ABSTRAK
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Standar pelayanan kefarmasian di apotek disusun bertujuan sebagai pedoman praktek Apoteker dalam
menjalankan profesi, untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional dan melindungi profesi
dalam menjalankan praktek kefarmasian. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan standar
pelayanan kefarmasian di Apotek di Kabupaten Lombok Barat. Penelitian ini merupakan penelitian non
eksperimental bersifat deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data secara cross sectional dengan jumlah 40
Apotek di Wilayah Kabupaten Lombok Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar
kuisioner kepada responden yang bersedia. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini yaitu meliputi
standar pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan oleh apoteker bersama Tenaga Teknis Kefarmasian dengan
persentase 35,4%, standar pelayanan kefarmasian klinik dilakukan oleh apoteker dengan persentase 38%, dan
pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan di apotek dilakukan oleh apoteker sebesar 80%. Kesimpulan yang
diperoleh pada penelitian ini yaitu peran apoteker sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelayanan terutama
pada pelayanan farmasi klinis yaitu pada pelayanan informasi obat, pemantauan terapi obat, dan monitoring efek
samping obat yang sangat membutuhkan peran seorang apoteker.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 55
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 57
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 58
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Persentase (%)
Kegiatan Oleh
Oleh Oleh Tidak
Apoteker
Apoteker TTK Dilakukan
dan TTK
Pertimbangan klinik terkait kontra indikasi,
30 22,5 42,5 5
interaksi obat, dan duplikasi
Pertimbangan klinik terkait reaksi obat yang
tidak diinginkan (alergi obat, efek samping 42,5 30 22,5,5 5
obat dll)
Rata – Rata 24,6 32,9 37,5 5
Dispensing
Memeriksa ketersediaan obat sesuai dengan
7,5 45 42,5 5
permintaan resep
Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai
12,5 27,5 55 5
dengan resep
Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak
12,5 32,5 50 5
penyimpanan obat sesuai resep
Menyiapkan obat sesuai permintaan resep 15 27,5 52,5 5
Memberikan etiket pada kemasan dan
20 35 40 5
wadah yang tepat
Memeriksa ulang kesesuaian obat dengan
45 20 30 5
resep yang akan diserahkan
Rata – Rata 18,75 31,25 45 5
Pelayanan Informasi Obat
Memberikan informasi terkait obat yang
60 10 25 5
diserahkan
Memberikan informasi dan edukasi pad a
55 15 25 5
pasien
Membuat dan menyebarkan
17,5 35 42,5 5
bulletin/brosur/leaflet
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat 27,5 47,5 20 5
Memberikan pengetahuan dan keterampilan
kepada siswa/mahasiswa yang sedang 70 10 15 5
praktik
Rata – Rata 46 23,5 25,5 5
Konseling
Melakukan konseling 47,5 10 37,5 5
Menggali informasi lebih lanjut kepada 52,5 15 27,5 5
pasien
Memberikan penjelasan kepada pasien 52,5 15 27,5 5
untuk
menyelesaikan masalah penggunaan obat
Melakukan verifikasi akhir untuk 55 12,5 27,5 5
memastikan pemahaman pasien
Rata – Rata 51,9 13,1 30 5
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Menentukan prioritas masalah sesuai 45 12,5 37,5 5
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 59
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Persentase (%)
Kegiatan Oleh
Oleh Oleh Tidak
Apoteker
Apoteker TTK Dilakukan
dan TTK
kondisi pasien
Memilih pasien yang memenuhi kriteria 47,5 15 31,5 5
untuk dilakukan PTO sesuai riwayat pasien
Melakukan identifikasi masalah terkait obat 52,5 5 37,5 5
Memberikan rekomendasi atau rencana 70 7,5 17,5 5
pemantauan tindak lanjut dengan
komunikasi dengan dokter
Rata – Rata 53,8 10 31,3 5
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Melaksanakan MESO yang terdokumentasi 40 17,5 37,5 5
Mengidentifikasi obat dan pasien yang 47,5 27,5 20 5
berpotensimengalami efek samping
Membuat laporan yang terdokumetasi 15 32,5 47,5 5
sebagai laporan
Rata – Rata 34,2 25,8 35 5
Tabel 4. Kegiatan Evaluasi Mutu Pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker di Apotek Wilayah
Kabupaten Lombok Barat
Jumlah Persentase
Keterangan
(n= 40) (%)
Tersedianya SOP tertulis untuk pemeriksaan resep,
dispensing, penyerahan obat, pengelolaan sediaan farmasi 29 72,5
dan alat kesehatan
Melaksanakan evaluasi terhadap tingkat kepuasan konsumen 31 77,5
melalui kotak saran
Mempunyai informasi obat secara aktif berupa leaflet, 36 90
brosur.
