PROPOSAL TESIS
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
NOVEMBER 2019
1
itu merupakan hak bersama anggota masyarakat hukum adat atas tanah
yang bersangkutan.
4. Hak-Hak Perorangan
Hak atas tanah yang memberi wewenang kepada pemegang haknya
(perseorangan, sekelompok orang secara bersama-sama, badan hukum)
untuk memakai, dalam arti menguasai, menggunakan, dan/atau mengambil
manfaat dari tanah tertentu.
Hak-hak perorangan meliputi:
- Hak-Hak Atas Tanah
Diatur dalam Pasal 4 UUPA, macam-macamnya diatur dalam Pasal
16 ayat 1 UUPA antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil
hutan, dan hak-hak yang lain tidak disebut diatas namun ditetapkan
Undang-Undang serta yang sifat haknya adalah sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 UUPA.
- Hak Atas Tanah Wakaf
Hak atas tanah hak milik yang telah diwakafkan. Perwakafan tanah
hak milik merupakan perbuatan hukum yang suci, mulia, dan terpuji yang
dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, dengan memisahkan
sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah hak milik dan
melembagakannya untuk selama-lamanya menjadi wakaf sosial.
Perwakafan tanah dapat ditemukan ketentuannya pada Pasal 49 ayat 3
UUPA serta diatur secara lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1977 Tetang Perwakafan Tanah Milik.2
- Hak Jaminan Atas Tanah
Hak jaminan yang dibebankan terhadap suatu hak atas tanah tanah.
Hak jaminan atas tanah salah satu contohnya adalah hak tanggungan.
Objek hak tanggungan antara lain adalah hak milik, hak guna bangunan,
hak pakai, dan hak milik atas satuan rumah susun.
2
Urip Santoso, “Kepastian Hukum Wakaf Tahah Hak Milik,” Perspektif 2, vol. 29 (Mei
2014), hlm.74.
3
4
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan Hak-Hak Atas Tanah,
ed. 1, cet. 5 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 25-26.
4
4. Hak Pakai
Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah milik
orang lain atau yang dikuasai langsung oleh negara, yang bukan sewa-
menyewa atau pengolahan tanah, yang dapat diberikan untuk suatu jangka
waktu tertentu kepada Warga Negara Indonesia tunggal, Badan Hukum
Indonesia (yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia), Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia, serta
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak milik atas tanah menurut ketentuan Pasal 20 ayat 1 UUPA adalah hak
yang turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai seseorang atas
tanah. Pengertian hak terkuat dan terpenuh sebagaimana dimaksud sebelumnya
adalah diantara hak-hak atas tanah, hak milik merupakan hak yang paling kuat dan
penuh. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak
atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan
dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya hak milik atas
tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan
hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan
penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang
lain.5
Subyek hukum yang dapat memperoleh hak milik atas tanah diatur dalam
ketentuan Pasal 21 ayat 1 UUPA yakni hanya Warga Negara Indonesia dan
beberapa badan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat 1 huruf b
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun
1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan
Hak Pengelolaan.
Tanah hak milik di Indonesia dapat berpindah/ dialihkan kepada pihak lain
dengan cara jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat,
pemberian menurut adat, dan perbuatan-perbuatan lain yang memiliki esensi
pengalihan hak milik atas tanah, diatur dalam Pasal 26 ayat 1 UUPA. Sahnya
5
Melianawaty, “Hak Milik atas Tanah”
https://www.kompasiana.com/melianawaty/5500006ea333117b6f50f8f1/hak-milik-atas-tanah-
oleh-melianawaty, diakses 26 November 2019.
5
peralihan hak milik atas tanah adalah harus dipenuhinya syarat materiil dan syarat
fomil.6
Pejabat Pembuat Akta Tanah berkewajiban untuk menyelidiki
kewenangan para pihak dan juga memeriksa kebenaran sertifikat asli atau surat-
surat tanah yang merupakan bukti kepemilikan atas tanah.
Sertifikat merupakan pegangan utama dari para pemegang mengenai
kepastian hukum hak atas tanah yang dipegangnya. Apabila timbul suatu
keraguan atau kesangsian akan kebenaran dari suatu sertifikat maka dapat
dilakukan permohonan pembatalan, dan pengadilan negerilah yang mempunyai
wewenang untuk menguji kebenaran sertifikat.
