Anda di halaman 1dari 43

PETUNJUK PRAKTIKUM

ANALISIS FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
NUSA TENGGARA BARAT
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, berkat rahmat Allah SWT, dan hidayah-Nya petunjuk


praktikum Analisis Farmasi ini dapat selesai walaupun banyak kekurangannya.
Kami menyadari bahwa petunjuk praktikum Analisis Farmasi ini masih jauh dari
sempurna, sehingga perlu saran dan kritik demi penyempurnaan sehingga dapat
memberikan pengarahan kepada para praktikan.
Petunjuk praktikum ini dibuat bukan dimaksudkan sebagai acuan mahasiswa
untuk menemukan metode praktikum, tapi bahan awal untuk mendorong
mahasiswa mencari pustaka yang lebih lengkap, karena dalam petunjuk hanya
didiskusikan pedoman umum saja, sehingga praktikan dapat menganalisis sebab
dan akibat dilakukannya cara yang telah tertera
Selanjutnya penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga terselesaikannya buku petunjuk praktikum ini.
Akhir kata, semoga buku Petunjuk Praktikum ini dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin.

Penyusun

Tim Prodi Farmasi


TATA TERTIB
DI LABORATORIUM

1. Praktikan wajib hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai, keterlambatan


lebih dari 5 menit sejak praktikum dimulai, praktikan dianggap tidak hadir.
2. Jika berhalangan hadir, praktikan harus dapat memberikan keterangan
tertulis yang resmi terkait dengan alasan ketidakhadirannya.
3. Praktikan memasuki ruang laboratorium dengan telah mengenakan jas
praktikum.
4. Praktikan wajib membawa lembar kerja praktikum dan perlengkapan
praktikum.
5. Praktikan mengisi daftar absensi dengan menunjukkan segala sesuatu
yang wajib dibawa.
6. Praktikan tidak diperbolehkan makan, minum, atau merokok di dalam
laboratorium selama praktikum berlangsung.
7. Praktikan tidak diperkenankan memegang HP selama praktikum
berlangsung.
8. Praktikan tidak diperbolehkan bergurau yang mengakibatkan
terganggunya kelancaran praktikum.
9. Praktikan bertanggung jawab atas peralatan yang dipinjamnya, apabila
memecahkan alat laboratorium, maka wajib menggantinya.
10. Setelah menggunakan alat dan bahan, praktikan wajib meletakkan kembali
pada tempatnya semula.
11. Praktikan tidak diperbolehkan membuang sampah ke dalam wastafel.
12. Jika akan meninggalkan ruang laboratorium, praktikan wajib meminta izin
kepada dosen.
13. Praktikan diwajibkan memakai pakaian yang sopan (bagi yang cowok
mengenakan baju ber krah).
14. Sebelum meninggalkan lab, praktikan wajib membersihkan dan merapikan
ruang Laboratorium.
ANALISIS FARMASI

I. PENDAHULUAN
Mata kuliah praktikum analisis farmasi merupakan praktikum yang wajib
ada pada program studi farmasi. Analisis yang akan dibahas dalam petunjuk
praktikum ini adalah analisis kuantitatif, walaupun secara kronologis sebelum
senyawa kimia dianalisis secara kuantitatif, harus dilakukan ananlisis kualitatif
terlebih dahulu. Buku-buku tentang kimia analisispun jarang yang
menggabungkan cara analisis ini, Karena masing-masing sediaan senyawa kimia
yang dianalisis dalam berbagai sampel tersebut sangat berbeda sehingga
diperlukan metode terpilih yang kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Analisis yang dapat dilakukan oleh seorang farmasis adalah analisis obat,
obat tradisional, makanan, bahan kimia dalam makanan dan minuman, serta
kosmetika. Terdapat berbagai macam jenis sediaan farmasi yang dapat dilakukan
dengan berbagai cara analisis dan sangat bervariasi yang sangat tergantung pada
jenis sediaannya. Analisis obat tradisional pun akan mempunyai perlakuan khusus
untuk melakukan preparasi karena senyawa kimia dalam sediaan obat tradisional
sangat bervariasi, dan preparasi yang dilakukan pun akan sangat tergantung jenis
senyawa yang akan dilakukan analisis secara kuantitatif.
Pada analisis makanan, senyawa yang akan dianalisis dalam makanan harus
diidentifikasi terlebih dahulu secara kualitatif. Analisis yang sering dilakukan
pada makanan biasanya analisis bahan tambahannya saja, misalnya analisis
pengawet, pewarna, ataupun perasa, tetapi bila diperlukan jenis senyawa tertentu
seperti protein, karbohidrat, asam lemak, farmasis juga harus dapat melakukan
analisisnya secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis bahan kimia dalam makanan termasuk pula bahan minuman,
suplemen atau makanan tambahan yang berisi senyawa adiktif maupun senyawa
aktif juga harus dilakukan oleh farmasis. Pada analisis kosmetika hampir ada
kemiripan dengan senyawa yang ada dalam makanan, namun kosmetika modern
yang telah menggunakan bahan aktif untuk berbagai keperluan seperti
perlindungan kulit terhadap sinar matahari, pemutih kulit, atau senyawa
antioksidan telah banyak digunakan dalam kosmetik, sehingga dalam preparasi
sampel untuk dianalisis harus diperhatikan secara khusus.
Dari uraian diatas yang perlu diperhatikan adalah sifat kimia fisika obat
dalam sediaan dan bagaimana cara memberi perlakuan suatu sediaan yang secara
garis besar, obat atau senyawa kimia tersebut tergolong senyawa kimia anorganik
atau organic, polar atau non polar, mudah menguap atau tidak, asam, basa, atau
netral, reduktor, oksidator, reaktif atau tidak, atau mungkin bersifat inert. Maka
obat tersebut harus diberi perlakuan sesuai dengan sifat kimia dan fisikanya.

