Anda di halaman 1dari 10

www.lppm-mfh.

com ISSN-e: 2541-1128


lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

PERAN APOTEKER DALAM MENERAPKAN STANDAR


PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN LOMBOK
BARAT
Dwi Monika Ningrum1, Depi Yuliana2
1,2
Program Studi S1 Farmasi Fakultas Kesehatan, Universitas Qamarul Huda Badaruddin, NTB
Email: dwiheliosika@gmail.com

ABSTRAK
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Standar pelayanan kefarmasian di apotek disusun bertujuan sebagai pedoman praktek Apoteker dalam
menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan melindungi profesi
dalam menjalankan praktek kefarmasian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian di Apotek di Kabupaten Lombok Barat. Penelitian ini merupakan penelitian non
eksperimental bersifat deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data secara cross sectional dengan jumlah 40
Apotek di Wilayah Kabupaten Lombok Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar
kuisioner kepada responden yang bersedia. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini yaitu meliputi
standar pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan oleh apoteker bersama Tenaga Teknis Kefarmasian dengan
persentase 35,4%, standar pelayanan kefarmasian klinik dilakukan oleh apoteker dengan persentase 38%, dan
pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan di apotek dilakukan oleh apoteker sebesar 80%. Kesimpulan yang
diperoleh pada penelitian ini yaitu peran apoteker sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelayanan terutama
pada pelayanan farmasi klinis yaitu pada pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek
samping obat yang sangat membutuhkan peran seorang apoteker.

Kata Kunci: Standar Pelayanan Kefarmasian, Apotek, Apoteker

PENDAHULUAN pengembangan obat, bahan obat dan obat


Dalam usaha meningkatkan kesehatan tradisional harus dilakukan oleh tenaga
masyarakat dapat dilakukan oleh apoteker kesehatan yang mempunyai kemampuan
di apotek dengan mengaplikasikan konsep dan kewenangan yang sesuai dengan
Pharmaceutical care. Di Indonesia, hal ini peraturan perundang-undangan yang ada
meliputi tanggung jawab apoteker terhadap (Anonim, 2009). Tenaga kefarmasian
outcome dari penggunaan obat pada pasien, sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi
contohnya dengan melakukan skrining pelayanan kesehatan kepada masyarakat
resep, pemberian informasi obat yang mempunyai peranan penting karena terkait
lengkap, monitoring penggunaan obat dan langsung dengan pemberian pelayanan,
kegiatan lain yang bertujuan untuk khususnya Pelayanan Kefarmasian.
meningkatkan kualitas hidup pasien Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah
(Kemenkes, 2014). bergeser orientasinya dari obat ke pasien.
Praktek kefarmasian tercantum dalam Kegiatan pelayanan kefarmasian yang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 semula hanya berfokus pada pengelolaan
Tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa obat sebagai komoditi menjadi pelayanan
praktek kefarmasian meliputi pengedalian yang komprehensif yang bertujuan untuk
mutu sediaan farmasi, pengadaan, meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
penyimpanan, perencanaan, pendistribusian Sebagai konsekuensi perubahan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, orientasi tersebut, Apoteker Pengelola
pelayanan informasi obat, serta Apotek dituntut untuk meningkatkan

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 55
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar telah memberlakukan standar pelayanan