Perbuatan hukum peralihan hak milik atas tanah tidak lepas dengan
kaitannya juga dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta terkait
peralihan haknya. Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pembuatan akta otentik
harus memperhatikan pemenuhan syarat-syarat sahnya perjanjian, sebagaimana
tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya
disebut KUHPer) yakni:7
1. Kesepakatan mereka yang saling mengikatkan dirinya
Titik temu antara kehendak dan kemauan pihak yang satu dengan
kemauan atau kehendak pihak yang lain. Kehendak tentu harus diucapkan
atau diungkapkan dan dapat terjadi adanya peluang timbulnya suatu
masalah apabila pernyataan/ ungkapan tidak sesuai dengan kehendak.
Berikut 3 (tiga) teori yang dapat digunakan untuk penyelesaiannya, yakni:8
- Teori Kehendak (wilstheorie)
Teori ini menentukan apakah telah terjadi suatu perjanjian
adalah kehendak para pihak. Menurut teori ini perjanjian mengikat
kalau kedua kehendak telah saling bertemu dan perjanjian
6
Fredrik Mayore Saranaung, “Peralihan Hak atas Tanah Melalui Jual Beli Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,” Lex Crimen 1, vol.6, (Januari-Februari 2017), hlm. 13.
7
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,
ed.1, cet. 3 (Jakarta: Kencana, 2013), hlm.156.
8
Wibowo T. Tunardy, “Teori-Teori yang Digunakan untuk Menentukan Terjadinya
Kesepakatan” https://www.jurnalhukum.com/teori-teori-yang-digunakan-untuk-menentukan-
terjadinya-kesepakatan/, diakses 25 November 2019.
6
9
Abdullah, Salim HS, dan Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak & Memorandum Of
Understanding (MOU) (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 86.
7
perjanjian yang dibuat harus jelas. Tidak ada perjanjian yang timbul tanpa
adalah unsur esensialia, apabila salah satu unsur tidak ada maka perjanjian
menjadi timpang dan dianggap tidak pernah ada dan tidak mempunyai
akibat hukum.
8
2) Unsur Naturalia
tidak mengaturnya. Unsur naturalia ini pasti ada dalam suatu perjanjian,
yang memiliki unsur esensialia jual beli pasti akan terdapat unsur naturalia
3) Unsur Aksidentalia
perjanjian yang nanti ada atau tidak ada peristiwa akan mengikat para pihak.
Unsur aksidentalia ini adalah juga sebagai unsur penting dalam suatu
perjanjian, sebab terjadi atau tidaknya suatu peristiwa dikemudian hari yang
tersebut menjadi dapat dilaksanakan sesuai perjanjian atau dengan cara lain.10
Misalnya, dalam perjanjian jual beli barang, dengan pemberian uang panjar,
apabila pembeli batal membeli barang tersebut maka uang panjarnya hangus.
10
I Ketut Artadi dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra, Anatomi Kontrak Berdasarkan
Hukum Perjanjian (Denpasar: Udayana Press, 2017), hlm. 36.
9
12
Mariam Yasmin, “Akibat Perkawinan Campuran Terhadap Anak dan Harta Benda yang
Diperoleh Sebelum dan Sesudah Perkawinan (Studi Banding Indonesia-Malaysia),” (Tesis
Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2005), hlm.1.
13
Ibid, hlm.2.
11
14
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga di
Indonesia, ed.1, cet. 3 (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015),
hlm. 181.
15
Nirmala, “Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU/XII/2015 Terhadap
Hukum Perkawinan dan Hak Kebendaan di Indonesia” https://business-
law.binus.ac.id/2017/05/31/dampak-putusan-mahkamah-konstitusi-no-no-69puuxii2015-terhadap-
hukum-perkawinan-dan-hak-kebendaan-di-indonesia/, diakses 26 November 2019.
12
bersama, harta yang diperoleh suami dan istri selama perkawinan tidak dikuasai
oleh masing-masing suami dan istri, melainkan berada di dalam kepemilikan
bersama. Tanah yang awalnya dimiliki Warga Negara Indonesia menjadi bagian
dari harta bersama yang juga dimiliki oleh Warga Negara Asing sehingga hal
tersebut dapat melampaui batas-batas prinsip kewarganegaraan/ nasionalitas 16 .
Hal tersebut menyebabkan Warga Negara Indonesia yang telah menikah dengan
Warga Negara Asing tidak dapat memperoleh hak milik atas tanah di Indonesia
apabila tidak membuat perjanjian kawin.
Salah satu kasus konkret yang terjadi dan ditemukan oleh peneliti adalah
hak milik atas tanah yang diperoleh oleh Sven Hollinger karena hibah semasa
hidup dari almarhum istrinya, Nyonya Gusti Ayu Ita Dewi dalam Putusan
Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 393/Pdt.G/2017/PN DPS.
