Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

INDUSTRI NIKEL

Kelas /Angkatan : A / 2018


Kelompok 6

Anggota :
Zulfa Wulandari Rasyid (40040118650005)
Siti Dianti (40040118650023)
Putri Puji Nugraheni (40040118650024)
Bagus Satriyo (40040118650028)
Alihsan Rahmawati (40040118650044)

TeknologiRekayasa Kimia Industri


Departemen Industri
SekolahVokasi
Universitas Diponegoro
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur pertama-tama kami ucapkan bagi Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kita nikmat dan berkah-Nya sehingga kita masih dapat hidup hari ini dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani dan tidak kekurangan satu hal apapun. Shalawat serta
salam pun tak lupa kami haturkan untuk baginda nabi Muhammad SAW beserta para sahabat
yang telah membawa kita dari zaman yang penuh kegelapan menuju zaman yang terang
benderang seperti saat ini.
Terima kasih terutama kami ucapkan untuk bapak dosen pengampu mata kuliah PIK
yang selalu memberikan ilmu dan bimbingannya sehingga kami dapat memiliki bekal ilmu
yang takkan kami lupakan, terimakasih pula kami ucapkan pada orang tua kami yang selalu
mendukung baik secara moral maupun materil dan menjadi sumber semangat kami dalam
melakukan segala aktivitas yang kami lakukan.
Makalah ini berisi penjelasan rinci mengenai Industri Nikel yang dibuat untuk
memenuhi tugas dan sebagai penunjang mata kuliah PIK dalam bangku perkuliahan semester
ini. Makalah ini dikupas secara padat dan jelas dan diharapkan akan menuntaskan tugas kami
dalam mata kuliah ini dan juga diharapkan dapat bermanfaat bagi semua kalangan yang
membacanya.
Kami sangat sadar makalah ini dibuat dalam bentuk yang tidak sempurna dan
memiliki beberapa kekurangan sebagai tanda kami masih dalam proses pembelajaran dan
kami sangat mengharapkan segala masukan dan kritikan yang membangun demi perubahan
yang lebih baik lagi.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamin
Yarabbalalamin.

Semarang,28 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................................................3
1.4 Manfaat......................................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................11
2.1 Definisi Nikel............................................................................................................................11
2.2 Karakteristik Nikel..................................................................................................................11
Adapun karakteristik nikel sebagai berikut :....................................................................................11
2.3 Genesa Pembentukan Bijih Nikel...........................................................................................12
2.4 Sumber dan Pembentukan Bijih Nikel...................................................................................14
2.5 Tambang Nikel di Indonesia...................................................................................................14
2.6 Dampak Nikel..........................................................................................................................14
2.7 Manfaat dan Penggunaan Nikel.............................................................................................15
BAB III..................................................................................................................................................18
DESKRIPSI PROSES...............................................................................................................................18
3.1 Bahan Baku........................................................................................................................18
3.2 Diagram Alir Proses..........................................................................................................18
3.3 Deskripsi Proses.................................................................................................................19
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................27
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................27
3.2 Saran.........................................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Metalurgi yang sejatinya berkaitan dengan dunia pertambangan dimana metalurgi
merupakan ilmu pengetahuan untuk mendapatkan logam dari bijihnya dan menjadikan logam
sebagai produk yang mempunyai nilai guna. Sebagaimana diketahui salah satu proses
pertambangan adalah pengolahan, baik pengolahan bahan galian logam maupun bahan galian
non logam. Salah satu bahan galian logam adalah nikel. Sebagai salah satu sumber daya yang
memiliki banyak kegunaan maka nikel penting untuk dilakukan pengolahan agar bermanfaat
dan bernilai guna.
Dari aspek yuridis yang berlaku di Indonesia bahwa untuk keperluan ekspor maka
bahan galian logam maupun non logam harus diolah terlebih dahulu sebab pada umumnya
kadar mineral di Indonesia berkadar rendah. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah
menuntut para teknisi tambang maupun pengolahan bahan galian untuk terus
mengembangkan berbagai macam teknologi. Hal tersebut dengan maksud agar kesejahteraan
dan kemakmuran Indonesia tercapai.
1.2 Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan nikel ?
 Bagaimana cara proses pengolahan nikel ?
 Apa yang dimaksud dengan penambangan nikel ?
 Apa saja manfaat dan dampak dari keberadaan nikel ?
 Bagaimana sebaran nikel di Indonesia

1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui definisi nikel
 Untuk mengetahui proses pengolahan nikel
 Untuk mengetahui penambangan nikel
 Untuk mengetahui manfaat dan dampak dari keberadaan nikel
 Untuk mengetahui sebaran nikel di Indonesia

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih dalam
mengenal nikel serta mengetahui proses pengolahan nikel menjadi feronikel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Nikel
Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedtpada tahun 1751 dalam mineral yang disebut
kupfernickel (nikolit). Nikel memiliki unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang
memiliki simbol Ni dan nomor atom 28. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi
jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya, dapat membentuk baja tahan karat
yang keras. Nikel termasuk logam berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan
mulur, tergolong dalam logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan
terhadapoksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim
(Cotton danWilkinson, 1989).
Nikel adalah salah satu elemen utama dari inti bumi yang diperkirakan sebagian besar
terbuat dari campuran nikel dan besi. Nikel logam yang sangat keras dan putih mengkilap
ditemukan dalam kerak bumi di mana merupakan unsur ke dua puluh dua yang paling
berlimpah. Kebanyakan nikel yang ditambang untuk keperluan industri ditemukan dalam
bijih seperti pentlandit (Ni,Fe)S, garnierite (n NiSO3 mHgSiO3.H2O), dan limonit. Nikel
juga ditemukan dalam meteorit di mana ia sering ditemukan dalam hubungannya dengan
besi. Deposit nikel terbesar ada di Kanada diperkirakan berasal dari meteorit raksasa yang
jatuh ke bumi ribuan tahun yang lalu. Pada umumnya bijih nikel dibedakan sesuai dengan
mineralnya menjadi;
• Bijih sulfidik yang terjadi karena replacement dan magmatic
• Bijih silikat yang terjadi karena pelapukan (laterisasi) dari batuan ultra basa.
Produsen nikel terbesar adalah Rusia, Kanada, dan Australia. Deposit nikel lainnya
ditemukan di Kaledonia Baru, Cuba, Indonesia

