Anda di halaman 1dari 24

Dr. S. Akbar Toruntju, SKM.M.

kes

PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR 1


GAMBARAN STATUS GIZI, PENGETAHUAN GIZI DENGAN SISA
MAKANAN PADA REMAJA DI SMP N X

OLEH :

NURLAELI

P00331019057

PRODI D-III

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI

PROGRAM STUDI D-III GIZI

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjat kan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian yang berjudul “Gambaran Status Gizi, Pengetahuan Gizi Dengan Sisa
Makanan Pada Remaja Di Smp N X ” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah untuk
mempelajari cara pembuatan KTI pada Kampus Politekhnik Kesehatan Kendari
dan untuk memperoleh gelar Amd.Gz
Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil sehingga
proposal penelitian ini dapat selesai. 

Kendari, 10 September 2021

Nurlaeli
DAFTAR ISI
SAMPUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................3
C. Tujuan Penelitian...................................................................3
D. Manfaat Penelitian.................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAK..............................................................4
A. Tinjauan Tentang Karakteristik Remaja................................4
B. Tinjauan Tentang Status Gizi ...............................................4
C. Tinjauan Tentang Pengetahuan Remaja................................6
D. Definisi Sisa Makanan...........................................................7
E. Anak Usia Sekolah................................................................9
F. Kerangka Teori......................................................................13
G. Kerangka Konsep..................................................................14
BAB III METODE PENELITIAN......................................................15
A. Jenis Penelitian......................................................................15
B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................15
C. Populasi Dan Sampel.............................................................15
D. Variabel Penelitian................................................................16
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data........................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah fase individu mengalami perkembangan sehingga
dapat mencapai kematangan secara mental, emosional, sosial serta fisik. Salah
satu permasalahan yang dihadapi oleh remaja ialah permasalahan yang
berkaitan dengan gizi. Gizi merupakan zat-zat yang terkandung di dalam
makanan yang dikonsumsi oleh manusia sehari-hari dan memberikan manfaat
bagi tubuh. Gambaran pemenuhan gizi dalam kehidupan manusia dapat
diketahui dengan melihat status gizinya. Status gizi merupakan suatu
keseimbangan antara gizi yang dikonsumsi dan penggunaannya oleh tubuh.
Kebutuhan gizi pada remaja terdiri dari energi, protein, zinc, mineral, dan
vitamin (Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I). Salah satu cara sederhana
yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi adalah antropometri gizi.
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh
dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh
(Supariasa, 2002).
Remaja rentan mengalami masalah gizi karena merupakan masa
peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan
perubahan fisik fisiologis dan psikososial. Disamping itu kelompok ini berada
pada fase pertumbuhan yang pesat (Growth Spurt) sehingga dibutuhkan zat gizi
yang relative lebih besar jumlahnya. Gizi pada masa remaja penting sekali
untuk diperhatikan, Masa ini terjadi perubahan secara fisik, mental maupun
social (Retno, 2017).
Seperempat penduduk dunia berada pada periode remaja 10-24 tahun.
Di Indonesia, jumlah remaja 10-24 tahun sekitar 64 juta, atau 27,6 persen.
Masa remaja adalah fase puncak kehidupan, pada saat itu mencapai titik
kesehatan fisik yang optimal dan membentuk model kesehatan di masa dewasa.
Masalah kesehatan remaja dimulai pada usia yang sangat dini. Masalah-
masalah tersebut berdampak negatif pada usia remaja nantinya, seperti infeksi
dan kekurangan gizi, yang dapat memengaruhi status kesehatan remaja
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Pengetahuan gizi adalah kepandaian makanan yang merupakan sumber
zat-zat dan kepandaian dalam memeilih makanan jajanan yang sehat
(Notoatmojo, 2003 ).
Pengetahuan gizi mempunyai peran penting dalam pembentukan
kebiasaan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam
memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper, dkk., 1985).
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
dalam memilih makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan
gizi seseorang. Pada gizi remaja yang perlu diperhatikan yaitu kecukupan
gizinya. Umumnya seorang peserta didik tidak hanya sibuk dengan aktivitas
sekolah saja, akan tetapi mereka juga mengikuti kegiatan ekstrakulikuler.
Supaya stamina peserta didik ini tetap terjaga, perlu ditunjang dengan pangan
yang memiliki gizi yang cukup/seimbang. Kebiasaan makan adalah faktor yang
mempengaruhi status gizi dan kesehatan seseorang khususnya remaja yang
membutuhkan asupan gizi yang cukup dalam perkembangannya
(Wirakusumah, 1994).
Pentingnya pengetahuan gizi tehadap peserta didik terutama pada usia
remaja sangatlah diperlukan, karena pengetahuan gizi berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku dalam memilih makanan. Pengetahuan gizi yang baik
diharapkan mempengaruhi kebiasaan dan konsumsi makanan yang baik
sehingga dapat menjaga kesehatan tubuhnya. Masa remaja merupakan periode
penting dimana berlangsung perubahan gizi khusus karena memiliki
pertumbuhan biologis, sosial dan kognitif.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan gizi adalah
kebiasaan makan. anak usia sekolah mempunyai kebiasaan jajan. Makanan
jajanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan dan gizi akan mengancam
kesehatan anak remaja. Nafsu makan kurang akan berlangsung lama akan
berpengaruh paa status gizi (Susanto, 2003).
Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan salah satu alternatife
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan
dengan makanan pada anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, program
penyelenggaraan makanan di sekolah sudah mulai dirintis sejak tahun 1946.
Makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan harus menyumbangkan energi
1/3 dari total kebutuhan energi. Selain kebutuhan energi perlu diperhatikan
variasi makanan, kesukaan anak dan jumlah makanan yang disediakan. (Mahan
LK,dkk 2004).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka di rumuskan masalah
sebagaiberikut: Gambaran Status Gizi, Pengetahuan Gizi Dengan Sisa
Makanan Pada Remaja di SMP N X
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui status gizi pada remaja di SMP N X.
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan gizi dengan sisa makanan pada
remaja di SMP N X
3. Untuk mengetahui jumlah asupan makanan pada remaja di SMP N X
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian maka manfaat penelitian dapat
disebutkan sebagai berikut :
1. Bagi Institusi/Sekolah
Memberikan pemahaman tentang pengetahuan gizi pada siswa siswi di
SMP N X serta memberikan gambaran sisa makanan sebagai bahan evaluasi
untuk mengurangi tingkat kekurangan gizi.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang pengetahuan gizi dengan sisa makanan
serta menambah informasi dan pengetahuan khususnya kepada para remaja
akan pentingnya menjaga status gizi, pentingnya pengetahuan gizi, dan
pentingnya asupanan makanan yang baik sehingga dapat membiasakan makan
dengan makan makanan yang bergizi seimbang untuk menunjang status gizi
yang optimal.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya, serta menambah
wawasan tentang Gambaran Status Gizi, Pengetahuan Gizi Dengan Sisa
Makanan pada remaja di SMP N X.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Karakteristik Remaja


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25, remaja
dikategorikan ke dalam kelompok umur 10-18 tahun dimana masa ini
merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Dalam melewati masa
ini, remaja akan mengalami kematangan fisik dan seksual, kemandirian sosial
dan ekonomi, membangun identitas dan keahlian serta kemampuan
bernegosiasi (Brief Notes, 2017).
Kesehatan remaja hari ini akan menentukan citra kesehatan dari
populasi orang dewasa pada dekade berikutnya. Kesehatan pada usia remaja
merupakan salah satu aspek penting dalam siklus hidup individu. Dalam
periode ini adalah saat ketika orang-orang mulai belajar dan memiliki kapasitas
fungsional dan kesehatan. Dalam kesehatan, periode ini merupakan periode
penting untuk pembentukan awal dari kesehatan reproduksi dan perilaku sehat
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). 11
Dalam masa ini, remaja lebih mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungannya melalui adaptasi dari pengetahuan yang dimilikinya sehingga
remaja akan lebih mudah terpengaruh dan cenderung sulit mengontrol diri dan
mengambil keputusan dengan mudah tanpa memperhatikan konsekuensi yang
diperolehnya. Hal ini juga berkaitan dengan perilaku konsumsi remaja terhadap
suatu produk yang dipengaruhi oleh teman bermainnya (Aisyah, 2016).
B. Tinjauan Tentang Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status
gizi dapat pula diartikan sebagai gambaran kondisi fisik seseorang sebagai
refleksi darikeseimbangan energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh
(Supariasa,dkk, 2016).
Status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh. Status gizi dibedakan menjadi tiga kategori,
yaitu status gizi kurang, status gizi normal, dan status gizi lebih (Almatsier,
2006).
2. Prinsip Gizi Pada Remaja
Remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Pada usia remaja banyak perubahan yang terjadi, sehingga mempengaruhi
komposisi tubuh, perubahan itu berlangsung sangat cepat baik pertumbuhan tinggi
maupun berat badanya. Remaja sering merasa lapare dan sering juga tidak
memikirkan jenis makanan yang mereka makan asalkan mengenyangkan (Istiany,
2013). Rentang usia pertumbuhan remaja biasanya yaitu: (a) Anak laki-laki usia
10-13 tahun (b) Anak prempuan usia 9-15 tahun. Rentang usia di atas tidak selalu
sama pada masing-masing individu, ada yang berlangsung cepat dan ada yang
berlangsung lambat bergantung pada kecepatan aktivitas hormonal mereka.
Semakin cepat pertumbuhan dapat mempengaruhi aktivitas fisik mereka sehingga
juga berpengaruh pada asupan gizi yang mereka butuhkan. Untuk itu status gizi
remaja harus dinilai secara perorangan, baik secara klinis, antropometri, maupun
secara psikososial (Jannah, 2017).
3. Pengukuran Status Gizi
Penilaian status gizi dengan pengukuran langsung berupa: antropometri,
biokimia, klinis, dan biofisik, dan pengukuran tidak langsung berupa survei
konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi. (Supariasa, 2019).
4. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia, ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropomerti gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
5. Berat badan
Berat badan dijadikan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara
lain: pengukuran atau standar yang paling baik, kemudahan dalam melihat
perubahan dan dalam waktu yang relatif singkat yang disebabkan perubahan
kesehatan dan pola konsumsi, dapat mengecek status gizi saat ini dan bila
dilakukan secara berkala dapat memberikan gambaran pertumbuhan. Alat yang
digunakan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan yaitu: mudah dibawa dari
satu tempat ke tempat yang lain dan mudah digunakan, harganya relatif murah dan
mudah diperoleh, skalanya mudah dibaca dan ketelitian penimbangan maksimum
0,1 kg (Bpssdmk Kemenkes dalam Kurniawan, 2017).
6. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah
lalu dan keadaan sekarang. Selain itu, faktor umur dapat dikesampingkan dengan
menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick). Pengukuran
tinggi badan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa
(microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm. (Mella, 2018).
7. Indikator Antropometri
Indikator antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.
Indikator antropometri bisa merupakan rasio satu pengukuran terhadap satu
atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Indikator
antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan Menurut Umur (BB/U),
Tinggi Badan Umur (TB/U), dan Berat Badan Menurut Tinngi Badan (BB/TB).
Perbedaan pengunaan indikator tersebut akan memberikan gambaran
prevalensi status gizi yang beda. Berikut penjelasan dari indikator antropometri
tersebut:
8. Indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Indikator BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator
ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis atau pun
berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata itu
berat badan yang rendah dapat disebabkan karena anknya pendek kronis atau
karena diare, penyakit infeksi lainya akut. Indikator BB/U ini memiliki
kekurangan yaitu sesitif terhadap perubahan kecil, kadang umur secara akurat sulit
didapat, indilator status gizi kurang saat sedang. Sedangkan kelebihaanya yaitu
growth monitoring, pengukuran yang berulang dapat mendekati grwoth pailure
karena indikasi atau KEP (Mella, 2018).
C. Tinjauan Tentang Pengetahuan Remaja
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo dalam Airin, 2013).
1. Pendidikan
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan Notoadmojo (2007),
Notoadmojo (2011) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah sebagai berikut:
Pendidikan sangat erat kaitanya dengan pengetahuan dimana diharapkan
seseorang dengan pendidikan yang tinggı akan semakin luas pengetahuanya,
namun tidak berarti bahwa seseorang yang berpendidıkan rendah mutlak
pengetahuan rendah pula.
2. Informasi/imedia masa
Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,
menyimpan, manipulasi, mengumumkan, menganalisis dan menyebarkan
informasi dengan tujuan tertentu. Berkembangnya teknologi dan penyediaan
bermacam macam media masa yang dapat mempengaruhi masyarakat tentang
inovasi baru.
3. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
kedalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini akan terjadi
karena adanya interaksi imbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu
4. Pengalaman
Pengalaman dalam bekerja yang di kembangkan memberikan
pengetahuan dan selama bekerja akan pengalaman belajar keterampilan
profesional serta mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan nanifestasi
dari keterpaduan menalar secara imiah dan etik yang bertolak dari masalah
nyata dalam bidang kerjanya.
5. Usia
Semakin bertambah usia akan bertambah pula daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yang di perolehnya semakin membaik.
Salah satu penyebab timbulnya masalah gizi dan perubahan kebiasaan makan
pada remaja adalah pengetahuan gizi yang rendah dan terlihat pada kebiasaan
makan yang salah. Permaesih (2003) menyatakan bahwa pengetahuan dan
praktek gizi remaja yang rendah tercermin dari perilaku menyimpang dalam
kebiasaan memilih makanan. Remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang
baik akan lebih mampu memilih makanan sesuai dengan kebutuhannya (Wong
et al. 1999; Parmenter & Wardle 1999).
Pengetahuan gizi maupun pengetahuan tentang anemia mampu
memberikan bekal pada remaja bagaimana memilih makanan yang sehat dan
mengerti bahwa makanan berhubungan erat dengan gizi dan kesehatan.
Beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa sebenarnya bisa
diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan dan kesadaran
tentang kebiasaan makan dan gaya hidup yang sehat (Johnson & Haddad
1985).
D. Definisi Sisa Makanan
1. Definisi Sisa Makanan
Sisa makanan (waste) yaitu bahan makanan yang hilang karena tidak
dapat diolah atau tercecer. Sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang mudah
membusuk dalam ilmu kesehatan disebut garbe. Sisa makanan dipiring adalah
makanan yang disajikan kepada konsumen, tetapi meninggalkan sisa dipiring
karena tidak habis dikonsumsi dan dinyatakan dalam presentase makanan yang
disajikan (Djamaluddin,2005).