Sven Hollinger merupakan Warga Negara Asing yang menikah dengan
Gusti Ayu Ita Dewi, Warga Negara Indonesia. Keduanya menikah tertanggal 1
Februari 1997, tanpa adanya perjanjian kawin dan dalam jangka waktu kurang
lebih 10 (sepuluh) tahun Gusti Ayu Ita Dewi menghibahkan 3 (tiga) buah Tanah
dengan Sertipikat Hak Milik atas namanya (sebelumnya diperoleh atas nama
Gusti Ayu Ita Dewi karena adanya jual beli hibah dengan adiknya, Drs. I Gusti
Rai Tantra) kepada Sven Hollinger, yang saat itu masih berkewarganegaraan
asing.
Perjanjian hibah dan kuasa untuk menghibahkan hak tanah Sertifikat Hak
Milik atas nama Gusti Ayu Ita Dewi kepada Sven Hollinger dibuat dihadapan
notaris yang sama yakni Notaris Dewa Putu Oka Diatmika, S.H. selaku Pejabat
Pembuat Akta Tanah di Kabupaten Badung, berikut berturut-turut:
1. Hibah tanah dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 6729/Kuta luas 1360 m2,
tertanggal 26 Oktober 1998;
2. Hibah tanah dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 1074/Kerobokan Kelod
luas 600 m2, tertanggal 5 Desember 2003; dan
3. Hibah tanah dengan Sertipikat Hak Milik Nomor 1943/Kerobokan Kelod
luas 200 m2, tertanggal 11 Juli 2016.
16
Ira Rasjid, “Tinjauan Perjanjian Perkawinan Terhadap Perkawinan Campuran Warga
Negara Indonesia – Warga Negara Australia yang Dilangsungkan di New South Wales-Australia,”
(Tesis Magister Universitas Indonesia, Jakarta, 2009), hlm. 29.
13
Ketika Gusti Ayu Ita Dewi meninggal dan adiknya, Drs. I Gusti Rai Tantra
menggugat Sven Hollinger. Penggugat mengugat Sven Hollinger telah membujuk
kakaknya untuk menghibahkan tanah selama perkawinan, tanah tersebut mana
telah diperjanjikan dengan Penggugat agar tidak dipindah tangankan dengan cara
apapun kepada Sven Hollinger (tergugat). Namun, Gusti Ayu Ita Dewi nyatanya
telah memindahtangankan beberapa tanahnya kepada Sven Hollinger selama
perkawinan mereka berlangsung. Penggugat sebelumnya telah berulang kali
meminta 3 (tiga) bidang tanah hak milik yang dihibahkan kakaknya kepada Sven
Hollinger secara baik-baik agar diserahkan kembali dalam keadaan kosong dan
sukarela, namun Sven Hollinger menolak permintaan tersebut.
Pada kasus diatas dalam tingkat Pengadilan Negeri tertanggal 22
November 2017, majelis hakim mengabulkan gugatan dari Drs. I Gusti Rai Tantra
dan mengabulkan permohonan sita jaminan atas obyek sengketa.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penelitian tesis ini akan membahas dan
menganalisis mengenai perolehan tanah hak milik oleh Warga Negara Asing dari
Warga Negara Indonesia melalui hibah dalam perkawinan tanpa adanya perjanjian
kawin, oleh sebab itu tesis ini disampaikan dengan judul “Penyelesaian Sengketa
Kepemilikan Tanah Hasil Hibah dari Warga Negara Indonesia kepada
Warga Negara Asing dalam Perkawinan Campuran Berdasarkan Putusan
Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 393/Pdt.G/2017/PN DPS”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana status kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing yang
berasal dari hibah dalam perkawinannya dengan Warga Negara Indonesia
berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor
393/Pdt.G/2017/PN DPS?
2. Bagaimana akibat hukum terhadap akta-akta hibah yang telah diatas
namakan Warga Negara Asing tersebut berdasarkan Putusan Pengadilan
Negeri Denpasar Nomor 393/Pdt.G/2017/PN DPS?
14
D. Definisi Operasional
Menghindari adanya kesalahpahaman atas berbagai istilah yang digunakan
dalam tesis ini, maka penulis akan memberikan definisi istilah-istilah yang
dipakai, antara lain:
1. Sengketa
Suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang saling
mempertahankan persepsinya masing-masing, di mana perselisihan tersebut
dapat terjadi karena adanya suatu tindakan wanprestasi dari pihak-pihak atau
salah satu pihak dalam perjanjian.17
2. Tanah
Tanah adalah permukaan bumi.18
3. Hak Milik atas Tanah
Hak yang turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai
seseorang atas tanah.19
4. Hibah
Suatu perjanjian dengan mana si penghibah, diwaktu hidupnya, dengan
cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu
17
Koentjaraningrat, Kebudayaan Metaliteit dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1982),
hlm. 103.