Hal ini disebabkan karena setiap pengelolaan yang dilakukan Apoteker dan
penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian)
resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker memiliki persentase cukup tinngi dengan
(PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan persentase sebanyak 35,4%. Namun tidak
Kefarmasian Pasal 21 ayat 2). Adanya sedikit pula dilakukan oleh TTK (Tenaga
peraturan ini, menjelaskan bahwa Teknis Kefarmasian) sebanyak 34,2%. Hasil
keberadaan Apoteker di Apotek adalah penelitian yang mencakup pelayanan
mutlak. farmasi klinis tercantum di Tabel 3, dimana
Hasil pada kegiatan pengelolaan untuk hasil pengkajian resep dilakukan oleh
perbekalan farmasi dapat dilihat pada Tabel apoteker dan TTK (Tenaga Teknis
2 menunjukkan kegiatan pengelolaan Kefarmasian) sebanyak 37,5%. Untuk
Perbekalan Farmasi di Apotek Wilayah kegiatan dispensing dilakukan oleh
Kabupaten Lombok Barat membuktikan apoteker dan TTK (Tenaga Teknis
bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh Kefarmasian) dengan nilai persentase 45%.
Apoteker sebanyak 13,5%. Namun Kegiatan Pemberian Informasi Obat (PIO)
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 60
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
sebesar 42,5%. Hal ini menujukkan bahwa informasi yang baik dan tentu memberikan
peran apoteker dalam pengkajian resep informasi pada pasien guna tidak terjadinya
lebih dalam sangat membutuhkan keahlian Medication Error.
seorang apoteker, yang tentu TTK (Tenaga Pada penelitian kegiatan pelayanan
Teknis Kefarmasian) sendiri mungki belum farmasi klinik di apotek wilayah Kabupaten
menguasai. Sehingga kemampuan TTK Lombok Barat melakukan konseling yang
(Tenaga Teknis Kefarmasian) dalam sebagian besar dilakukan oleh apoteker
melakukan pengkajian resep tentu akan dengan persentase sebesar 51,9%.
selalu dalam pengawasan seorang apoteker. Pentingnya dilakukan konseling ini untuk
Sama halnya dengan kegiatan dispensing, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
kegiatan bersama yang dilakukan oleh serta kesadaran pasien terdahap penggunaan
apoteker dan TTK (Tenaga Teknis obat. Menurut penelitian Nadia (2017)
Kefarmasian) memiliki kontribusi besar menyatakan bahwa dengan pemberian
yaitu 45%, dimana pada kegiatan konseling memberkan pengaruh terhadap
memeriksa ulang kesesuaian obat dengan tingkat kepatuhan penggunaan obat serta
resep yang akan diserahkan ke pasien hasil terapi pada pasien DM tipe 2 di
dilakukan oleh apoteker memiliki kontribusi puskesmas (Nadia et al, 2017). Dalam
sebesar 45%. Hal ini menujukkan bahwa, kegiatan konseling ini apoteker melakukan
peran apoteker dalam melakukan kegiatan verifikasi akhir pada pasien guna
pengecekan kembali dibutuhkan ketelitian memastikan pemahaman pasien akan
sehingga saat menyerahkan obat tidak informasi yang diterima sudah jelas atau
terjadi kesalahan, dan meminimalkan belum, sehingga jika informasi yang
terjadinya Medication Error. diterima pasien sudah jelas akan
Dilihat pada Tabel 3, pelayan informasi memberikan dampak yang positif bagi
obat (PIO) di apotek wilayah Kabupaten pasien dalam mengkonsumsi obatnya
Lombok Barat sebesar 46% dilakukan oleh dengan aturan tentu dengan informasi
apoteker, hal ini menyatakan bahwa tambahan sesuai dengan keluhan/penyakit
apoteker berperan penting dalam yang diderita pasien. Hasil berbeda
memberikan informasi yang benar terkait ditunjukkan pada penelitian Ningrum
obat pada pasien. Adapun kegiatan yang (2018) menyatakan bahwa di apotek
dilakukan salah satunya yaitu wilayah Kabupaten Lombok Tengah
membimbing/memberikan pengetahuan dan terdapat 92% apotek tidak melakukan
keterampilan pada mahasiswa yang sedang konseling, hal ini disebabkan oleh waktu
melakukan pratek kerja lapangan dengan yang tidak cukup untuk memberikan
persentase 70%, dimana mereka praktek konseling, karena terkadang untuk
dalam pengawasan dan bimbingan apoteker memberikan konseling membutuhkan waktu
yang tentu dibantu oleh TTK (Tenaga yang cukup panjang sehingga data
Teknis Kefarmasian) yang selalu ada di mengganggu pengunjung dan kelancaran
apotek. Pemberian informasi obat ini pelayanan yang lain (Ningrum et al., 2018).