2. Metode Pengukuran Sisa Makanan
Metode pengukuran sisa makanan yang digunakan harus disesuaikan
dengan tujuan dilakukannya menilai sisa makanan. Ada 3 jenis metode yang
dapat digunakan, yaitu :
a. Weight method/weight plate waste
Metode ini digunakan dengan tujuan mengetahui dengan akurat
bagaimana intake zat gizi dari seseorang. Metode ini digunakan dengan cara
mengukur / menimbang sisa makanan setiap jenis hidangan atau mengukur
total sisa makanan pada individu atau kelompok (Carr, 2001).
Menimbang langsung sisa makanan yang tertinggal di piring adalah
metode yang paling akurat. Namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu
memerlukan waktu yang banyak, peralatan khusus, kerjasama yang baik
dengan responden, dan petugas yang terlatih (Nuryati, 2008)
Pada metode penimbangan, petugas diharuskan untuk menimbang
makanan yang dikonsumsi oleh subyek selama waktu tertentu. Agar lebih
efektif penimbangan dilakukan dengan cara menimbang berat awal lalu
dihitung sisa makanan yang ada (Yamsehu, 2008).
b. Recall/Self Reported Consumption
Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi
dalam 24 jam tentang makanan yang dikonsumsi oleh seseorang (Carr, 2001).
Pengukuran menggunakan metode ini dengan cara menanyakan kepada
responden tentang banyaknya sisa makanan, kemudian responden menaksir
sisa makanan dengan menggunakan skala visual (Nuryati, 2008).
c. Visual method/Observational method
Salah satu cara yang dikembangkan untuk menilai konsumsi makanan
pasien adalah metode taksiran visual Comstock. Pada metode ini sisa
makanan diukur dengan cara menaksir secara visual banyaknya sisa makanan
untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran ini bisa dinyatakan dalam gram
atau dalam bentuk skor bila menggunakan skala pengukuran (Nuryati, 2008).
3. Kriteria Penilaian Sisa Makanan
Evaluasi sisa makanan menggunakan metode Comstock untuk melihat
makanan tersisa di piring dan menilai jumlah yang tersisa, dan juga
digambarkan dengan skala 5 poin. Cara tafsiran visual yaitu dengan
menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock yang
dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ratnaningrum, 2005).
a. Skala 0 : Dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (habis dimakan)
b. Skala 1 : Tersisa ¼ porsi
c. Skala 2 : Tersisa ½ porsi
d. Skala 3 : Tersisa ¾ porsi
e. Skala 4 : Hanya dikonsumsi sedikit (1/9 porsi)
f. Skala 5 : Tidak dikonsumsi
Penilaian untuk skor diatas berlaku untuk setiap porsi masing-masing
jenis makanan (makanan pokok, sayuran, lauk). Setelah menetapkan skor,
kemudian skor tersebut dikonversikan ke dalam bentuk persen
a. Skor 0 (0%) : Semua makanan habis
b. Skor 1 (25%) : 75% makanan dihabiskan
c. Skor 2 (50%) : 50% makanan dihabiskan
d. Skor 3 (75%) : 25% makanan dihabiskan
e. Skor 4 (95%) : 5% makanan dihabiskan
f. Skor 5 (100%) : Tidak dikonsumsi pasien
E. Anak Usia Sekolah
1. Definisi Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena anak adalah
generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas
anak-anak saat ini. Upaya peningkatan sumber daya manusia harus dilakukan
sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia
sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan
kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tubuh kembang tersebut
pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak dapat selalu
dilaksanakan dengan benar dan menyimpang. Penyimpangan ini
mengakibatkan gangguan pada organ-organ dan sistem tubuh anak. Foodborne
diseases atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan
termasuk penyakit yang serius untuk jangka pendek, sehingga sering kali
kurang diperhatikan oleh orang tua, masyarakat atau instansi yang terkait
dengan masalah ini (Anonim, 2007).
2. Faktor yang Mempengaruhi Sisa Makanan pada Makanan Anak Sekolah
1. Penampilan Makanan
Hasil penelitian yang dilakukan di RS di DKI Jakarta terhadap 797
pasien yang penyakitnya tidak berat menyatakan 43,2% pasien menyatakan
pendapatnya terhadap mutu makanan yang disajikan kurang baik (meliputi
aspek rupa, besar porsi, rasa, keempukan, dan suhu makanan). Beberapa faktor
yang berkaitan dengan penampilan makanan yaitu:

a). Warna Makanan


Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan dapat
memberikan penampilan lebih menarik terhadap makanan yang disajikan .
Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan membantu dalam
penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat merangsang
selera makan, dimana makanan yang penuh warna mempunyai daya tarik
untuk dilihat, karena warna juga mempunyai dampak psikologis pada
konsumen (Khan, 1987). Berdasarkan hasil penelitian Aritonang (2011),
terdapat 1,5% pasien menyatakan tidak puas, 17,75% menyatakan kurang
puas terhadap warna makanan.
b). Tekstur Makanan
Tekstur makanan adalah derajat kekerasan, kepadatan atau kekentalan.
Cair, kenyal, dan keras merupakan karakteristik dari konsistensi. Bermacam-
macam tekstur dalam makanan lebih menarik daripada hanya satu macam
tekstur (Spear dan Vaden,1984). Makanan yang mempunyai tekstur padat
atau kenyal akan memberikan rangsang yang lebih lambat terhadap indera
kita (Moehyi, 1992).
c) Bentuk Makanan
Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan
ketertarikan dalam menu. Bentuk makanan yang serasi akan memberikan
daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan (Moehyi, 1992).
Berdasarkan penelitian Aritonang (2011) menyatakan penilaian pasien
terhadap bentuk makanan 13,64% pasien menyatakan kurang puas.
d). Porsi Makanan
Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan, porsi untuk
setiap individu berbeda sesuai kebutuhan makan. Porsi yang terlalu besar atau
terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan makanan. Porsi makanan juga
berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang
disajikan (Muchatab, 1991). Berdasarkan penelitian Aritonang (2011) sebesar
16,3% pasien menyatakan kurang puas terhadap porsi makanan, terutama
sayur yang porsinya terlalu sedikit, sementara nasi terlalu banyak, sehingga
pasien tidak mampu menghabiskan.