2.2 Karakteristik Nikel


Adapun karakteristik nikel sebagai berikut :
Tabel 2.1
Karakteristik Nikel
NO Karakteristik Keterangan Lain
1 Nama Nikel
2 Lambang Ni
3 Nomor Atom 28
4 Deret Kimia Logam Transisi
5 Golongan VIII B
6 Periode 4
7 Blok D
8 Penampilan Kemilau, metalik
9 Massa Atom 58,6934(2) g/mol
10 Konfigurasi Elektron [Ar] 3d8 4s2
11 Jumlah Elektron Tiap Kulit 2 8 16 2
12 Volume Atom 6.6 cm3/mol
13 Struktur Kristal fcc

1) Sifat kimia Nikel


Adapun sifat-sifat kimia dari nikel yaitu antara lain:
• Pada suhu kamar nikel bereaksi lambat dengan udara.
• Jika dibakar, reaksi berlangsung cepat membentuk oksida NiO.
• Bereaksi dengan Cl2 membentuk Klorida (NiCl2).
• Bereaksi dengan steam H2O membentuk Oksida NiO.
• Bereaksi dengan HCl encer dan asam sulfat encer, yang reaksinyaberlangsung lambat.
• Bereaksi dengan asam nitrat dan aquaregia, Ni segera larut
Ni + HNO3 → Ni(NO3)2+ NO + H2O
• Tidak beraksi dengan basa alkali
• Bereaksi dengan H2S menghasilkan endapan hitam.

2) Sifat fisika Nikel


Adapun sifat-sifat fisika dari nikel yaitu antara lain:
• Logam putih keperak-perakan yang berkilat, keras
• Tahan karat
• Dapat ditempa dan ditarik.
• Feromagnetik
• TL : 1420ºC, TD : 2900ºC

2.3 Genesa Pembentukan Bijih Nikel


Nikel ore adalah bijih nikel, yaitu mineral atau agregat mineral yang mengandung
nikel. Ferronikel adalah produk metalurgi berupa alloy (logam paduan) antara besi (ferrum)
dan nikel. Nikel bisa berasal dari Laterite (Ni Oxides) hasil proses pelapukan batuan
Ultramafik dan Sulfida (Ni Sulphides) hasil dari proses magmatisme.
Orebody dengan Ni grade yg tinggi umumnya didapat dari proses pelapukan batuan
(bedrock) yg kaya Olivine karena memang kandungan Ni di Olivine lebih tinggi dibanding
mineral mafik yg lain. Kandungan Ni di bedrock sebenar nya kecil sekali (<0.7%),
kandungan dibedrock didominasi oleh silica (>40%) dan magnesia (>30%), proses
pengkayaaan Ni terjadi karena adanya proses Leaching dimana elemen-elemen yg mudah
larut dan punya mobilitas tinggi terutama SiO2 dan MgO dilarutkan oleh air sehingga %Ni yg
tinggal di profile jadi tinggi (>2%).
Proses leaching yang efektif biasanya terjadi pada daerah tropis dimana curah hujan
tinggi dan banyak vegetasi yang membentuk lingkungan asam. Morfologi yg "gentle"
termasuk plateua karena sirkulasi air bagus untuk "mencuci/mengeluarkan" Silica dan
magnesia, jika terlalu terjal hasil pelapukan akan tererosi sehingga profile yang akan
dihasilkan tipis. Kalo terlalu landai seperti di lembah/dataran rendah sirkulasi air kurang
bagus. Struktur geologi yang intensif karena penetrasi air ke bedrock akan lebih efektif.
Sumber : www.serambigeologi.com

Gambar 2.1
Lapisan Penyusun Biji Nikel
Proses leaching membentuk profile Limonite (bagian atas/zona oksidasi) dan
Saprolite (bagian bawah/zona reduksi) dimana pada lapisan limonite proses pelapukan sudah
sangat lanjut sehingga hampir semua Silica dan magnesia sudah tercuci dan sisa-sisa
struktur/tekstur batuan sudah boleh dikatakan hilang (semua lapisan bedrock sudah jadi
tanah), lapisan limonite mengandung Fe yang sangat tinggi karena memang Fe sangat suka
lingkungan oksidasi. Kalo saprolite boleh dikatakan setengah lapuk dimana masih ditemukan
sisa-sisa batuan dasar. Kandungan Ni tertinggi akan didapat pada zona saprolite karena Ni
lebih stabil di zona reduksi.
Di perairan nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya
nikelamonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi
aerob dan pH< 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan
sulfat dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel
bersifat tidak larut(Moore, 1990dalam Effendi, 2003). Sedangkan untuk di muara sungai,
nikel menunjukan konsentrasi yang semakin meningkat dengan peningkatan kekeruhan.
2.4 Sumber dan Pembentukan Bijih Nikel
Adapun mineral-mineral utama pada logam bijih nikel yaitu antara lain:
1) Millerit, NiS
2) Smaltit (Fe,Co,Ni)As
3) Nikolit (Ni)As
4) Pentlandite (Ni, Cu, Fe)S
5) Garnierite (Ni, Mg)SiO3.xH2O
Nikel terbentuk bersama dengan belerang dalam millerite (NiS), dengan arsenik
dalam galian nikolit (NiAs), dan dengan arsenik dan belerang dalam (nikel glance). Nikel
juga terbentuk bersama-sama dengan chrom dan platina dalam batuan ultrabasa, seperti
peridotit, baik termetamorfkan ataupun tidak. Terdapat dua jenis endapan nikel yang bersifat
komersil, yaitu:
a) Sebagai hasil konsentrasi residual silika dan pada proses pelapukan batuan beku ultrabasa.
b) Sebagai endapan nikel-tembaga sulfida, yang biasanya berasosiasi dengan pirit, pirotit, dan
kalkopirit.
Unsur nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel ditemukan
dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-lempeng halus dan butiran kecil bersama
pyrhotin dan kalkopirit. Nikel biasanya terdapat dalam tanah yang terletak di atas batuan
basa. Nikel adalah bahan galian golongan A, yang dimana bahan galian yang tergolong
strategis. Minyak bumi dan batubara juga sama dalam bahan galian golongan A. Pada
umumnya bahan galian golongan A sangat dicari oleh investor – investor yang bergerak
dibidang pertambangan dan usaha lainnya.