dilakukan semaksimal mungkin untuk Adapun kegiatan Pemantauan Terapi
meminimalisir terjadinya kesalahan Obat yang dilihat dalam penelitian ini
informasi yang diterima pasien sehingga dilakukan oleh apoteker sebesar 53,8%,
pasien tidak salah dalam megkonsumsi obat yang ditujukan pada pasien tertentu yang
ataupun cara penggunaa obat, sehingga datang dengan keluhan berat dengan kondisi
pemberian informasi obat ini sangat penting khusus seperti lansia, memiliki riwayat
dalam pelayanan farmasi klinik. Selain itu penyakit tertentu sehingga peran apoteker
pemberian bimbingan pada mahasiswa yang sangat dibutuhkan. Selain itu, kegiatan
praktek ini memberikan pengetahuan agar monitoring efek samping obat (MESO) di
mahasiswa paham bagaimana pemberia apotek Wilayah Kabupaten Lombok Barat
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 62
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
memiliki persentase yang cukup sebanding obat, maupun pemeriksaan obat, sehingga
antara yang dilakukan oleh apoteker dengan perlu disarankan agar setiap apotek
yang dilakukan oleh apoteker bersama TTK memiliki SOP, karena dapat dipastikan
(Tenaga Teknis Kefarmasian) dengan melaluui adanya SOP ini dapat
persentase 34,2% dan 35%. Hal ini meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja.
kolaborasi baik dengan TTK (Tenaga Kepuasan pelanggan sangat menjadi
Teknis Kefarmasian) menunjang tolak ukur suksesnya tenaga kefarmasian
berjalannya MESO dengan baik sehingga dalam berpraktek, karena kepuasan
tetap terkontol, tentu kolaborasi ini pelanggan merupakan bagian penting dalam
memiliki andil yang cukup baik dilakukan menyediakan pelayanan yang lebih baik,
oleh apoteker dengan dibantu oleh TTK efisien dan lebih efektif. Tersedianya
(Tenaga Teknis Kefarmasian). Berdasarkan informasi berupa brosur/leaflet di apotek ini
Permenkes No. 35 Tahun 2014 dikarenakan apoteker berperan aktif dalam
menyebutkan monitoring efek samping obat kajian ilmiah yag mengharuskan membuat
sendiri merupakan pemantauan respon obat leaflet/brosur guna sebagai media dalam
yang merugikan atau tidak diinginkan yang penyuluhan yang rutin diadakan setiap
bisa saja terjadi pada dosis normal yang minggu di car free day sehingga sebagian
diberikan pada manusia sebagai terapi besar apotek yang apotekernya berperan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau aktif dalam pengabdian
memodifikasi fungsi fisiologis. masyarakat/penyuluhan memiliki upgrade
Namun dalam kegiatan pelayanan pengetahuan melalui leaflet/brosur yang
farmasi klinis ini ada 2 apotek yang tidak ditujukan untuk masyarakat banyak.
melakukan kegiatan farmasi klinik, hal ini Secara keseluruhan, sebagian besar
dikarenakan apotek tidak pernah melayani apoteker yang pratek di Apotek Wilayah
resep sama sekali, selain itu posisi apotek Kabupaten Lombok Barat memiliki peran
yang sedikit dipelosok dan ketersediaan penting pada kegiatan-kegiatan tertentu
obat yang kurang lengkap sehingga tidak yang membutuhkan kompetensinya sebagai
melakukan pelayan farmasi klinik. seorang profesi Apoteker, dimana
kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh
Evaluasi Mutu Pelayanan yang TTK (Tenaga Teknis Kefarmasian),
dilakukan oleh Apoteker di Apotek sehingga kegiatan yang dilakukan TTK
Wilayah Kabupaten Lombok Barat (Tenaga Teknis Kefarmasian) pun tetap
Kegiatan pada penelitian ini lebih dalam pengawasan Apoteker walaupun
mengacu pada apotek yang melakukan belum maksimal
evaluasi mutu terhadap standar pelayanan
kefarmasian di masing-masing apotek. KESIMPULAN
Dapat dilihat pada Tabel 4, hanya 72,5% 1. Pada kegiatan Pengelolaan Perbekalan
apotek yang memiliki SOP tertulis dalam Farmasi di Apotek Wilayah Kabupaten
pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi, Lombok Barat dilakukan oleh Apoteker
sebanyak 77,5% yang melaksanakan bersama TTK dengan nilai persentase
evaluasi terhadap tingkat kepuasan 35,4%
konsumen melalui kotak saran di apotek, 2. Pada kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik
dan sebagian besar apotek di Wilayah sebagian besar kegiatan dilakukan oleh
Kabupaten Lombok Barat memiliki Apoteker
informasi obat secara aktif berupa 3. Pada Evaluasi Mutu Pelayanan Apotek di
brosur/leaflet dll dengan persentase 90%. Wilayah Kabupaten Lombok Barat
Belum optimalnya apotek memiliki SOP dilakukan oleh apoteker, walaupun ada
tertulis ini dapat menyebabkan terjadinya beberapa apotek yang tidak melakukan
kesalahan dalam dispensing, penyerahan evaluasi mutu pelayanan.
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 63
Volume 7. No. 1 – April 2021
www.lppm-mfh.com ISSN-e: 2541-1128
lppm.politeknikmfh@gmail.com ISSN-p: 2407-8603
Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Kesehatan Politeknik“Medica Farma Husada” Mataram 64
Volume 7. No. 1 – April 2021