II. KIMIA FARMASI ANALISIS KUANTITATIF


Kimia analisis dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Dalam analisis tersebut harus mempunyai dasar pengertian
yang menyeluruh tentang ilmu kimia, karena yang dianalisis adalah senyawa
kimia organik, baik sebagai obat murni (bahan baku), dalam sediaan farmasi,
pangan, kosmetika, dan obat tradisional.Dalam analisis obat, makanan, kosmetika,
dan obat tradisional ini difokuskan pada analisis kuantitatif.
Di samping dasar-dasar ilmu kimia kita harus menguasai peralatan yang
digunakan baik secara teknis maupun teoritis dalam mengaplikasikan serta
melakukan interpretasi data yang diperoleh, untuk memberikan informasi kepada
orang lain yang mungkin kepentingannya berbeda. Kepentingan analisis kimia
sangat luas cakupannya, walaupun yang ditentukan adalah jenis senyawa kimia
dan kadarnya.
Berdasarkan jumlah sampel yang dianalisis terutama menggunakan alat
analisis dengan kepekaan tinggi dinamakan mikroanalisis, bahkan sudah
berkembang dengan nano teknologi, yang artinya sampel yang dianalisis cukup
dengan satuan mikro sampai picogram. Sehingga sampel demikian dikatakan
runutan atau trace sample (TS), TS dapat pula digolongkan dalam mikro atau ultra
mikro analisis. Sedangkan cara analisis konvensional, seperti pada gravimetri dan
titrimetric menggunakan sampel dari puluhan milligram sampai ratusan mg
sehingga disebut makroanalisis.
Dari keterangan tersebut, dapat dibedakan lagi jika sampel lebih besar dari
100 mg disebut analisis makro, sampel antara 10-100 mg dinamakan semikro
analisis, analisis antara 1-10 mg dinamakan analisis mikro, dan sampel dengan
ukuran 1 mikrogram (µg) atau lebih kecil dinamakan ultra mikro atau nano
teknologi (Day dan Underwoods, 1986). Aturan seperti itu tidak hanya berlaku
untuk analisis obat, tetapi dapat berlaku untuk analisis kimia secara menyeluruh
seperti: senyawa cemaran, pengisi, atau senyawa tambahan (pengawet, pewarna,
perasa, dan aroma).
Pada analisis bahan kimia/senyawa kimia dalam obat, makanan, kosmetika,
dan obat tradisional tidak selalu dalam bentuk tunggal, tetapi dalam bentuk
campuran dengan senyawa lain, karena itu metode analisis dan preparasi sampel
menjadi tahapan yang penting agar dapat dianalisis dengan cara atau alat yang
sesuai.
Analisis kuantitatif focus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat
tertentu (analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel
terdiri atas empat tahapan pokok:
a. Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu
sampel yang mewakili dari bahan yang dianalisis.
b. Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk
pengukuran.
c. Pengukuran.
d. Perhitungan dan penafsiran pengukuran.
Metode yang baik dalam suatu analisis kuantitatif seharusnya memenuhi
kriteria yaitu:
a. Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan
kadar senyawa dalam konsentrasi yang kecil, misalnya: pada penetapan
kadar zat-zat beracun, metabolit obat dalam jaringan dan sebagainya.
b. Presisi (precise), artinya dalam suatu seri pengukuran (penetapan) dapat
diperoleh hasil yang satu sama yang lain hampir sama.
c. Akurat (accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata
(mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value).
d. Selektif (selective), artinya untuk penetapan kadar senyawa tertentu,
metode tersebut tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain yang
ada.
e. Praktis (practice), artinya mudah dikerjakan serta tidak banyak
memerlukan waktu dan biaya. Syarat ini perlu sebab banyak senyawa-
senyawa yang tidak mantap apabila waktu penetapan terlalu lama.

A. Spektrofotometri
Spektrofotometri dalam percobaan ini dibedakan menjadi spektrofotometer
sinar ultra violet dan spektrofotometer sinar tampak. Sinar violet adalah sinar
yang berpanjang gelombang elektromagnetik diantara 190-380 nm. Sedangkan
pada sinar tampak meliputi daerah gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang 380-780 nm (Anonim, 1995). Adapunprinsip utama dari suatu
molekul obat dapat menyerap sinar ultra violet dan sinar tampak karena adanya
electron dari molekul obat tersebut yang mudah tereksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi sesuai dengan tenaga yang diserap.
Apabila dua buah atom saling berikatan dan membentuk molekul, maka
akan terjadi tumpeng tindih dua orbital dari kedua atom yang masing-masing
mengandung satu electron dan kemudian terbentuk orbital molekul.
Ada 2 macam orbital molekul, yaitu:
1. Orbital ikatan yang energinya lebih rendah dibanding energi orbital atom
semula.
2. Orbital anti ikatan yang enrginya lebih tinggi dibanding energi orbital atom
semula, telah menyerap tenaga atau pancaran sinar.
Pada keadaan azas (ground state) elektron berada pada orbital ikatan
mempunyai spin yang arahnya berlawanan, sedangkan orbital anti ikatan
kosong. Jika pada molekul yang dalam keadaan azas ini dikenakan suatu energi
gelombang elektromagnetik, maka akan terjadi penyerapan energi. Energi yang
diserap adalah besarnya tepat sama dengan perbedaan antara energi anti ikatan
dengan ikatan. Akibat dari penyerapan enrgi tersebut (kemungkinan energi
yang sesuai dengan gelombang elektromagnetik pada daerah sinar ultra violet
dan tampak), maka salah satu electron dari orbital berpindah ke orbital anti
ikatan dan keadaan ini disebut keadaan tereksitasi (excited site). Perpindahan
electron tadi mungkin tidak diikuti dengan perubahan arah spin dan disebut
tereksitasi singlet, mungkin juga diikuti dengan perubahan arah spin elketron
dan keadaan ini disebut keadaan tereksitasi triplet.
Elektron dalam molekul obat/senyawa kimia dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu:
1. Elektron Sigma
Elekton yang menempati ikatan sigma (σ) atau ikatan tunggal. Ikatan
sigma ikatan yang terjadi dari tumpang tindihnya orbital atom dan
membentuk ikatan tunggal. Distribusi rapat muatan di dalam orbital sigma
ikatan adalah simetris di sekitar poros ikatan, sedangkan di dalam orbital
sigma anti ikatan tidak simetris.
2. Elektron phi (π)
Senyawa yang mempunyai ikatan rangkap berarti mempunyai dua
macam orbital molekul yaitu orbital sigma dan orbital phi. Orbital phi
terjadi akibat tumpeng tindihnya 2 buah orbital π dari atom-atom.
Distribusi rapat muatan dalam orbital phi sedemikian rupa, sehingga
sepanjang poros ikatan antara kedua atom terdapat suatu daerah yang
dinamakan bidang nodal (nodal plane) dimana pada daerah ini rapat
muatannya rendah, sedangkan daerah atas atau di bawah bidang nodal rapat
muatannya tinggi dan maksimum.
3. Elektron bukan ikatan (non bonding electron)
Elektron jenis ini memang tidak terlibat dalam pembentukkan ikatan
dalam molekul senyawa obat. Biasanya terdapat sebagai pasangan electron
sunyi di sekitar atom N, S, O, dan halogen.
Gugus benzil Kromofor utama
Gugus ikatan phi

CH = CH – C = O elektron tanpa
ikatan (non bonding) OH
Ikatan sigma

Gambar 1. Struktur Asam Sinamat

Jika suatu molekul obat menyerap sinar ultra violet atau tampak, maka
akan terjadi transisi (perpindahan elektron-elektron yang dimilikinya dari
tingkat energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi). Dari sifat
ini dapat dikembangkan menjadi metode analisis kuantitatif berdasarkan
jumlah nergi yang diserap sesuai denga gugus atau kromofor yang dimiliki
oleh suatu molekul obat.
1) Cara Analisis Secara Spektrofotometer
Senyawa obat yang akan dianalisis secara spektrofotometri dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu yang harus direaksikan dengan suatu
pereaksi, dan yang tidak harus direaksikan dengan suatu pereaksi,
tetapi cukup dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Walaupun
demikian, tahap-tahap yang dikerjakan adalah sama, yaitu: a. Waktu
operasi (operating time)
Pada tahap ini dicari hubungan antara serapan dan waktu.
Dari tahap ini diharapkan diperoleh waktu yang pasti untuk
pembacaan serapan dari larutan yang diperiksa, kecuali senyawa
obat yang stabil (mantap), dalam larutan. Dimulai dari saat reaksi
dilakukan sampai diperoleh waktu serapan yang stabil. Misalnya

serapan larutan stabil dari t1 sampai t2, dapat dilihat pada gambar
2.
Pada pelaksanaan tahap ini digunakan panjang serapan gelombang
serapan maksimum.
A

t1 t2 t

Gambar 2. Kurva waktu operasi


b. Panjang gelombang serapan maksimum
Yaitu panjang gelombang ketika larutan cuplikan mempunyai
serapan yang maksimum. Hal ini harus dilakukan walaupun dalam
prosedur aslinya biasanya juga telah disebutkan. Caranya dengan
membaca serapan larutan baku dan kemudian diubah panjang
gelombangnya. Harus diingat bahwa setiap kali dilakukan perubahan
panjang gelombang harus didahului larutan blangko yang serapannya
diatur nol. Baut kurva hubungan panjang gelombang dengan serapan,
cara ini bila alat taka da perekamnya.
c. Kurva baku
Dibuat suatu seri larutan dan kemudian dibaca serapannya pada
waktu operasi dan panjang gelombang yang dihasilkan dari percobaan
tahap 1 dan 2. Buatlah kurvanya dan cari persamaan garis dan
koefisien korelasinya dengan metode kuadrat terkecil (least square
method)
Gambar 3. Kurva baku berdasarkan persamaan Y = bX ±
a d. Pengukuran serapan cuplikan
Larutan cuplikan dimasukkan ke dalam kuvet dan dibaca
serapannya (Au) yang terlebih dahulu dibaca serapan larutan
blangko (As). Dari serapan yang terbaca dan jumlah cuplikan
yang diketahui dapat dihitung kadar obat dalam cuplikan
menggunakan kurva baku atau persamaan garis linier kadar yang
sebelumnya telah dipersiapkan
e. Menghitung kadar

Gambar 4. Kurva interpolasi data perhitungan kadar obat


Kadar (C2) adalah kadar yang dihitung dengan cara
interpolasi dengan hasil pembacaan absorbansi sebesar A2.
Gambar 5. Alat Spektrofotometer

III. SAMPLING
Dalam sampling atau pengambilan sampel bahan uji, harus dapat mewakili
seluruh sampel yang akan diuji. Jumlah sampel harus disesuaikan dengan cara
analisis/metode analisis yang akan digunakan. Sampel bila perlu tidak boleh
tercemar oleh senyawa lain yang mengganggu, baik dalam pengambilan jumlah
maupun dalam analisisnya.
Sampel harus diukur dengan cermat dan teliti, baik berupa bobot atau
volume, jenis sampelnya, metode yang akan digunakan. Setelah sampel
ditimbang, kemudian dilanjutkan dengan pelarutan sampai volume tertentu
untuk dianalisis. Kebanyakan obat sintetik organik, Farmakope Indonesia
menggunakan alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), karena dengan
alat ini dapat mengetahui senyawa murni atau telah mengalami degradasi.
Sebab senyawa hasil peruraian dan senyawa induknya diharapkan dapat
terpisah dengan baik.

A. Sampling Tablet/Kaplet/Kapsul
Pada Farmakope Indonesia penentuan kadar zat aktif dalam tablet
dipersyaratkan jumlah tablet harus 20 tablet yang mempunyai keseragaman
bobot, walaupun dalam praktek syarat 20 tablet dapat diturunkan menjadi 10
tablet. Sebenarnya 20 tablet tersebut diambil dari tablet yang satu batchnya
berisi 1000 atau 100 tablet. Tetapi dalam praktek agar biayanya lebih murah
dapat diambil 20 tablet.
Sampel yang sejenis dengan tablet adalah kaplet, berbentuk kapsul tetapi
dicetak dalam tablet. Sedangkan kapsul sendiri, selain bahan aktif dan pengisi,
kapsul mempunyai wadah yang dinamakan cangkang. Oleh karena itu dalam
sampling harus diketahui bobot isi kapsul, berarti isi kapsul harus dikeluarkan
dan cangkang ditimbang setelah masing-masing sediaan kapsul ditimbang.
Kapsul ini ada yang lunak dan ada yang keras sehingga cara perlakuannya
berbeda.
Obat-obat yang berupa cairan baik sirup, sediaan steril (mis: tetes mata)
yang akan dianalisis, harus diuji keseragaman volume, bila obat tersebut
merupakan sediaan tunggal (sekali pakai) ataupun berkali-kali pakai.

B. Sampling Sediaan Cair


Sediaan cair ada yang mempunyai viskositas kental dan encer, karena itu
cara sampling akan mempunyai perlakuan yang berbeda. Persyaratan sampel
yang diambil harus mewakili keseluruhan sampel. Secara teknis, sampel encer
akan mudah diukur volumenya dengan tepat, dan bila memungkinkan sesuai
dengan ukuran dosis pemakaian, seperti 1 sendok teh (5 ml), atau sendok
makan (10 atau 15 ml), tetapi kebanyakan 10 ml, sehingga dapat digunakan
sampel 5,0 ml atau 10,0 ml menggunakan pipet volume.

C. Sampling Cairan Kental atau Semi Solid


Cairan dengan viskositas kental atau semi solid akan sulit untuk dituang,
seperti: pasta, salep, emulsi, atau suspense, maka akan lebih baik ditimbang
langsung. Berbeda dengan sampel yang mudah dipindahkan dari wadah yang
lain, maka cara menimbangnya dilakukan dengan menimbang tidak langsung.
Dalam melakukan pengambilan sampel untuk ditimbang maupun diukur,
sampel harus sudah dihomogenkan dengan cara diaduk, digerus, atau digojog.
Sampel yang telah dihitung keseragaman bobot isinya (3 sampai 5 wadah),
kemudian dijadikan satu, digerus, atau dihomogenkan baru ditimbang seksama
secara langsung sesuai dengan kandungan obat yang akan dianalisis.
IV. PREPARASI SAMPEL
Sampel yang akan dianalisis yang dipreparasi dengan tidak cermat akan sia-
sia untuk dianalisis (Handerson, 2006). Sampel tidak selalu siap untuk dianalisis,
dan proses untuk mendapatkan sampel yang siap untuk dianalisis atau diukur
harus disesuaikan dengan cara dan alat ukur yang digunakan, dan proses ini jauh
lebih penting dari pengukuran itu sendiri. Tidak semua proses mempunyai
pedoman yang sama, sehingga diperlukan pemahaman tentang kondisi sampel
(bentuk) dan cara sampling sampai pengukuran sampling. Sifat fisika dan kimia
sampel merupakan hal yang sangat penting sebagai pedoman dalam preparasi
sampel.