18
Indonesia, Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun
1960, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No. 2043, Ps. 4 ayat (1).
19
Ibid, Ps. 20 ayat (1).
16
E. Metode Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, yakni suatu penelitian yang
menitik beratkan kepada penggunaan bahan pustaka sebagai sumber
penelitiannya, penelitian ini tidak memakai pengamatan maupun wawancara
terhadap responden.
2. Tipologi Penelitian
Tipologi penelitian dapat dilihat dari berbagai sudut, apabila ditinjau
dari sudut bentuknya maka penelitian ini merupakan penelitian preskriptif.
Penelitian preskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memberikan
jalan keluar atau saran dalam mengatasi suatu permasalahan. 22
Penelitian preskriptif tesis ini bertujuan untuk memberikan jalan keluar
(penyelesaian) atas sengketa kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing dari
hasil hibah selama perkawinannya dengan Warga Negara Indonesia.
3. Jenis Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan sehingga
dapat diidentifikasi bahwa data yang digunakan adalah data sekunder.
Penelitian menggunakan data sekunder memiliki keuntungan antara lain:23
20
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh
R.Subekti dan R. Tjitrosudibio. (Jakarta: Balai Pustaka, 2009), Ps. 1666.
21
Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, LN No. 1 Tahun 1974,
TLN No. 3019, Ps. 57.
22
Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 4.
23
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, ed.1, cet. 19 (Depok:
Rajawali Pers, 2019), hlm. 35-36.
17
paling utama adalah buku teks karena memuat prinsip dasar ilmu
hukum dan pandangan klasik dari para ahli hukum. Bahan hukum
sekunder yang dipakai dalam pembuatan tesis ini adalah buku-buku,
tesis-tesis, artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
3) Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder. Bahan hukum tersier yang dipakai dalam tesis ini adalah
buku-buku pedoman yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,
buku-buku pedoman tersebut berguna sebagai panduan penulisan tesis
ini.
5. Alat Pengumpulan Data
Secara umum, terdapat 3 (tiga) alat pengumpulan data dalam penelitian
yakni studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan
wawancara atau interview.24
Pada bentuk penelitian yuridis normatif, alat pengumpulan data yang
digunakan adalah studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara terhadap
informan atau narasumber bersifat opsional sebagai pendukung dari studi
dokumen atau bahan pustaka.
Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data studi dokumen,
tanpa melakukan interview atau wawancara baik dengan informan maupun
narasumber.
Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang
dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan content analysis.25
Peneliti melakukan studi dokumen untuk penulisan tesis ini di
Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia (Crystal Of Knowledge),
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Trisakti, dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Tarumanegara. Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor
24
Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, hlm. 29.
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.3 (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2015), hlm. 21.
19
F. Sistematika Penulisan
Judul tesis ini adalah “Penyelesaian Sengketa Kepemilikan Tanah Hasil
Hibah dari Warga Negara Indonesia kepada Warga Negara Asing dalam
Perkawinan Campuran Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar
Nomor 393/Pdt.G/2017/PN DPS”.
Sistematika penulisan dalam tesis ini terdiri dari 3 (tiga) bab dan setiap
bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Berikut merupakan sistematika setiap bab:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat antara lain mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan maksud penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
26
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),
hlm. 134.
27
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2004), hlm.43.
20
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku:
Artadi, I Ketut dan I Dewa Nyoman Rai Asmara Putra. Anatomi Kontrak
Berdasarkan Hukum Perjanjian. Denpasar: Udayana Press, 2017.
Darmabrata, Wahyono dan Surini Ahlan Sjarif. Hukum Perkawinan dan Keluarga
di Indonesia. Ed.1. Cet. 3. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2015.
Mamudji, Sri et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Harta Kekayaan Hak-Hak
Atas Tanah. Ed. 1, Cet. 5. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Ed.1. Cet. 19.
Depok: Rajawali Pers, 2019.
II. Jurnal:
Santoso, Urip. “Kepastian Hukum Wakaf Tahah Hak Milik.” Perspektif 2, vol. 29
(Mei 2014). Hlm.74.
Saranaung, Fredrik Mayore. “Peralihan Hak atas Tanah Melalui Jual Beli Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.” Lex Crimen 1. Vol.6 (Januari-
Februari 2017), hlm. 13.
III.Tesis:
Barata, Michael Wisnoe. “Kepemilikan Hak atas Tanah Bagi Warga Negara
Asing dan Kewarganegaraan Ganda.” Tesis Magister Universitas Indonesaia,
Depok, 2012.
Indonesia. Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
23
Nasional Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan. PMNA No. 9 Tahun 1999.
V. Putusan:
VI. Internet: