PENDAHULUAN
ASKEP PASIEN DENGAN
SOPT
(Sindrom obstruktif pasca Tb)
Ruang : Paru
Nama Mahasiswa : Etia Zaria Amna
NIM : G1B118007
Nama Pembimbing : Ns Jamilah.,S.Kep
Ns.Noerliyanti.,S.Kep
A. Konsep Penyakit
1. Defenisi
SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca TB) adalah suatu peradangan yang berlangsung lama
akibat post infeksi TB.
2. Etiologi
1. Infeksi yang dipengaruhi oleh reaksi imun perorangan
2. Akibat timbulnya destruksi jaringan paru karena proses penyakit paru.
3. Klasifikasi
5. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Test Laboraturium
2. Test Radiologi
3. Test Rontgen
4. Test tuberculin
5. Test Sputum
7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.
8. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada mantan penderita TB kondisi ini bisa membuat
penderitanya mengalami batuk berdahak,sesak nafas,dan kemampuan ekspansi
ronggadada saat bernapas pun turun
B. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
a. Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
b. Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
c. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan
putus harapan.
d. Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang
dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim
menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga
tidak dibiasakan imunisasi.
b. Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
c. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
d. Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat
timbul sesak nafas (nafas pendek).
e. Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
f. Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
g. Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat
kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada
harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
h. Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
i. Pola Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Kelemahan dan kelelahan dan berkeringat pada malam
hari
j. Pola Makanan/cairan
1) Gejala : Kehilangan nafsu makan
2) Tanda : Penurunan BB
k. Pola Nyeri/kenyamanan
1) Gejala: Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
2) Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
l. Pola Pernapasan
1) Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
m. Pola Kardiovaskuler
1) Gejala : takikardia (Doengoes, 2000)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal
dalam pernapasan.
b. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani.Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
c. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial.Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa rhonci basah, kasar dan nyaring.Tetapi bila infiltrasi ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah.Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan suara
amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
d. Palpasi
Badan teraba hangat (demam)
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4) Anemia bila penyakit berjalan menahun
5) Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
6) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
7) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
8) Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
9) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air
dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
1) Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.
2) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
3) Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan
pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam
radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.
Data Subyektif :
1) Pasien mengeluh panas
2) Batuk/batuk berdarah
3) Sesak bernafas
4) Nyeri dada
5) Malaise dan kelelahan
Data Obyektif :
1) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
2) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara limforik.
3) Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
4) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
5) Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
6) Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan
sub mandibula.
7) Kadang terjadi abses.
2) Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis.
Kriteria Hasil :
- Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran
infeksi
- Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam
melakkan lingkungan yangnyaman.
- TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untukmencegah pengaktifan berrulang. Pemahaman bagaimana
penyakit disebarkan dan kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien /
orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, dan
tetangga.Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang stigma sosial
sehubungandengan penyakit menular.
Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Intervensi
Mandiri
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan obstruksi
jalan napas
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat
kelainan pernafasan
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan
nafas klien kembali efektif
7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu pengeluaran
sekret
Dx 4
Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau
diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar
(BAB).
5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang
dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Dx 5
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi :
Mandiri
1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus
Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan
aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentan normal.
Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan
intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke
depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangansuplai dan kebutuhan
oksigen.
Dx 8
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat,
dengan kriteria hasil:
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan
umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
1. Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan),
Bandung
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru.
Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com
/doc/52033675/