A. Strategi dan Metode Pemurnian Senyawa Obat (Jiang et al, 2004)


Produk farmasi umumnya berupa campuran, sehingga untuk melakukan
purifikasi/pemurnian harus cara yang efisien, sehingga diperlukan data -data
kelarutan senyawa yang akan dimurnikan dan data kelarutan senyawa penyerta.
Dengan cara tersebut dalam pemisahan dapat digunakan metode yang tepat,
seperti cara ekstraksi cair-cair (menggunakan corong pisah), agar obat larut
dalam pelarut organic maka harus dijadikan bentuk aslinya yaitu sebagai asam
atau basa. Obat yang bersifat basa akan menjadi senyawa basa bila lingkungan
dibuat pH alkalis, sebaliknya bila obat tersebut bersifat asam, amak obat harus
dibuat menjadi senyawa asam yang non ionic dalam suasana pH asam. Dengan
demikian farmasis dituntut untuk memahami tentang sifat kimia fisika dan jenis
sampel yang akan dianalisis.
Bila obat yang bersifat asam untuk dibuat larut dalam air, maka obat
dijadikan garam, misalnya yaitu dengan cara dijadikan garam Na (disabunkan
jika berbentuk minyak), tetapi jika basa maka ditambahkan HCl agar menjadi
garam yang mudah larut dalam air.
Pemisahan juga dapat dilakukan dengan cara kromatografi kolom, baik
dengan kolom sederhana, maupun dengan kolom yang canggih yaitu High
Perfomance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT). Untuk menggunakan metode kolom, maka harus dipilih fase
diam dan fase gerak yang tepat, dan cara merangkai maupun melakukan
persiapan kolom yang baik. Senyawa dapat dipisahkan pula dengan
kromatografi yang secara instan dapat dibeli yang dinamakan Sep Pak, yang
sebenarnya merupakan kromatografi mini. Sistem ini dinamakan SPE (Solid
Phase Extraction), cara ini sangat praktis tetapi harganya mahal. Walaupun
demikian dapat digunakan untuk memisahkan secara kasar kelompok polar,
semi polar, atau non polar tergantung pada ekstraktan atau pelarut yang
digunakan.

B. Pemilihan Pelarut dalam Pemisahan Menggunakan Corong Pisah


Pemilihan pelarut untuk pemisahan dengan corong pisah disesuaikan
tujuan
pengambilan sampel. Pelarut kloroform mempunyai bobot jenis yang lebih
tinggi daripada air, sehingga jika sampel yang akan digunakan untuk dianalisis
mudah larut dalam kloroform, dapat dengan mudah senyawa terambil melalui
kran bagian bawah akan lebih mudah bila dituang lewat mulut corong pisah.
Senyawa yang berbentuk garam untuk dipisahkan dengan senyawa non
polar, sebaiknya menggunakan pelarut organik non polar yang memiliki BJ
lebih kecil daripada air, sehingga air mudah diambil melalui kran.
Sampel yang berbentuk emulsi, hasil blender senyawa nabati atau sediaan
farmasi baik suplemen, maupun bahan makanan yang kental, harus dilakukan
penyaringan terlebih dahulu agar tidak terjadi penyumbatan pada kran corong
pisah. Penyaringan dapat dilakukan dengan bantuan pompa hampa/pompa
vakum.
PRAKTIKUM I
SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan pengaruh substituent terhadap panjang gelombang serapan
maksimum.
2. Menentukan pengaruh pelarut terhadap panjang gelombang serapan
maksimum.

3. Menentukan suatu senyawa.


4. Menetapkan kadar campuran senyawa secara simultan.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Erlenmeyer, pipet volume, labu ukur, spektrofotometer UV.
2. Bahan Percobaan
Asam benzoate, asam salisilat, aquadest, HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N.

III. CARA KERJA


1. Buatlah larutan induk asam benzoate dalam air suling 0,01% sebanyak
25,0 ml.
2. Buatlah larutan induk asam salisilat dalam air suling 0,01% sebanyak
25,0 ml.
3. Pipetlah masing-masing sebesar 1,0 ml dan encerkan menjadi 50,0
ml dengan air suling.
4. Pipetlah larutan nomer 3 sebanyak 1,0 ml dan encerkan dengan air
suling sampai 5,0 ml, dan buatlah spektrogram (contoh terdapat pada
gambar 6) dari masing-masing larutan pada lamda 200 nm sampai 320
nm. Amati mengapa lamda serapan maksimum berbeda? Perhatikan
bahwa intensitas serapan tidak melebihi 0,8 dan tidak kurang dari 0,2
untuk analisis kuantitatif.
Gambar 6. Hubungan serapan (s) dengan kesalahan (k)

5. Kerjakan seperti no. 4, tetapi sebelum diencerkan dengan air suling


tambah dulu dengan HCl 0,1 N sebanyak 1,0 ml, kemudian tambahkan
air suling ad 5,0 ml, amati spektrogramnya pada lamda 200 nm sampai
320 nm, bandingkan lamda serapan maksimumnya dengan no.4.
6. Kerjakan dengan cara yang sama dengan no. 4, tetapi sebelum
diencerkan tambahkan dahulu larutan NaOH 0,1 N sebanyak 1,0 ml,
dan encerkan dengan air suling ad 5,0 ml. Amati spektrogramnya pada
lamda 200 nm sampai 320 nm. Mengapa keduanya mempunyai lamda
serapan yang berbeda?
7. Hitung masing-masing senyawa, berapa harga serapan E dengan data
yang anda dapat dari percobaan no. 5 dan no. 6. Baca serapan asam
benzoate pada λ 2 (λ dari asam salisilat), dan serapan asam salisilat
pada λ 1 (λ dari asam benzoate), kemudian hitung pula harga serapan

masing-maisng senyawa tersebut. Adakah kenaikan intensitas


dan pengenceran lamda serapan maksimum.
8. Campurlah 1,0 ml asam benzoate dan 2,0 ml asam salisilat dari larutan
3, ke dalam labu takar 10,0 ml, amatilah spectrogram campuran
tersebut pada lamda 200 nm sampai 320 nm.
Kemudian carilah kadar masing-masing senyawa C1 untuk asam
benzoate dan C2 untuk asam salisilat dengan rumus:
λ1 λ1
AT1 = K1 C1 + K2 C2
λ2 λ2
AT2 = K1 C2+ K2 C2
Keterangan :
AT : serapan total (jumlah) dapat dibaca dan dijumlahkan pada
lamda masing- masing.
K1 λ1 : harga serapan ( asam benzoate pada lamda serapan
λ1 : serapan asam salisilat pada serapan
maksimumnya. K2
maksimum asam benzoate.
K1 λ2 : harga serapan asam benzoate pada lamda serapan
maksimum asam salisilat.
λ2 : serapan asam salisilat pada lamda serapan maksimum
K2
asam salisilat. Data yang dilaporkan adalah:

1. Spektrogram masing-masing senyawa (benzoate dan salisilat).


2. Kadar dari masing-masing senyawa setelah dicampur dan dihitung
kadarnya.
PRAKTIKUM II
SPEKTOFOTOMETRI SINAR TAMPAK

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami tahapan analisis secara spektrofotometri sinar tampak.
2. Menetapkan kadar sampel dengan cara mereaksikan senyawa agar
diperoleh senyawa berwarna.
3. Menentukan kadar dengan persamaan regresi dan plot grafik.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Timbangan analitik, pipet volume, labu takar, Erlenmeyer.
2. Bahan Percobaan
Natrium nitrit, aquadest, sulfanilamid jenuh, N-1-
Naftiletilendiamin.