2.5 Tambang Nikel di Indonesia


Di Indonesia, Potensi nikel terdapat di Pulau Sulawesi, Kalimantan Tenggara,
Kalimantan Barat, Maluku, dan Papua.Selain itu terdapat juga di daerah Pulau Obi,
Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Maluku Utara (Malut) Ternate. Nikel yang dijumpai
berhubungan erat dengan batuan peridotit. Logam yang tidak ditemukan dalam peridotit itu
sendiri, melainkan sebagai hasil lapukan dari batuan tersebut. Mineral nikelnya adalah
garnerit.
2.6 Dampak Nikel
1. Bagi Kesehatan
Dalam jumlah kecil, nikel merupakan unsur penting, tetapi ketika berada dalam
konsentrasi terlalu tinggi akan membahayakan kesehatan manusia. Senyawa nikel sendiri
terjadi dalam lingkungan pada tingkat yang rendah Manusia dapat terpapar nikel melalui
udara, air minum, makanan atau rokok. Paparan nikel dalam jumlah besar akan memiliki
konsekuensi sebagai berikut:
• Kemungkinan lebih tinggi mengalami kanker paru-paru, kanker hidung, kanker laring, dan
kanker prostat
• Sakit kepala dan pusing setelah terpapar gas nikel
• Emboli paru
• Kegagalan pernapasan
• Janin lahir cacat
• Asma dan bronkitis kronis
• Reaksi alergi seperti ruam kulit, terutama dari perhiasan
• Gangguan Jantung
• Asap nikel merupakan iritan pernapasan dan dapat menyebabkan pneumonitis. Paparan
nikel dan senyawanya bisa memicu dermatitis yang dikenal sebagai “gatal nikel” pada
individu yang peka.
2. Bagi Kesehatan
Nikel dilepaskan ke udara oleh pembangkit listrik dan pembakar sampah yang kemudian
mengendap di tanah atau terserap tanah setelah reaksi dengan air hujan. Nikel juga dapat
berakhir di air permukaan saat menjadi bagian limbah sungai.
Konsentrasi nikel yang tinggi pada tanah berpasir dapat merusak tanaman dan
konsentrasi nikel yang tinggi di permukaan air dapat mengurangi tingkat pertumbuhan alga.
Mikro organisme berpotensi mengalami penurunan pertumbuhan karena kehadiran nikel,
meskipun mereka biasanya mampu mengembangkan resistansi terhadap nikel setelah
beberapa saat. Pada hewan, paparan nikel berlebih berpotensi menyebabkan berbagai jenis
kanker.
2.7 Manfaat dan Penggunaan Nikel

