Anda di halaman 1dari 25

FORMATLAPORAN

PENDAHULUAN
ASKEP PASIEN DENGAN
SOPT
(Sindrom obstruktif pasca Tb)

Ruang : Paru
Nama Mahasiswa : Etia Zaria Amna
NIM : G1B118007
Nama Pembimbing : Ns Jamilah.,S.Kep
Ns.Noerliyanti.,S.Kep

A. Konsep Penyakit
1. Defenisi
SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca TB) adalah suatu peradangan yang berlangsung lama
akibat post infeksi TB.

2. Etiologi
1. Infeksi yang dipengaruhi oleh reaksi imun perorangan
2. Akibat timbulnya destruksi jaringan paru karena proses penyakit paru.

3. Klasifikasi

Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:


Kelas Tipe Keterangan
0 Ti Tidak ada pejanan TB. Ti Tidak ada riwayat terpajan.
Ti tidak terinfeksi R Reaksi terhadap tes tuberculin
negative.
1 Te Terpajan TB Ri Riwayat terpajan
Ti tidak ada bukti infeksi R Reaksi tes kulit tuberkulin
negative
2 A ada infeksi TB R Reaksi tes kulit tuberculin
Ti tidak timbul penyakit positif
Pe Pemeriksaan bakteri negative
(bila dilakukan)
Ti Tidak ada bukti klinis,
bakteriologik atau radiografik
Tb aktif
3 T TB,aktif secara klinis Bi Bukan M. tuberkulosis (bila
dilakukan).
Se Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, radiografik
penyakit
4 T TB,Tidak aktif secara klinisRi Riwayat episode TB atau
Di ditemukan radiografi yang
abnormal atau tidak
berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada
bukti klinis atau radiografik
penyakit sekarang
5 Te Tersangka TB Di diagnosa ditunda
(Price, 2005)
4. Manifestasi Klinis
1. Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
2. Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3. Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4. Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura kadang ada kadang tidak
5.Riwayat TB (+)
6. Malase

5. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Test Laboraturium
2. Test Radiologi
3. Test Rontgen
4. Test tuberculin
5. Test Sputum

7. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
secara dini.

2. Penatalaksanaan secara medik


Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
1) Streptomisin injeksi 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :
1) INH.
2) Rifampicin.
3) Ethambutol.

8. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada mantan penderita TB kondisi ini bisa membuat
penderitanya mengalami batuk berdahak,sesak nafas,dan kemampuan ekspansi
ronggadada saat bernapas pun turun
B. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
a. Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
b. Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
c. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu
waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan
putus harapan.
d. Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
6. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang
dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim
menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga
tidak dibiasakan imunisasi.
b. Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.

c. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
d. Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat
timbul sesak nafas (nafas pendek).
e. Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
f. Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
g. Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat
kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada
harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
h. Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan  dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga  yang lain.
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
i. Pola Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Kelemahan dan kelelahan dan berkeringat pada malam
hari
j. Pola Makanan/cairan
1) Gejala : Kehilangan nafsu makan
2) Tanda : Penurunan BB

k. Pola Nyeri/kenyamanan
1) Gejala: Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
2) Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
l. Pola Pernapasan
1) Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
m. Pola Kardiovaskuler
1) Gejala : takikardia (Doengoes, 2000)
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal
dalam pernapasan.
b. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani.Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
c. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial.Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa rhonci basah, kasar dan nyaring.Tetapi bila infiltrasi ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah.Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan suara
amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
d. Palpasi
Badan teraba hangat (demam)
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi
tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4) Anemia bila penyakit berjalan menahun
5) Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
6) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
7) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
8) Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
9) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air
dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
1) Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.
2) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan
bronchus atau kerusakan paru karena TB.
3) Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC  adalah penebalan
pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam
radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.

Data Subyektif :
1) Pasien mengeluh panas
2) Batuk/batuk berdarah
3) Sesak bernafas
4) Nyeri dada
5) Malaise dan kelelahan
Data Obyektif :
1) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
2) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara limforik.
3) Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
4) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
5) Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
6) Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan
sub mandibula.
7) Kadang terjadi abses.

1) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret
yang kental, edema bronchial.
4. Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia,
penurunan kemampuan finansial.
5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif

2) Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis.

Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan


dalam waktu 3x 24 jam.

Kriteria Hasil :
- Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran
infeksi
- Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam
melakkan lingkungan yangnyaman.
- TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi

Intervensi

1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara
selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program
pengobatan untukmencegah pengaktifan berrulang. Pemahaman bagaimana
penyakit disebarkan dan kesadarankemungkinan tranmisi membantu pasien /
orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, dan
tetangga.Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk
mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang stigma sosial
sehubungandengan penyakit menular.

5. Observasi TTV (suhu tubuh).


Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator adanya
infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolusis,
contoh tahanan bawahgunakan obat penekan imun adanya dibetes militus,
kanker, kalium.
7. Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup
dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut
sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering makanan kecil
dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap
proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.

Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.

Tujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, diharapkan


bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak berkurang
- pernafasan teratur
- ekspandi dinding dada simetris
- ronchi tidak ada
- sputum berkurang atau tidak ada
- frekuensi nafas normal (16-24)x/menit

Intervensi

Mandiri
1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan obstruksi
jalan napas
2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat
kelainan pernafasan
3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan
nafas klien kembali efektif
7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu pengeluaran
sekret

8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi


Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi yang
dapatmembantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif
9) Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien
kembali efektif secara mekanik
10) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b. Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik, antibiotik,
atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30menit diharapkan pertukaran gas
kembali efektif dengan kriteria :
 Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
 Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
 Napas teratur
 Tanda vital stabil
 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100
mmH
Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya proses
penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat
adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (circumoral).

Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam.


Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat
mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat,
cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan
kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk memfasilitasi
resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering menyebabkan
kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.Intubasi dan ventilasi
mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan
masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen
yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien

2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.


Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan

Dx 4

Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan:Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan  kebutuhan nutrisi
adekuat, dengan kriteria hasil: 
 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau
diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat
2. Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar
(BAB).

Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk


meningkatkan intake nutrisi.

5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang
dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

Dx 5

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap


Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol,
dengan KH: 
 Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
 Pasien tampak rileks
Intervensi:
Mandiri
1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan
karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2. Pantau TTV 
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri,
khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik
tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan
membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.

5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.

Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan


keefektifan upaya batuk.
Kloaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi 
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan
kenyamanan

Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
- Pasien melaporkan panas badannya turun.
- Kulit tidak merah.
- Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
- Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
- Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
- RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi :

Mandiri
1) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus

Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.

Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan
aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan  kriteria hasil: 
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentan normal.

Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan
intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan
metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke
depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangansuplai dan kebutuhan
oksigen.

Dx 8
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif.

Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat,
dengan kriteria hasil: 
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
 Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan
umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
 Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
 Menerima perawatan kesehatan adekuat.

Intervensi
1. Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.

Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan


fisik.Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.

2. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal


minum obat. 

Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

3. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi


dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat
Tuberkulosis dengan obat lain.

Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus


obat.

4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan


penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.Mencegah keraguan
terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi
INH.Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.Efek
samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya
misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan..

Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.

8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.

Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali.


Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis,
efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro,
Instestinal, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam
09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Anonim.2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di
Indonesia.diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan),
Bandung

Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru.
Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com
/doc/52033675/

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.

Mansjoer,Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media Aeculapius

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-


2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai