Anda di halaman 1dari 18

KIMIA FARMASI II

MAKALAH
ARTI PENTING ANALISIS KUANTITATIF KOMPONEN AKTIF
SEDIAAN OBAT DALAM PENGAWASAN MUTU SEDIAAN
OBAT

DISUSUN OLEH :

NAMA : DARMAYANTI
NIM : NH0517011
KELAS : A
ANGKATAN : 2017
PROGRAM STUDI : DIII FARMASI

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,


atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun berdasarkan pengumpulan dari berbagai sumber, dan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah KIMIA FARMASI II.
Penulis mengucapkan  terimakasih  kepada teman-temanyang telah
membantu dalam penyelesaian tugas  ini. Semoga tugas yang saya buat dapat
bermanfaat bagi pribadi maupun pihak yang membaca.
Penulis menyadari bahwa tugas ini sangat jauh dari kata sempurna, masih
banyak kelemahan dan kekurangan. Setiap saran, kritik, dan komentar yang
bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk meningkatkan
kualitas dan menyempurnakan tugas ini.

Makassar, 15 Juni 2019

Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Analisis Kuantitatif......................................................................................2
B. Analisis volumetri........................................................................................3
C. Macam-macam titrasi berdasarkan jenis reaksi...........................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................13
B. Saran....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Analisis kimia pada dasarnya terbagi menjadi dua pekerjaan utama yang
dikenal dengan analisis secara kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif
adalah pekerjaan yang bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa yang
terkandung dalam sampel uji. Metode yang dipakai untuk tujuan ini bisa secara klasik
atau instrumen, metoda klasik yang paling utama adalah analisis warna atau reaksi
warna, metode ini dipakai untuk senyawa anorganik (kation dan anion), atau juga
untuk senyawa organik seperti sering digunakan untuk skrining fitokimia dalam
penentuan metabolit sekunder tumbuhan.
Metoda lain dalam tujuan ini adalah uji nyala warna, kedua metoda tersebut
diawali dengan analisis organoleptis. Instrumen analisis yang dikenal saat ini sebagian
besar dapat melakukan analisis kualitatif tergantung dari spesifikasi instrumen.
Contohnya Spektrofotometer UV untuk senyawa organik yang memiliki gugus
kromofor, AAS untuk logam-logam (walau jarang untuk kualitatif), HPLC untuk
senyawa-senyawa organik, Spektrofotometer IR untuk analisis gugus fungsi senyawa
organik, dll( S.Hamdani, 2011 ).
Analisis kuantitatif adalah pekerjaan yang bertujuan untuk mengetahui kadar
suatu senyawa dalam sampel. Metoda klasik yang paling populer adalah titrasi
(metoda volumetri) dan gravimetri. Instrumen analisis yang saat ini paling banyak
digunakan adalah HPLC sedangkan untuk logam – AAS masih menjadi pilihan utama,
dan instrumen lain tergantung dari sifat senyawa yang akan ditentukan. (S. Hamdani,
2011).
I.2 Rumusan Masalah
Apa yang yang dimaksud dengan analisis kuantitatif dalam menentukan
komponen aktif senyawa obat ?
I.3 Tujuan
Untuk mengetahui analisis kuantitatif komponen aktif senyawa obat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Kuantitatif
Materi belajar ini merupakan pengantar untuk mempelajari dasar
analisis kuantitatif obat secara klasik (metode volumetri/titrimetri). Dengan
mempelajari isi materi ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan pada
analisis obat dilaboratorium. Isi materi ini disajikan secara sederhana disertai
contoh-contoh untuk menentukan kadar obat secara volumetri.
Teknik analisis obat secara kuantitatif, dalam beberapa literatur
didasarkan pada golongan obat menurut jenis efek farmakologisnya. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan mahasiswa mempelajari bagaimana menentukan
kadar obat masing-masing yang memiliki efek sama. Misalnya analisis obat
golongan analgetika-antipiretika, yaitu :
 asetosal dapat ditentukan dengan metode alkalimetri menggunakan prinsip
reaksi netralisasi;
 parasetamol dapat ditentukan kadarnya dengan metode nitrimetri
menggunakan prinsip reaksi diazotasi;
 asam mefenamat dapat ditentukan dengan metode titrasi bebas air
menggunakan prinsip reaksi netralisasi.