Sumber : www.serambigeologi.com
Gambar 2.2
Komposisi Penggunaan Nikel dalam Industri
Nikel digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti : pelindung
baja (stainless steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik, aplikasi industri
pesawat terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik bertenaga gas, pembuat magnet
kuat,pembuatan alat-alat laboratorium (nikrom), kawat lampu listrik, katalisator lemak,
pupuk pertanian, dan berbagai fungsi lain (Gerberding J.L., 2005)
1) Paduan Nikel
Nikel (Ni) adalah logam perak-putih yang ditemukan pada tahun 1751 dan unsur
paduan utama yang memberikan kekuatan, ketangguhan, dan ketahanan korosi. Yang
biasanya digunakan secara luas pada baja stainless dan paduan berbasis nikel (yang biasa
disebut superalloy). Paduan nikel digunakan pada aplikasi temperatur tinggi (seperti
komponen mesin jet, roket, dan pembangkit listrik tenaga nuklir), dalam penanganan
makanan dan peralatan pengolahan kimia, koin, dan dalam perangkat kapal laut. Karena nikel
mempunyai sifat magnetik, paduan nikel juga digunakan dalam aplikasi elektromagnetik,
seperti solenoida. Penggunaan utama nikel yaitu sebagai logam untuk electroplating dari part
untuk permukaannya dan untuk peningkatan ketahanannya terhadap korosi dan keausan.
Paduan nikel memiliki kekuatan tinggi dan tahan korosi pada temperatur tinggi. Pemaduan
unsur nikel kromium, kobalt, dan molibdenum. Sifat paduan nikel dalam mesin, pembentuk,
casting, dan pengelasan dapat dimodifikasi dengan berbagai unsur paduan lainnya.
Berbagai paduan nikel, memiliki berbagai kekuatan pada temperatur yang berbeda,
telah dikembangkan .Meskipun nama dagang masih digunakan secara umum, paduan nikel
sekarang diidentifikasi dalam sistem UNS dengan huruf N. Jadi, hastelloy G yang sekarang
adalah N06007. Monel adalah paduan nikel-tembaga. Inconel adalah paduan nikel-kromium
dengan tegangan tarik hingga 1400 MPa.
a) Hastelloy (paduan nikel-kromium) memiliki ketahanan korosi yang baik dan kekuatan
tinggi pada suhu yang tinggi. Nichrome (paduan nikel, kromium, dan besi) memiliki
ketahanan listrik tinggi dan ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi dan digunakan untuk
elemen pemanas listrik. Invar dan kovar (paduan besi dan nikel) memiliki sensitivitas yang
relatif pada suhu rendah
b) Superalloy sangat penting untuk aplikasi temperatur tinggi, oleh karena itu, mereka juga
dikenal sebagai paduan tahan suhu panas atau tinggi. Superaloy umumnya memiliki
ketahanan yang baik terhadap korosi, kelelahan mekanis dan termal, getaran mekanik dan
termal, rambatan, dan erosi pada temperatur tinggi. Aplikasi utama dari superalloy adalah
untuk mesin jet dan turbin gas. Aplikasi lain mesin torak, mesin roket, alat-alat dan cetakan
untuk perlakuan panas logam, nuklir, kimia, dan industri petrokimia. Secara umum,
superalloy diidentifikasi dengan nama dagang atau sistem penomoran khusus, dan mereka
tersedia dalam berbagai bentuk. Kebanyakan superalloy memiliki ketahanan suhu maksimum
sekitar 1000o C dalam aplikasi struktural. Suhu dapat setinggi 1.200o C untuk komponen
bantalan non beban.
c) Superaloy terdiri dari berbasis besi, berbasis kobalt, atau berbasis nikel:
• Superalloy berbasis Besi pada umumnya mengandung 32-67% Fe, dari 15 sampai dengan
22% Cr, dan 9-38% Ni. Paduan umum dalam kelompok ini adalah seri incoloy.
• Superalloy berbasis Cobalt pada umumnya mengandung 35-65% Co, dari 19 menjadi 30%
Cr, dan naik 35% Ni. Superalloy ini tidak sekuat superalloy berbasis nikel, tetapi mereka
mampu mempertahankan kekuatan mereka pada suhu yang lebih tinggi.
• Superalloy berbasis Nikel adalah yang paling umum dari superalloy, dan mereka tersedia
dalam berbagai macam komposisi (tabel 6.9). komposisi nikel adalah 38-76%. Mereka juga
mengandung 27% Cr dan 20% paduan Co. Biasanya paduan dalam kelompok ini adalah
Hastelloys, Inconel, Nimonic, Rene, udimet, astroloy, dan seri waspaloy.
d) Stainless Steel adalah baja dengan sifat ketahanan korosi yang sangat tinggi di berbagai
kondisi lingkungan. Nikel digunakan sebagai unsur penstabil austenit, yang berarti
penambahan nikel pada besi paduan mempromosikan perubahan struktur kristal dari bcc
(ferritic) ke fcc (austenitic). Jadi nikel digunakan untuk menaikkan kekuatan, memperbaiki
sifat kelelahan dan meningkatkan keuletan besi. Penambahan nikel menunda pembentukan
fasa intermetalik yang merusak pada austenitic ss tetapi nikel kurang efektif dibanding
nitrogen pada DSS. Sruktur fcc membuat austenitic stainless steels memiliki ketangguhan
tinggi. Kehadirannya dari sekitar setengah struktur mikro duplex meningkatkan ketangguhan
duplex dibanding Ferritic SS.
e) Copper-Nikel-Silikon Alloys
Jika Nikel dan Silikon dalam perbandingan 4 : 1, yaitu 4 bagian Nikel dan 1 bagian Silikon
dipadukan di dalam Copper (Tembaga) pada Temperatur tinggi maka akan terbentuk sebuah
unsur yang disebut Nikel Silicide (Ni2Si) dan pada Temperatur rendah paduan ini akan sesuai
untuk pengendapan dalam perlakuan panas, dimana proses pelarutan akan diperoleh dalam
proses Quenching dari Temperatur 7000C dan akan diperoleh sifat paduan Tembaga yang
lunak dan ulet, kemudian dilanjutkan dengan memberikan pemanasan pada Temperatur
4500C maka akan meningkatkan kekerasan serta tegangan dari paduan Tembaga tersebut.
Persentase kadar Nikel dan Silikon ini disesuaikan dengan kebutuhan dari sifat yang
dihasilkannya, biasanya diberikan antara 1 % hingga 3 % . Paduan Tembaga Sehingga akan
memiliki sifat Thermal dan electrical Conductivity yang baik dan tahan terhadap
pembentukan kulit dan oxidasi serta dapat mempertahankan sifat mekaniknya pada
Temperatur tinggi dalam jangka waktu yang lama.
f) Nikel – Silver
Nikel – Silver sebenarnya tidak mengandung unsur Silver, penamaan ini dikarenakan
penampilan dari paduan ini menyerupai silver. Komposisinya terdiri atas Copper, Nikel dan
Seng (Zinc). Semua paduan dari jenis ini dapat dikerjakan atau dibentuk dengan pengejaan
dingin (cold working), akan tetapi dengan meminimalkan tingkat kemurniannya paduan ini
juga memungkinkan untuk pengerjaan panas (hot working). Nikel Silver mengandung kadar
Tembaga antara 55 % sampai 68 % dan paduan dengan kadar Nikel antara 10 % hingga 30 %
banyak digunakan dalam pembuatan sendok dan garpu. Paduan yang dibuat dalam bentuk
plat dengan type EPNS sebagai derajat kesatu dengan kadar Nikel 18 % digunakan sebagai
bahan pegas pada kontaktor peralatan listrik.
BAB III

DESKRIPSI PROSES
3.1 Bahan Baku
Bahan baku pembuatan nikel adalah biji nikel dari mineral oksida (laterit). Ada dua
jenis yang umumnya ditemui yaitu Saprolit dan Limonit dengan berbagai variasi
kadar. Perbedaan menonjol dari 2 jenis bijih ini adalah kandungan Fe (Besi) dan Mg
(Magnesium), bijih saprolit mempunyai kandungan Fe rendah dan Mg tinggi
sedangkan limonit sebaliknya. Bijih Saprolit dua dibagi dalam 2 jenis berdasarkan
kadarnya yaitu HGSO (High Grade Saprolit Ore) dengan kandungan Ni > 2,0% ; Fe
< 25% dan LGSO (Low Grade Saprolit Ore) dengan kandungan Ni: 1,8% - 2,0% ; Fe
< 25%. Bijih limonit memiliki jenis low grade dengan kandungan Ni : 1,2% -1,8% ;
Fe ≥ 25%. Bahan baku lainnya adalah anthracite, dan batu kapur sebagai mixing ore.
Submaterial lainnya yang digunakan adalah calcium carbide, soda ash, dan flour spar.
3.2 Diagram Alir Proses
3.3 Deskripsi Proses
3.3.1 Material Handling
Material handling tersebut bertujuan agar bijih yang diolah sesuai dengan
spesifikasi mesin pada setiap plant maupun spesifikasi produk yang diinginkan.
Proses material handling meliputi:
A. Transfer Material
Transfer material meliputi semua material yang akan di olah yaitu penerimaan,
pengangkutan, dan penimbangan bijih nikel, batu bara, batu kapur maupun slag yang
masih akan diolah pada unit slag treatment. Bijih nikel tersebut akan diangkut dan
dikirim menggunakan truck ke stockyard masing-masing pada pabrik untuk kemudian
diolah melalui ketiga plant yang berbeda. Batubara yang digunakan berasal dari
Kalimantan, dan batu kapur tersebut diangkut dari pelabuhan ke pabrik untuk
kemudian digunakan untuk proses pengolahan bijih nikel.
B. Ore Blending
Bijih- bijih yang terdapat di stockyard akan diangkut menggunakan wheel
loader lalu dicampur melewati shaking-out-machine yang berguna untuk
menseragamkan kadar dalam bijih nikel yang akan dijadikan umpan ke dalam pabrik.
Proses ore blending mencakup proses penerimaan bijih, pencampuran bijih, dan
penampungan bijih. Pada umumnya, bijih yang digunakan untuk proses pengolahan
terdiri dari 80 % bijih nikel INCO karena memiliki kadar nikel tinggi. Penentuan
proses ore blending ditentukan oleh komposisi awal bijih dari setiap stockyard.
Komposisi tersebut didapatkan dari pengambilan sample bijih dari setiap stockyard
yang kemudian di uji oleh unit Quality Control.
C. Pengelolaan dalam Pabrik
Proses pengolahan bijih nikel merupakan proses ekstraksi pyrometallurgy,
yaitu proses yang melibatkan temperature tinggi. Hasilnya ada lah gas yang terdiri
dari debu yang masih akan diolah, yaitu diserap oleh exhaust gas dan gas yang ringan
akan dipisahkan oleh cyclone untuk kemudian dibuang melalui cerobong (stack).
Pemantauan kualitas udara dilakukan dengan pemantauan cerobong, pemantauan
udara ambient, pemantauan kebisingan dan getaran. Pemantauan tersebut dilakukan
secara rutin setiap bulan oleh Balai Hiperkes Makassar.
3.3.2 Ore Preparation
Proses persiapan bijih ini meliputi beberapa tahapan yaitu ore receiving, ore drying, ore
sizing, ore mixing, dan kalsinasi. Berikut merupakan penjelasan untuk setiap tahapan.
 Ore receiving
Wet ore hasil ore blending tersebut masih mempunyai ukuran yang tidak seragam.
Wet ore dari penampungan (stockyard) diangkut dengan pay loader dengan muatan
16 ton untuk dimasukkan ke SOM (Shake Out Machine) dengan ukuran saringan
(mesh) 20 x 25 cm. Wet ore yang lolos (undersize) dengan ukuran kurang dari 150 x
200 mm akan jatuh dan ditampung di loading hooper yang kemudian ditranspotasikan
dengan belt conveyor untuk dibawa ke proses pengeringan. Sedangkan wet ore yang
mempunyai ukuran lebih besar (oversize) akan terpisah dan disingkirkan secara
manual. Bijih tersebut dinamakan boulder yang kemudian dibawa ke bagian slag
treatment untuk dihancurkan dan dipisahkan kembali.
 Ore Drying
Wet ore undersize hasil SOM tersebut memiliki kandungan air lembab atau moisture
content (MC) sebanyak 30%. Adanya moisture content tersebut saat proses dapat
mengakibatkan ledakan sehingga dilakukan proses pengeringan di Rotary Dryer
(RD). Pengeringan tersebut mengurangi kadar MC dari 30% menjadi 22% ± 1%.
Penentuan kadar tersebut dipilih karena kondisi tersebut paling baik untuk mereduksi
nikel losses, mengurangi polusi, dan keawetan mesin. Moisture content tidak
dihilangkan semua karena jika ore terlalu kering, maka saat proses sizing, ore akan
menjadi debu sehingga tidak dapat diproses selanjutnya. Output proses ini dinamakan
dry ore. Rotary dryer (unit 1) merupakan suatu tanur silinder yang berputar dengan
panjang 30 m, diameter 3,2, dan kemiringan 3 o . Alat ini beroperasi pada
temperature 600° C selama 30 menit. Pengeringan bijih diakibatkan oleh terjadinya
kontak langsung dengan panas dari burner yang terletak sebelum rotary dryer
sehingga terjadi aliran panas searah (cocurrent) dengan aliran masuk ore. Bahan
bakar yang digunakan untuk menyalakan burner adalah puvurized coal dan bahan
bakar minyak. Pulvurized coal merupakan batubara yang diolah melalui coal firing
dan di screening dengan ukuran ±95mesh. Batu bara yang oversize akan di grinding
dan di saring oleh bag fiter kemudian ditransportasikan sebagai pulverized coal.
Sedangkan bahan bakar minyak yang digunakan dapat berupa IDO (industry diesel
oil) dan MFO (marine fuel oil).
 Ore Sizing
Dry ore akan menuju vibrating screener atau rifle flow screener (RFS). Material
oversize akan masuk ke IB (Impeller Breaker) untuk di crushing kemudian jatuh ke
belt conveyor yang sama dengan material undersizenya (≤ 30 mm). Penentuan ukuran
conditioned ore tersebut dikarenakan kadar LOI yang ada pada ore lebih mudah
tereduksi pada proses selanjutnya. Conditioned ore ini akan ditransportasikan oleh
belt conveyor (two way chute), satu menuju poidmeter untuk ditampung di dalam bin
dan satu lagi menuju ke gudang untuk penampungan.
 Ore Mixing
Bahan yang digunakan untuk ore mixing antara lain conditioned ore, pellet, batubara
(coal), dan batu kapur (limestone). Bahan ore mixing tersebut ditransportasikan
melalui belt conveyor, masuk ke shuttle conveyor, dan masuk ke dalam bin. Setiap
bahan mixing ore ditampung dalam bin yang masing-masing berkapasitas 12 ton.
Terdapat 7 bin pada ore mixing, antaranya 3 bin untuk penampungan conditioned ore,
2 bin untuk penampung batubara, 1 bin untuk penampung pellet, 1 bin lainnya untuk
menampung slag. Bin tersebut memiliki saringan untuk memisahkan fine ore untuk
dibawa sebagai binder ke unit pelletizer, sedangkan ore yang oversize akan langsung
menuju belt conveyor untuk dicampur dengan ore yang berasal dari 3 bin lainnya
ditambah dengan batubara. Material dalam bin tersebut akan ditimbang secara
otomatis dengan poid meter (constant feed weigher) dengan setting yang telah
ditentukan sehingga didapatkan pebandingan yang tepat. Campuran material- material
tersebut merupakan ore mixing yang akan diproses kalsinasi pada rotary kiln.
Proses pada Rotary Dryer dan Rotary Kiln akan menghasilkan gas buang dengan
debu yang masih mengandung nikel. Debu tersebut akan dihisap oleh exhaust fan
menuju cyclone sehingga debu dengan ukuran halus terpisah dari debu kasar. Debu
kasar tersebut masuk ke Electrostatic Precipitator (EP) dimana debu dipisahkan dari
gas-gas hasil proses. Gas akan dialirkan keluar melalui cerobong sedangkan debu
akan dimasukkan ke dalam dust bin untuk di masukkan ke dalam unit pelletizer.
Temperatur dari debu merupakan parameter penting yang harus dikontrol sebab
apabila terlalu tinggi ( > 200°C), debu panas dapat merusak EP dan menyebabkan
ledakan. Bahan pembuatan pellet antara lain debu hasil rotary dryer dan rotary kiln
dicampur dengan binder (pengikat) yaitu fine ore dan air. Setiap bahan campuran
pellet ditransportasikan dengan belt conveyor menuju pelletizer. Adapun pellet yang
dihasilkan diharapkan memliki ukuran antara 10-20 mm dengan MC < 24%.
 Tahap Kalsinasi
Conditioned ore yang telah dicampur dengan batubara kemudian akan
mengalami proses kalsinasi pada rotary kiln (RK). RK (unit 2) memiliki
panjang 90 meter dengan diameter 4 meter dan kemiringan 2°. Dengan heavy
oil burner, ore dapat dikalsinasi sebanyak 55 ton/jam pada temperature 900° C
selama tiga jam. Ore beserta bahan campuran hasil proses ini disebut calcined
ore yang kemudian ditampung di dalam surge hopper untuk dituang ke
container untuk proses peleburan. Output dari proses ini adalah calcined ore
dengan kadar LOI < 1% dan kadar C < 2%. Conditioned ore terdiri dari 22%
moisture content dan 10% - 12% air kristal dalam bentuk serpentine
(3MgO.2SiO2.2H2O) dan beberapa goethite (Fe2O.H2O).Proses kalsinasi
tersebut bertujuan untuk menghilangkan moisture content (MC) dan kadar air
Kristal atau lost on ignition (LOI) hingga <1%. Jika masih terdapat LOI pada
ore, maka saat peleburan akan terjadi ledakan-ledakan (boiling) akibat
terjadinya penguapan air yang berlebihan. Pemanasan pada RK dihasilkan oleh
burner yang terpasang pada ujung pengeluaran. Aliran pemanasan berlangsung
secara counter current, yaitu berlawanan dengan arah aliran masuk material
sehingga gradient suhu cenderung meningkat menuju titik terpanas. Adapun di
dalam kiln, ore akan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Drying zone
Pada tahapan ini, semua moisture sudah hilang. Adapun proses ini
berlangsung di daerah charging kiln dengan Temperatur dikontrol pada
kisaran 200-4000 C (sasaran mutu).
2. Pre-heating zone
Pada tahapan ini, sebagian air kristal sudah mulai menghilang. Adapun proses
ini berlangsung di bagian tengah dari kiln dengan Temperatur dikontrol pada
kisaran 400-6000 C.