dapat melakukan interaksi langsung dengan kefarmasian di Apotek dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain dikeluarkannya Peraturan Menteri
adalah melaksanakan pelayanan resep, Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang
pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
obat wajib Apotek dan perbekalan (Kemenkes RI, 2016). Tujuan
kesehatan lainnya juga pelayanan informasi diberlakukannya standar tersebut adalah
obat dan monitoring penggunaan obat agar sebagai pedoman praktik Kefarmasian di
tujuan pengobatan sesuai harapan dan Apotek dalam menjalankan profesi, untuk
terdokumentasi dengan baik (Anief melindungi masyarakat dari pelayanan yang
M,2008). tidak profesional dan untuk melindungi
Apoteker harus memahami dan profesi dalam menjalankan praktik
menyadari kemungkinan terjadinya kefarmasian.
kesalahan pengobatan (medication error) Berdasarkan Ningrum DM (2018),
dalam proses pelayanan dan disebutkan bahwa masih banyak Apotek di
mengidentifikasi, mencegah, serta daerah-daerah yang masih belum
mengatasi masalah terkait Obat (drug melaksanakan standar pelayanan
related problems), masalah kefarmasian secara optimal jika dilihat dari
farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio- aspek Undang-Undang (Ningrum, DM .,
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal 2018). Dimana contohnya disebutkan di
tersebut, Apoteker harus menjalankan Apotek daerah kabupaten Lombok Tengah
praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker sebanyak 67% dari total keseluruhan
juga harus mampu berkomunikasi dengan Apotek yang ada di Lombok Tengah belum
tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan melaksanakan pelayanan kefarmasian
terapi untuk mendukung penggunaan obat berdasarkan Standar Pelayanan
yang rasional. Dalam melakukan praktik Kefarmasian di Apotek.
tersebut, Apoteker juga dituntut untuk Dari latar belakang tersebut menjadi
melakukan monitoring penggunaan obat, dasar pemikiran dilakukan penelitian
melakukan evaluasi serta mengenai gambaran standar pelayanan
mendokumentasikan segala aktivitas kefarmasian di Apotek Kabupaten Lombok
kegiatannya. Untuk melaksanakan semua Barat, sehingga dapat dijadikan bahan
kegiatan itu, diperlukan Standar Pelayanan evaluasi dalam meningkatkan kinerja tenaga
Kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan kefarmasian di apotek dalam melaksanakan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dibidang pekerjaan kefarmasian.
kefarmasian telah terjadi pergeseran METODE
orientasi Pelayanan Kefarmasian dari Penelitian ini merupakan penelitian non
pengelolaan obat sebagai komoditi kepada eksperimental bersifat deskriptif kualitatif
pelayanan yang komprehensif dengan pendekatan cross sectional dimana
(pharmaceutical care) dalam pengertian pengukuran penelitian dilakukan pada saat
tidak saja sebagai pengelola obat namun tertentu (Adi R, 2004). Populasi dalam
dalam pengertian yang lebih luas mencakup penelitian ini adalah apotek atau apoteker
pelaksanaan pemberian informasi untuk yang berpraktek di Apotek Wilayah
mendukung penggunaan obat yang benar Kabupaten Lombok Barat dan apotek yang
dan rasional, monitoring penggunaan obat terdaftar di Wilayah Kabupaten Lombok
untuk mengetahui tujuan akhir, serta Barat.
kemungkinan terjadinya kesalahan Data apotek didapat dari Dinas
pengobatan . Kesehatan Kabupaten Lombok Barat Tahun
Untuk menjamin mutu pelayanan 2017, dimana jumlah apotek yang terdaftar
kefarmasian kepada masyarakat, pemerintah di wilayah Kabupaten Lombok Barat
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 56
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

sebanyak 44 apotek. Sampel yang Tabel 1. Karakteristik Apoteker di


digunakan pada penelitian ini adalah apotek Apotek Kabupaten Lombok Barat
dan apoteker yang memenuhi kriteria Jumlah Persentase
Data Apoteker
inklusi yaitu apoteker yang berpraktek di (n=40) (%)
Apotek Wilayah Kabupaten Lombok Barat, Jenis Kelamin
sedangkan kriteria ekslusi yaitu apoteker Laki-Laki 11 27,5
atau apotek yang tidak bersedia mengisi Perempuan 29 72,5
kuisioner dan apotek yang tidak beroperasi Jabatan di Apotek
lagi. APA 40 100
Penelitian ini dilakukan di Apotek APING 0 0
Wilayah Kabupaten Lombok Barat pada Frekuensi
periode bulan April – Juli 2019, dengan Kehadiran 5 12,5
menggunakan lembar kuisioner yang berisi Selama apotek 22 55
tentang karakteristik apoteker dan apotek buka
serta pertanyaan yang meliputi standar Setiap hari, pada 10 25
pelayanan kefarmasian di apotek jam tertentu 3 7,5
berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2016 2-3 kali seminggu
dengan pilihan jawaban berupa checklist. 1 kali seminggu
Data yang diperoleh di analisis dengan Keterangan :
memisahkan sampel yang masuk kriteria APA = Apoteker Pengelola Apotek
inklusi dan kriteria ekslusi , kemudian Aping = Apoteker Pendamping
dikumpulkan berdasarkan aspek Hasil pada penelitian dilihat dari Tabel
pengelolaan manajerial apotek, pelayanan 1 menunjukkan bahwa Apoteker yang
kefarmasian klinis, dan evaluasi mutu berpraktek di Apotek Wilayah Kabupaten
pelayanan sesuai berdasarkan Permenkes Lombok Barat sebagian besar didominasi
No. 73 Tahun 2016. oleh perempuan sebanyak 72,5%. Hal ini
HASIL dikarenakan secara umum mahasiswa
Berdasarkan data Dinas Kesehatan farmasi dan mahasiswa profesi apoteker di
Kabupaten Lombok Barat Tahun 2017, Indonesia didominasi oleh perempuan.
terdapat 38 apotek yang terdata di Dinas Apoteker yang menjadi sample atau
Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, responden pada penelitian ini merupakan
sebanyak 6 apotek tidak terdaftar namun Apoteker Pengelola Apotek dengan
beroperasi, dan 2 apotek tidak beroperasi persentase 100%. Untuk frekuensi
dikarenakan bangunan rubuh akibat gempa kehadiran apoteker di apotek pada
2018 yang hingga saat pengambilan data penelitian ini diperoleh sebanyak 55%
apotek tidak beroperasi lagi. Adapun 2 untuk apoteker yang berpraktek setiap hari
apotek yang tidak berkenan diminta namun pada jam tertentu. Terkait kode etik
kesanggupannya dalam pengambilan data farmasi maka kehadiran Apoteker di Apotek
dikarenakan APA tidak berkehendak sangat penting.
mengisi lembar observasi. Sehingga sampel
pada penelitian ini menjadi 40 apotek.
Gambaran Karakteristik Apoteker yang
Praktek di Apotek Wilayah Kabupaten
Lombok Barat dapat dilihat pada Tabel 1.

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 57
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Tabel 2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek Wilayah Kabupaten Lombok Barat


Persentase (%)
Kegiatan Oleh
Oleh Oleh Tidak
Apoteker
Apoteker TTK Dilakukan
dan TTK
Perencanaan pengadaan sediaan farmasi 27,5 12,5 52,5 7,5
Pembelian obat dari sumber resmi 25 5 67,5 2,5
Penyimpanan dan pengeluaran obat sesuai FIFO 2,5 25 57,5 15
Penyimpanan dan pengeluaran obat sesuai EFO 7,5 30 47,5 15
Penyimpanan dan pengeluaran obat sesuai FIFO
5 60 20 15
dan FEFO
Penyimpanan narkotika dan psikotropika pada
5 12,5 52,5 30
lemari tersendiri
Pencatatan pengobatan data pasien (Medication
5 27,5 15 52,5
Record) untuk penyakit kronis tertentu
Pencatatan, pengarsipan dan pelaporan
10 15 45 30
pemakaian obat Narkotika dan Psikotropika
Pengarsipan pemakaian obat generic 0 85 0 15
Pengendalian persediaan obat menggunakan
2,5 80 17,5 0
kartu stok baik secara manual atau elektronik
Melakukan pencatatan sediaan farmasi, alkes
dan bahan medis habis pakai baik pada surat
17,5 57,5 25 0
pesanan,faktur, kartu stok, penjualan dan
pencatatan lain yangdibutuhkan
Pelaporan narkotika dan psikotropika sesuai
55 0 25 20
ketentuan peraturan perundang-undangan
Rata - Rata 13,5 34,2 35,4 16,9

Tabel 3. Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek Wilayah Kabupaten Lombok Barat


Persentase (%)
Kegiatan Oleh
Oleh Oleh Tidak
Apoteker
Apoteker TTK Dilakukan
dan TTK
Pengkajian Resep
Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan
20 30 45 5
resep
Pemeriksaan obat yang tersedia di apotek
15 45 35 5
terhadap permintaan pada resep
Memeriksa tanggal kadaluarsa obat 0 52,5 42,5 5
Apabila ada hal-hal dalam resep yang
meragukan atau tidak sesuai, maka 27,5 20 47,5 5
menghubungi dokter penulis resep
Pertimbangan klinik terkait ketepatan
37,5 30 27,5 5
indikasi, dosis obat, dan aturan pakai

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 58
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Persentase (%)
Kegiatan Oleh
Oleh Oleh Tidak
Apoteker
Apoteker TTK Dilakukan
dan TTK
Pertimbangan klinik terkait kontra indikasi,
30 22,5 42,5 5
interaksi obat, dan duplikasi
Pertimbangan klinik terkait reaksi obat yang
tidak diinginkan (alergi obat, efek samping 42,5 30 22,5,5 5
obat dll)
Rata – Rata 24,6 32,9 37,5 5
Dispensing
Memeriksa ketersediaan obat sesuai dengan
7,5 45 42,5 5
permintaan resep
Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai
12,5 27,5 55 5
dengan resep
Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak
12,5 32,5 50 5
penyimpanan obat sesuai resep
Menyiapkan obat sesuai permintaan resep 15 27,5 52,5 5
Memberikan etiket pada kemasan dan
20 35 40 5
wadah yang tepat
Memeriksa ulang kesesuaian obat dengan
45 20 30 5
resep yang akan diserahkan
Rata – Rata 18,75 31,25 45 5
Pelayanan Informasi Obat
Memberikan informasi terkait obat yang
60 10 25 5
diserahkan
Memberikan informasi dan edukasi pad a
55 15 25 5
pasien
Membuat dan menyebarkan
17,5 35 42,5 5
bulletin/brosur/leaflet
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat 27,5 47,5 20 5
Memberikan pengetahuan dan keterampilan
kepada siswa/mahasiswa yang sedang 70 10 15 5
praktik
Rata – Rata 46 23,5 25,5 5
Konseling
Melakukan konseling 47,5 10 37,5 5
Menggali informasi lebih lanjut kepada 52,5 15 27,5 5
pasien
Memberikan penjelasan kepada pasien 52,5 15 27,5 5
untuk
menyelesaikan masalah penggunaan obat
Melakukan verifikasi akhir untuk 55 12,5 27,5 5
memastikan pemahaman pasien
Rata – Rata 51,9 13,1 30 5
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Menentukan prioritas masalah sesuai 45 12,5 37,5 5

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 59
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

Persentase (%)
Kegiatan Oleh
Oleh Oleh Tidak
Apoteker
Apoteker TTK Dilakukan
dan TTK
kondisi pasien
Memilih pasien yang memenuhi kriteria 47,5 15 31,5 5
untuk dilakukan PTO sesuai riwayat pasien
Melakukan identifikasi masalah terkait obat 52,5 5 37,5 5
Memberikan rekomendasi atau rencana 70 7,5 17,5 5
pemantauan tindak lanjut dengan
komunikasi dengan dokter
Rata – Rata 53,8 10 31,3 5
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Melaksanakan MESO yang terdokumentasi 40 17,5 37,5 5
Mengidentifikasi obat dan pasien yang 47,5 27,5 20 5
berpotensimengalami efek samping
Membuat laporan yang terdokumetasi 15 32,5 47,5 5
sebagai laporan
Rata – Rata 34,2 25,8 35 5

Tabel 4. Kegiatan Evaluasi Mutu Pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker di Apotek Wilayah
Kabupaten Lombok Barat
Jumlah Persentase
Keterangan
(n= 40) (%)
Tersedianya SOP tertulis untuk pemeriksaan resep,
dispensing, penyerahan obat, pengelolaan sediaan farmasi 29 72,5
dan alat kesehatan
Melaksanakan evaluasi terhadap tingkat kepuasan konsumen 31 77,5
melalui kotak saran
Mempunyai informasi obat secara aktif berupa leaflet, 36 90
brosur.