Gambar 1.12. Struktur molekul (a) parasetamol dan (b) asam mefenamat

Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah atau


kadar dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel. Analisis
kuantitatif dalam kimia farmasi secara spesifik bertujuan untuk mengetahui
kadar suatu senyawa obat dalam sampel, misalnya dalam sediaan tablet, atau
untuk mengetahui tingkat kemurnian suatu bahan obat.

B. Analisis volumetri
Analisis volumetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dengan
mengukur secara teliti volume larutan yang diketahui konsentrasinya yang
dapat bereaksi sempurna dengan zat yang akan ditentukan kadarnya. Berikut
adalah hal-hal yang diperlukan dalam analisis secara volumetri :
a. Alat pengukur volume seperti buret, pipet volum, dan labu ukur.
b. Neraca analitik untuk menimbang bahan yang akan diselidiki atau senyawa
baku untuk membuat larutan baku.
c. Senyawa yang digunakan sebagai larutan baku atau untuk pembakuan harus
senyawa dengan kemurnian yang tinggi.

Istilah-istilah berikut merupakan istilah yang sering dijumpai dalam


analisis volumetri :

a. Titrasi adalah suatu proses penambahan larutan baku yang diketahui


konsentrasinya menggunakan buret ke dalam larutan yang akan ditentukan
kadarnya sampai reaksi tepat selesai secara sempurna;
b. Titrasi kembali adalah cara titrasi dengan penambahan zat yang diketahui
konsentrasinya berlebihan ke dalam larutan yang akan ditentukan kadarnya.
Kemudian kelebihannya ditentukan dengan cara titrasi dengan pereaksi ke
dua yang diketahui konsentrasinya;
c. Titrasi blanko adalah titrasi yang dilakukan dengan cara sama dengan titrasi
menggunakan larutan zat uji (pereaksi dan proses sama), tetapi tanpa
menggunakan zat uji (hanya menggunakan pelarut yang digunakan untuk
melarutkan zat uji);
d. Larutan standar atau larutan baku adalah larutan pereaksi yang
konsentrasinya diketahui dengan seksama dan umumnya konsentrasi larutan
standar/baku dituliskan sampai 4 desimal, serta larutan standar/baku
berfungsi sebagai larutan titer (titran);
e. Baku primer adalah zat-zat pereaksi yang mempunyai kemurnian yang
tinggi dan digunakan sebagai zat untuk menentukan konsentrasi larutan titer
pada proses pembakuan;
f. Titik ekivalen adalah titik yang menunjukkan kondisi/keadaan jumlah
larutan baku/larutan titer yang ditambahkan ekivalen dengan jumlah zat
yang ditentukan didalam Erlenmeyer;
g. Titik akhir titrasi adalah titik yang menunjukkan bahwa indikator yang
digunakan sebagai penunjuk telah mengalami perubahan warna. Perbedaan
volume titik ekivalen dan titik akhir titrasi harus sekecil mungkin, umunya
hanya sebanyak 1-2 tetes larutan titer saja;
h. Penimbangan seksama adalah penimbangan dengan deviasi yang
diperkenankan, tidak lebih dari 0,1% dari jumlah yang ditimbang.
Farmakope Indonesia edisi IV menyatakan bahwa penimbangan harus
dilakukan menggunakan alat timbangan yang ketidakpastian pengukurannya
tidak lebih dari 0,1% pembacaan. Penimbangan ini harus dilakukan
menggunakan neraca analitik; (Lihat Farmakope Indonesia Edisi IV pada
bagian Lampiran 41);
i. Pengukuran seksama adalah pengukuran yang harus dilakukan
menggunakan alat ukur volumetrik (pipet volum/buret) yang mempunyai
ketelitian hingga 0,1%. Farmakope Indonesia Edisi IV mensyaratkan untuk
suatu pengukuran volumetrik dan pengukuran harus “diukur dengan
seksama” artinya alat harus dipilih sehingga ukuran buret yang digunakan
harus sedemikian hingga volume titran tidak kurang dari 30% volume
nominal. Pengukuran seksama juga berarti pengukuran volume harus
menggunakan pipet volum (Lihat Farmakope Indonesia Edisi IV pada
bagian Lampiran 21).

