkan oleh penyakit organik, seperti epilepsi lobus temporalis dan
delirium, tetapi dapat juga terjadi pada skizofrenia dan psikosis fungsional lainnya.
3. Halusinasi penciuman
Halusinasi sederhana terhadap parfum atau aroma benda terbakar, seperti pada
pasien yang dapat mencium aroma gas beracun yang dipompa ke dalam ruangan
oleh orang yang dianggapa akan menyerang mereka.
4. Halusinasi peraba
Meliputi perasaan disentuh seperti ditusuk kawat atau jarum suntik yang
menyakitkan ke dalam tubuh
5. Halusinasi pengecapan
Termasuk merasakan racun di dalam makanan
2.1.4 Fase Halusinasi
Fase halusinasi adalah:
1. Tahap pertama (Non psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberi rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang secara umum tahap ini halusinasi merupakan hal yang
menyenangkan bagi klien. Karakteristik individu mengalami kecemasan,
kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang
dapat menghilangkan kecemasan, pikiran dan pengalaman sensori masih ada
dalam kontrol kesadaran. Perilaku yang muncul tersenyum dan tertawa
sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon
verbal yang lambat. diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap kedua (Non psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasan berat. Secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasi.
Karakteristikindividu yaitu: pengalaman sensori menakutkan atau merasa
dilecehkan oleh pengalaman tersebut, mulai merasa kehilangan kontrol.
Perilaku yang muncul: terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah, perhatian dengan lingkungan menurun, konsentrasi terhadap
pengalaman sensori pun menurun, kehilangan kemampuan dalam
membedakan antara halusinasi dan realita.
3. Tahap ketiga (psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan
berat, halusinasi tidak dapat ditolak lagi. Karakteristik individu klien
menyerah dan menerima pengalaman sensorinya, isi halusinasi menjadi
atraktif, kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku yang muncul
klien menuruti perintah halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain,
perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat, tidak mampu mengikuti
perintah yang nyata, klien tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap keempat (psikotik)
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik. Perilaku yang muncul:
resiko tinggi menciderai, agitasi atau kataton, tidak mampu merespon
rangsangan yang ada.
2.1.5 Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart &
Laraia 2005) meliputi:
1. Regresi: Menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi: Mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggungjawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3. Menarik diri: Sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus
internal. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
2.1.6 Rentang Respon
Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses pikir 1. Gangguan proses pikir


2. Persepsi akurat terganggu (waham)
3. Emosi konsisten dengan 2. Ilusi 2. Halusinasi
pengalaman 3. Emosi berlebihan/kurang 3. Kerusakan proses emosi
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku tidak biasa 4. Perilaku tidak terorganisir
5. Hubungan sosial harmonis 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

(Stuart dan Laraia 2007)

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu
menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi:
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh
individu sesuai dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan,
dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai
kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi
dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana
individu dalam menyelesaikan  masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai
diantaranya:
1) Gangguan proses pikir atau waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir,
seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi
dan lain-lain.
2) Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan  informasi yang
diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3) Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai
dengan stimulus yang datang.
4) Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai
dengan peran
5) Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan
atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.