III. CARA KERJA


1. Pembuatan larutan induk Natrium Nitrit 1 mg/ml.
Timbang seksama Natrium Nitrit 100 mg, larutkan dalam air
suling sampai 10,00 ml. Dari larutan induk, dibuat seri larutan
dengan kadar 0,01-0,1 mg/ml.
2. Penentuan Operating Time
Ambil 3,0 ml larutan Natrium Nitrit 0,05 mg/ml, masukkan ke
dalam labu takar 5,0 ml. Tambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml
sulfanilamid jenuh. Kemudian tambahkan 0,5 ml N-1-
Naftiletilendiamin, sampai timbul warna pink. Tepatkan volume
menjadi 5,0 ml dengan air suling. Baca serapan pada 545 nm sampai
diperoleh serapan yang stabil dalam kurin waktu tertentu.
3. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum
Ambil 3,0 ml larutan Natrium Nitrit 0,05 mg/ml, masukkan ke
dalam labu takar
5 ml. Tambahkan 0,5 ml HCl 6 N dan 1 ml sulfanilamid jenuh.
Kemudian tambahkan 0,5 ml N-1-Naftiletilendiamin setelah timbul
warna pink. Tepatkan volume menjadi 5,0 ml dengan air suling. Baca
serapan pada lamda 500 – 600 nm. Tentukan lamda serapan
maksimumnya.
4. Penentuan kurva baku
Larutan Natrium Nitrit dengan kadar 0,01 – 0,1 mg/ml masing-
masing sebanyak 3,0 ml ditambah 0,5 ml HCl 6 N, 1 m sulfanilamid
jenuh dan 0,5 ml N-1- naftiletilendiamin, tunggu sampai timbul warna
pink. Tepatkan volume menjadi 5,0 ml dengan air suling. Tunggu OT,
baca serapan pada panjang gelombang serapan maksimumnya.
Tepatkan persamaan regeresinya.
5. Penetapan kadar nitrit dalam sampel
Timbang sejumlah sampel, larutkan dalam air suling, kemudian
disaring. Filtrat diperlakukan sama dengan kurva baku. Hitung kadar
sampel berdasarkan persamaan garis regresi yang diperoleh.
Gambarkan persamaan regeresi yang diperoleh pada kertas grafik.
Tentukan pula kadar sampel dengan mengeplotkan serapan pada garis
lurus tersebut. Bandingkan hasilnya!
PRAKTIKUM III
ANALISIS ASPIRIN DAN KAFEIN (DALAM TABLET)

I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan


dari percobaan ini adalah:
1. Menentukan konsentrasi aspirin dalam tablet
2. Menentukan konsentrasi kafein dalam tablet

II. DASAR TEORI


A. Aspirin
Aspirin dapat dibuat dari asam salisilat yang diasetilasikan dengan asetil
klorida atau anhidrid asam asetat. Senyawa ini bersifat asam dan rumus
bangunnya adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui konsentrasi aspirin dilakukan titrasi dengan larutan


NaOH 0,1 N. Gugus asetil dalam reaksi netralisasi ini lebih sukar lepas
daripada gugus karbonil sehingga terjadi reaksi sebagai berikut:

Aspirin (asam asetil salisilat)

Titrasi menggunakan indicator fenolftalein diakhiri saat terjadi perubahan


warna yang konstan selama satu menit. Jika NaOH berlebih akan terjadi
reaksi sebagai berikut:

O
CH3COONa

B. Kafeina
Kafeina merupakan golongan alkaloid yang diturunkan dari aspirin. Nama
lain kafeina adalah 1,3,7-trimetil xanthine yang mempunyai rumus:

Kafeina terdapat pada biji kopi (0,5%), teh (2-4%) yang mempunyai fisiologi
sebagai stimulant. Ikatan rangkap dari kafeina dapat mengadisi ion. Untuk
mengetahui kadar atau konsentrasi kafeina, maka larutan yang mengandung
kafeina ditambah larutan iod yang telah diketahui volume dan konsentrasinya.
Kelebihan iod setelah terjadi reaksi adisi dititrasi dengan larutan natrium

tiosulfat (Na2S203), sehingga iod yang teradisi oleh kafeina dapat diketahui.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Erlenmeyer, penangas air, biuret, penjepit tabung reaksi, gelas
kimia, pipet volume, pipet tetes, gelas ukur, statif dan klem, lumping
porselen, penggerus, neraca analisis, cawan petri.
2. Bahan Percobaan
Aspirin (3 tablet), alkohol, aq.dest, bodrex (3 tablet), NaOH 0,1
M, indikator PP, Na2S2O3 0,1 M, H2SO4, KIO3, KI.
IV. CARA KERJA
A. Aspirin
1. Menimbang 1 tablet aspirin, lalu catat beratnya.
2. Menggerus tablet sampai halus, kemudian memasukkannya ke dalam
labu Erlenmeyer 100 mL.
3. Mencuci lumping dengan alkohol, kemudian menuankannya ke dalam
Erlenmeyer sampai volume alkohol yang dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer adalah 25 mL.
4. Menggoyang-goyang Erlenmeyer selama 5 menit.
5. Memasukkan labu Erlenmeyer pada penangas air sehingga larutan
mendidih.
6. Menambahkan 5 mL aq.dest dan indikator PP pada labu erlenmyer yang
telah dingin.
7. Menitrasinya dengan NaOH 0,1 M sampai larutan berubah menjadi
merah jambu dan bila dibiarkan selama 1 menit warnanya akan tetap
(stabil).
8. Titrasi diulang sampai 2 kali dengan tablet yang berbeda.
B. Kafein
1. Menimbang 1 tablet bodrex, lalu catat beratnya.
2. Menggerus tablet sampai halus, kemudian memasukkannya ke
dalam labu Erlenmeyer 100 mL.
3. Mencuci lumping dengan alkohol, kemudian menuangkannya ke dalam
Erlenmeyer sampai volume alkohol yang dimasukkannya ke dalam
Erlenmeyer adalah 25 mL.
4. Menggoyang-goyang Erlenmeyer selama 10 menit.
5. Menambahkan 10% H2SO4 sebanyak 5 mL, 20 mL larutan KI 0,1 M ke
dalam labu Erlenmeyer, kemudian larutan dikocok selama 10 menit.
6. Memanaskan Erlenmeyer sampai larut mendidih.
7. Menitrasi larutan yang telah dingin dengan Na2SO3 0,1 M yang
ditambah dengan 4 mL KIO3 dan 25 mL alkohol.
8. Titrasi diulang sampai 2 kali dengan tablet yang berbeda.
V. HASIL

No. Perlakuan Hasil Percobaan


PRAKTIKUM IV
ANALISIS KANDUNGAN BORAKS

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis kandungan boraks pada bakso, mie, dan
ikan asin dengan menggunakan metode titrasi.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Buret, statif, Erlenmeyer, labu ukur, neraca analitik, gelas kimia, pipet
tetes, pipet volume, pisau, tissue atau waslap.
2. Bahan Percobaan
Bakso, mie basah atau mie instan, ikan asin, larutan baku HCl 0,1 N
500 mL.

III. CARA KERJA


1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menimbang bakso/mie/ikan asin sebanyak 500 mg.
3. Menghaluskan bakso/mie/ikan asin dengan cawan porselen.
4. Menambahkan aquadest sebanyak 50 ml.
5. Saring bakso/mie/ikan asin dengan kertas saring.
6. Titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sebanyak 3 kali titrasi,
menggunakan indikator metil merah.
7. Hitung kadar dari titrasi tersebut.
IV. HASIL
No. Perlakuan Hasil Percobaan
PRAKTIKUM V
ANALISIS ASAM BENZOAT DALAM SAOS TOMAT

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis kandungan asam benzoate dalam saos
tomat yang ada di pasaran.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Neraca analitik, beaker glass, Erlenmeyer, pipet volume, buret, labu
ekstraksi pelarut, gelas ukur, pipet tetes, pemanas listrik, penangas air,
2. Bahan Percobaan
Saos tomat bermerek dan tanpa merek yang diambil secara acak di
pasar tradisional, NaCl, NaOH 10%, HCl 5%, H 2C2O4, dietil eter, FeCl3,
NH3, H2SO4, kertas saring, dan indikator PP.

