PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN PARAREL SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA TA 2021/2022 PERATURAN-PERATURAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Alenia ke IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, kedamaian abadi dan keadilan sosial, Sebagai Implementasi dari amanat tersebut dilaksanakan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera yang senantiasa memperhatikan hak atas penghidupan dan perlindungan bagi setiap warga negaranya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUD 1954 telah mengatur hak dan kewajiban seluruh rakyat Indonesia, termasuk mengenai pekerjaan. Ada beberapa pasal yang mengatur hal tersebut, salah satunya yaitu pasal 27 ayat 2 pada BAB X yang mengatur Warga Negara dan Penduduk. Dasar hukum mengenai pekerjaan ini perlu diketahui dan dipahami oleh segenap rakyat Indonesia. Pasalnya, pekerjaan merupakan sumber penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adapun bunyi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Artinya, setiap warga negara Indonesia berhak untuk menyejahterakan hidupnya dengan memiliki pekerjaan yang layak. Pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwa secara konstitusional pemerintah berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah yang cukup. Selain itu, pada BAB XA yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 28H ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Dari pasal tersebut mengandung arti bahwa setiap orang berhak dan wajib mendapat kesehatan dalam derajat yang optimal, itu sebabnya peningkatan derajat kesehatan harus terus menerus diupayakan untuk memenuhi hidup sehat. Sakit atau tidaknya setiap manusia memang memerlukan pelayanan kesehatan, mereka pada dasarnya ingin tetap sehat jasmani dan rohani,malah sebagian orang menginginkan derajat kesehatan yang lebih tinggi. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja Dasar hukum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah Pasal-pasal 5, 20, dan 27 Undang-Undang Dasar 1945, Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-UndangNo. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912).
Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah
Undang-Undang yang mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja diatur tentang : Keselamatan Kerja yang di dalamnya antara lain memuat tentang istilah-istilah, ruang lingkup, syarat-syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja; kecelakaan; kewajiban dan hak tenaga kerja; kewajiban bila memasuki tempat kerja; dan kewajiban pengurus. Dalam Undang-Undang ini diadakan perubahan prinsipil untuk diarahkan menjadi pada sifat preventif. Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien. Berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja. Pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Pertimbangan dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah : a. Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannyadalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional; b. Bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya; c. Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien; d. Bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;
e. Bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam
Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasional dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat- pesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah difahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tepat. 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan berasal dari kata tenaga kerja, yang dalam undang undang ketenagakerjaan Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.” Sedangkan pengertian dari ketenagakerjaan sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.” Demi meningkatkan taraf hidup maka perlu dilakukan pembangunan diberbagai aspek. Tidak terkecuali dengan pembangunan ketenagakerjaan yang dilakukan atas asas keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Dalam hal ini maksudnya adalah asas pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan asas pembangunan nasional terkhusus asas demokrasi pancasila, asas adil, dan merata. Ruang lingkup dari ketenagakerjaan itu sendiri adalah pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja (post- employment). Berbicara mengenai hubungan kerja di undang undang ketenagakerjaan Pasal 1 angka 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa ”Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur-unsur pekerjaan, upah dan perintah” dan “Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak tertentu.” Jika diidentifikasi tujuan dari UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka dalam regulasi itu sendiri terdapat 3 (tiga) tujuan yang disebutkan pada Pasal 4 bahwa pembangunan ketenagakerjaan bertujuan : 1. Memberdayakan dan Mendayagunakan Tenaga Kerja Secara Optimal dan Manusiawi. Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah “Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Melalui pemberdayaan dan pendayagunaan ini diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal dalam Pembangunan Nasional, namun dengan tetap menjunjung nilai-nilai kemanusiaannya.” 2. Mewujudkan Pemerataan Kesempatan Kerja dan Penyediaan Tenaga Kerja yang Sesuai dengan Kebutuhan Pembangunan Nasional dan Daerah. Penjelasan Pasal 4 huruf a UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah : “Pemerataan kesempatan kerja harus diupayakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pasar kerja dengan memberikan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan bagi seluruh tenaga kerja Indonesia sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Demikian pula pemerataan penempatan tenaga kerja perlu diupayakan agar dapat mengisi kebutuhan di seluruh sektor dan daerah.” 