e) Keempukan Makanan
Keempukan adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang
dirasakan dalam mulut. Gambarannya meliputi gurih, krispi, berserat, halus,
keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan (krispi) ditentukan oleh mutu
bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya (Moehyi, 1992).
f.) Penyajian Makanan
Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan
makanan sebelum dikonsumsi. Penyajian makanan meliputi pemilihan alat,
cara penyususunan makanan, dan penghiasan hidangan. Penyajian makanan
juga merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan
(Moehyi, 1992).
g). Rasa Makanan
Rasa makanan lebih banyak melibatkan penginderaan kecapan (lidah).
Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi kecapan utama yaitu asin, manis,
asam, dan pahit (Winarno, 1997). Mengkombinasikan berbagai rasa sangat
diperlukan dalam menciptakan keunikan sebuah menu. Jenis diit, penampilan
dan rasa makanan yang disajikan akan berdampak pada asupan makan.
Variasi makanan yang disajikan merupakan salah satu upaya untuk
menghilangkan rasa bosan. Orang sakit akan merasa bosan apabila menu
yang dihidangkan tidak menarik sehingga mengurangi nafsu makan.
Akibatnya makanan yang dikonsumsi sedikit atau asupan zat gizi berkurang
(Lisdiana, 1998).
Menurut Moehyi (1992) rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan
dari makanan yang disajikan dan merupukan faktor kedua yang menentukan
cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Adapun beberapa
komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan yaitu :
h). Bumbu Masakan
Berbagai macam rempah-rempah dapat digunakan sebagai bumbu
masakan untuk memberikan rasa pada makanan, misalnya cabai, bawang
merah, bawang putih, dan sebagainya. Bumbu masakan adalah bahan yang
ditambahkan dengan maksud untuk mendapatkan rasa yang enak dan khas
dalam setiap pemasakan. Dalam setiap resep masakan sudah ditentukan jenis
bumbu yang digunakan dan banyaknya masing-masing bumbu tersebut. Bau
yang sedap dari berbagai bumbu yang digunakan dapat membangkitkan selera
makan karena memberikan rasa makanan yang khas (Khan, 1987)
i) Tingkat Kematangan
Pada masakan khas Indonesia, tingkat kematangan belum mendapat
perhatian karena umumnya makanan Indonesia harus dimasak sampai benar-
benar matang. Bila dibandingkan dengan Eropa yang telah memiliki
perbedaan tingkat kematangan. Ada steak yang dimasak setengah matang,
dan ada juga yang benarbenar matang. Tingkat kematangan adalah mentah
atau matangnya hasil pemasakan pada setiap jenis bahan makanan yan
dimasak dan makanan akan mempunyai tingkat kematangan sendiri-sendiri
(Muchatab, 1991). Tingkat kematangan suatu makanan itu tentu saja
mempengaruhi cita rasa makanan.
3. Dampak Sisa Makanan terhadap Prestasi, Status Gizi, Status Kesehatan
Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan
dapat dicapai setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35),
hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu
merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek
yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau
mengerjakan yang diketahui (doing); dan 3) melaksanakan yang diketahui
secara rutin dan konsekuen (being).
Pengaruh makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan
tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini
berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak,
berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih
berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu,
badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam
otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi
biokimia dalam otak.
Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak
(Anwar, 2008:1). Kekurangan atau kelebihan zat-zat esensi gizi bisa
mempengaruhi terjadinya learning disabilities (gangguan belajar), bekerja
kurang, kesakitan sampai kematian. Masalah-masalah gizi yang terjadi di
Indonesia masih sangat banyak antara lain Kekurangan Energi Protein (KEP),
Anemia, KurangVitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY) yang sangat mempengaruhi konsentrasi dan kemampuan belajar siswa
(Depkes, 2005).
G. Kerangka Teori