Hal ini disebabkan karena setiap pengelolaan yang dilakukan Apoteker dan
penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian)
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker memiliki persentase cukup tinngi dengan
(PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan persentase sebanyak 35,4%. Namun tidak
Kefarmasian Pasal 21 ayat 2). Adanya sedikit pula dilakukan oleh TTK (Tenaga
peraturan ini, menjelaskan bahwa Teknis Kefarmasian) sebanyak 34,2%. Hasil
keberadaan Apoteker di Apotek adalah penelitian yang mencakup pelayanan
mutlak. farmasi klinis tercantum di Tabel 3, dimana
Hasil pada kegiatan pengelolaan untuk hasil pengkajian resep dilakukan oleh
perbekalan farmasi dapat dilihat pada Tabel apoteker dan TTK (Tenaga Teknis
2 menunjukkan kegiatan pengelolaan Kefarmasian) sebanyak 37,5%. Untuk
Perbekalan Farmasi di Apotek Wilayah kegiatan dispensing dilakukan oleh
Kabupaten Lombok Barat membuktikan apoteker dan TTK (Tenaga Teknis
bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh Kefarmasian) dengan nilai persentase 45%.
Apoteker sebanyak 13,5%. Namun Kegiatan Pemberian Informasi Obat (PIO)

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 60
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

dan pemberian konseling dilakukan oleh sehingga TTK (Tenaga Teknis


apoteker sebanyak 46% dan 51,9%. Kefarmasian) bekerja tetap dalam
Kegiatan Pemantauan Terapi Obat (PTO) pengawasan apoteker. Jika dilihat dari poin
pada penelitian ini dilakukan oleh apoteker pelaporan narkotika dan psikotropika disini
dengan persentase sebanyak 53,8%, apoteker berperan sebesar 55%, hal ini
sedangkan kegiatan Monitoring Efek menunjukkan bahwa dalam pelaporan
Samping Obat (MESO) dilakukan oleh narkotika dan psikotropika sendiri, apoteker
apoteker dan TTK (Tenaga Teknis memiliki peran penting.
Kefarmasian) dengan persentase sebesar Namun tidak bisa dipungkiri jika peran
35% . Kegiatan evaluasi mutu pelayanan TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian) sangat
yang dilakukan oleh apoteker di Apotek di membantu dalam pengelolaan dilihat dari
Wilayah Kabupaten Lombok Barat pengelolaan yang dilakukan oleh apoteker
memberikan hasil bahwa tidak semua lebih kecil yaitu 13,5%, dibandingkan
apoteker melakukan evaluasi mutu. Hal dilakukan oleh TTK (Tenaga Teknis
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 yang Kefarmasian) sendiri atau jika dilakukan
menunjukkan bahwa apotek yang memiliki bersama oleh apoteker dan TTK (Tenaga
SOP tertulis untuk pemeriksaan resep, Teknis Kefarmasian) dengan persentase
dispensing, penyerahan obat, pengelolaan 34,2% dan 35,4%.
sediaan farmasi dan alat kesehatan sebanyak Kegiatan pengelolaan ini didominasi
72,5%, apotek yang melaksanakan evaluasi oleh kerjasama apoteker dengan TTK
terhadap tingkat kepuasan konsumen (Tenaga Teknis Kefarmasian) kemungkinan
melalui kotak saran sebanyak 77,5%, dan disebabkan oleh kehadiran apoteker yang
apotek yang mempunyai informasi obat hadir pada am tertentu sehingga apoteker
secara aktif berupa leaflet, brosur sebanyak dan TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian)
90%. bekerjasama dengan baik guna menjalankan
praktek k efarmasian yang baik dengan
PEMBAHASAN tetap berada dalam pengawasan apoteker
Pada penelitian ini mengacu pada pengelola apotek sendiri.
Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan Farmasi Klinik
dengan melakukan kegiatan atau ruang Pelayanan kefarmasian di Apotek
lingkup yang meliputi pengelolaan merupakan salah satu wujud dalam
perbekalan (sediaan farmasi, alat kesehatan, meningkatkan kualitas mutu dan kemajuan
bahan medis habis pakai), pelayanan Apotek, memberi pelayanan yang baik
farmasi klinik, dan evaluasi mutu pelayanan kepada konsumen serta untuk menjamin
di apotek. tercapainya penggunaan obat yang aman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di dan tepat sehingga terapi terpenuhi (Nita R,
Apotek di Wilayah Kabupaten Lombok 2011). Pada penelitian ini, dilakukan
Barat. pengkajian terhadap beberapa aspek
Pada kegiatan ini, peran Apoteker dapat meliputi pengkajian resep, dispensing,
dilihat pada Tabel 2 hanya memberikan pelayanan informasi obat, konseling,
kontribusi sebesar 13,5% dimana kegiatan pemantauan terapi obat, dan monitoring
pengelolaan obat ini apoteker lebih banyak efek samping obat. Pada kegiatan
dibantu oleh TTK (Tenaga Teknis pengkajian resep sebagian besar dilakukan
Kefarmasian) dengan persentase sebesar bersama oleh apoteker dan TTK (Tenaga
35,4%. Hal ini kemungkinan dikarenakan Teknis Kefarmasian) dengan persentase
apoteker berperan sebagai pengawas dan sebesar 37,5%, dimana kegiatan
cenderung melakukan hal yang lebih pertimbangan klinik terkait reaksi obat yang
spesifik ssebagai seorang apoteker, tidak diinginkan dilakukan oleh apoteker
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 61
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

