Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KOPERASI SIMPAN PINJAM DENGAN

KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BAITUL MAAL WA TAMWIL

Ainun Nur Fadhilah, Andri Chandra Wijaya, Arief Amirul Fitra, Azahra Fatmawati,
Dwina Syafadilla Putri, Finka Novitasari, Iin Agustina, Maseko, Nofita Sari
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Alma Ata, Yogyakarta, Indonesia

Abstract: Today, sharia-based cooperatives are growing and developing in the


community, one of which is the Baitul Maal wa Tamwil Sharia Financial Services
Cooperative. Baitul Maal wa Tamwil (BMT) has business activities to collect and
distribute funds to the community. At a glance Baitul Maal wa Tamwil has similar
business activities to the Savings and Loans Cooperative. However, the Savings and
Loans Cooperative is a conventional financial institution, while the Baitul Maal wa
Tamwil Sharia Financial Services Cooperative is a sharia-based financial institution. In
practice, BMT has similarities with the concept of Islamic banking activities. By
analyzing the comparison between the Savings and Loans Cooperative and the Baitul
Maal wa Tamwil Sharia Financial Services Cooperative, it can be seen the similarities
and differences between the two. Because in concept, Baitul Maal wa Tamwil is a new
type of existing cooperatives.
Keywords: Savings and Loans Cooperative, Sharia Financial Services Cooperative, Baitul
Maal wa Tamwil.

Abstrak: Dewasa ini koperasi berbasis syariah tumbuh dan berkembang di tengah
masyarakat, salah satunya yaitu Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil.
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) memiliki kegiatan usaha menghimpun dan menyalurkan
dana kepada masyarakat. Secara sekilas Baitul Maal wa Tamwil memiliki kegiatan usaha
yang mirip dengan Koperasi Simpan Pinjam. Akan tetapi, Koperasi Simpan Pinjam
adalah lembaga keuangan konvensional, sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah
Baitul Maal wa Tamwil adalah lembaga keuangan berbasis syariah. Dalam praktiknya,
BMT memiliki kemiripan dengan konsep kegiatan perbankan syariah. Dengan
menganalisis perbandingan antara Koperasi Simpan Pinjam dengan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil, dapat diketahui persamaan dan perbedaan di
antara keduanya. Sebab pada konsepnya, Baitul Maal wa Tamwil merupakan jenis baru
dari koperasi-koperasi yang ada.
Kata Kunci: Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Jasa Keuangan Syariah, Baitul Maal wa
Tamwil.

1. PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi tidak bisa lepas dari peranan sektor lembaga
keuangan. Lembaga keuangan pada prinsipnya merupakan lembaga intermediasi,
yaitu lembaga yang menghimpun dana dari pihak surplus atau kelebihan dana
lalu menyalurkannya kembali kepada pihak defisit atau kekurangan dana.
Keberadaan lembaga keuangan sangat dibutuhkan untuk mendukung
permodalan dalam sektor riil. Lembaga keuangan di Indonesia sudah ada sejak
puluhan tahun lalu dengan konsep perbankan, baik yang berdasarkan kapitalis
maupun sosialis (konvensional), maupun yang berprinsip syariah.
2