Syarat-syarat berikut ini harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil


analisis secara volumetri yang shahih:

a. Reaksi harus sederhana dan dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi;


b. Reaksi harus berlangsung cepat;
c. Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam
atau terlihat jelas perubahannya;
d. Harus ada indikator.

Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi


adalah pembuatan larutan standar (larutan baku). Suatu larutan dapat
digunakan sebagai larutan standar bila memenuhi persyaratan berikut :

a. mempunyai kemurnian yang tinggi;


b. mempunyai rumus molekul yang pasti;
c. tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang;
d. larutannya harus bersifat stabil;
e. mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi.

Suatu larutan yang memenuhi persyaratan di atas disebut larutan


standar primer. Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan standar
yang bila akan digunakan untuk standarisasi harus distandarisasi lebih dahulu
dengan larutan standar/baku primer.

Baku primer yang digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan


titer pada proses pembakuan yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi III
dan IV adalah :

a. Larutan titer asam (asam klorida/asam sulfat) digunakan natrium karbonat


anhidrat P
b. Larutan titer dinatrium edetat digunakan kalsium karbonat P
c. Larutan titer iodium digunakan arsentrioksida P
d. Larutan titer kalium permanganat digunakan natrium oksalat P
e. Larutan titer natrium hidroksida digunakan kalium biftalat P
f. Larutan titer natrium tiosulfat digunakan kalium bikromat P
g. Larutan titer perak nitrat (argenti nitrat) digunakan natrium klorida P
h. Larutan titer ammonium tiosianat/kalium tiosianat digunakan larutan perak
nitrat yang telah dibakukan dengan natrium klorida
Analisis kuantitatif dengan metode volumetri didasarkan pada reaksi
kimia antara zat uji dengan larutan titer, baik reaksinya langsung maupun tidak
langsung. Berdasarkan cara titrasi, metode volumetri dikelompokkan menjadi 2
yaitu:
a. Titrasi langsung
Cara ini dilakukan dengan menitrasi langsung zat yang akan ditetapkan
kadarnya. Perhitungan didasarkan pada kesetaraan langsung larutan titer
dengan zat uji. Contoh pada metode Iodimetri (lihat uraian metode
iodimetri)
b. Titrasi tidak langsung / titrasikembali
Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebih,
kemudian kelebihan titran dititrasi dengan larutan titran lain. Dengan cara
ini umumnya dilakukan titrasi blanko (tanpa zat uji), perhitungan didasarkan
pada kesetaraan tidak langsung larutan titer dengan zat uji. Contoh pada
metode iodometri (lihat uraian metode iodometri).
Berdasarkan jenis reaksinya, titrasi dikelompokkan menjadi empat macam
yaitu:
1) Titrasi asam basa
2) Titrasi pengendapan
3) Titrasi kompleksometri
4) Titrasi oksidasi reduksi
C. Macam-macam titrasi berdasarkan jenis reaksi
1. Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa,
sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Reaksi antara
asam dan basa, dapat berupa asam kuat atau lemah dengan basa kuat atau
lemah. Titrasi dengan larutan titer asam kuat (HCl 0,1 N atau H2SO4 0,1N)
disebut asidimetri, dan titrasi dengan larutan titer basa kuat (NaOH 0,1N)
disebut alkalimetri.
Hanya ada sedikit titrasi asam kuat dengan basa kuat langsung yang
tercantum di dalam penetapan kadar obat yang tercantum dalam Farmakope.
Pada titrasi asam kuat dengan basa kuat, maka harga pH pada titik ekivalen
(titik dimana jumlah zat yang direaksikan telah ekivalen/setara) adalah 7
(netral). Demikian pula pada titrasi basa kuat dengan asam kuat, maka harga
pH titik ekivalen juga sama dengan 7. Jenis asam yang digunakan pada
titrasi asam kuat dengan basa kuat pada penetapan kadar senyawa obat
dalam Farmakope adalah:
a. asam perklorat;
b. asam klorida;
c. asam sulfat;
d. tiamin hidroklorida.