sebesar 42,5%. Hal ini menujukkan bahwa informasi yang baik dan tentu memberikan
peran apoteker dalam pengkajian resep informasi pada pasien guna tidak terjadinya
lebih dalam sangat membutuhkan keahlian Medication Error.
seorang apoteker, yang tentu TTK (Tenaga Pada penelitian kegiatan pelayanan
Teknis Kefarmasian) sendiri mungki belum farmasi klinik di apotek wilayah Kabupaten
menguasai. Sehingga kemampuan TTK Lombok Barat melakukan konseling yang
(Tenaga Teknis Kefarmasian) dalam sebagian besar dilakukan oleh apoteker
melakukan pengkajian resep tentu akan dengan persentase sebesar 51,9%.
selalu dalam pengawasan seorang apoteker. Pentingnya dilakukan konseling ini untuk
Sama halnya dengan kegiatan dispensing, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
kegiatan bersama yang dilakukan oleh serta kesadaran pasien terdahap penggunaan
apoteker dan TTK (Tenaga Teknis obat. Menurut penelitian Nadia (2017)
Kefarmasian) memiliki kontribusi besar menyatakan bahwa dengan pemberian
yaitu 45%, dimana pada kegiatan konseling memberkan pengaruh terhadap
memeriksa ulang kesesuaian obat dengan tingkat kepatuhan penggunaan obat serta
resep yang akan diserahkan ke pasien hasil terapi pada pasien DM tipe 2 di
dilakukan oleh apoteker memiliki kontribusi puskesmas (Nadia et al, 2017). Dalam
sebesar 45%. Hal ini menujukkan bahwa, kegiatan konseling ini apoteker melakukan
peran apoteker dalam melakukan kegiatan verifikasi akhir pada pasien guna
pengecekan kembali dibutuhkan ketelitian memastikan pemahaman pasien akan
sehingga saat menyerahkan obat tidak informasi yang diterima sudah jelas atau
terjadi kesalahan, dan meminimalkan belum, sehingga jika informasi yang
terjadinya Medication Error. diterima pasien sudah jelas akan
Dilihat pada Tabel 3, pelayan informasi memberikan dampak yang positif bagi
obat (PIO) di apotek wilayah Kabupaten pasien dalam mengkonsumsi obatnya
Lombok Barat sebesar 46% dilakukan oleh dengan aturan tentu dengan informasi
apoteker, hal ini menyatakan bahwa tambahan sesuai dengan keluhan/penyakit
apoteker berperan penting dalam yang diderita pasien. Hasil berbeda
memberikan informasi yang benar terkait ditunjukkan pada penelitian Ningrum
obat pada pasien. Adapun kegiatan yang (2018) menyatakan bahwa di apotek
dilakukan salah satunya yaitu wilayah Kabupaten Lombok Tengah
membimbing/memberikan pengetahuan dan terdapat 92% apotek tidak melakukan
keterampilan pada mahasiswa yang sedang konseling, hal ini disebabkan oleh waktu
melakukan pratek kerja lapangan dengan yang tidak cukup untuk memberikan
persentase 70%, dimana mereka praktek konseling, karena terkadang untuk
dalam pengawasan dan bimbingan apoteker memberikan konseling membutuhkan waktu
yang tentu dibantu oleh TTK (Tenaga yang cukup panjang sehingga data
Teknis Kefarmasian) yang selalu ada di mengganggu pengunjung dan kelancaran
apotek. Pemberian informasi obat ini pelayanan yang lain (Ningrum et al., 2018).
dilakukan semaksimal mungkin untuk Adapun kegiatan Pemantauan Terapi
meminimalisir terjadinya kesalahan Obat yang dilihat dalam penelitian ini
informasi yang diterima pasien sehingga dilakukan oleh apoteker sebesar 53,8%,
pasien tidak salah dalam megkonsumsi obat yang ditujukan pada pasien tertentu yang
ataupun cara penggunaa obat, sehingga datang dengan keluhan berat dengan kondisi
pemberian informasi obat ini sangat penting khusus seperti lansia, memiliki riwayat
dalam pelayanan farmasi klinik. Selain itu penyakit tertentu sehingga peran apoteker
pemberian bimbingan pada mahasiswa yang sangat dibutuhkan. Selain itu, kegiatan
praktek ini memberikan pengetahuan agar monitoring efek samping obat (MESO) di
mahasiswa paham bagaimana pemberia apotek Wilayah Kabupaten Lombok Barat
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 62
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