Merujuk pada UU No. 14 Tahun 1967 bahwa lembaga keuangan sebagai


badan yang memiliki kegiatan menarik dana dari nasabah-nasabah yang
kemudian disalurkan kembali ke nasabah-nasabah lainnya. Lembaga keuangan
dibagi menjadi dua, yaitu lembaga keuangan bank dan non bank.
Dalam pembahasan ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah lembaga
keuangan non bank, yaitu koperasi simpan pinjam. Koperasi simpan pinjam
adalah koperasi yang bergerak dalam bidang pemupukan simpanan dari para
anggotanya, untuk kemudian dipinjamkan kembali kepada anggota yang
memerlukan bantuan modal. 1
Pada perkembangannya di Indonesia, lembaga keuangan non bank seperti
koperasi simpan pinjam mulai memberikan pinjaman kepada non-anggota. Hal
ini sudah menyalahi aturan koperasi, yang berprinsip ”Dari anggota, oleh
anggota, dan untuk anggota”. Hal ini dilakukan karena keuntungan simpanan
didasarkan pada prinsip bunga, sehingga keuangan harus secepatnya berputar
supaya tidak merugi. Misi sosial dari koperasi pun sudah sangat berkurang
banyak, karena dikejar oleh tuntutan profit untuk memberikan bunga kepada
para penyimpan (penabung). Akibatnya, pinjaman biasanya sangat tinggi,
sehingga memberatkan kalangan masyarakat ekonomi lemah yang meminjam.
Merespons fenomena tersebut, ada beberapa pihak yang menyambungkan
permasalahan ekonomi saat ini dengan prinsip syariah. Munculnya upaya
mendirikan lembaga keuangan berbasis syariah didasarkan atas pemahaman
bahwa, bunga bank yang ditimbulkan dari transaksi simpan pinjam di lembaga
keuangan konvensional adalah riba. 2 Keberadaan lembaga keuangan bank dan
non bank yang berbasis syariah adalah suatu bukti bahwa dasar sistem ekonomi
Islam mulai diterapkan dalam kehidupan.
Berdirinya lembaga keuangan syariah (LKS) merupakan implementasi dari
pemahaman umat Islam terhadap prinsip-prinsip muamalah dalam hukum
ekonomi Islam yang selanjutnya dipresentasikan dalam bentuk pranata ekonomi
Islam sejenis lembaga keuangan syariah bank dan non bank. Baitul Maal wa
Tamwil adalah satu dari sekian banyak lembaga keuangan syariah. Baitul Maal
wa Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah muncul dan
mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat kelas bawah. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sumiyanto bahwa BMT sendiri merupakan salah satu model lembaga
keuangan syariah yang bisa dibilang paling sederhana. 3 Realitas di lapangan,
dalam beberapa tahun terakhir BMT mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Perkembangan ini terjadi karena tingginya kebutuhan masyarakat akan
jasa intermediasi keuangan, namun di sisi lain akses ke dunia perbankan yang
lebih formal relatif sulit dilakukan.

1
Revrisond Baswir, Koperasi Indonesia, Edisi Pertama, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta,
2000, hal. 78.
2
Harun Santosa dan Ulul Azmi Mutofa, Analisis Pengaruh Pelayanan Terhadap Anggota Kepuasan
KJKS BMT Tumang, Kabupaten Boyolali, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 3(03), 2017, hal. 167-172.
3
Ahmad Sumiyanto, BMT menuju Koperasi Modern, Yogyakarta: Ises Publishing, 2008, hal. 16.
Ekspansi: Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi 3

Jika BMT memilih menggunakan badan hukum dengan bentuk koperasi, maka
BMT memiliki persamaan dengan koperasi simpan pinjam mengenai status
badan hukumnya yang berbentuk koperasi. Di sisi lain BMT memiliki perbedaan
dengan koperasi simpan pinjam, dilihat dari prinsipnya sudah jelas berbeda
karena koperasi simpan pinjam berbasis konvensional sedangkan BMT berbasis
syariah.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) secara etimologis terdiri dari dua arti, yaitu
Baitul Tamwil dan Baitul Maal. Baitul Tamwil terdiri dari dua kata, yaitu Bait yang
berarti rumah dan at Tamwil yang berarti pengembangan harta. Kemudian Baitul
Maal juga terdiri dari dua kata, yaitu Bait yang berarti rumah dan Maal yang
berarti harta.4
Secara umum, terdapat tiga fungsi BMT yang banyak dijalankan. Fungsi
sebagai jasa keuangan, sebagai lembaga sosial atau pengelola Zakat, Infaq dan
Shodaqoh (ZIS) serta pemberdayaan sektor riil.5
Baitul Maal sudah ada sejak zaman Rasulullah yang kemudian berkembang
pesat di abad pertengahan. Baitul Maal berfungsi sebagai pengumpulan dana dan
men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial, sedangkan Baitul Tamwil
merupakan lembaga bisnis yang bermotif keuntungan (laba). Dengan demikian
Baitul Maal wa Tamwil dapat dikatakan sebagai lembaga yang bergerak di bidang
sosial sekaligus juga bisnis untuk mencari keuntungan. 6
Ciri-ciri Baitul Maal Tamwil (BMT) di antaranya, berbadan hukum koperasi,
bertujuan menyediakan dana murah dan memajukan usaha bagi anggotanya, dan
skala produk dan pendanaan yang terbatas menjadi prinsip dan pembeda dengan
lembaga keuangan lainnya, sedangkan mekanisme dan transaksinya hampir sama
dengan perbankan syariah non riba. 7
Ada pun peran yang dimainkan BMT dalam membantu memberdayakan
ekonomi rakyat dan sosialisasi sistem syariah bersama. Sektor finansial, yaitu
dengan cara memberikan fasilitas pembiayaan kepada para pengusaha kecil
dengan konsep syariah, serta mengaktifkan nasabah yang surplus dana untuk
menabung. pemberian pembiayaan oleh BMT diartikan sebagai suntikan dana
sementara yang sifatnya tidak permanen, masyarakat diberdayakan untuk
mampu mengelola dana dalam rangka meningkatkan ekonominya. Dengan
pembiayaan yang ada, masyarakat mikro dapat menciptakan akumulasi modal,
meningkatkan surplus dan kesejahteraan bagi anggotanya dan masyarakat pada
umumnya. Kemudian kepada nasabah yang dianggap kurang mampu (kategori