2.1.7 Pohon Masalah


Efek: Resiko Perilaku Sosial

Core Problem: Halusinasi

Causa: Isolasi sosial: menarik diri

2.2 TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)


2.2.1 Definisi TAK
TAK adalah terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien
yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas yang digunakan sebagai
terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
dinamika interaksi yang saling bergantung, saling membutuhkan dan menjadi
laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
perilaku lama yang maladaptive (Efendi, 2012).
2.2.2 Tujuan TAK
Tujuan TAK secara umum yaitu meningkatkan kemampuan uji realitas melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain, melakukan sosialisasi,
meningkatkan kesadaran terhadap hubungan reaksi emosi dengan tindakan atau
perilaku denfensif, dan meningkatkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan
afektif. Sedangkan tujuan secara khusus yaitu meningkatkan identitas diri,
menyalurkan emosi secara konstruktif dan meningkatkan keterampilan hubungan
interpersonal atau sosial.
2.2.3 Landasan Teori Model TAK
1. Focal conflict model
Dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak disadari dan berfokus
pada kelompok individu.
2. Communication model
Dikembangkan berdasarkan teori dan prinsip komunikasi, bahwa tidak
efektifnya komunikasi akan membawa kelompok menjadi tidak puas. Tujuan
dari model ini yaitu membantu meningkatkan keterampilan interpersonal dan
sosial peserta kelompok.
3. Interpersonal model
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui
hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan
sebab akibat tingkah laku peserta merupakan akibat dari tingkah laku peserta
yang lain. Peserta belajar dari interaksi antar peserta yang lain dan terapis
4. Psychodrama model
Model ini dapat memotivasi peserta untuk melakukan peran sesuai
dengan peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang lalu sesuai peran yang
diperagakan. Peserta diharapkan dapat memainkan peran sesuai peristiwa yang
pernah dialami.
2.2.4 Jenis-Jenis TAK
1. Orientasi realitas
Orientasi realitas adalah terapi yang ditujukkan untuk klien dengan
gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Tujuan dari terapi ini
adalah klien mampu mengidentifikasi stimulus internal (pikiran, perasaan,
sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar),
klien dapat membedakan antara halusinasi dan kenyataan, pembicaraan klien
sesuai realitas, klien mampu mengenali diri sendiri dan klien mampu mengenal
orang lain, waktu dan tempat. Karakteristik klien adalah klien dengan gangguan
orientasi realitas (GOR), halusinasi, waham, ilusi, dan depersonalisasi yang
sudah dapat berinteraksi dengan orang lain, klien kooperatif, mampu
berkomunikasi verbal dengan baik, dan kondisi fisik dalam keadaan sehat.
2. Sosialisasi
TAK sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan hubungan
interpersonal, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide
dan tukar pendapat serta menerima stimulus di luar lingkungan. Karakteristik
klien TAK sosialisasi adalah tidak memiliki inisiatif untuk mengikuti kegiatan
ruangan, sering berada di tempat tidur, menarik diri, kontak sosial kurang,
harga diri rendah, gelisah, curiga, takut, cemas, tidak ada inisiatif untuk
memulai pembicaraan, dan hanya menjawab seperlunya.
3. Stimulasi persepsi
Terapi stimulasi persepsi membantu klien untuk yang mengalami
kemunduran orientasi dan stimulasi persepsi dalam upaya memotivasi proses
berpikir serta mengurangi perilaku maladaptif. Tujuan terapi stimulasi persepsi
adalah meingkatkan kemampuan orientasi realita, memusatkan perhatian,
intelektual, mengemukakan pendapat, menerima pendapat orang lain, dan
mengemukakan perasaannya. Klien yang mengikuti TAK ini adalah klien
gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan dalam penilaian bermakna,
menarik dari realita, klien dengan ide-ide negatif, sehat secara fisik dan mampu
berkomunikasi verbal.
4. Stimulasi sensori
Stimulasi pada klien yang mengalami kemunduran sensoris. Tujuan terapi
adalah meningkatkan kemampuan sensori, memusatkan perhatian, kesegaran
jasmani, dan mengekspresikan perasaan.
5. Penyaluran energi
Terapi untuk menyalurkan energi secara konstruktif. Tujuan menyalurkan
energi dari destruktif menjadi konstruktif, mengekspresikan perasaan, dan
meningkatkan hubungan interpersonal.
2.2.5 Tahap-Tahap
Menurut Stuart (2007), fase-fase dalam TAK adalah sebagai berikut:
1. Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, membagi job desc, anggota, dimana,
kapan kegiatan dilaksanakan, proses evaluasi pada anggota dan peserta.
2. Fase awal
Pada fase ini terdapat 3 tahapan yang terjadi yaitu:
1) Orientasi
Peserta mulai mengembangkan sistem sosial masing-masing dan leader
mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan peserta
2) Konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, peserta mulai memikirkan
siapa yang berkuasa dalam kelompok dan bagaimana peran peserta
3) Kebersamaan
Peserta mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah
3. Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim atau regu. Perasaan positif
dan negative dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah dibina,
bekerja untuk mencapai tujuan yang telah disepakati, kecemasan menurun,
peserta kelompok lebih stabil dan realistic, mengeksplorasikan lebih jauh sesuai
dengan tujuan dan tugas kelompok, dan penyelesaian masalah yang kreatif
4. Fase terminasi
Pada fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan
saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Peserta kelompok
merasa kehilangan. Peserta kelompok bersama-sama meninjau kembali proses
yang telah dilalui dan pencapaian tujuan.
BAB 3
PERENCANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
STIMULASI PERSEPSI : HALUSINASI

3.1 TAK Stimulasi Persepsi Sesi 1


3.1.1 Tujuan Kegiatan
1. Tujuan umum
Klien dapat mengidentifikasi cara mencegah halusinasi yang dialaminya.
2. Tujuan khusus
1) Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi.
2) Pasien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.
3.1.2 Persiapan secara umum
1. Analisa situasi
1) Waktu pelaksanaan : Kamis, Maret 2019
2) Jumlah terapis : 5 orang
3) Alat bantu yang dipakai : Bola kecil, kertas, bolpoint
4) Tempat : Ruang Gelatik RSJ Menur Surabaya
2. Uraian tugas
1) Tim Terapis
(1) Leader : Nurul Choriah
Uraian tugas:
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Memimpin jalannya terapi kelompok.
c. Memimpin diskusi.
(2) Co-leader : M. Berlian Al Kindi.
Uraian tugas:
a. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
c. Membantu memimpin jalannya kegiatan.
d. Menggantikan leader jika ada berhalangan.
(3) Fasilitator : Purwo Jati Kanaka dan Rani Dwi Lestari
Uraian tugas:
a. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
b. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
c. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
d. Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
e. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
f. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.
(4) Observer : Nazalia Indah L
Uraian tugas:
a. Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara.
b. Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok dengan evaluasi kelompok.
c. Mencatat jalannya TAK
d. Mendokumentasikan hal-hal penting selama jalannya TAK
3. Kegiatan
1) Perkenalan
2) Kegiatan
3) Evaluasi
4) Terminasi atau penutup
4. Setting
Setting kegiatan
1) Terapis dan klien duduk bersama membentuk lingkaran
2) Ruangan nyaman dan tenang.
Keterangan:
Leader
Co-leader
Observer
Klien
Fasilitator

3.1.2 Klien
1. Karakteristik/Kriteria
1) Klien sudah mengikuti TAK ke 1 dan 2.
2) Klien dengan halusinasi yang sudah mengontrol halusinasinya.
3) Klien halusinasi yang dapat berkomunikasi dengan perawat.
2. Proses Seleksi
1) Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
2) Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
3) Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
4) Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok, dan
aturan main dalam kelompok.
3. Inisial klien dan karakteristik pre TAK
1) Tn.E: Klien banyak berbicara dan suka mondar-mandir mengelilingi
ruangan, klien suka ikut campur dengan temannya, klien suka mengikuti
kegiatan yang dilaksanakan di ruangan.
2) Tn. NT: Klien percaya diri saat memperkenalkan diri, suara lantang dan
jelas. Klien bertindak seperti anak kecil dan suka tertawa sendiri.
3) Tn. W: Klien terlihat tenang, banyak tidur, pemalas, selalu dikamar,
perlu untuk motivasi ADL, saat diajak komunikasi klien kurang
kooperatif dan tidak banyak menjawab pertanyaan dengan benar.
4) Tn. NA: Klien tenang, kkoperatif saat diajak untuk berinteraksi, selalu
melakukan ADL sendiri, klien sangat rajin dan suka dengan kebersihan.
5) Tn. R: Klien tenang, melakukan ADL semuanya sendiri dan kooperatif,
saat diajak berbicara klien nyambung dan tidak sering menyendiri,
selalu bergabung dengan teman-temannya.
6) Tn. M: Klien selalu mengeluh pusing dan lemas, klien sedikit malas dan
selalu meminta tolong hal-hal yang seharusnya bisa dilakukan sendiri
(mengambil makan, merapikan tempat tidur), klien kooperatif saat
diajak berbicara.
7) Tn.T: Klien tenang, hanya diam, tidak bisa kooperatif, terkadang tidak
menghiraukan lawan bicara, pandangan linglung. Saat ditanyai, klien
menjawab dengan jawaban yang tidak sesuai
3.1.3 Kriteria Hasil
Klien dapat menjelaskan kegiatan sehari-harinya mulai bangun tidur hingga
tidur lagi untuk mencegah terjadinya halusinasi.
1. Evalusi struktur
1) Kondisi lingkungan tenang, dilakukan di tempat tertutup, dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
2) Klien dan terapis duduk bersama membentuk lingkaran.
3) Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
4) Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
5) Leader, co-leader, fasilitator, observer, notulen berperan sebagaimana
mestinya.
2. Evalusi proses
1) Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir.
2) Leader mampu memimpin acara.
3) Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
4) Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
5) Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah.
6) Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
7) Notulen mendokumentasikan kegiatan dari awal hingga akhir.
8) Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal sampai akhir.        
3. Evalusi hasil
Diharapkan 80% dari kelompok mampu:
1) Menulis jadwal harian.
2) Menceritakan kegiatan sehari-hari.
3) Bekerjasama dengan perawat selama berinteraksi.
3.1.4 Alat
1. Speaker
2. Kertas
3. Pulpen
4. Bola/Balon
3.1.5 Metode
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Permainan
3.1.6 Langkah kegiatan
1. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
1) Salam terapeutik : salam terapis kepada pasien.
2) Evaluasi/validasi
(1) Menanyakan perasaan pasien saat ini.
(2) Terapis menanyakan cara mencegah halusinasi yang sudah
dipelajari.
(3) Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara
mencegah halusinasi.
3. Kontrak dan antisipasi masalah selama pelaksanaan
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal cara mencegah
halusinasi.
2) Terapis menjelaskan aturan main, yaitu:
(1) Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
ijin kepada terapis.
(2) Lamanya kegiatan 30-40 menit.
(3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.1.7 Tahap kerja
1. Terapis menjelaskan cara permainan, yaitu dengan cara mengoper bola
ketika musik jalan. Saat musik berhenti, peserta yang memegang bola harus
menceritakan kegiatan teratur sehari-hari nya yang sudah ditulis di formulir
jadwal kegiatan. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur
akan mencegah munculnya halusinasi.
2. Sebelum musik diputar, terapis membagikan formulir jadwal kegiatan harian
yang wajib diisi oleh peserta dalam waktu 15 menit.
3. Terapis (fasilitator) membimbing pasien satu persatu untuk membuat jadwal
kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur malam.
4. Setelah selesai menulis, permainan dijalankan dengan pemutaran musik.
5. Terapis meminta peserta menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan
sehari-hari secara lisan dan boleh membaca tulisan yang telah dibuatnya
ketika peserta mendapat giliran memegang bola saat musik berhenti diputar.
6. Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah
selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.
7. Lakukan pemutaran musik kembali hingga semua peserta mendapat
kesempatan memegang bola saat musik berhenti.
3.1.8 Tahap evaluasi
1. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
2. Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara untuk mencegah
halusinasi dengan cara melakukan aktivitas harian dengan rutin.
3. Kontrak yang akan datang
1) Terapis menyepakati TAK yang akan datang, yaitu menerapkan cara
untuk mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap.
2) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.

3.2 TAK Stimulasi Persepsi Sesi 2


3.2.1 Tujuan Kegiatan
1. Tujuan umum
Klien dapat mengidentifikasi cara mencegah halusinasi yang dialaminya.
2. Tujuan khusus
1) Pasien dapat memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain
untuk mencegah munculnya halusinasi
2) Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
3.2.2 Persiapan secara umum
1. Analisa situasi
1) Waktu pelaksanaan : Kamis, 15 Februari 2018
2) Jumlah terapis : 7 orang
3) Alat bantu yang dipakai : -
4) Tempat : Ruang Gelatik RSJ Menur
Surabaya
2. Uraian tugas
1) Tim Terapis
(1) Leader : Purwo Jati Kanaka
Uraian tugas:
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Memimpin jalannya terapi kelompok.
c. Memimpin diskusi.
(2) Co-leader : Rani Dwi Lestari
Uraian tugas:
a. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
b. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
c. Membantu memimpin jalannya kegiatan.
d. Menggantikan leader jika ada berhalangan.
(3) Observer : M. Berlian Al Kindi
Uraian tugas:
a. Mengamati semua proses kegiatanyang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara.
b. Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok dengan evaluasi kelompok.
c. Mencatat jalannya TAK
d. Mendokumentasikan hal-hal penting selama jalannya TAK
(4) Fasilitator : Nurul Choriah & Nazalia Indah L
Uraian tugas:
a. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
b. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
c. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
d. Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
e. Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
f. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.
3. Kegiatan
1) Perkenalan
2) Kegiatan
3) Evaluasi
4) Terminasi atau penutup
4. Setting
Setting kegiatan
1) Terapis dan klien duduk bersama membentuk lingkaran
2) Ruangan nyaman dan tenang.
Keterangan:
Leader
Co-leader
Observer
Klien
Fasilitator

3.2.3 Klien
1. Karakteristik/Kriteria
1) Klien sudah mengikuti TAK ke 1, 2, dan 3.
2) Klien dengan halusinasi yang sudah mengontrol halusinasinya.
3) Klien halusinasi yang dapat berkomunikasi dengan perawat.
2. Proses seleksi
1) Mengobservasi klien yang masuk kriteria.
2) Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.
3) Mengumpulkan klien yang masuk kriteria.
4) Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok, dan
aturan main dalam kelompok.
3. Inisial klien dan karakteristik pre TAK
1). Tn.E: Klien banyak berbicara dan suka mondar-mandir mengelilingi
ruangan, klien suka ikut campur dengan temannya, klien suka mengikuti
kegiatan yang dilaksanakan di ruangan.
2). Tn. NT: Klien percaya diri saat memperkenalkan diri, suara lantang dan
jelas. Klien bertindak seperti anak kecil dan suka tertawa sendiri.
3). Tn. W: Klien terlihat tenang, banyak tidur, pemalas, selalu dikamar, perlu
untuk motivasi ADL, saat diajak komunikasi klien kurang kooperatif dan
tidak banyak menjawab pertanyaan dengan benar.
4). Tn. NA: Klien tenang, kkoperatif saat diajak untuk berinteraksi, selalu
melakukan ADL sendiri, klien sangat rajin dan suka dengan kebersihan.
5). Tn. R: Klien tenang, melakukan ADL semuanya sendiri dan kooperatif,
saat diajak berbicara klien nyambung dan tidak sering menyendiri, selalu
bergabung dengan teman-temannya.
6). Tn. M: Klien selalu mengeluh pusing dan lemas, klien sedikit malas dan
selalu meminta tolong hal-hal yang seharusnya bisa dilakukan sendiri
(mengambil makan, merapikan tempat tidur), klien kooperatif saat diajak
berbicara.
7). Tn. ST: Klien tenang, hanya diam, tidak bisa kooperatif, terkadang tidak
menghiraukan lawan bicara, pandangan linglung. Saat ditanyai, klien
menjawab dengan jawaban yang tidak sesuai
3.2.3 Kriteria Hasil
Klien dapat bercakap-cakap dengan klien lain disekitarnya untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
1. Evalusi struktur
1) Kondisi lingkungan tenang, dilakukan di tempat tertutup, dan
memungkinkan klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan.
2) Klien dan terapis duduk bersama membentuk lingkaran.
3) Peserta sepakat untuk mengikuti kegiatan.
4) Alat yang digunakan dalam kondisi baik.
5) Leader, co-leader, fasilitator, observer, notulen berperan sebagaimana
mestinya.
2. Evalusi proses
1) Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal sampai akhir.
2) Leader mampu memimpin acara.
3) Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
4) Fasilitator mampu memotivasi peserta dalam kegiatan.
5) Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah.
6) Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.
7) Notulen mendokumentasikan kegiatan dari awal hingga akhir.
8) Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal sampai akhir.           
3. Evalusi hasil
Diharapkan 80% dari kelompok mampu:
1) Bercakap-cakap dengan topik yang jelas antar klien.
2) Bekerjasama dengan perawat selama berinteraksi.

3.2.4 Alat : -
3.2.5 Metode
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Permainan
3.2.6 Langkah kegiatan
1. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi.
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
1) Salam terapeutik : salam terapis kepada pasien.
2) Evaluasi/validasi
(1) Menanyakan perasaan pasien saat ini.
(2) Terapis menanyakan cara mencegah halusinasi yang sudah
dipelajari.
(3) Terapis menanyakan pengalaman pasien dalam bercakap-cakap untuk
mencegah halusinasi.
3. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu pentingnya bercakap-cakap
untuk mencegah halusinasi.
2) Terapis menjelaskan aturan main, yaitu:
(1) Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta ijin
kepada terapis.
(2) Lamanya kegiatan 30-40 menit.
(3) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3.2.7 Tahap kerja
1. Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengontrol dan mencegah halusinasi.
2. Terapis meminta tiap klien menyebutkan orang yang biasa dan bisa diajak
bercakap-cakap.
3. Terapis meminta klien untuk menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa
dan bisa dilakukan.
4. Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul “Suster
ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster” atau “Suster saya
mau ngobrol tentang kegiatan yang sudah saya lakukan hari ini”.
5. Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang
disebelahnya
6. Berikan pujian atas keberhasilan klien.
7. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.
3.2.8 Tahap Eliminasi
1. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok.
2. Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara untuk menggunakan
koping yang adaptif.
3. Kontrak yang akan datang
1) Terapis menyepakati TAK yang akan datang.
Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.

Anda mungkin juga menyukai