3. Calcining zone
Pada tahapan ini, air kristal sudah menghilang. Adapun proses ini
berlangsung di daerah discharge kiln dengan Temperatur dikontrol pada
kisaran 600-9000 C. Pada tahap ini juga terjadi proses pre-reduction
dimana batubara berfungsi sebagai reduktor. Sedangkan pada FENI
Plant I, penambahan batu kapur berfungsi untuk mengatur basicity
karena dinding RK memiliki refraktori berupa Magnesia Brick (MgO)
denganketebalan ± 20 cm sehingga proses pengikisan refraktori dapat
dicegah. Reaksi reduksi yang terjadi adalah reaksi reduksi tidak
langsung, yaitu reduksi tidak dilakukan oleh carbon secara langsung,
tetapi dilakukan oleh gas CO yang merupakan hasil reaksi carbon
dengan udara panas (O2). Gas CO tersebut akan mereduksi 20% NiO
dalam ore menjadi Ni dan Fe2O3 menjadi FeO sebanyak 80%. Selain
itu, dinyatakan pula bahwa 8% fixed carbon (FC) ikut terbakar di dalam
RK. Berikut ini merupakan reaksi yang terjadi di dalam RK:
Fe2O3.H2O → Fe2O3 + H2O
3MgO.2SiO2.H2O → 3 MgO + 2SiO2 + 2H2O
C + ½ O2 → CO
NiO + CO → Ni + CO2
Fe2O3 + CO → FeO + CO2
MgCO3 → MgO + CO2
2C + O2 → 2CO
C + CO2 → 2CO

Variable proses yang harus dijaga pada tahap ini adalah temperatur
proses dalam kiln. Jika temperatur terlalu rendah, maka kadar LOI dalam
ore akan tinggi. Sedangkan jika temperatur terlalu tinggi, maka akan
terjadi superheating yang menyebabkan terbentuknya clinker (terak) di
dinding dalam kiln Selain itu, variable yang perlu diperhatikan adalah
fullness dan retention time dari material selama dalam kiln. Fullness
adalah derajat ore dalam memenuhi satu ruangan dalam kiln dan
retention time adalah waktu yang dibutuhkan oleh ore untuk melalui
seluruh tahapan proses dalam. Jika fullness dari material terlalu tinggi,
maka panas dari burnerkemungkinan besar tidak menyapu rata seluruh
ore (panas tidak homogen). Sedangkan jika fullness dari material terlalu
rendah, maka potensi terjadinya clinker juga semakin meningkat. Jika
retention time terlalu lama, material terancam mengalami overheat yang
dapat menyebabkan clinker, sementara apabila retention time terlalu
rendah, kemungkinan besar panas tidak tersebar merata dalam ore yang
menyebabkan MC dari calcined ore terlalu tinggi. Sistem pengoperasian
rotary kiln menggunakan distributed control system (DCS) dengan meja
kendali yang dioperasikan operator melalui layar monitor. Sistem
software ini secara umum terdiri dari pengaturan laju umpan, pengaturan
system pemanasan, pengaturan kecepatan putar RK, dan pengaturan
tekanan gas.
3.3.3 Tahap Peleburan
Proses peleburan adalah proses saat kalsin dari proses kalsinasi pada rotary kiln
diolah dalam tanur listrik untuk memisahkan crude FeNi dengan slag melalui proses
reduksi. Proses ini dibagi menjadi dua bagian yaitu transportasi kalsin dan proses
peleburan.
 Transportasi Kalsin
Kalsin yang keluar dari rotary kiln dipindahkan ke tanur listrik, kalsin yang
suhunya 900ºC ditampung dalam surge hopper dan ditimbang beratnya. Pada
suatu periode tertentu diangkut sejumlah tertentu dengan meggunakan
container wagon yang dijalankan pada rel dibawa kontainer shaft. Hot Charge
Crane memiliki kapasitas maksimum hingga 25 ton, dengan berat kontainer
kurang lebih 12 ton, kalsin yang diangkut berkisar 8-9 ton.
 Proses Peleburan

