Anda di halaman 1dari 3

UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : Nashirudin
NIM : 2020400008
Mata Kuliah : Mediasi dan Advokasi
Program : Pascasarjana
Prodi : Hukum Keluarga (HK)
Semester : III (Tiga)
Nama Dosen : Dr. H. Abd Rakhim, M.H
Hari/Tanggal : Sabtu, 30 Oktober 2021

1. Dalam Al-Qur’an surat an-Nisaa ayat 35, Allah SWT telah memerintahkan bahwa jika
di khawatirkan ada persengketaan antara keduanya (suami-istri), maka kirimkan
hakam (mediator) dari keluarga laki-laki dan keluarga hakam (mediator) dari keluarga
perempuan.
Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa salah satu acara penyelesaian
perselisihan/persengketaan antara suami istri, yaitu dengan jalan mengirim seorang
hakam selaku “mediator” dari kedua belah pihak untuk membantu menyelesaikan
perselisihan tersebut.
Mediasi adalah salah satu cara penyelesaian sengketa “non litigasi” yaitu penyelesaian
yang dilakukan di luar jalur pengadilan. Namun tidak selamanya proses penyelesaian
sengketa secara mediasi, murni ditempuh di luar jalur pengadilan.

2. Dasar hukum perundang-undangan tentang mediasi:


1. KUHPerdata Pasal 1855 dan Pasal 1858.

2. Pasal 6, Undang-Undang No. 30 Tahun 1999, tentang Arbitrase dan alternative

penyelesaian sengketa.

3. Perma No. 2 tahun 2003 tentang mediasi dan SEMA No 1 tahun 2002.

4. Perma No. 1 Tahun 2008 yang telah telah dirubah dengan Perma No.1 Tahun

2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

3. Pada Pasal 17 ayat (5) PERMA Nomor 1 Tahun 2008 berbunyi “para pihak dapat
mengajukan kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk
akta perdamaian” kemudian pada ayat (6) berbunyi “jika para pihak tidak
menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian,
kesepakatan perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau
klausula yang menyatakan perkara telah selesai”. Dari kedua ayat ini menegaskan
bahwa akta perdamaian dapat dimintakan kepada hakim atas kehendak dari para pihak
yang bersengketa yang berarti tidak setiap sengketa melalui mediasi memiliki akta
perdamaian tergantung dari keinginan para pihak yang bersengketa. Sedangkan di
dalam Pasal 130 ayat (2) HIR berbunyi “jika perdamaian yang demikian itu dapat
dicapai maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam
mana kedua belah pihak dihukum akan menaati perjanjian yang diperbuat itu, surat
mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan biasa”. Adanya
perbedaan yang mendasar dari HIR dengan PERMA tersebut dimana suatu akta
perdamaian dibuat ketika telah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak yang
bersengketa sedangkan di dalam PERMA akta perdamaian dapat dimintakan kepada
Pengadilan apabila adanya keinginan dari kedua belah pihak yang bersengketa. Jika
dilihat dari kekuatan hukumnya maka persetujuan perdamaian tidak memiliki
kekuatan eksekutorial yang biasa disebut akte van dading deed of compromise yang
tidak lebih dari perjanjian biasa. Sedangkan akta perdamaian memiliki kekuatan
eksekutorial yang berarti apabila salah satu pihak yang bersengketa tidak
melaksanakannya secara sukarela atau melanggar ketentuan dari akta perdamaian
yang telah disepakati maka dapat diajukan permohonan eksekusi kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat. Kekuatan hukum dari akta perdamaian ini sama dengan
kekuatan hukum dari putusan Pengadilan seperti yang tercantum di dalam Pasal 1858
ayat (1) KUHPerdata dan Pasal 130 ayat (2) HIR yang kedua Pasal tersebut
memberikan pengertian umum bahwa akta perdamaian serupa dengan putusan hakim
(Pengadilan) yang memperoleh kekuatan hukum tetap (res judicata).

4. Surat Kuasa yang diberikan A kepada B dan C masih tetap berlaku dan B serta C

dapat mendampingi A dalam proses persidangan, namun karena D selaku penerima

kuasa belum disumpah maka D tidak dibenarkan dan tidak sah untuk mendampingi A

dalam proses persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 4ayat (1) Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

5. a. Kerahasiaan artinya pada prinsipnya mediasi bersifat tertutup kecuali para pihak

menghendaki lain.

b. Sukarela artinya para pihak yang bersengseka datang datang ke Pengadilan dan

mengikuti proses mediasi tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga.

c. Pemberdayaan, arinya pada prinsipnya para puhak yang bersengketa dalam proses

mediasi dianggap mempunyai kemampuan untuk menegosiasikan permasalahan

yang merka hadapi dalam rangka untuk mencari solusi yang menguntungkan bagi

keduanya.

d. Netralitas, artinya seorang mediator berperan hanya sebagai fasilitator dan

pengatur jalannnya proses mediasi,sedangkan isi dari proses mediasi maupun

kesepakatan dalam proses mediasi merupakan kewenangan dari pihak yang


bersengketa.

e. Solusi, artinya kesepakatan atau hasil perdamaian yang dicapai oleh para pihak

yang bersengketa merupakan hasil kreativitas dari para pihak dengan bantuan

mediator dan solusi yang dihasilkan merupakan jalan perdamaian yang terbaik

bagi keduanya (win-win solution).

Anda mungkin juga menyukai