Nama : Nashirudin
NIM : 2020400008
Mata Kuliah : Mediasi dan Advokasi
Program : Pascasarjana
Prodi : Hukum Keluarga (HK)
Semester : III (Tiga)
Nama Dosen : Dr. H. Abd Rakhim, M.H
Hari/Tanggal : Sabtu, 30 Oktober 2021
3. Pada Pasal 17 ayat (5) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 berbunyi “para pihak dapat
mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk
akta perdamaian” kemudian pada ayat (6) berbunyi “jika para pihak tidak
menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,
kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau
klausula yang menyatakan perkara telah selesai”. Dari kedua ayat ini menegaskan
bahwa akta perdamaian dapat dimintakan kepada hakim atas kehendak dari para pihak
yang bersengketa yang berarti tidak setiap sengketa melalui mediasi memiliki akta
perdamaian tergantung dari keinginan para pihak yang bersengketa. Sedangkan di
dalam Pasal 130 ayat (2) HIR berbunyi “jika perdamaian yang demikian itu dapat
dicapai maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam
mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat
mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan biasa”. Adanya
perbedaan yang mendasar dari HIR dengan PERMA tersebut dimana suatu akta
perdamaian dibuat ketika telah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak yang
bersengketa sedangkan di dalam PERMA akta perdamaian dapat dimintakan kepada
Pengadilan apabila adanya keinginan dari kedua belah pihak yang bersengketa. Jika
dilihat dari kekuatan hukumnya maka persetujuan perdamaian tidak memiliki
kekuatan eksekutorial yang biasa disebut akte van dading deed of compromise yang
tidak lebih dari perjanjian biasa.
Sedangkan akta perdamaian memiliki kekuatan eksekutorial yang berarti apabila salah
satu pihak yang bersengketa tidak melaksanakannya secara sukarela atau melanggar
ketentuan dari akta perdamaian yang telah disepakati maka dapat diajukan
permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Kekuatan hukum
dari akta perdamaian ini sama dengan kekuatan hukum dari putusan Pengadilan
seperti yang tercantum di dalam Pasal 1858 ayat (1) KUHPerdata dan Pasal 130 ayat
(2) HIR yang kedua Pasal tersebut memberikan pengertian umum bahwa akta
perdamaian serupa dengan putusan hakim (Pengadilan) yang memperoleh kekuatan
hukum tetap (res judicata).
4. Contoh kasus, A, memberi kuasa pada B , C dan D untuk melakukan gugatan carai
pada X, setelah Proses persidangan berlangsung ternyata C selaku penerima kuasa
belum di sumpah, pertanyaan, apakah kuasa yang telah di berikan oleh A kepada B,C
dan D masih tetap atau tidak ?
Surat Kuasa yang diberikan A kepada B dan C masih tetap berlaku dan B serta C
dapat mendampingi A dalam proses persidangan, namun karena D selaku penerima
kuasa belum disumpah maka D tidak dibenarkan dan tidak sah untuk mendampingi A
dalam proses persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 4ayat (1) Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
5. Jelaskan prinsip dalam mediasi ?
1) Kerahasiaan artinya pada prinsipnya mediasi bersifat tertutup kecuali para pihak
menghendaki lain.
2) Sukarela artinya para pihak yang bersengseka datang datang ke Pengadilan dan
mengikuti proses mediasi tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga.
3) Pemberdayaan, arinya pada prinsipnya para puhak yang bersengketa dalam proses
mediasi dianggap mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan permasalahan
yang merka hadapi dalam rangka untuk mencari solusi yang menguntungkan bagi
keduanya.
4) Netralitas, artinya seorang mediator berperan hanya sebagai fasilitator dan
pengatur jalannnya proses mediasi,sedangkan isi dari proses mediasi maupun
kesepakatan dalam proses mediasi merupakan kewenangan dari pihak yang
bersengketa.
5) Solusi, artinya kesepakatan atau hasil perdamaian yang dicapai oleh para pihak
yang bersengketa merupakan hasil kreativitas dari para pihak dengan bantuan
mediator dan solusi yang dihasilkan merupakan jalan perdamaian yang terbaik
bagi keduanya (win-win solution).