Setelah semua kalsin sudah tertampung di top Bin dengan kapasitas 30 ton,
kalsin diumpankan melalui 24 buah chute kedalam tanur listrik, tiga buah
chute berujung diantara elektroda, enam chute berada disekeliling elektrode,
dan 15 chute lainnya berada disekeliling enam elektrode sebelummnya dan
berguna untuk menjaga temperatur dinding agar tidak teralu panas. Semua
ujung chute dilengkapi dengan damper untuk mengatur kecepatan masuknya
kalsin bila diperlukan. Tanur yang digunakan adalah tanur listrik tertutup.
Proses peleburan dalam tanur listirk menggunakan 3 buah elektroda yang
dihubungkan pada transformator 3 fasa hubungan delta berkapasitas 17.000
kVA (I) dan 40.000 kVA(II). Elektroda yang memiliki berat 40-45 ton adalah
jenis elekroda soderberg yang terdiri dari steel case dan pasta. Pasta dengan
kandungan 81% fixed carbom ini selain sebagai konduktor juga berfungsi
sebagai reduktor dalam tanur listrik. Ketiga ujung elektroda ini menghasilkan
panas untuk melebur kalsin. Tegangan dijaga tetap untuk mengatur jarak
elektroda dengan permukaan kalsin melalui mekanisme naik turun elektroda
(slipping). Arus yang mengalir diusahakan sama agar tidak terjadi
ketidakseimbangan, jika hal ini terjadi akan terjadi ledakkan(bolling), ini juga
dapat terjadi jika dalam kalsin masih terdapat kandungan air ataupun terbentuk
debu-debu yang halus yang cukup tebal yang akan menghalangi keluarnya gas
dari cairan. Permukaan elektroda yang tidak boleh tercelup terlalu dalam
kedalam slag karena energi yang seharusnya digunakan untuk melebur kalsin
dapat terbuang untuk memanaskan slag. Ujung elektroda harus berada tepat
dipermukaan umpan sehingga busur api yang timbul dapat efektif untuk
melebur kalsin. Apabila elektroda memendek karena arus terbakar, perlu
dilakukan penyambungan untuk kelancaran proses peleburan. Penyambungan
dilakukan 2-3 kali dalam satu bulan. Dalam tanur listrik, kalsin dilebur dan
direduksi (untuk membuat kalsin menjadi crude Fe-NI) oleh karbon dari ketiga
elektroda serta antrasit dan batu bara dalam kalsin. Sebagian Ni dan Fe yang
ada dalam kalsin akan tereduksi sedangkan batu bara dalam kalsin yang
berfungsi sebagai pengikat pengotor menjadi lag.
Dengan elektroda bersuhu tinggi maka akan terjadi reaksi reduksi yang
menyebabkan terjadinya pemisahan antara metal cair dan terak (slag). Metal
sebagai hasil dari reduksi akan berada dibawah dari permukaan leburan
sedangkan terak diatas permukaan leburan. Hal ini dikarenakan metal cair
memilki berat jenis yang lebih besar (6,7 -7) dibandingkan slag (2,8-3). Metal
cair akan diteruskan ke tahap selanjutnya sedangkan slag akan dibuang.
Bagian- bagian utama dari slag adalah SiO2, MgO, FeO dan yang lainnya
adalah CaO, Al2O3, Cr2O3, MnO dan NiO. Oksida –oksida yang tidak
tereduksi dalam kalsin seperti SiO2, MgO, CaO, dan lain-lain akan meleleh
dan membentuk slag, slag berperan penting dalam mengatur komposisi logam
cair karena merupakan bahan perantara terjadinya reaksi kimia. Slag
dikeluarkan dari tanur listrik ketika sudah mencapai 135.000 kWh dengan
suhu kira-kira 1550°C. Slag cair dikeluarkan melalui slag tapping hole
kemudian dialirkan ke slag yard dan menuju kolam pendingin slag. Sedangkan
metal cair keluar melalui metal tapping hole melalui metal runner menuju
ladle yang dipanaskan untuk menghindari pembekuan logam.
3.2.4 Tahap Pemurnian
Pemurnian (refining) merupakan usaha untuk meningkatkan kadar suatu unsur
(logam) dengan cara menghilangkan unsur pengotor dalam suatu bahan dalam
hal ini crude metal untuk menghasilkan bahan/senyawa yang sesuai dengan kadar
bahan yang diinginkan. Tujuan dari proses pemurnian adalah untuk mengurangi kadar
unsur pengotor (impurities) dalam crude ferronikel (FeNi) antara lain kadar Silika
(Si), Karbon (C), Phospor (P), Sulfur (S). Proses pemurnian selalu berdasarkan
prinsip bahwa elemen-elemen yang berbeda akan dapat dipisahkan menjadi bagian-
bagian dengan fase yang berbeda-beda dan selanjutnya akan dipisahkan secara fisika.
Proses pemurnian crude metal menjadi ferronikel dilakukan dengan beberapa jenis
proses antara lain:
 Proses Desulfurisasi
Proses desulfurisasi bertujuan untuk mengurangi kadar sulfur yang ada dalam
crude FeNi hasil peleburan supaya kandungan sulfur pada produk akhir
maksimal menjadi 0,03%. Unsur pengotor dalam crude FeNi berasal dari bijih
nikel, bahan reduktor batu bara, serta heavy oil yang digunakan untuk
proses peleburan. Crude FeNi yang keluar dari proses peleburan saat tapping
metal akan ditampung dalam suatu ladle yang sebelumnya dipanaskan terlebih
dahulu. Ladle ini dibawa dengan menggunakan crane ke bagian pemurnian.
Sebelum proses desulfurisasi dimulai, terlebih dahulu bahan desulfurisasi
seperti calcium carbide (CaC2), soda ash (Na2CO3), fluospar (CaF2)
dimasukkan ke dalam ladle. Terdapat juga bahan-bahan pembantu seperti
aluminum ingot, ferro silikon. Temperatur crude FeNi harus memenuhi
ketentuan supaya dapat dilakukan desulfurisasi. Apabila temperatur crude
FeNi lebih rendah dari yang diisyaratkan, ada kemungkinan pengadukan akan
berlangsung secara tidak sempurna akibat adanya sebagian logam cair yang
telah membeku karena seperti yang kita ketahui bahwa reaksi pencampuran
Crude FeNi dengan calcium carbide merupakan reaksi endotermis sehingga
kita harus tetap menjaga logam FeNi ini agar tidak membeku sampai proses
pemurnian selesai. Untuk menaikkan temperatur logam cair tersebut dilakukan
oxygen blowing, kemudian di bawa ke proses desulfurisasi.
Ladle desulfurisasi menggunakan stirrer yang dimasukkan ke dalam ladle
kemudian diputar, perputaran ini akan mengakibatkan gaya sentrifugal yang
bekerja di dalam ladle. Mengakibatkan terjadinya aksi pengadukan sehingga
bahan-bahan desulfurisasi dan crude Feni akan tercampur merata dan slag
naik ke atas. Pengadukan dilakukan selama 30-35 menit. Setelah pengadukan,
slag dikeluarkan dengan cara skimming. Crude FeNi hasil desulfurisasi
dianalisis kasar sulfurnya. Kadar sulfur yangdiinginkan adalah:
Untuk produk low carbon,
S <0,01%
Untuk produk high carbon,
S <0,02%
 Proses Oksidasi
Tujuan dari proses oksidasi ini untuk menghilangkan impurity crude FeNi
menjadi sesuai standar permintaan dengan menggunakan alat shaking
converter atau LD converter.
1. Proses De-silikonisasi
Proses ini bertujuan untuk menghilangan kandungan silicon dalam crude
FeNi<0,05. Jika kadar silicon masih tinggi, maka dilakukan proses de-
siloconisasi dua kali.
2. Dekarbonisasi dan Dephosporisasi
Pada tahap ini, crude FeNi yang memiliki kandungan unsur pengotor seperti
1,5% C, 0,3% Si, dan 0,8% Cr akan dimurnikan untuk mendapatkan kadar
yang diinginkan melalui peniupan oksigen. Pada tahap ini terdapat
kemungkinan temperatur crude FeNi akan tinggi sekali. Untuk mencegah hal
ini tidak terjadi, sebelum peniupan oksigen, dimasukkan coolant material yaitu
produk material yang digunakan sebagai pendingin seperti bahan scrap hasil
sisa oksidasi. Pada saat oksigen ditiupkan kedalam shaking converter, terjadi
reaksi oksidasi pada karbon dan krom. Karbon dalam crude FeNi akan keluar
sebagai gas CO, sedangkan gas Cr akan teroksidasi pada saat konsentrasi C
berkurang menjadi Cr2O3 yang akan memisah sebagai slag. Pada tahap akhir
peniupan oksigen, phospor juga akan mengalami oksidasi. Oksidasi
berlangsung kurang lebih 1,5 jam. P2O5 yang terbentuk akan diikat oleh CaO
untuk membentuk slag.