memiliki persentase yang cukup sebanding obat, maupun pemeriksaan obat, sehingga
antara yang dilakukan oleh apoteker dengan perlu disarankan agar setiap apotek
yang dilakukan oleh apoteker bersama TTK memiliki SOP, karena dapat dipastikan
(Tenaga Teknis Kefarmasian) dengan melaluui adanya SOP ini dapat
persentase 34,2% dan 35%. Hal ini meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
kolaborasi baik dengan TTK (Tenaga Kepuasan pelanggan sangat menjadi
Teknis Kefarmasian) menunjang tolak ukur suksesnya tenaga kefarmasian
berjalannya MESO dengan baik sehingga dalam berpraktek, karena kepuasan
tetap terkontol, tentu kolaborasi ini pelanggan merupakan bagian penting dalam
memiliki andil yang cukup baik dilakukan menyediakan pelayanan yang lebih baik,
oleh apoteker dengan dibantu oleh TTK efisien dan lebih efektif. Tersedianya
(Tenaga Teknis Kefarmasian). Berdasarkan informasi berupa brosur/leaflet di apotek ini
Permenkes No. 35 Tahun 2014 dikarenakan apoteker berperan aktif dalam
menyebutkan monitoring efek samping obat kajian ilmiah yag mengharuskan membuat
sendiri merupakan pemantauan respon obat leaflet/brosur guna sebagai media dalam
yang merugikan atau tidak diinginkan yang penyuluhan yang rutin diadakan setiap
bisa saja terjadi pada dosis normal yang minggu di car free day sehingga sebagian
diberikan pada manusia sebagai terapi besar apotek yang apotekernya berperan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau aktif dalam pengabdian
memodifikasi fungsi fisiologis. masyarakat/penyuluhan memiliki upgrade
Namun dalam kegiatan pelayanan pengetahuan melalui leaflet/brosur yang
farmasi klinis ini ada 2 apotek yang tidak ditujukan untuk masyarakat banyak.
melakukan kegiatan farmasi klinik, hal ini Secara keseluruhan, sebagian besar
dikarenakan apotek tidak pernah melayani apoteker yang pratek di Apotek Wilayah
resep sama sekali, selain itu posisi apotek Kabupaten Lombok Barat memiliki peran
yang sedikit dipelosok dan ketersediaan penting pada kegiatan-kegiatan tertentu
obat yang kurang lengkap sehingga tidak yang membutuhkan kompetensinya sebagai
melakukan pelayan farmasi klinik. seorang profesi Apoteker, dimana
kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh
Evaluasi Mutu Pelayanan yang TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian),
dilakukan oleh Apoteker di Apotek sehingga kegiatan yang dilakukan TTK
Wilayah Kabupaten Lombok Barat (Tenaga Teknis Kefarmasian) pun tetap
Kegiatan pada penelitian ini lebih dalam pengawasan Apoteker walaupun
mengacu pada apotek yang melakukan belum maksimal
evaluasi mutu terhadap standar pelayanan
kefarmasian di masing-masing apotek. KESIMPULAN
Dapat dilihat pada Tabel 4, hanya 72,5% 1. Pada kegiatan Pengelolaan Perbekalan
apotek yang memiliki SOP tertulis dalam Farmasi di Apotek Wilayah Kabupaten
pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi, Lombok Barat dilakukan oleh Apoteker
sebanyak 77,5% yang melaksanakan bersama TTK dengan nilai persentase
evaluasi terhadap tingkat kepuasan 35,4%
konsumen melalui kotak saran di apotek, 2. Pada kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik
dan sebagian besar apotek di Wilayah sebagian besar kegiatan dilakukan oleh
Kabupaten Lombok Barat memiliki Apoteker
informasi obat secara aktif berupa 3. Pada Evaluasi Mutu Pelayanan Apotek di
brosur/leaflet dll dengan persentase 90%. Wilayah Kabupaten Lombok Barat
Belum optimalnya apotek memiliki SOP dilakukan oleh apoteker, walaupun ada
tertulis ini dapat menyebabkan terjadinya beberapa apotek yang tidak melakukan
kesalahan dalam dispensing, penyerahan evaluasi mutu pelayanan.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 63
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603

DAFTAR PUSTAKA 2014 Tentang Standar Pelayanan


Adi, R., 2004, Metodologi Penelitian Sosial Kefarmasian di Apotek. 2014;33.
dan Hukum, 79-82, Granit, Jakarta Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan
Anief, M., 2008, Manajemen Farmasi, Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
Universitas Gajah Mada Press, 2016 Tentang Penyelenggara Uji
Yogyakarta Mutu Obat Pada Instalasi Farmasi
Anonim. Undang-Undang RI No. 36 Tahun Pemerintah. 2016
2009 Tentang Kesehatan. 2009:77 Nadia H,Murti AT, Chairun W. Pengaruh
Anonim. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Konseling Farmasis Terhadap
Tahun 2009 Tentang Pekerjaan epatuhan Penggunaan Obat Serta
Kefarmasian. 2009; 41 Hasil Terapi Pasien DM. 5th Urecol
Anonim. Peraturan Pemerintah No. 40 Proceding 2017;623-630
Tahun 2013 Tentang Narkotika. Ningrum DM, 2018, Evaluasi Standar
2009:77 Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah
Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Berdasarkan Kemenkes
Standar Pelayanan Kefarmasian di No.1027/MENKES/SK/IX/2004/JKQ
Apotek. Jakarta: Kementrian H 2018;6(2),57-68
Kesehatan RI, 2016 Nita R. Studi Pendahuluan Persepsi
Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Apoteker Tentang Dispensing Error di
Republik Indonesia No. 35 Tahun Apotek Kota Banjarmasin. 2011.

Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 64
Volume 7. No. 1 – April 2021

Anda mungkin juga menyukai