4
Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah “mikro”, Malang: UIN Malang Press (anggota
IKAPI), 2009, hal. 5.
5
Hertanto Widodo, dkk, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal wat Tamwil (BMT), (Bandung:
Mizan, 2000, hal. 81-84.
6
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama , Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016, hal. 353.
7
Aries Mufti dan Muhammad Syakir Sual, Amanah bagi bangsa: Konsep system Ekonomi syariah,
( Jakarta: MES, tanpa tahun), hal. 199.
4

sangat miskin) tetapi mempunyai kemampuan usaha oleh BMT diberikan


pembiayaan yang bersifat qardhul hasan (artinya orang tersebut hanya
mengembalikan dana pinjaman saja).
Sektor riil, dengan pola binaan terhadap para pengusaha kecil manajemen,
teknis pemasaran dan lainnya untuk meningkatkan profesionalisme dan
produktivitas, sehingga para pelaku ekonomi tersebut mampu memberikan
kontribusi laba yang proporsional untuk ukuran bisnis. peran BMT dalam
mendorong sektor riil juga diakui Bank Indonesia (BI). BMT menjadi solusi bagi
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Karena UMKM biasanya kesulitan
untuk mendapatkan akses modal ke perbankan karena ada prosedur-prosedur
yang susah dan tidak bisa dipenuhi oleh masyarakat kecil seperti memiliki
agunan yang memadai dan lain sebagainya. Khusus untuk mengatasi masalah
akses modal di sektor UMKM, saat ini bank syariah telah melakukan kerjasama
dalam penyaluran pembiayaan ke sektor tersebut. Kerjasama tersebut berupa
kerjasama pembiayaan yang menggunakan konsep linkage, dimana bank syariah
yang lebih besar menyalurkan pembiayaan UMKM-nya melalui lembaga
keuangan syariah yang lebih kecil, seperti BPRS dan BMT.
Sektor religius, dengan bentuk ajakan dan himbauan terhadap umat Islam
untuk aktif membayar zakat dan mengamalkan infaq dan shadaqah, kemudian,
BMT menyalurkan ZIS pada yang berhak serta memberi fasilitas pembiayaan
Qardhul Hasan (pinjaman lunak tanpa beban biaya). BMT merupakan sebuah
lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial, dan juga lembaga
yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagian kecil orang, tetapi
lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Dari segi Baitul
Maal, BMT menerima titipan BAZIS dari dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah
memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat kecil, fakir, dan miskin.

3. METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan adalah analisis yuridis-normatif.
Penelitian yuridis-normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya yang objeknya
adalah hukum itu sendiri. 8 Pendekatan penelitian yang digunakan adalah
pendekatan perbandingan (comparative approach) dan pendekatan perundang-
undangan (statute approach).
Metode perolehan bahan hukum penelitian ini, dilakukan melalui studi
kepustakaan. Studi kepustakaan yaitu dengan cara membaca buku-buku,
peraturan perundang-undangan, situs-situs di internet dan hasil-hasil penelitian
yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Dalam menganalisa bahan-bahan
hukum metode analisis yang digunakan adalah perbandingan material dengan
menggunakan ketentuan hukum yang berkaitan dengan status kelembagaan,

8
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Malang: Bayumedia, 2011,
hal. 57.
Ekspansi: Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi 5

dasar pembentukan dan operasional koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa
keuangan syariah Baitul Maal wa Tamwil.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembahasan pertama yaitu berkaitan dengan status kelembagaan yang
dilihat dari perbandingan asas, status kelembagaan, struktur organisasi koperasi,
dan modal koperasi. Asas antara Koperasi Simpan Pinjam dengan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil tidak memiliki perbedaan. Hal ini
mengacu pada keputusan dan peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah. Keputusan dan peraturan Menteri KUKM tersebut adalah Pasal 5
Keputusan Menteri Koperasi Nomor 96/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang
Pedoman Standar Manajemen Koperasi Simpan Pinjam dan Bab I huruf (e)
Standar Operasional Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Keputusan Menteri Koperasi Nomor 96/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang
Pedoman Standar Manajemen Koperasi Simpan Pinjam Pasal 5 berbunyi:
Landasan kerja KSP/USP Koperasi adalah sebagai berikut :
a. menyelenggarakan kegiatan usahanya berdasarkan nilai-nilai, dan
prinsip Koperasi sehingga dapat dengan jelas menunjukkan perilaku
Koperasi;
b. KSP/USP Koperasi sebagai sarana bagi anggota dalam mengatasi
masalah kekurangan modal atau kekurangan likuiditas;
c. maju mundurnya KSP/USP Koperasi menjadi tanggung jawab seluruh
anggota sehingga berlaku asas self responsibility;
d. anggota KSP/USP Koperasi berada dalam satu kesatuan sistem kerja
Koperasi, yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga;
e. KSP/USP Koperasi memberikan manfaat yang lebih besar kepada
anggota, calon anggota dan masyarakat dibandingkan dengan manfaat
yang diberikan oleh lembaga keuangan lainnya;
f. KSP/USP Koperasi berfungsi sebagai lembaga intermediasi, dalam hal
ini KSP/USP Koperasi bertugas menghimpun dana dari anggota, calon
anggota, Koperasi lain dan atau anggotanya serta menyalurkan kembali
dana tersebut dalam bentuk pinjaman kepada pihak-pihak tersebut.9

Sementara Standar Operasional Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha


Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah Bab I huruf (e)
berbunyi:
“Simpanan Wadiah Yad Dhamanah adalah simpanan anggota pada koperasi
dengan akad wadiah / titipan namun dengan seizin penyimpan dapat
9
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Pedoman Standar Manajemen Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Usaha Simpan Pinjam Koperasi, Bab III, Pasal 5.
6

