Anda di halaman 1dari 10

 

PEMUKIMAN KUMUH
A.  Pengertian Permukiman Kumuh  
Menurut Khomarudin (1997) permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai
suatu lingkungan yg berpenghuni padat (melebihi 500 org per Ha) dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat yang rendah, jumlah rumahnya sangat padat dan ukurannya dibawah
standar, sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan serta
hunian dibangun diatas tanah milik negara atau orang lain dan diluar perundang-undangan
yang berlaku.
Diana Puspitasari dari Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Kota
Depok mengatakan, definisi permukiman kumuh berdasarkan karakteristiknya adalah
suatu lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas. Dengan
D engan kata lain
memburuk baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya. Dan tidak
memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bahkan cenderung membahayakan bagi
 penghuninya. Menurut Diana, ciri permukiman kumuh merupakan permukiman dengan
tingkat hunian dan kepadatan bangunan yang sangat tinggi, bangunan tidak teratur,
kualitas rumah yang sangat rendah. Selain itu tidak memadainya prasarana dan sarana
dasar seperti air minum, jalan, air limbah dan sampah. Kawasan kumuh adalah kawasan
dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah
maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik
standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air
 bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta
kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Ciri-ciri pemukiman
pemukiman kumuh, seperti yang
diungkapkan oleh Prof. DR. Parsudi Suparlan adalah :
1.  Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2.  Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
3.  Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam
 penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga
mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan
ekonomi penghuninya.
4.  Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup
secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu
terwujud sebagai :
 

a.  Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu
dapat digolongkan sebagai hunian liar.
 b.  Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau
sebuah RW.
c.  Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT
atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan
hunian liar.
5.  Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen,
warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang
 beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman
kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan
ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
6.  Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di
sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor
informil.
B.  Karakteristik Permukiman Kumuh

Menurut Soestrisno (1998), secara umum lingkungan permukiman yang


dikategorikan sebagai permukiman kumuh, adalah lingkungan perumahan yang
memiliki karakteristik sebagai berikut :
a)  Kondisi fisik lingkungannya tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan.
 b)  Kondisi bangunan yang sangat buruk serta bahan bangunan yang digunakan
adalah bahan bangunan semipermanen.
c)  Kepadatan bangunan demean koefisien dasar bangunan (KDB) lebih besar dari yang
diizinkan, demean kepadatan penduduk yang sangat tinggi yang lebih dari
500 jiwa/ha.
d)  Fungsi  – 
–  fungsi
 fungsi rumah yang bercampur tidak jelas.

Menurut Laboratorium Perumahan ITS(1997), secara lebihterinci karakteristik


 permukiman kumuh adalah sebagaiberikut :
a.  KondisiRumah
1)  Struktur rumah :
o  Kerangka rapuh,asal sambung, bahan samabersifat semi permanen

o  Atap pelindung semipermanen dari bahan bekas (seng, plastic)

o  Dinding rumah semipermanen, tidak tahan cuaca.

2 2
2)  Kepadatan hunian/rumah: 3m sampai dengan 5m  per orang.
3)  Pemisahan fungsi ruang, hamper semua aktivitas anggota keluarga menjadi satu
dan sudah ada pemisahan jenis kelamin pada kamar tidur.
4)  Ventilasi sangat terbatas dari atap
at ap atau dinding.
5)  Separuh lantai rumah ada perkerasan plester, tegel,keramik bekas.
6)  Kepadatan bangunan terbangunantara70%-60%.
7)  Tatanan bangunan adasirkulasi tetapi kurangmemenuhi syarat.
 

 
b. Ketersediaan
Ketersediaan Prasarana
Prasarana DasarLingkungan
DasarLingkungan

1)  Air bersih masih menggunakan sumur dangkal untuk mencuci, jika ada air
PDAM digunakan secara kolektif (membeli).
2)  Sanitasi
 Tersedia MCK kolektif tapi tidak memenuhi rasio penggunaan.
 Sebagian kegiatan MCK dilakukan diruang terbuka (sungai, cubluk).
 Jarak sepitank dan resapan rumah kurangdari 8 m.
3)  Sirkulasi
  Gang sempit, kendaraan roda dua tidak bisa bersimpangan langsung.

  Tidak dijangkau oleh kendaraan PMK.


4)  Fasilitas sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan:


  Adasatu musholla/tempat ibadahkecildi setiap kampung.

  Sarana pendidikan hanyaadaTK di tingkat kelurahan.


  Hanya adasalah satu saranakesehatan (posyandu).


5)  Sarana ekonomi


  Ada kios kecil, tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan seluruh
keluarga.
  Adapedagangsayurkelilingberlokasi digang.
6)  Ruang terbuka atau lahan terbuka diluar perumahan hanya7% dari lahan
 perumahan.
7)  Keadaan kawasan marjinal tapi dapat diperbaiki yang sifatnya hanya sebagai
 penjelasan transisi.

c. Kerentanan Satus Penduduk


1)  Masih banyak pengangguran atau 50% keatas penduduknya bekerja di sector
informal.
2)  Hanya ada satu organisasi masyarakat seperti PKK, karang taruna, koperasi, dll.

d. Aspek Pendukung Lingkungan

1)  Jenis lapangan kerja yang ada hanya bersifat untuk bertahan hidup (sub sistem) dan
sulit ditinggalkan oleh masyarakatnya sehingga perlu upaya peningkatan kreatifitas
masyarakat dan perlu didukung oleh Pemerintah Daerah.
2)  Tingkat partisipasi dan kreatifitas masyarakat yang terbatas hanya dalam
menyelesaikan masalah pribadi, sehingga perlu pendapingan dalam hal peningkatan
 partisifasi, kreatifitas dan pengembangan individu masyarakat.
masyarakat.

C. Penyebab Adanya Permukiman Kumuh 


1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan yang
cukup
2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun prasarana
(terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru. Seiring dengan
kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat secara swadaya memecah
 bidang tanah dan membangun permukiman tanpa didasari perencanaan tapak (site
 

 plan) yang memadai. Akibatnya bentuk dan tata letak kaveling tanah menjadi tidak
teratur dan tidak dilengkapi prasarana dasar permukiman.
3. Masyarakat yang
yang kurang mampu memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya
kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok
masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau
oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ketempat usaha, menjadi penyebab
timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan.

Adapun timbulnya kawasan kumuh menurut Hari Srinivas (2003) dapat


dikelompokan sebagai berikut:

1.  Faktor internal: Faktor budaya, agama, tempat bekerja, tempat lahir, lama
tinggal, investasi rumah, jenis bangunan rumah.
2.  Faktor eksternal: Kepemilikan tanah, kebijakan pemerintah

Penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh menurut Khomarudin (1997) antara


lain adalah :

1.  Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat,
 berpenghasilan rendah,
2.  Sulit mencari pekerjaan,
3.  Sulitnya mencicil atau menyewa rumah,
4.  Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan,
5.  Perbaikan lingkungan yang hanya
hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta
6.  Disiplin warga yang rendah.
7.  Kota sebagai pusat perdagangan yang menarik bagi para pengusaha,
8.  Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.

D. Masalah-Masalah
Masalah-Masalah Akibat Adanya Permukiman Kumuh 
Permukiman
Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dampak sosial, dimana
sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan
ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan
terhadap norma-norma sosial. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak
masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku
menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.
 

Dampak langsung dari adanya permukiman kumuh dalam hal keruangan yaitu adanya
 penurunan kualitas lingkungan fisik maupun sosial permukiman yang berakibat semakin
rendahnya mutu lingkungan sebagai tempat tinggal (Yunus, 2000 dalam Gamal Rindarjono,
2010). Seperti halnya lingkungan permukiman kumuh yang ada di Semarang memperlihatkan
kondisi kualitas lingkungan yang semakin menurun, secara umum hal ini dapat diamati
 berdasarkan hal sebagai berikut (Gamal Rindarjono, 2010) : (1) Fasilitas umum yang
kondisinya dari tahun ke tahun semakin berkurang atau bahkan sudah tidak memadai lagi; (2)
Sanitasi lingkungan yang semakin menurun, hal ini dicerminkan dengan tingginya wabah
 penyakit serta tingginya frekwensi wabah penyakit yang terjadi, umumnya adalah DB (demam
 berdarah), diare, dart penyakit kulit; (3) Sifat extended family (keluarga besar)pada sebagian
 besar pemukim permukiman kumuh mengakibatkan dampak pada pemanfaatan ruang yang
sangat semrawut 
sangat semrawut   di dalam rumah, untuk menampung penambahan jumlah anggota keluarga
maka dibuat penambahan-penambahan ruang serta bangunan yang asal jadi, akibatnya kondisi
rumah secara fisik semakin terlihat acak-acakan.
Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi
latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan
adaptasi lingkungan yang kurang memadai. Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal
ini ternyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk
 penghuninya. Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis,
 berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang
ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan
kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang
mereka harapkan mengenai kehidupan di kota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat
memperbaiki kehidupan mereka.
Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kamampuan untuk mendapatkan
 pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal
tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi
sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan
semakin memprihatinkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya,
termasuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan.
Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota,
 perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di
daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial,
ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah

Anda mungkin juga menyukai