Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Aktivitas perdagangan sudah menjadi kegiatan yang mempengaruhi interaksi
antarnegara, hal tersebut menjadi penting dalam ekonomi internasional karena
perdagangan telah menyebabkan perubahan-perubahan mendasar bagi hubungan
antarnegara. Dalam perspektif ekonomi politik, perdagangan internasional selalu
berkaitan dengan aspek-aspek politik, artinya adalah perdagangan internasional
merupakan kegiatan jual-beli atau tawar-menawar dalam ruang lingkup yang luas.
Maka dari itu, aspek politik dibutuhkan dalam kegiatan perdagangan internasional
sebagai interaksi antarnegara. Adapun keterlibatan aspek politik dalam perdagangan
internasional tidak dapat dipungkiri jika sebuah perdagangan memiliki keterikatan
yang sangat kuat dan juga bahkan sedikit tidak terikat.1
Jepang merupakan mitra dagang utama Negara Indonesia dalam sektor otomotif
sehingga Indonesia sangat bergantung dengan kehadiran perusahaan otomotif dari
Jepang. Dampak dari keberadaan perusahaan otomotif Jepang di Indonesia adalah
dapat meningkatkan perekonomian Indonesia atas produksi dan penjualannya serta
mampu membuka peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia, sehingga
dapat menekan tingkat pengangguran yang terjadi di Indonesia. Dalam studi ekonomi
politik internasional, mitra dagang utama merupakan suatu kegiatan perdagangan
antara kedua Negara untuk saling memenuhi kebutuhan dari masing-masing Negara,
kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan Negara yang telah melakukan hubungan
bilateral. Perdagangan antar kedua Negara tersebut tercipta karena adanya keterbatasan
dari salah satu Negara atas kebutuhan masyarakatnya yang tidak dapat dipenuhi oleh
produksi dalam negeri. Artinya kapasitas produksi barang dalam negeri memiliki
keterbatasan dalam meningkatkan jumlah serta jenis barang yang diproduksi.13
Penelitian kedua adalah penelitian tentang strategi Jepang dalam perjanjian IJEPA
guna memperluas mitra dagang Jepang oleh Intan Oktavia mahasiswi Universitas
Muhammadiyah Malang pada tahun 2009 dalam skripsi yang berjudul “Strategi
Pedagangan Jepang dalam Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement
(IJEPA)”. Intan Oktavia menyatakan bahwa strategi perdagangan yang dilakukan oleh
Jepang tersebut guna menciptakan keuntungan yang ekonomis bagi Negaranya.
Maksudnya adalah dimana perjanjian tersebut dapat memenuhi kebutuhan industri
Jepang yang ada di Indonesia dengan pemenuhan kapasitas SDA dan penghapusan tarif
untuk pemasaran produk di Indonesia guna memasok bahan baku industri dari Jepang
yang berada di Indonesia.16
Penelitian kelima adalah penelitian tentang era globalisasi yang lebih memihak
para pihak korporatokrasi, bukan untuk membangun perekonomian dunia menjadi
lebih baik oleh Prof. Dr. Budi Winarno, MA dalam buku yang berjudul Melawan Gurita
Neoliberalisme. Beliau menyatakan dalam bukunya yang menguak kerakusan para
korporasi-korporasi global yang beroperasi di Negara-negara berkembang. Indonesia
sebagai Negara berkembang yang kaya akan sumber daya alamnya tidak dapat lepas
dari genggaman para korporasi tersebut. Melalui kebijakan neoliberal, struktur
ekonomi Indonesia dibangun untuk melayani imperatif-imperatif pasar lepas dari
kepentingan warga Negara yang seharusmya menjadi pemilik paling sah atas kekayaan
yang dimiliki di Indonesia, akan tetapi para elite dan kaum borjuis lokal hanya
mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. Dengan memperkuat
landasan neoliberal untuk mendominasi kekuasaan melalui korporasi global, akibatnya
tidak hanya dalam bidang ekonomi saja tetapi juga dalam bidang politik mampu
dikuasainya.19
Penelitian keenam adalah penelitian tentang ketergantungan Indonesia dengan
mobil merek asal Jepang yang disebabkan oleh politik perdagangan Jepang oleh Bima
Nandaka Putra mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang dalam skripsi yang
berjudul “Ketergantungan Indonesia Sebagai Dampak Politik Perdagangan Jepang
(Studi Kasus Industri Otomotif)”. Penelitian ini menyatakan bahwa Indonesia memiliki
ketergantungan dengan produk mobil asal Negara Jepang dimana aspek
ketergantungan Indonesia disini adalah adanya hambatan untuk memproduksi dan
memasarkan secara massal mobil nasional di dalam negeri Indonesia, serta kehadiran
industri otomotif dari Jepang di Indonesia mampu mengurangi volume pengangguran
di Indonesia. Dari fenomena tersebut disebabkan oleh struktur ekonomi internasional
yang beroperasi berdasarkan nilai-nilai liberalisme atau kapitalisme. Oleh sebab itu,
Indonesia sulit untuk melepaskan diri dari cengkraman Negara Jepang guna berdikari
membangun industri otomotif secara mandiri. Penelitian ini menggunakan landasan
teori ketergantungan untuk menjelaskan fenomena mengapa Indonesia memiliki
ketergantungan dengan mobil Jepang. Pola penyebab ketergantungan Indonesia adalah
melalui skema perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh Indonesia dengan Jepang,
adapun beberapa perjanjian yang dilakukannya antara lain berawal dari hubungan
bilateral antara Indonesia dengan Jepang yang diawali melalui pembayaran pampasan
perang selanjutnya diteruskan dengan ODA Jepang di Indonesia serta dilanjutkan
melalui skema IJEPA. Melihat adanya keterikatan antara Indonesia dengan Jepang,
maka Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan perjanjian yang telah
disepakati meskipun realisasinya Indonesia memiliki ketimpangan-ketimpangan.
dengan prinsip
memberikan
pelatihan-pelatihan
terhadap SDM
dengan memberikan
Toyota juga
menggandeng
pemerintahan untuk
melancarkan PMA
dengan ODAnya
serta jangka
kedepannya dapat
melakukan
kerjasama-kerjasama
yang lebih
menguntungkan
dalam
bidang
inndustrialisasi
otomotifnya yang
tertuang dalam
IJEPA
Indonesia dengan
pemenuhan kapasitas
SDA dan
penghapusan tarif
untuk pemasaran
produk di Indonesia
Indonesia
3. Gina Monika Dewi Strategi Jepang Dalam Deskriptif, Perspektif Berawal dari
menunjang dan
membuat
kesepakatan dan
kerjasama
Internasional dengan
Negara lain.
Hal tersebut
merupakan
upaya pemerintah
untuk menggiring
penggunaan sumber
daya ke sektorsektor
yang dianggap
penting.
korporasi-korporasi
yang menunggangi
para
elite politik guna
mementingkan
kepentingan pribadi
dan kelompoknya
dengan dapat
mudahnya
mengontrol arah
kebijakan
perekonomian suatu
Negara.
6. Bima Nandaka Eksplanatif, Teori Skema perjanjian
Putra
Ketergantungan dan Kerjasama
yang disepakati
oleh
Indonesia dengan
Jepang memiliki
dampak
ketergantungan
Indonesia terkait
pembangunan
industri otomotif
Indonesia secara
mandiri. Hal
tersebut
dikarenakan adanya
poin-poin dalam
perjanjian dimana
terdapat transfer
teknologi dari
Jepang
1.5. Landasan Teori/Konsep
Untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah di atas, penulis akan
menggunakan teori dependensia guna menjelaskan tentang ketergantungan Indonesia
terhadap otomotif Jepang yang berada di Indonesia.
Variabel Independen
Politik perdagangan Jepang studi
kasus pada industri otomotif yang
berdampak pada kondisi pasar
dan kebijakan di Indonesia
Variabel Dependen
Ketergantungan Indonesia
terhadap industri otomotif
Jepang
1.6.4.1.Batasan Materi
Untuk mempermudah melakukan penelitian, maka penelitian ini
menggunakan batasan materi penelitian mengenai ketergantungan
Indonesia terhadap industri otomotif Jepang yang berada di Indonesia
sebagai dampak politik perdagangan Jepang.
1.6.4.2.Batasan Waktu
Batasan waktu yang digunakan untuk penelitian ini berawal sejak
rezim presiden Soeharto pada tahun 1970 yang mana pada waktu itu
kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada sektor perekonomian dan
pembangunan industri lebih mengarah pada negara Jepang khususnya pada
bidang otomotif hingga pada tahun 2017 yang dimana otomotif Jepang
menunjukkan dominasinya di pasar Indonesia hingga 98 %.
1.7. Hipotesa
Adanya struktur perdagangan internasional yang mengharuskan setiap Negara
melakukan kerjasama dalam sektor ekonomi dengan berlandaskan saling
menguntungkan, maka hal tersebut cenderung dimanfaatkan oleh Jepang guna
mengembangkan basis produksi industri otomotifnya dengan mengekspansi ke
Negara-negara berkembang di Asia Tenggara khususnya Indonesia. Jepang melihat
bahwa Indonesia masih belum mampu mengembangkan Industri otomotif, maka
Jepang segera melakukan penanaman modalnya guna memfasilitasi industri
otomotifnya berkembang di Indonesia.
BAB II
Perkembangan Industri Otomotif Di Indonesia
Industri otomotif adalah salah satu sektor industri yang mana dapat menunjang
pendapatan bagi Negara yang menjadi produsennya, maka dari itu sektor industri
otomotif menjadi penting bagi Negara-negara di dunia. Melihat fenomena tersebut
Negara-negara di dunia ini saling bersaing untuk memproduksi otomotif guna
meningkatkan pendapatan perekonomian masing-masing Negara produsen.
Pertumbuhan industri otomotif di dunia terhitung sangatlah pesat, sehingga
menciptakan suatu persaingan diantara produsen otomotif di dunia guna dapat
memenuhi kebutuhan konsumennya. Suatu pola yang wajar dalam perdagangan yaitu
ketika mendapati adanya pesaing dari sektor yang sama, kemudian menimbulkan suatu
persaingan. Persaingan dari sektor otomotif dominannya adalah saling mengunggulkan
teknologi-teknologi yang didapati pada sebuah otomotif yang diciptakan.
Pada tahun 1894 industri otomotif dari Jerman berhasil mengekspor salah satu
produknya ke Indonesia yaitu mobil Benz Phaeton. Pada mulanya mobil-mobil zaman
dahulu adalah berbentuk seperti delman, namun tidak digerakkan oleh kuda atau pun
hewan lainnya yang digunakan untuk menggerakkan mobil tersebut adalah sebuah
mesin. Benz Phaeton ini memiliki kapasitas mesin satu silinder 2.000cc yang memiliki
tenaga sebesar 5 horse power (Hp), dan mampu mengangkut maksimal 8 orang. Orang
Indonesia pertama yang mampu memilikinya ialah Raja Keraton Solo Sunan
Pakubuwono X. Mobil tersebut dipesan oleh Sunan Pakubowono X kepada orang
Inggris yang bekerja di Indonesia sebagai masinis pertama di pabrik gula Oemboel,
Probolinggo – Jawa Timur yaitu John C Potter.38 John C Potter ialah seseorang yang
pertama kali memiliki kendaraan bermotor di Indonesia yang dipesan langsung ke
pabriknya Hildebrand and Wolfmuller, di Munchen, Jerman. Kendaraan bermotor
tersebut berjenis kendaraan roda dua (sepeda motor) Reitwagen.
BAB III
Ketergantungan Indonesia Terhadap Industri Otomotif Jepang
Untuk memberi peluang tumbuhnya industri komponen, Menteri
Perindustrian juga berjanji akan memberikan kemudahan masuknya
investor dari luar membangun pabriknya di Indonesia dengan syarat
menggalang kemitraan dengan pemain lokal. Bahkan menurut menteri,
pihaknya secara khusus meminta investor Jepang untuk menjadikan
Indonesia sebagai basis komponen, selain untuk kebutuhan dalam negeri
juga untuk ekspor.
Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia, diterapkan konsep “Ekonomi perang”. Ekonomi
perang adalah kebijakan pemerintah penjajah Jepang yang menggali semua kekuatan ekonomi di
Indonesia untuk menopang kegiatan perang pemerintah Jepang. Hal ini disebabkan karena
sebelum memasuki PD II, Jepang sudah berkembang menjadi negara industri dan sekaligus
menjadi kelompok negara imperialis di Asia. Jepang melakukan berbagai upaya untuk
memperluas wilayahnya dengan sasaran utamanya antara lain Korea dan Indonesia. Indonesia
sangat menarik bagi Jepang karena Indonesia merupakan kepulauan yang begitu kaya akan
berbagai hasil bumi, pertanian, tambang, dan lain-lainnya.
Kekayaan sumber daya Indonesia tersebut sangat cocok untuk kepentingan industri Jepang.
Selain itu, Indonesia juga dirancang sebagai tempat penjualan produk-produk industrinya. Pada
saat berkobarnya PD II, Indonesia benar-benar menjadi sasaran perluasan pengaruh kekuasaan
Jepang.
Toyota
Daihatsu
Daihatsu bertahan di urutan kedua selama 11 tahun terakhir setelah menjual 177.284 unit
kendaraan selama 12 bulan 2019. Penjualan terendah terjadi pada Juni (6.020 unit),
sedangkan yang tertinggi pada Maret (19.625 unit).
Honda
Honda bercokol di posisi ketiga berkat kinerja Honda Brio yang menjadi tulang punggung
penjualan pabrikan berlogo huruf H itu. Honda menjual 137.339 unit mobil dengan market
share 13,3 persen. Honda rata-rata menjual antara 10ribu hingga 14 ribu unit per bulan,
dengan penjualan terendah terjadi pada Juni (7.563 unit).
Mitsubishi
Suzuki
Suzuki stabil di urutan lima besar dengan menjual 100.383 unit mobil, market share 9,7
persen. Pabrikan yang mengandalkan model Suzuki Ertiga dan All New Carry itu
mencatatkan penjualan stabil sepanjang tahun dengan puncaknya pada akhir tahun yakni
10.077 unit (November) dan 10.116 unit (Desember).
FUSO
Mobil truk (niaga) juga masuk dalam urutan 10 merek teratas, terbukti dengan Mitsubishi
FUSO yang menjual 42.754 unit mobil pada 2019, membukukan market share 4,2 persen.
HINO
HINO sebagai pesaing FUSO, mengantongi market share 3 persen dengan penjualan 31.068
unit sepanjang tahun lalu.
Isuzu
Pabrikan yang berkantor di Sunter, Jakarta Utara, membukukan penjualan 25.270 unit
dengan market share 2,5 persen. Penjualan terbaik Isuzu terjadi pada dua bulan terakhir
2019 yakni 2.664 unit dan 2.568 unit (November-Desember).
Wuling
Wuling bertengger di urutan sembilan dengan market share 2,2 persen, hasil penjualan
22.343 unit. Mobil berlogo lima berlian itu mencapai titik penjualan tertinggi 2019 pada
Desember (4.612 unit), kontras dengan penjualan Januari (hanya 360 unit).
Nissan
Nissan menutup 2019 di posisi 10 besar, membukukan penjualan 12.302 unit dan market
share 1,2 persen. Penjualan Nissan yang mengandalkan model All New Livina mencapai titik
terbaik pada Agustus (1.228 unit).
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Sistem perdagangan yang lebih terbuka ke banyak negara juga akan mampu memperluas konsumen
pada suatu suatu produk. Bahkan, produk dari barang atau jasa memiliki potensi untuk bisa lebih laku
di negara lain daripada di negara asalnya.
Besar kemungkinan Transfer of Technology pun bisa lahir karena adanya pasar bebas. Kenapa?
Karena teknologi yang ada di negara maju pastinya akan lebih canggih daripada negara berkembang.
Dengan adanya pasar bebas, maka negara berkembang bisa saja merasakan dan menggunakan
kecanggihan teknologi yang lahir di negara maju.
4.2 Saran
Agar suatu Negara tidak mengalami keterpurukan dalam kegiatan pasar bebas ini tentunya
perlu adanya strategi pasar yang baik salah satunya adalah memikirkan bagaimana agar
konsumen dapat meminati produk dalam negeri sehingga produk dalam negeri dapat bersaing
dan memiliki peminat dengan bangga terhadap produk asli buatan lokal. Salah satu caranya
adalah menggerakan dan mendukung kegiatan industry dalam negeri dalam menghasilkan
produk – produk yang berkualitas dan bersaing.