Titik ekivalen pada titrasi asam lemah dengan basa kuat (natrium
hidroksida) adalah > 7 (basa). Jenis asam lemah yang digunakan pada titrasi
asam lemah dengan basa kuat (natrium hidroksida) pada penetapan kadar
senyawa obat dalam Farmakope adalah:

a. asetosal;
b. asam asetat;
c. asam sitrat;
d. asam salisilat.

Titik ekivalen pada titrasi basa lemah dengan asam kuat adalah < 7
(asam). Jenis basa lemah yang digunakan pada titrasi basa lemah dengan
asam kuat (asam klorida/asam sulfat) pada penetapan kadar senyawa obat
dalam Farmakope adalah:

a. natrium karbonat;
b. natrium bikarbonat;
c. boraks.

Perbedaan pH pada titik ekivalen titrasi asam basa ini mempengaruhi


jenis indikator yang digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi.
Pemilihan jenis indikator harus memperhatikan pH indikator. Sedapat
mungkin, pH indikator sama dengan pH titik ekivalen netralisasi.
Karakteristik indikator yang paling banyak dipilih pada titrasi asam basa
adalah indikator yang mampu menunjukkan perubahan warna yang nyata
pada pH yang dekat dengan titik ekivalen. Contoh-contoh indikator yang
biasa digunakan pada titrasi asam basa adalah :

a. Fenolftalein (pp), termasuk indikator basa Interval pH : 8,0 – 10,0;


perubahan warna : tidak berwarna – merah jambu Dipakai pada titrasi
asam lemah dengan basa kuat (pH titik ekivalen > 7)
b. Jingga metil/methyl orange (mo) = metil jingga, termasuk indikator asam
Interval pH : 3,2 – 4,4; perubahan warna : merah – kuning Dipakai pada
titrasi basa lemah dengan asam kuat (pH titik ekivalen < 7)
c. Merah metil (mm), termasuk indikator asam Interval pH : 4,2 – 6,2;
perubahan warna : merah – kuning Dipakai pada titrasi basa lemah atau
kuat dengan asam kuat (pH titik ekivalen < 7)
2. Titrasi pengendapan

Metode titrasi endapan merupakan analisis volumetri yang


berdasarkan pada reaksi pembentukan endapan. Metode titrasi pengendapan
yang paling banyak digunakan adalah metode argentometric. Titrasi
pengendapan dengan metode argentometri merupakan metode umum untuk
menetapkan kadar senyawa halogenida (Cl-, Br-, dan I-) dan
senyawasenyawa lain (SCN-) yang membentuk endapan dengan perak nitrat
(AgNO3).

Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang digunakan, maka


titrasi argentometri dapat dibedakan atas 3 yaitu :

1) Metode Mohr, yaitu :


Titrasi argentometri dengan metode Mohr dilakukan berdasarkan
pada pembentukan endapan berwarna pada titik akhir titrasi antara ion
Ag+ sebagai larutan titer dengan ion CrO42- sebagai indikator.
Reaksi yang terjadi pada titik akhir titrasi :
2 Ag+ + CrO42- → Ag2CrO4 ↙ (merah bata)
Cara ini dilakukan dalam suasana netral yaitu sekitar pH 6,5 – 10.
Pada pH >10 akan terbentuk endapan AgOH yang akan terurai menjadi
Ag2O, sedangkan apabila pH<6,5 (asam), ion kromat akan bereaksi
dengan H+ menjadi Cr2O72- dengan persamaan reaksi:
2 CrO42- + 2 H+ → 2 HCrO4- → Cr2O72- + H2O
Penurunan konsentrasi CrO42- menyebabkan diperlukannya
penambahan AgNO3 yang lebih banyak untuk membentuk endapan
Ag2CrO4, sehingga kesalahan titrasi makin besar.
2) Metode Volhard, yaitu:
Titrasi argentometri dengan metode Volhard dilakukan berdasarkan
pembentukan senyawa yang larut dan berwarna sebagai hasil reaksi
antara ion Fe3+ sebagai larutan titer dengan ion SCN- sebagai indikator.
Reaksi yang terjadi pada titik akhir titrasi :
Fe3+ + SCN- → Fe(SCN)2+ (larutan merah)
Berbeda dengan metode Mohr, metode Volhard ini merupakan
reaksi tidak langsung antara larutan titer dengan zat uji. Larutan titer
yang digunakan adalah larutan kalium tiosianat (KSCN) atau ammonium
tiosianat (NH4SCN). Dalam hal ini sampel direaksikan dengan larutan
perak nitrat berlebih dalam suasana asam, sisa perak nitrat direaksikan
dengan larutan baku tiosianat. Suasana asam diperlukan untuk mencegah
terjadinya hidrolisis ion Fe3+.
3) Metode Fayans, yaitu :
Titrasi argentometri dengan metode Fayans dilakukan dengan
menggunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi bekerja dengan
cara : endapan mengadsorpsi indikator pada titik ekivalen dan dalam
proses penyerapan tersebut terjadi perubahan warna indikator. Senyawa
organik yang sering digunakan sebagai indikator adsorpsi adalah
fluoresein (HFl). Pada kondisi ion klorida berlebih, anion Fl- tidak
diserap oleh perak klorida koloidal, tetapi dalam keadaan ion perak
berlebih, ion Fl- dapat ditarik kepermukaan sehingga partikel bermuatan
positif.
Penetapan kadar dengan titrasi pengendapan argentometri metode
Fayans yang terdapat dalam Farmakope Indonesia antara lain adalah
penetapan kadar:
 Tiamin HCl
 Teofilin
 kloramfenikol
3. Titrasi kompleksometri
Titrasi kompleksometri merupakan metode volumetri yang
berdasarkan pada reaksi pembentukan kompleks antara ion logam dengan
senyawa pengkompleks atau ligan. Senyawa pengompleks yang paling
umum digunakan dalam volumetrik adalah asam etilendiamin tetraasetat
atau sering disingkat EDTA (H4Y) dalam bentuk garam dinatrium
(Na2H2Y).
Kelebihan EDTA sebagai ligan adalah kemampuannya untuk
membentuk kompleks 1 : 1 dengan ion logam, baik logam valensi 1, 2 atau
3. Contoh : untuk logam divalent, misalnya Ca2+ reaksi dapat dituliskan
sebagai berikut :
Ca2+ + H2Y2- → CaY2- + 2 H+

Karena selama titrasi terjadi reaksi pelepasan ion H+ maka larutan


yang akan dititrasi perlu ditambah larutan bufer. Untuk menentukan titik
akhir titrasi ini digunakan indikator, diantaranya Calmagite, biru hidroksi
naftol (BHN), Eriochrome Black T (EBT). Titik akhir ditandai dengan
terjadinya perubahan warna merah/ungu menjadi biru.

Penetapan kadar dengan metode kompleksometri yang terdapat dalam


Farmakope Indonesia antara lain adalah penetapan kadar:

