Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Era RevolusiPindustri 4.0 diperlukan tenaga kerja yang ahli, trampil, serta
profesional sangatlah dibutuhkan bagi dunia kerja pada saat ini. Penerapan
Budaya industri disekolah menengah kejuruan (SMK) bertujuan untuk
menciptakan lulusan yang mampu menghilangkan pemborosaan saat berkerja.
Budaya kerja industri mementingkan keselamatan kerja dan menciptakan
Kesadaran keselamatan kerja dalam melakukan pekerjaan termasuk standar
proses yang dilaksanakan sebagai upaya untuk menghindari kecelakaan kerja
maupun kerugian yang dapat dihindari. Kesadaran mengenai pendidikan dan
kesalamatan kerja dapat dilakukan dengan upaya pendidikan, pengarahan,
serta pelatihan. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan upaya
untuk melindungi tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/perusahaan
selalu dalam keadaan selamatpdan sehat, agar setiap produksi dapat
digunakan secara aman dan efisien (Kepmenaker Nomor 463/MEN/2014)
Kegiatan belajar bekerja di SMK cenderung menjadi kegiatan
pemborosan, barang hasil praktek kerja tidak dapat dijual, tidak dapat
digunakan, karena belum mengutamakan kualitas hasil kerja praktik. SMK
sering menyimpan barang secara berlebihan, yang sebenarnya tidak berguna,
serta tidak dalam kondisi teratur rapi. Ketidakrapian dalam penataan, membuat
terjadinya pemborosan waktu dalam pencarian alat, akan terjadi penggunaan
alat yang tidak sesuai fungsinya, yang berujung kepada kecelakaan kerja, dan
kualitas produksi yang rendah. Mengatasi hal pemborosan tersebut maka
dibutuhkan budaya kerja industri dengan menggunakan atau menerapkan
budaya 5S. Budaya 5S merupakan salah satu budaya kerja yang mengurangi
pemborosan dalam bekerja. Budaya 5S merupakan suatu istilah dari jepang;
Seiri (Pemilahan), Seiton (Penataan), Seiso (Pembersihan), Seiketsu
(Kebersihan), dan Shitsuke (Disiplin). Istilah 5S di adaptasi Indonesia dari
Jepang dengan istilah 5R yaitu Resik, Rapi, Ringkas, Rawat, danpRajin. 5R
merupakan salah satuopembudaya pdimana seseorang menata tempat
kerjanya dengan benar, sehingga tempat kerja tertata resik, rapi, ringkas,
terrawat, dan rajin, maka kemudahan dalam berkerja dapat diciptakan.
Melaksanakan 5S maka sudah memiliki 4 bidang sasaran pokok industri yaitu
efisiensi, produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja (Osada, 2011: 5).
Keselarasan bengkel suatu ilmu yang mempelajari tentang interaksi
manusia dengan lingkungan dan perlatan kerja akan dipakai sehingga dapat
berperan untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengn ketidakserasian
manusia dengan peralatan yang digunakan (IEA, 2017:12). Keselarasan
bengkel merupakan salah satu budaya kerja industri untuk mempercepat suatu
kegiatan produksi. SMK perlu menerapkan perilaku ini sebab budaya SMK
masih bersifat pemborosan dan penempatan peralatan yang tidak sesuai
Keselarasan bengkel. Penerapan budaya kerja industri pada sekolahan
bertujuan untuk menghindari perilaku pemborosan selama ini dilakukan di
sekolahan serta mempersiapkan lulusan yang kompeten, dan siap memasuki
dunia industri.
Guna memproleh output yang diinginkan dari sekolah dalam mencapai
tujuan tersebut sekolah dan kebijakan pendidikan bertumpu pada kepala
sekolah. Kepala sekolah yang diberitugas dan tanggung jawab mengelola
sekolah dan lingkungan sekolah,memanfaatkan dan menggerakan seluruh
potensi yang ada di lingkungan sekolah agar tercapainya sumber daya
manusia atau lulusan yang siap diterima didunia industri, dunia kerja, dan
dunia usaha. Pengembangan dan pembangunan berbagai sektor industri
sangat pesat dengan adanya kemajuan teknolgi. Semakin maju suatu teknologi
maka semakin maju pemikiran manusianya. Pemikiran manusia ini yang akan
mengubah dan memajukan pemikiran- pemikiran yang lama menjadi pemikiran
yang baru. Termasuk suatu kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dimana
semakin diperketat dan diperdetailnya peraturan-peraturan agar menjadi acuan
keselamatan kerja dalam bekerja yang baik dan benar.
Di era modern sekarang ini semua bengkel disekolah, sudah banyak yang
mengimplementasikan 5S karena dengan mengimplementasikan 5S siswa
maupun guru dapat dengan nyaman praktik dibengkel dan dapat mengurangi
tingkat kecelekaan, mempermudah pengambilan peralatan kerja dan dapat
memperpanjang umur peralatan karena peralatan dan lingkungan kerja telah
dilindungi dan dijaga kebersihannya.
Apabila 5S diabaikan didalam bengkel, besar kemungkinan akan
menyebabkan penyimpanan peralatan kerja dimana saja atau penyimpanan
tidak pada tempatnya ini akan sangat mengganggu apabila terjadi praktik di
bengkel. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan dasar atau wadah
yang sangat penting dalam pembelajaran praktik dibengkel sekolah. Kurang
sadarnya peserta didik terhadap keselamatan dirinya sendiri mengakibatkan
akan menimbulkan terjadinya kecelakaan pada waktu praktik dibengkel
sekolah. Sesuai dengan misi Sekolah Menengah Kejuruan yaitu menciptakan
lulusan menjadi pribadi yang siap kerja dan dapat diaplikasiakan di dunia
industri, dunia kerja/usaha. Maka pembelajaran di sekolah berupa praktikum
yang banyak dilakukan di labolatorium atau bengkel perlu memperhatikan
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pembelajaran di bengkel pada waktu praktikum tentu mempunyai banyak
variable yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja pada saat
praktik. Lingkungan kerja yang bermutu dapat mengurangi potensi terjadinya
bahaya kecelakaan pada peserta didik seperti cedera karena tersandung atau
tersengat listrik yang diakibatkan adanya tumpahan cairan dekat kontak
listriknya. Kejadian tersebut bisa ditimbulkan dari ketidakrapian dan juga
kelalaian dalam menjaga lingkungan di tempat kerja. Salah satu metode yang
dapat meminimalisir kejadian tersebut perlu diterapkannya 5S/5R di bengkel
sekolah.

Anda mungkin juga menyukai