DAFTAR PUSTAKA
Anjungroso, Fajar, 2014, Ketika Presiden Soeharto Mengakhiri Nyawa Mobil Nasional
Timor,
Atmawinata, Achdiat, Dradjad Irianto, dkk, 2006, Kedalaman Struktur Industri Yang
Mempunyai
Daya Saing Di Pasar Global (Kajian Capacity Building Industri Manufaktur melalui
Implementasi
MIDEC-IJEPA),
diakses
dalam
http://kemenperin.go.id/download/131/Kedalaman-Struktur-Industri-yang-MempunyaiDaya-
Saing-di-Pasar-Global
Budiarti, Fitri Tri dan Fithra Faisal Hastiadi, 2015, Analisis Dampak Indonesia Japan
Economic
Partnership Agreement Terhadap Price-Cost Margins Industri Manufaktur Indonesia,
Burhani, Ruslan, 2016, Menengok Produksi Mobil Toyota di Pabik Karawang, diakses dalam
https://otomotif.antaranews.com/berita/602408/menengok-produksi-mobil-toyota-dipabrik-
karawang
Chacha, 2013, Mobil Toyota Kijang Dari Generasi ke Generasi-Sejak 1977 Hingga Sekarang,
diakses
dalam http://www.boobrok.com/mobil-toyota-kijang-dari-generasi-ke-generasi-sejak-1977-
hinggasekarang
detikFinance, 2012, Indonesia Dibanjiri Mobil Impor Hingga 100.000 Unit Lebih, diakses
dalam
https://finance.detik.com/industri/d-2097550/indonesia-dibanjiri-mobil-impor-hingga-
100000-unit-lebih
DetikFinance, 2013, Munculnya Kebijakan Mobil Murah Dianggap Misterius, diakses dalam
https://finance.detik.com/industri/d-2361857/munculnya-kebijakan-mobil-murahdianggap-
misterius
chapter1.pdf
Direktorat Teknis Kepabean, Petunjuk Pelaksanaan Impor Barang Dalam Rangka Skepa
IJEPA,
diakses dalam
http://itpc.or.jp/wp-content/uploads/pdf/ijepa/Presentasi%20IJEPA%20Bea%20dan
%20Cukai.pdf
EbizzAsia. 6 Strategi Membangun Daya Saing Bisnis. Vol .III No. 27. Juni 2005. Ebizz Asia.
EbizzAsia. 6 Strategi Membangun Daya Saing Bisnis. Vol .III No. 27. Juni 2005. Ebizz Asia.
diakses dalam http://www.ebizzasia.com/0327-2005/focus,0327,03.htm
Faizal, Mohammad, 2017, Kemenperin Pacu Investasi 3 Sektor Industri Skala Menengah
Jepang,
sektor-industri-skala-menengah-jepang-1508341093
http://journal.unair.ac.id/downloadfull/JAHI7216-7d4126ff0ffullabstract.pdf
https://www.gaikindo.or.id/otomotif-prioritas-hubungan-indonesia-jepang/
Gracivia, Laudy, 2015, Kondisi Pasar Otomotif Indonesia dalam Gambar, CNN Indoensia,
diakses
dalam
http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?
lang=id&id=3092&type=99#.VVfH8Pmqqkp
https://www.japanhoppers.com/id/all_about_japan/general/260/
Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Sistem Bantuan ODA Jepang di Indonesia, diakses
dalam
http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_01.htm
http://kemenperin.go.id/artikel/6575/Kerjasama-IJEPA-Hanya-Berhasil-di-5-Sektor
Kemenperin, 2016, RI Siap Berpaling dari IJEPA (headline), diakses dalam
http://www.kemenperin.go.id/artikel/10785/RI-Siap-Berpaling-dari-IJEPA-(headline)
Kementerian Keuangan, 2014, Analisis Dampak IJEPA Terhadap Inddonesia dan Jepang,
diakses
dalam http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/analisis-dampak-ijepa-terhadap-indonesia-
danjepang
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2014/01/06/Full-Report-Kajian-Manufaktur.pdf
http://www.kemenperin.go.id/artikel/4542/LCGC-Diusulkan-BebasPPnBM
http://www.kemenperin.go.id/artikel/4805/Menanti-Program-Mobil-Murah
Kementerian Perindustrian, 2016, Produsen Mobil Antre Daftar IJEPA, diakses dalam
http://www.kemenperin.go.id/artikel/2745/Produsen-Mobil-Antre-Daftar-IJEPA
Koesmawardhani, Nograhany Widhi, 2015, Benarkah Indonesia Dijajah Belanda Tak Selama
350
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/04/20/0046.html
Kurniawan, Iwan, 2013, Indonesia Masih Ketergantungan Mesin Impor, diakses dalam
http://www.neraca.co.id/article/35811/Indonesia-Masih-Ketergantungan-Mesin-Impor