 Aluminii hydroxydum colloidale


 Zinci undcylenas
 Magnesia trisilicas
4. Titrasi Oksidasi Reduksi
Titrasi oksidasi reduksi adalah cara analisis volumetri yang
berdasarkan reaksi reduksi oksidasi (redoks). Salah satu ciri reaksi redoks
adalah terjadinya perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat-zat yang
bereaksi sebelum dan sesudah reaksi.
Dalam titrasi ini perlu dipahami tentang pengertian oksidator,
reduktor, oksidasi, dan reduksi, yaitu :
(a) Oksidator adalah zat yang dalam reaksi mengalami penurunan bilangan
oksidasi (biloks), karena dalam reaksi tersebut oksidator mengalami
reduksi atau menerima elektron.
Contoh :
MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O
MnO4- (KMnO4) adalah suatu oksidator
Reduksi karena dalam reaksi tersebut terjadi penangkapan/menerima
elektron
(b) Reduktor adalah zat yang dalam reaksi mengalami kenaikan bilangan
oksidasi (biloks), karena dalam reaksi tersebut reduktor mengalami
oksidasi atau melepaskan elektron.
Contoh :
Fe2+ → Fe3+ + e
Fe2+ (FeSO4) adalah suatu reduktor
Oksidasi karena dalam reaksi tersebut terjadi pelepasan elektron
Macam-macam titrasi oksidasi reduksi antara lain :
a. Permanganometri
Larutan titer yang digunakan pada metode permanganometri adalah
Kalium permanganat (KMnO4) yang umumnya dilakukan dalam suasana
asam (asam sulfat encer). KMnO4 merupakan suatu oksidator, sehingga
zat yang dianalisis merupakan suatu reduktor. Contoh : Penetapan kadar
hydrogenperoksida yang tertera pada Farmakope Indonesia, reaksi yang
terjadi :
2 KMnO4 + 5 H2O2 + 3 H2SO4 →2 MnSO4 + 5 O2 + 8 H2O + K2SO4
b. Iodimetri dan Iodometri
1) Iodimetri
Larutan titer yang digunakan pada metode Iodimetri adalah
larutan Iodium (I2). Iodium merupakan suatu oksidator, sehingga zat
yang dianalisis merupakan reduktor. Contoh : Penetapan kadar
vitamin C (asam askorbat) yang tertera dalam Farmakope Indonesia.

Gambar. Antara vitamin C dengan Iodium (Rahman, 2008)

2) Iodometri,
Larutan titer yang digunakan pada metode Iodometri adalah
larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3). Natrium tiosulfat merupakan
reduktor, namun reaksi dalam metode ini didasarkan pada reaksi
iodium (oksidator) dengan larutan titer (natrium tiosulfat). Dimana
Iodium merupakan hasil reaksi suatu oksidator (zat uji) dengan kalium
iodida (KI). Iodometri juga bisa dilakukan dengan mereaksikan zat uji
reduktor dengan larutan iodium berlebih, sisa iodium yang tidak
bereaksi dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat (titrasi berlebih).
Contoh :
Penetapan kadar vitamin C, dapat dimodifikasi dengan
menambahkan larutan iodium berlebih. Sisa larutan Iodium
selanjutnya dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat, untuk
mengetahui jumlah iodium yang bereaksi dengan zat uji (vitamin C),
maka dilakukan titrasi blanko (titrasi tanpa zat uji). Reaksi yang
terjadi pada titrasi lanjutan : 2 Na2S2O3 + I2 → 2 NaI + Na2S4O6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teknik analisis obat secara kuantitatif, dalam beberapa literatur
didasarkan pada golongan obat menurut jenis efek farmakologisnya. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan mahasiswa mempelajari bagaimana
menentukan kadar obat masing-masing yang memiliki efek sama.
Analisis volumetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dengan
mengukur secara teliti volume larutan yang diketahui konsentrasinya yang
dapat bereaksi sempurna dengan zat yang akan ditentukan kadarnya.
Titrasi oksidasi reduksi adalah cara analisis volumetri yang berdasarkan
reaksi reduksi oksidasi (redoks). Salah satu ciri reaksi redoks adalah
terjadinya perubahan bilangan oksidasi (biloks) dari zat-zat yang bereaksi
sebelum dan sesudah reaksi.
B. Saran
Diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
demi perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Beale, JM. Block,JH. (2011). Wilson and Gisvold’s Textbook Of Organik


Medicinal and Pharmaceutical Industry. USA: Lippincott Williams and
Wilkins
Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Gandjar, dan Rohman (2007), Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Harmita, Harahap Y, Hayun (2007), Kimia Medicinal, Departemen Farmasi
FMIPA, UI, Cipta Kreasi Bersama, Jakarta.
Patrick, Graham. (1995). An Introduction To Medicinal Chemistry. New York:
Oxford University Press.
Sardjoko (1993), Rancangan Obat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Siswandono. Soekarjo,B. (2015) Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya : Airlangga
University Press
Sudjadi, dan Rohman (2012), Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Sunaryo, (2002). Kimia Farmasi, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tan, HT. Rahardja,K. (2007). Obat-obat Penting, Edisi 5. Jakarta: PT.Elex Media
Komputindo

Anda mungkin juga menyukai