digunakan oleh KJKS dan UJKS untuk kegiatan operasional koperasi,


dengan ketentuan penyimpan tidak mendapatkan bagi-hasil atas
penyimpanan dananya, tetapi bisa dikompensasi dengan imbalan bonus
yang besarnya bonus ditentukan sesuai kebijakan dan kemampuan
Koperasi.”10
Asas merupakan landasan dan latar belakang bagi koperasi dalam
menjalankan sistem dan kegiatan usahanya. Koperasi merupakan suatu badan
usaha yang harus berbadan hukum. Berdasarkan ketentuan tersebut sudah jelas
bahwa pendirian-pendirian Koperasi harus mempunyai status badan hukum
yang disahkan oleh Menteri, baik itu Koperasi Simpan Pinjam maupun Koperasi
Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil. Apabila kedua lembaga ini
berbentuk koperasi, maka harus tunduk pada peraturan perundang-undangan
tentang perkoperasian yang berlaku. Peraturan Koperasi Jasa Keuangan Syariah
Baitul Maal wa Tamwil diatur dalam Pasal 87 ayat (3) Undang-undang Nomor 17
Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.
Perbandingan struktur organisasi. antara KSP dan KJKS BMT diatur dalam
Pasal 31 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian yang
menyebutkan bahwa Koperasi mempunyai perangkat organisasi Koperasi yang
terdiri atas Rapat Anggota, Pengawas dan Pengurus. 11 Maka KSP dan KJKS BMT
memiliki kesamaan dalam hal struktur organisasi, yang mana kedua lembaga ini
struktur organisasinya terdiri dari Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas.
Perbedaannya terletak pada pengawas koperasi, di mana pengawas KSP bertugas
melakukan pengawasan terhadap kegiatan dan pengelolaan Koperasi serta
membuat laporan hasil pengawasannya dan bertanggung jawab kepada Rapat
Anggota. Sementara dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT yang bertugas
sebagai pengawas adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas
Syariah dipilih berdasarkan keputusan Rapat Anggota dan beranggotakan alim
ulama yang ahli dalam syariah (keuangan bank dan atau koperasi) yang bertugas
untuk melakukan pengawasan kesyariahan. Oleh karena itu, DPS bekerja atas
pedoman-pedoman yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini
Dewan Syariah Nasional (DSN).
Perbandingan modal antara Koperasi Simpan Pinjam dengan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil terdapat perbedaan mendasar yang
terletak pada penyetoran modal awal masing-masing Koperasi. Koperasi Simpan
Pinjam penyetoran modal diwujudkan berupa deposito pada Bank Pemerintah
yang disetorkan atas nama Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah
dalam hal ini Ketua Koperasi Simpan Pinjam yang bersangkutan. Ketentuan
tersebut tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha
Kecil dan Menengah Nomor 351/Kep/M/XII/1998 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi. Sementara Koperasi

10
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi
Jasa Keuangan Syariah, Bab I. Pasal 1.
11
Republik Indonesia, Undang-undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Bab VI, Pasal
31.
Ekspansi: Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi 7

Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil penyetoran modal awal dalam
bentuk deposito kepada bank syariah yang disetorkan atas nama Menteri dalam
hal ini Ketua Koperasi yang bersangkutan yang dapat dicairkan sebagai modal
awal Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah atas dasar
persetujuan pencairan oleh Menteri atau Pejabat (Pasal 4 huruf (c) Keputusan
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah). Kedua lembaga ini memiliki persamaan
struktur modal yaitu adanya Modal Sendiri dan Modal Pinjaman. Hanya saja
dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil modal yang
disetor pada awal pendirian Koperasi disebut modal disetor. Terdapat dalam
Pasal 16 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 dan Pasal 21
Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Pembahasan kedua mengenai perbandingan pengaturan pendirian antara
Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa
Tamwil dilihat dari penandatanganan akta pendirian koperasi, pendaftaran
status badan hukum dan pengumuman Berita Negara Republik Indonesia. Pada
tahap penandatanganan akta pendirian, kedua lembaga ini memiliki persamaan
yaitu akta pendirian koperasi harus dibuat secara otentik dan dihadiri oleh dinas
atau pejabat Koperasi setempat. Sebab, kedua lembaga ini berbentuk badan
hukum Koperasi maka harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi Koperasi.
Perbedaan antara kedua lembaga ini terdapat pada saat sebelum
penandatanganan akta pendirian Koperasi di depan Notaris. Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil berkoordinasi terlebih dahulu dengan
PINBUK (Pusat Inkubasi Usaha Kecil) sebagai lembaga pengembang BMT. 12
Sedangkan dalam Koperasi Simpan Pinjam tidak ada. Meskipun adanya
koordinasi PINBUK dalam pendirian BMT, BMT sebagai badan hukum koperasi
harus tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
perkoperasian. Sesuai Pasal 3 ayat (3) Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Selanjutnya adalah perbandingan pendaftaran status badan hukum antara
Koperasi Simpan Pinjam dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa
Tamwil. Persamaannya adalah sama-sama dilakukan di Dinas Koperasi setempat.

12
PINBUK merupakan singkatan dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil atau Center for Micro
Enterprise Incubation. Didirikan pada tanggal 13 Maret 1995 di Jakarta oleh Prof. Dr. B.J. Habibie Ketua
Umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia), alm.K.H. Hasan Basri Ketua Umum MUI (Majelis
Ulama Indonesia) dan Zainul Bahar Noor, SE (Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia). PINBUK
didirikan sejak tahun 1995 dengan mengembangkan model Lembaga Keuangan Mikro-Baitul Maal wa
Tamwil (LKM-BMT) sebagai strategi pemberdayaan masyarakat melalui penumbuhkembagan
keswadayaan dan kelembagaan sosial ekonomi yang dapat menjangkau dan melayani lebih banyak unit
usaha mereka yang tidak mungkin dijangkau langsung oleh perbankan umum.
8

Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa
Tamwil bertempat kedudukan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar
Koperasi tersebut. Sedangkan perbedaannya terletak pada pendaftaran status
badan hukum yang terletak pada pengajuan permohonan pengesahan status
badan hukum koperasi. Koperasi Simpan Pinjam mengajukan permohonan
kepada Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah, dalam hal ini Kepala
Kantor Wilayah Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Provinsi
dari Kabupaten/kodya tempat anggota atau Kantor Koperasi berdomisili.
Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah mengeluarkan surat keputusan tentang
pengesahan akta pendirian Koperasi Simpan Pinjam. (Keputusan Menteri
Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 39/KEP/M/VII/1998 tentang
Penunjukan Pejabat yang berwenang untuk memberikan pengesahan Akta
Pendirian dan perubahan anggaran Dasar serta Pembubaran Koperasi).
Sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil pengajuan
permohonan pengesahan status badan hukum kepada Menteri dalam hal ini
Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, atau
instansi yang membidangi koperasi tingkat provinsi setelah mendapat
rekomendasi Pejabat setingkat tempat domisili koperasi yang bersangkutan dan
selanjutnya Menteri mengeluarkan surat keputusan pengesahan akta
pendiriannya. (Pasal 5 Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah).
Perbandingan pengumuman Berita Negara Republik Indonesia antara
Koperasi Simpan Pinjam dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa
Tamwil tidak terdapat perbedaan dalam hal ini. Ketika koperasi sudah
mendapatkan pengesahan badan hukum dari Menteri atau Pejabat yang
berwenang, maka saat itu lah koperasi resmi menjadi badan hukum. (Pasal 10
ayat (3) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian Jo Pasal
24 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian).
Pembahasan ketiga mengenai perbandingan konsep dasar operasional antara
Koperasi Simpan Pinjam dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa
Tamwil yang dilihat dari konsep dasar operasional, penghimpunan dana,
penyaluran dana dan perjanjian jaminan. Dalam hal konsep dasar operasional
kedua lembaga ini memiliki persamaan yaitu perikatan yang timbul merupakan
lahir dari perjanjian, baik simpan pinjam pada Koperasi Simpan Pinjam maupun
pembiayaan pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil .
Termaktub dalam Pasal 1313 dan 1765 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Oleh Koperasi, Pasal 1 angka (8)
Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan QS an-Nisa (4):12). Sedangkan perbedaan
terletak pada Perbedaan mengenai sistem pengambilan keuntungan, di mana
Koperasi Simpan Pinjam memakai sistem bunga pada kegiatan operasionalnya.
Ekspansi: Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi 9

Sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil memakai


sistem bagi hasil pada kegiatan operasionalnya.
Perbandingan mengenai penghimpunan dana antara Koperasi Simpan Pinjam
dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil memiliki
persamaan yang terdapat pada tabungan dan simpanan berjangka dengan
wadi’ah dan mudharabah. Pihak yang melakukan kegiatan tersebut sama, yaitu
anggota, calon anggota, koperasi lain dan anggotanya. Namun, yang membedakan
adalah sistem mengambil keuntungannya. Koperasi Simpan Pinjam memakai
sistem bunga sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil
memakai sistem bagi hasil. Hal ini termaktub dalam Pasal 19 (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam
Oleh Koperasi dan Pasal 22 Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Pemberian Bunga pada Koperasi Simpan Pinjam telah dijanjikan di awal dan
perhitungan bunga simpanan menggunakan accrual basis, yaitu pembayaran
bunga simpanan dilakukan setiap bulan dan seluruh pembayaran bunga
dikreditkan secara langsung ke dalam masing-masing rekening simpanan
koperasi yang bersangkutan. Sedangkan pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah
pemberian bonus atau bagi hasil tidak boleh diperjanjikan di awal dan besarnya
tergantung dari kebijakan KJKS BMT sesuai pendapatannya.
Kemudian perbandingan penyaluran dana antara Koperasi Simpan Pinjam
dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil. Kedua lembaga ini
memiliki persamaan dalam melakukan perjanjian pinjaman. Perjanjian
pinjaman/pembiayaan dalam kedua lembaga ini harus tertulis dan mengatur
berbagai hal yang telah disepakati. Apabila jumlah pinjaman maupun pembiayaan
di atas plafon yang telah ditetapkan, disarankan untuk membuat akta di depan
notaris atas sepengetahuan rapat anggota. Perbedaannya terletak pada akad
penyaluran dana, di mana Koperasi Simpan Pinjam menggunakan akad utang
piutang dalam kegiatan simpan pinjamnya. Sedangkan Koperasi Jasa Keuangan
Syariah Baitul Maal wa Tamwil menggunakan akad kerjasama dalam kegiatan
pembiayaannya, disamping itu juga terdapat akad jual beli dan sewa serta pinjam
meminjam Qardh. Pada Koperasi Simpan Pinjam menggunakan akad Pinjaman
yang pada akhirnya si peminjam harus memberikan imbalan berupa bunga pada
Koperasi. Sedangkan pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa
Tamwil menggunakan istilah pembiayaan yang mengharuskan di peminjam
mengembalikan biaya pokok saja dan imbalan yang diberikan kepada KJKS BMT
berupa bagi hasil dari pembiayaan tersebut.
Perbandingan mengenai perjanjian jaminan antara Koperasi Simpan Pinjam
dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil, memiliki kesamaan
yaitu terdapat ketentuan diperbolehkannya pembebanan agunan sebagai jaminan
dalam pemberian pinjaman dalam KSP maupun pembiayaan dalam KJKS BMT.
Sedangkan perbedaannya terletak pada adanya Lembaga Penjamin/Asuransi
Kredit dalam Koperasi Simpan Pinjam untuk mengurangi risiko kredit dengan
pengajuan klaim. Sedangkan dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal
10

wa Tamwil ketentuannya terdapat dalam Perjanjian jaminan pada Koperasi


Simpan Pinjam telah diatur secara jelas dalam KUHPerdata, karena akad yang
digunakan adalah pinjam meminjam (utang piutang). Berdasarkan hukum
syariah, tidak ada ketentuan mengenai jaminan dalam hal pembiayaan maupun
pinjam meminjam (Qardh). Adanya jaminan dalam konsep Rahn (gadai), di mana
agunan dapat dijadikan jaminan pinjaman utang dengan syarat penjualan
jaminan dilakukan secara lelang agar si peminjam (pemberi gadai) mempunyai
kesempatan untuk memperoleh harga tertinggi.

5. PENUTUP
Perbedaan mengenai status kelembagaan antara Koperasi Simpan Pinjam
dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah terletak pada struktur organisasi dan
modal Koperasi. Dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang berkedudukan
sebagai Pengawas adalah Dewan Pengawas Syariah dan penyetoran modal awal
koperasi melalui bank syariah. Sedangkan dalam Koperasi Simpan Pinjam
penyetoran modal awal melalui Bank Pemerintah. Persamaannya terdapat pada
asas atau landasan kerja dan status kelembagaan yang berupa badan hukum
berbentuk Koperasi.
Perbedaan dalam hal pendirian antara Koperasi Simpan Pinjam dengan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil terdapat pada saat
sebelum penandatanganan akta. Dalam Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul
Maal wa Tamwil terdapat PINBUK sebagai lembaga pengembang BMT, sedangkan
dalam Koperasi Simpan Pinjam tidak ada.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil mengajukan
permohonan pengesahan status badan hukum kepada Menteri Koperasi dalam
hal ini Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah,
instansi yang membidangi Koperasi setempat. Sedangkan Koperasi Simpan
Pinjam mengajukan permohonan pengesahan status badan hukum kepada
Menteri Koperasi dalam hal ini Kepala Kantor Wilayah Departemen Koperasi,
Pengusaha Kecil dan Menengah Provinsi/DI dari Kabupaten/kota tempat anggota
atau Kantor Koperasi. Persamaan yang terdapat dalam kedua Koperasi ini adalah
pada saat penandatanganan akta Koperasi sama-sama harus dibuat secara
otentik. Pengesahan badan hukum diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia oleh Menteri.
Perbedaan konsep dasar operasional antara Koperasi Simpan Pinjam dengan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil sangat terlihat jelas.
Koperasi Simpan Pinjam mengambil keuntungan dengan cara sistem bunga,
sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil dengan cara
sistem bagi hasil.
Dalam hal penyaluran dana, Koperasi Simpan Pinjam hanya memiliki satu
akad saja, yaitu utang piutang. Sedangkan Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul
Maal wa Tamwil memiliki beberapa akad, di antaranya adalah akad kerja sama,
jual beli, sewa dan pinjaman. Persamaannya terdapat pada perikatan yang timbul
adalah perikatan yang lahir karena adanya kesepakatan (perjanjian). Keduanya
Ekspansi: Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi 11