III. CARA PERCOBAAN


A. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan di pasar tradisional, diambil 3 botol
saos tomat yang tidak bermerek, dan 3 botol saos tomat yang bermerek.
B. Perlakuan Sampel
1. Penyiapan sampel, masing-masing sampel saos tomat ditimbang dengan
neraca analitik (3-5 botol saos tomat) yang telah dituang dengan beker
glass. Campur semua sampel, aduk sama rata.
2. Cari bobot rata-rata isinya. Menimbang sekitar 100 g dengan beker glass
dan ditambahkan 15 g NaCl, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 500
mL.
3. Selanjutnya ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan 150 ml larutan
NaCl jenuh dan NaOH 10% hingga diperoleh larutan yang bersifat
alkalis. Kemudian larutan tersebut diencerkan dengan larutan NaCl
jenuh sampai tanda batas dan dibiarkan selama 2 jam. Larutan tersebut
dikocok detiap 30 menit dan selanjutnya disaring dengan kertas saring,
kemudian dimasukkan dalam corong pemisah. Filtrat yang diperoleh
diekstraksi.
C. Ekstraksi Sampel
1. Filtrat yang diperoleh pada penyiapan sampel, dipipet 100 ml dan
dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian dinetralkan dengan
penambahan HCl 5%, dan ditambahkan lagi 5 ml HCl sesudah
keadaan netral tercapai. Selanjutnya diekstraksi dengan pelarut dietil
eter beberapa kali dengan volume berturut-turut 70, 50, 40, dan
30 ml. Untuk mencegah emulsi, digoyang-goyang secara kontinyu
setiap kali ekstraksi dengan gerakan memutar/rotasi.
2. Lapisan dietil eter kemudian ditampung dari setiap ekstraksi dengan
volume pelarut tersebut. Semua lapisan dietil eter setiap ekstraksi
dikumpulkan dan didestilasi dengan vakum rotary evaporator pada
O
suhu 30-50 C hingga ekstrak menjadi pekat.
3. Ekstrak tersebut kemudian dikeringkan diatas penangas air, lalu
dibiarkan semalam di dalam desikator yang berisi H2SO4 pekat.
Selanjutnya, ekstrak kering (cara pengeringan ini terlalu lama), karena

kumpulan eter sebaiknya ditambah 4 g Na2SO4 anhidrat dan saring,


kemudian diuapkan dengan rotary evaporator. Asam benzoate tersebut
dilarutkan dalam etanol netral terhadap indikator pp sebanyak 10 ml
dalam labu ukur 50 ml, setelah itu diencerkan dengan aquadest sampai
tanda batas.

D. Uji Kuantitatif
1. Larutan asam benzoate hasil ekstraksi dipipet sebanyak 25,0 ml dengan
pipet volume, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 240
ml. Larutan tersebut ditambah 2-3 tetes indikator PP dan selanjutnya
dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah dibakukan sampai
terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda yang stabil
selama 15 menit.
2. Volume larutan NaOH yang digunakan dicatat. Pengulangan ekstraksi
dan titrasi dilakukan masing-masing 3 kali.
Pertanyaan :
1. Apakah perlunya penambahan NaCl dan mengapa untuk ekstraksi
dengan dietil eter larutan harus diasamkan?
2. Mengapa penimbangan sampel tersebut sampai 100 g, dan bagaimana
cara menimbang saos agar dapat dilakukan dengan mudah?
3. Hasil penyarian tersebut, dapatkah dianalisis dengan cara lain?
Terangkan bagaimana caranya?
4. Apakah penimbangan sampel dapat diperkecil jika metode analisis
digunakan instrument lain?
PRAKTIKUM VI
ANALISIS CAMPURAN ASAM BENZOAT DAN ASAM SALISILAT
DALAM SALEP

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis kandungan asam benzoate dan asam
salisilat dalam sediaan salep dengan metode spektrofotometri ultra violet.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Timbangan analitik, kertas saring whatman no.1, beker glass, pipet
volume, penangas air.
2. Bahan Percobaan
Salep uji, etanol 96%, aquadest, alkohol panas, asam benzoate,
asam salisilat.

III. CARA KERJA


1. Timbang 5 atau 3 tube salep, kemudian catat bobot masing-masing.
2. Keluarkan isi salep dari masing-masing wadahnya, tempatkan dalam
mortar. Timbang juga sisa dan tubenya. Hitung bobot purata dan
tubenya. Hitung pula purata isi salepnya.
3. Aduk isi salep hingga homogen dan kemudian timbang sampel salep
yang berisi setara dengan 60 mg asam benzoate dalam wadah (gelas
piala) yang telah diketahui bobotnya.
4. Tambahkan 25,0 ml etanol 96% pada wadah tersebut, panaskan sampai
meleleh.
5. Saring dalam keadaan panas dengan kertas saring Whatman 1, yang
telah dibasahi air kedalam 200 ml gelas Erlenmeyer. Kemudian cuci
dengan alkohol panas sampai bebas asam salisilat, sampai didapat
larutan 100,0 ml.
6. Buat larutan baku asam benzoate dan asam salisilat maisng-masing
0,001% dalam etanol 96%.
7. Uji serapan total sampel pada point 1 pada lamda serapan
maksimum dari asam benzoate dan asam salisilat.

Kadar dihitung dengan rumus :


Aλ1 = K1λ1 C1 + K2λ1 C2
Aλ2 = K1λ2C1+ K2λ2 C2
PRAKTIKUM VII
ANALISIS BAHAN KIMIA PENGAWET NATRIUM NITRIT

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis bahan kimia pengawet natrium nitrit pada
daging dengan metode spektrofotometri visible.

II. DASAR TEORI


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 722/MenKes/Per/IX/88
tentang bahan tambahan makanan menyatakan bahwa kadar nitrit yang
diijinkan pada produk akhir daging proses adalah 200 ppm. Sedangkan USDA
(United States Departement of Agriculture) membatasi penggunaan maksimum
nitrit sebagai garam sodium atau potassium yaitu 239,7 g/100 L larutan garam;
62,8 g/100 kg daging curing kering atau 15,7 g/100 kg daging cacahan untuk
sosis. Biasanya natrium nitrit ditemukan dalam daging sebagai pengawet.
Senyawa ini mudah larut dalam air.

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan

2. Bahan Percobaan
Daging, aquadest, HCl 5 N, pereaksi warna.

IV. CARA KERJA


1. Daging dengan bobot ± 10 g, ditimbang seksama, kemudian diblender
dan ditambahkan air 50 ml.
2. Daging yang sudah diblender dilanjutkan dengan proses penyaringan,
dibilas dengan air suling, dikumpulkan, kemudian ditambah larutan
jenuh NaCl jenuh sebanyak 10 ml. Dikocok dan disaring lagi sampai
air bebas nitrit.
3. Sari air, dikumpulkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, dan
di ad-kan dengan air suling sampai tanda.
4. Ambil 5,0 ml sari air ditambah HCl 5 N sebanyak 2 ml, tambahkan
pereaksi warna untuk asam nitrit seperti percobaan yang pernah anda
lakukan pada uji spektrometer sinar tampak. Setelah ditambah pereaksi
dan timbul warna pink encerkan sampai 10,0 ml.
5. Buat pula larutan standar dengan kadar nitrit 50 µg, 100 µg, 150 µg, 200
µg, 250 µg, dan 300 µg dalam 5,0 ml.
6. Cari data hubungan serapan dan kadar nitrit (sebagai natrium nitrit)
pada panjang gelombang serapan maksimumnya.
PRAKTIKUM VIII
ANALISIS KANDUNGAN FLAVONOID DALAM EKSTRAK DAUN TEH

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menganalisis bahan kimia pengawet natrium nitrit pada
daging dengan metode spektrofotometri visible.

II. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Spektrometri visible, toples, gelas ukur, rotary evaporator, tabung
reaksi, plat tetes, pipet tetes, timbangan analitik, labu takar.
2. Bahan Percobaan
Daun teh kering, etanol 96%, NH4OH, kloroform, air suling, logam
Mg, HCl pekat, FeCl3, asam asetat anhidrat, H2SO4 2N, AlCl3, metanol,
baku rutin.

III. CARA KERJA


A. Penyiapan Bahan Baku
Teh celup yang telah dibeli, dikumpulkan, kemudian serbuknya
dikeluarkan dari kantongya, lalu dimasukkan dalam toples.
B. Pembuatan Ekstrak Daun Teh (Camellia sinensis)
100 gram teh direndam dengan 300 ml etanol 96 % biarkan selama 2-3
hari didalam botolmaserasi yang berwarna gelap sambil sekali-kali diaduk.
Maserat dipisahkan, dikumpulkan, dan diuapkandengan rotary evaporator
pada suhu 40⁰C, sehingga didapatkan ekstrak kental.
C. Pemeriksaan metabolit sekunder pada Ekstrak DaunTeh
Di timbang 2 gram ekstrak teh, laludibasakan dengan NH 4OH,
kemudiantambahkan kloroform : air suling (1:1) 10 mlmasing-masing
kocok dalam tabung reaksibiarkan sejenak hingga terbentuk dua
lapisan.Lapisan air untuk pemeriksaan : flavonoid, fenolik, dan
saponin. Lapisan Kloroform untuk pemeriksaan : terpenoid, steroid,
dan alkaloid.
1) Pemeriksaan Flavonoid
Diambil 1-2 tetes lapisan air letakkan padaplat tetes
ditambahkan logam Mg dan 1 -2tetes HCl pekat. Timbulnya
warna orangekemerahan menunjukkan adanya senyawaflavonoid.
2) Pemeriksaan Saponin
Lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksihingga terbentuk
busa yang tidak hilangselama 15 menit.
3) Pemeriksaan Fenolik
Lapisan air 1 -2 tetes ditambahkan 1-2 tetesFeCl 3 terbentuk
warna biru menunjukkanadanya senyawa fenolik.
4) Pemeriksaan Terpenoid dan Steroid
Lapisan kloroform 1-2 tetes dimasukkandalam plat tetes,
biarkan kering tambahkanasam asetat anhidrat dengan H 2SO4
2N,warna merah menunjukkan adanya senyawaterpenoid dan
warna biru ungu menunjukkanadanya senyawa steroid.
5) Pemeriksaan Alkaloid
Dimasukkan 2-3 tetes lapisan kloroformdalam tabung reaksi
tambahkan dengan 1tetes H2SO4 2N, kocok dan biarkan
memisah.Diambil lapisan asam tambahkan mayer,terbentuknya
kabut putih menunjukkanadanya alkaloid.

D. Pengukuran kadar flavonoid total dalam Ektrak Daun Teh dengan


Metode Spektrometri Visible
1) Pembuatan larutan pereaksi AlCl31 %
Sebanyak 100,0 mg serbuk AlCl3dilarutkan dalam 10,0 ml
metanol.
2) Pembuatan larutan standard kurva baku 1,0 mg/ml (0,1%) 50,0 mg
rutin dilarutkan dalam 50,0 ml etanol p.a.
3) Pembuatan seri kadar larutan baku
Dari larutan baku rutin dengan konsentrasi 0,1 % dibuat
menjadi sari larutan standard dengan konsentrasi 0,001%;
0,0015%; 0,002%; 0,0025%;
0,003%; 0,0035%.
4) Penetapan Operating Time
Larutan 0,001% dipipet dan dimasukkan ke dalam kuvet, lalu
ditambahkan pereaksi AlCl3sebanyak 3 tetes, kemudian dibaca
serapannya pada panjang gelombang maksimum yang tertera
dalam literature yaitu 433 nm, dilakukan selama 60 menit dengan
blangko etanol. Dibuat kurva hubungan antara serapan dan waktu.
5) Penetapan panjang gelombang serapan maksimum
Dilakukan percobaan seperti pada poin (4) dan dibaca
serapannya pada panjang gelombang antara 200 – 500 nm. Dibuat
kurva hubungan serapan dan panjang gelombang.
6) Pembuatan kurva baku
Dari setiap seri kadar larutan baku dilakukan percobaan
seperti pada poin
(4) dan dibaca pada waktu serapan tetap dan panjang gelombang
serapan maksimum dengan blangko etanol, kemudian dibuat kurva
baku hubungan serapan dengan konsentrasi rutin.
7) Penetapan kadar flavonoid dalam ektrak daun teh
Sampel sebanyak 0,150 g dilarutkan dalam 10,0 ml etanol.
Diambil 1,0 ml diencerkan sampai 100 kali. Diambil lagi 1,0 ml

kemudian ditambah dengan pereaksi AlCl3 1% sebanyak tiga


tetes. Dibaca pada waktu serapan dan panjang gelombang serapan
maksimum. Serapan yang diperoleh dimasukkan dalam
persamaan.
PERCOBAAN IX
ANALISIS KADAR PARACETAMOL DENGAN SPEKTROFOTOMETRI
UV

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mahasiswa dapat memahami alasan suatu senyawa dapat dianalisis
dengan metode spektrofotometri UV.
2. Mahasiswa dapat memahami tahapan analisis dan menentukan kadar
parasetamol pada produk yang beredar di pasaran dengan metode
spektofotometri UV.

II. DASAR TEORI


Metode spektrofotometri UV merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif senyawa organik tertentu. Pada
percobaan ini akan dilakukan pengukuran kadar parasetamol dalam tablet,
untuk mengetahui kebenaran kadar yang tertera pada label/etiket. Dalam hal ini
persamaan yang digunakan adalah persamaan Lambert-Beer, yaitu:

A = ɛ. b. c
Keterangan : A = absorbansi
ɛ = absorptivitas molar (mol -1 cm-1) b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi larutan (mol L-1)
Parasetamol memiliki nama lain Acetaminophenum atau N-Acetyl-p-
aminophenol N-(4- Hidroxyphenyl) acetamide. Berat molekulnya adalah 151,2.

Struktur Parasetamol
Parasetamol berupa kristal putih atau serbuk kristal. Titik didihnya dalam air
O O
berkisar antara 169 C – 170,5 C. Parasetamol sedikit larut dalam air dingin,
sangat larut dalam air panas, larut dalam etanol, metanol, dimetilformamide,
etilen diklorida, aseton, dan etil asetat, sedikit larut dalam eter dan kloroform,
serta tidak larut dalam PE , pentana, dan benzene. Paracetamol memiliki
absorbansi maksimum pada panjang gelombang 245 nm (pada suasana asam)
dan 257 (pada suasana basa).

III. ALAT DAN BAHAN


1. Alat Percobaan
Spektrofotometer UV-Vis, timbangan analitik, labu takar, gelas ukur,
corong saring kecil, gelas arloji, pipet volume, pipet volume.
2. Bahan Percobaan
NaOH 0,1 N; aquadest, standar parasetamol, produk tablet
parasetamol.

IV. CARA KERJA


1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum asetaminofen
Ditimbang 50,0 mg standar asetaminofen, dimasukkan ke dalam
takar 100 ml, kemudian ditambahkan 25,0 ml NaOH 0,1 N dan 50,0 ml
aquadest hingga larut. Dikocok 15 menit dan diencerkan dengan
aquadest hingga 100,0 ml. Larutan ini dibaca serapannya pada
spektrofotometer UV dan dicari panjang gelombang serapan
maksimalnya.
2. Penetapan kurva baku
Dari larutan stock yang telah dibuat diatas, dibuat seri kadar yaitu
3,00 ppm; 5,00 ppm; 7,00 ppm; 9,00 ppm; 11,00 ppm; 13,00 ppm.
Larutan dengan variasi kadar tersebut dibaca serapannya pada
spektrofotometer UV dengan panjang gelombang serapan maksimum.
Kemudian dari absorbansi tersebut tentukan persamaan regresi
liniernya, yaitu Y = bX+ a
3. Penetapan kadar asetaminofen
Timbang masing-masing tablet (10 tablet), lalu cari berat rata-
ratanya. Gerus tablet tersebut kemudian timbang setara:
Kemudian masukkan serbuk ke dalam labu takar 100,0 ml,
ditambah 25,0 ml NaOH 0,1 N dan 50,0 ml aquadest hingga larut.
Dikocok selama 15 menit dan diencerkan dengan aquadest hingga 100,0
ml. Ambil 1,0 ml larutan kemudian diencerkan dengan aquadest hingga
50,0 ml. Diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimal. Kadar parasetamol dihitung dengan memasukkan
hasil serapan kadar ke dalam kurva baku yang dibuat.
PERCOBAAN X
ANALISIS KADAR FORMALIN PADA IKAN ASIN DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

I. TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan kadar formalin dengan metode spektrofotometri visible.

II. DASAR TEORI


Formalin merupakan larutan yang terdiri atas 37% formaldehide dalam air.
Menurut Farmakope Indonesia Ed III, kadar formaldehide tidak kurang dari
34,0% dan tidak lebih dari 38,0% dan dapat dicampur dengan air dan dengan
etanol (95%) P. Pemeriannya berupa cairan jernih, tidak berwarna atau hampir
tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lender hidung dan
tenggorokan. Jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh (Anonim,
1979). Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya dan sebaiknya pada suhu diatas 20OC (Ditjen POM, 1979). Formalin
merupakan bentuk hidratasi hampir sempurna dari formaldehide, sehingga
terjadi kesetimbangan bolak-balik antara formaldehide dan metanadiol
(hidratasi formaldehide).
Formalin direaksikan dengan pereaksi tertentu untuk menghasilkan larutan
berwarna yang bisa diukur di daerah visible pada panjang gelombang 412 nm.
Beberapa pereaksi yang dapat digunakan antara lain Asam Kromotropat
Purpold, MBTH-M Ethylbenzothiazinonhydrazone dan Nash. Formalin dapat
bereaksi membentuk warna dengan pereaksi Nash pada metode analisis
formalin. Oleh karenanya, analisis spektrofotometer visible dapat dijadikan
sebagai metode standar pengujian formalin. Formalin diidentifikasikan dengan
menggunakan pereaksi asam kromatofat, sampel dinyatakan positif apabila
memberikan warna violet. Penetapan kadar dilakukan secara spektrofotometri
visible berdasarkan terbentuknya kompleks formalin dengan pereaksi Nash
yang menghasilkan larutan berwarna kuning, kemudian serapannya diukur pada
panjang gelombang maksimum 412 nm.
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat Percobaan
Pipet tetes, pipet ukur, labu ukur, beker glass, spektrofotometer.
2. Bahan Percobaan
Larutan formalin 200 µg/ml, aquadest, asam kromatofat, sampel
ikan asin.

IV. CARA KERJA


1. Pembuatan Larutan Stok Formalin 20 ppm
Diambil sebanyak 0,027 ml larutan formalin 37%, tambahkan
aquadest sebanyak 500 ml atau 20 ppm.
2. Pembuatan pereaksi asam kromatofat
Timbang 2 g asam kromatofat, encerkan dengan aquadest hingga
volume 100ml
3. Pembuatan Larutan Standar
Pada percobaan ini dibuat 5 variasi larutan standar, yaitu: diambil
0,05; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi yang sudah diberi label (5 tabung reaksi), tambahkan asam
kromatofat sebanyak 5 ml pada tiap konsentrasi yang berbeda,
o
panaskan tabung reaksi selama 30 menit pada suhu 100 C,
terbentuklah larutan standar. Ukur absorbansi salah satu larutan standar
0,15 ppm pada rentang panjang 450-530 nm, tentukan panjang
gelombang maksimumnya. Lalu buatlah kurva bakunya.
4. Penentuan Kadar Formalin Pada Ikan Asin
Homogenkan sampel sebanyak 20 ml dengan aquadest,
panaskansampel yang telah diuji dengan komporsampai mendidih,
disaring lalu didinginkan.Ambil filtrat sebanyak 2 ml ke dalam tabung
reaksi dengan 3 kali ulangan.Tambahkan asam kromatofat sebanyak 5
ml pada masing-masing tabung reaksi. Panaskan selama 20 menit lalu
dinginkan. Ukur absorbansinya dengan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 520 nm. Perhitungan : nilai absorbansi dari ujim
enggunakan spektrofotometer visible akan dibandingkan dengan
larutan standar pada tiap konsentrasi yangberbeda pada masing-masing
tabung reaksi dengan metode regresi linear.

NOTE :
Anjuran untuk praktikan yang ingin cerdas, maka semua metode
yang dipaparkan tersebut tidak seluruhnya ada dalam diktat petunjuk
praktikum ini, praktikan harus mencari cara yang benar dan lengkap
dalam pustaka & jurnal.
Metode ini tidak diberikan secara detail tetapi anda dapat mencari
dan menghitung sendiri.
DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Day, A.R., Underwood, L.A., 2002, Analisis Farmasi Kuantitatif, Edisi
VI, Erlangga, Jakarta. Fessenden, J.R., Fessenden, S.J., 2010, Dasar-dasar
Kimia Organik, Edisi I, Binarupa Aksara Publisher, Tangerang.

Gandjar, I.G., Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta. Hastuti, Sri, 2010, Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Formaldehid Pada Ikan Asin di Madura, AGROINTEK, Vol 4 (2): 132-
137, Bangkalan.

Henderson, 2006, Introduction to Analytical Chemistry, Spring, Toronto.

I.M, Siaka, 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat
yang Beredar di Wilayah Kota Denpasar, Jurnal Kimia 3 (2): 87-92,
Denpasar.

Iqbal, A., Faizah, H.M.V., 2009, Determination of Benzoic Acid and
Salicylic Acid In Commercial Benzoic and Salicylic Acids Ointments by
Spectrometric Method, Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences, Vol.
22 Issue 1, p18, Pakistan.

Anda mungkin juga menyukai