Faktor internal:
- kesehatan
- pengetahuan
- Mayarakat
-minat
Faktor eksternal: Pengetahuan gizi
-Keluarga
- Metode
Pembelajaran
-Masyarakat

Faktor Internal;

-Nafsu Makan

-Penampilan makanan

-Cita rasa
:
Faktor Eksternal: Sisa Makanan
-Rasa Bosan

-kebiasaan makanan

-tambahan makanan dari luar


H. Kerangka Konsep

Pengetahuan

Lingkungan Status Gizi

Usia
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan survey yaitu untuk mengetahui Gambaran Status Gizi, Pengetahuan
Gizi Dengan Sisa Makanan Pada Remaja Di SMP N X.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan 10 Oktober 2021 bertempat
di SMP N X.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh remaja kelas IX yang ada di
SMP N X.
2. Sampel
1. Jenis Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah remaja yang memenuhi kriteria
berikut ini :
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a). Sampel adalah remaja putra/putri di SMP N X
b). Sampel yang akan diteliti memeiliki badan kurus
c). Bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria
inklusi tetapi harus dikeluarkan karena suatu hal. Kriteria eksklusi dalam
penelitian ini adalah :
a). Sampel tidak tinggal dengan orang tua (kos) dan merupakan siswi di SMP
N X kelas IX
Pada penelitian ini akan diambil sampel responden kelas IX karena
keterbatasan waktu yang tidak memungkinkan untuk mengikut sertakan
siswia kelas VII dan VIII yang merupakan siswa tahun ajaran baru.
3. Cara Pengambilan Sampel
Jumlah anggota sampel bertingkat dilakukan dengan cara pengambilan
sampel secara proportional random sampling.

4. Tehnik Penarikan Sampel

n = X x N1
N
Keterangan :

n= Jumlah sampel yang di inginkan setiap


strata/tingkat.

N = Jumlah seluruh populasi .


x = Jumlah populasi pada setia
strata/tingkat.
N1= Jumlah Sampel.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel dalam Penelitian ini terdiri dari Status Gizi, dan Pengetahuan Gizi
Dengan Sisa Makanan Pada Remaja.
E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
a). Data tentang identitas, pengetahuan di kumpulkan dengan teknik
wawancara dengan menggunakan kuisioner (terlampir).
b). Data tentang status gizi di kumpulkan dengan teknik perhitungan IMT yang
terdiri dari perhitungan (1) berat badan yang diukur dengan menggunakan
timbangan gram digital. Dan (2) tinggi badan yang diukur dengan
menggunakan microtoise.
c). Data tentang pengetahuan sisa makan dilakukan dengan cara wawancara
mengenai giz pengetahuan gizi.
2. Data Sekunder
a). Gambaran umum lokasi penelitian (demografi sekolah) dilakukan dengan
melihat arsip yang ada.
b). Identitas sampel di kumpul dari buku register siswi dan hasil wawancara
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI, Riskesdas., 2017. Jakarta : Kemenkes RI 2017.


Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
PT Rineka Cipta. Jakarta: 205
Wirakusumah., 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th
Edition. USA : Elsevier.2004.
Aisyah., 2016. Penggunaan Modul Cooperative Learning Tipe Think Pair Share
untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKN pada Siswa Kelas IV SD
Muhammadiyah 3 Palu.
Supariasa, I Dewan Nyoman., 2019. Pendidikan & Konsultasi Gizi, Jakarta: EGC
Jannah, N., 2011. Konsep Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta : Ar’run Media.
Notoatmodjo, S., 2007. Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Johnson, DW, Jhonson RT., 1985. Nutrition Education. 27:235-246.
Djamaluddin, M. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada Pasien
dengan makanan biasa. Jurnal gizi republic Indonesia
Nuryati, P. 2008. Hubungana Antara Waktu Penyajian, Penampilan dan rasa
makanan dengan sisa makanan pada pasien rawat inap dewasa di RS
Bakti wira tamtama semarang skripsi. Fakultas ilmu kesehatan
universitas Muhammadiyah semarang.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaran Makanan Institusi Dan Jasa Boga. Jakarta
: Bhatara.

Anda mungkin juga menyukai