3. Memberikan Perlindungan Kepada Tenaga Kerja Dalam Mewujudkan Kesejahteraan dan Meningkatkan Kesejahteraan Tenaga Kerja dan Keluarganya. Karena bidang ketenagakerjaan dianggap penting dan menyangkut kepentinganumum, maka Pemerintah mengalihkannya dari hukum privat menjadi hukum publik. Alasan lain adalah banyaknya masalah ketenagakerjaan yang terjadi baik dalam maupun luar negeri. Salah satu contoh adalah banyak kasus yang masuk ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menyangkut penggunaan tenaga kerja asing. Setiap putusan badan peradilan PHI akan menjadi evaluasi untuk kepentingan di bidang ketenagakerjaan. Ketentuan Perjanjian Kerja dalam Undang Undang Ketenagakerjaan UU No 13 Tahun 2003 banyak mendapat sorotan adalah hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.” Dalam Pasal 1320 KUH Perdata terdapat syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah adalah : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu pokok persoalan tertentu 4. Suatu sebab yang tidak dilarang 5. Hubungan kerja Dari ketentuan pasal tersebut terlihat jelas bahwa perjanjian kerja yang dilakukan antara pekerja/buruh dengan pengusaha semuanya tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Namun dengan batasan-batasan yang disebutkan dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja yang dilakukan harus menunjukkan adanya kejelasan atas pekerjaan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati dan ketentuan yang tercantum dalam UU No.13 Tahun 2003 maka terdapat unsur dari hubungan kerjayaitu : 1. Adanya unsur service (pelayanan) 2. Adanya unsur time (waktu) 3. Adanya unsur pay (upah) Masyarakat pada umumnya tahu bahwa tidak boleh adanya pemberlakuan tidak adil (diskriminasi) antara sesama pekerja atau antara pekerja dengan pengusaha. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.” dan Pasal6 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan. Latar belakang yang menjadi pertimbangan disahkannya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah : a. Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. c. Bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagipembangunan Negara. d. Bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat. e. Bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang- Undang tentang Kesehatan yang baru Pada undang-undang ini juga mengatur tentang kesehatan kerja yang terdapat pada Bab XII.Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas darigangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja di sektor formal dan informal. Upaya kesehatan kerja berlaku bagi : a. Setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja b. Kesehatan pada lingkungan Tentara Nasional Indonesia baik darat, laut, maupunudara serta kepolisian Republik Indonesia. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja. Pengelola tempat kerja wajib : a. Menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan kerja yang sehat sertabertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja b. Bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuaidengan ketentuan peraturan perundang- undangan (pasal 164). c. Melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan,pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja (pasal 165). Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Ketentuan di atas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 165). Majikan atau pengusaha wajib (pasal 166) : a. menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja b. menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5. Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Kepala Teknik Tambang wajib menjamin pekerja agar terlindung terhadap resiko kesehatan yang diakibatkan pencemaran udara, zat padat, zat kimia dan bahaya akibat kebisingan, penerangan dan getaran. Kepala Teknik Tambang harus menetapkan sistem pengambilan percontoh, pengukuran udara dan zat padat yang berbahaya serta pemantauan terhadap kebisingan, penerangan dan getaran dilingkungan tempat kerja pertambangan dan semua tempat di dalam atau disekitar pertambangan. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3 ( Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) adalah kebijakan nasional sebagai pedoman perusahaan untuk penerapan K3 yaitu Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Penerapan Sistem Manajemen dan Keselamatan Kerja - SMK3 diatur dalam PP 50 tahun 2012. PP 50 tahun 2012 berisi tentang Kebijakan nasional tentang SMK3 yang tertuang dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012. Dalam menerapkan SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan : a. Penetapan kebijakan K3 1) Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui : a) Tinjauan awal kondisi K3 b) Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh 2) Penetapan kebijakan K3 harus : a) Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan b) Tertulis, tertanggal dan ditanda tangani c) Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3 d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tamu,kontraktor, pemasok, dan pelanggan e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik f. Bersifat dinamik g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundangundangan 3) Untuk melaksanakan ketentuan pengusaha dan/atau pengurus harus : a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukankeputusan perusahaan; b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang diperlukan di bidang K3; c. Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenangdan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3; d. Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut
pelaksanaan K3. b. Perencanaan K3 Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan : Hasil penelaahan awal; Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko, Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian risiko harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana; Peraturan perundang- undangan dan persyaratan lainnya. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat : Tujuan dan Sasaran; skala prioritas; upaya pengendalian bahaya; penetapan sumber daya; jangka waktu pelaksanaan; indikator pencapaian; system pertanggung jawaban. c. Pelaksanaan rencana K3 Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja dengan : 1) Menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi 2) Menyediakan prasarana dan sarana yang memadai. d. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaksanakan di perusahaan meliputi : Pemeriksaan, Pengujian, dan Pengukuran; Audit Internal SMK3. e Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja harus : 1) Melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala 2) Tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruhkegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Tinjauan ulang penerapan SMK3, paling sedikit meliputi : 1) Evaluasi terhadap kebijakan K3 2) Tujuan, sasaran dan kinerja K3 3) Hasil temuan audit SMK3 4) Evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk pengembanganSMK3.