3.2.5 Casting
Suatu zat yang berada di atas temperatur leburnya akan mempunyai fasa cair
dan sebaliknya jika temperatur tersebut turun maka zat tersebut akan membeku. FeNi
yang telah dimurnikan akan dicetak dalam bentuk shot dan ingot. Jika dilihat dari
kandungan carbonnya, produk akhir ferronikel dibedakan atas high carbon dan low
carbon. Namun belakangan ini produksi ferronikel hanya berbentuk shot karena
bentuk ingot sudah jarang digunakan.
Prinsip pembuatan shot dilakukan dengan menumpahkan metal cair ke dalam
bak air (240 m3) yang airnya bersirkulasi. Sebelum metal cair mengenai air, terlebih
dahulu disemprotkan dengan air (melalui jet nozzle) yang bertekanan untuk menjaga
temperatur ladle, kemudian menghasilkan produk berupa butiran-butiran yang akan
segera membeku sewaktu mengenai air (low carbon shot, dengan temperatur pouring
1610-1630OC) ataupun dibenturkan dengan media pembentur (high carbon shot,
dengan temperatur pouring 1400-1450oC). Metal yang sudah berbentuk shot
ditransfer ke belt conveyor ke alat pengering. Lalu produk shot ini melewati ayakan
untuk menyeragamkan ukurannya. Setelah itu dimasukkan ke dalam bag berkapasitas
100 kg.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nikel merupakan suatu bahan galian yang memiliki sifat tahan karat, tetapi apabila
dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek. Jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam
lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Bijih laterit terjadi sebagai endapan
yang massive di permukaan tanah atau tidak jauh di dalam tanah. Bijih nikel laterit
merupakan bijih dengan karakteristik mineralogis yang cukup kompleks. Bijih nikel laterit
banyak terdapat di negara berkembang, seperti Indonesia, Filipina, Kaledonia Baru, dan
Dominika. Adapun manfaat dari nikel adalah sebagai bahan campuran dalam pembuatan
stainless steel, campuran pada besi baja, pembuatan koin, dan lain-lain. Dampak negatif dari
logam nikel adalah fume dari nikel merupakan iritan dan bisa menyebabkan pneumonitis,
pemaparan terhadap nikel bisa menyebabkan sakit kulit eksim dermatitis dan dikenal sebagai
“nickel itch”. Di Indonesia Nikel ditambang dari daerah Sulawesi Tenggara (Soroako).
3.2 Saran
Demi kemajuan dalam proses belajar mengajar maka hal seperti ini harus terus
dilaksnakan dan dikembangkan. Agar setiap mahasiswa dapat melihat proses pengolahan
bahan galian.
DAFTAR PUSTAKA

Tubagus, R. https://www.academia.edu/19606812/Pengolahan_Nikel

Anda mungkin juga menyukai