juga sama-sama memiliki pengaturan mengenai pembebanan jaminan pada


kegiatan pinjaman dan pembiayaan.

1.1 Tabel Perbandingan antara Koperasi Simpan Pinjam dengan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil

Aspek Perbedaan Koperasi Simpan Pinjam Koperasi Jasa Keuangan


Syariah Baitul Maal wa
Tamwil
Dewan Pengawas
Struktur Organisasi Pengawas
Syariah (DPS)

Penyetoran modal awal Penyetoran modal awal


Modal disetorkan pada Bank disetorkan pada Bank
Pemerintah Syariah

Selesai rapat Sebelum menghadap


pembentukan langsung notaris, ada koordinasi
menghadap notaris dengan PINBUK sebagai
Penandatanganan
untuk otentisitas akta pengembang BMT.
Koperasi
pendirian koperasi

Diajukan kepada Menteri Diajukan kepada Menteri


Koperasi dalam hal ini Koperasi dalam hal ini
Kepala Kantor Wilayah Deputi Bidang
Departemen Koperasi, Kelembagaan Koperasi
Pengusaha Kecil dan dan Usaha Kecil dan
Menengah setempat Menengah, atau instansi
Pendaftaran Status
yang membidangi
Badan Hukum
koperasi tingkat provinsi
setelah mendapat
rekomendasi Pejabat
setingkat tempat
domisili koperasi yang
bersangkutan

Konsep Dasar Bagi hasil


Bunga
Operasional

Wadi’ah (titipan) dan


Tabungan dan Simpanan
Penghimpunan Dana Mudharabah (Simpanan
Berjangka
Berjangka)
12

1. Qardh (Pinjaman)
2. Musyarakah
(Kerjasama)
3. Mudharabah
(Kerjasama)
Penyaluran Dana Utang Piutang
4. Murabahah
(Kerjasama)
5. Salam (Jual Beli)
6. Istishna (Jual Beli)
7. Ijarah (Sewa)

Berperan sebagai
penyalur dana Zakat,
Fungsi Sosial -
Infaq, dan Shadaqah
(ZIS) serta maal.

Diperbolehkan, karena Diperbolehkan, namun


jaminan merupakan pada praktiknya
jaminan tambahan dari memisahkan jaminan
perjanjian pokok yaitu dalam akad. Akd yang
Perjanjian Jaminan utang piutang. digunakan jaminan
agunan menggunakan
akad rahn (gadai).

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Manan, A. (2016). Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama. Jakarta: Prenadamedia Group.
Yunus, Jamal L. (2009) Manajemen Bank Syariah “mikro”. Malang: UIN
Malang Press (anggota IKAPI).
Sumiyanto, Ahmad. (2008). BMT menuju Koperasi Modern. Yogyakarta:
Ises Publishing.
Mufti, Aries dan Sual, Syakir M. Amanah bagi bangsa: Konsep System
Ekonomi syariah. Jakarta: MES.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian.
Ekspansi: Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan dan Akuntansi 13

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1994 Tentang Persyaratan dan Tata


Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar
Koperasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi.

JURNAL
Santosa, Harun dan Mutofa, Ulul A. (2017). Analisis Pengaruh Pelayanan
Terhadap Anggota Kepuasan KJKS BMT Tumang, Kabupaten
Boyolali. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam. 3(03), 2017, 167-172.

Anda mungkin juga menyukai