Anda di halaman 1dari 16

JURNAL SERBUK EFFERVESCENT WORTEL

I.a. Zat Aktif : Beta karoten (-Carotene)


b. Kekuatan Sediaan : 0,4 g / 4 g
II. Tujuan Praktikum :
Untuk Mengetahui Dan Memahami Preformulasi Dan Evaluasi Sediaan Granul
Effervescent Dengan Zat Aktif Wortel
III. Studi Preformulasi
-Kelarutan : larut 1 dalam 30 bagian kloroform; praktis tidak larut dalam
etanol, gliserin, dan air (HOPE: 193)
-pKa :-
-Ukuran Partikel :-
-Inkompatibilitas : Terhadap agen pengoksidasi (HOPE: 193)
-Stabilitas : Beta-karoten sangat rentan terhadap oksidasi dan
antioksidan seperti asam askorbat, natrium askorbat, atau
tokoferol harus ditambahkan. Penyimpanan terlindung dari
cahaya pada suhu rendah (-20oC) dalam wadah tertutup di
bawah nitrogen (HOPE: 193).
-Koefisien Partisi : -
-Dosis : Untuk anak-anak 500-600 ug per hari, untuk dewasa 800-
1000 ug per hari (Gardjito dan Theresia, 2005).
-Efek Farmakologi : -karoten adalah pro-vitamin A yang digunakan dalam
tubuh untuk berbagai keperluan seperti pertumbuhan,
mencegah kebutaan, untuk reproduksi pemeliharaan sel
epitel, dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
berbagai macam penyakit. karoten berfungsi sebagai
antioksidan dan itu sangat baik untuk kesehatan kulit
(Khomsan dkk, 2008).
IV. Analisa Permasalahan :
- Wortel mengandung provitamin A yaitu -karoten yang dapat mencegah penyakit
rabun senja, diare, dan mengandung enzim pencernaan yang bersifat diuretik.
Tubuh akan mengkonversi -karoten menjadi vitamin A dalam jumlah secukupnya
saja dan selebihnya akan tetap tersimpan sebagai -karoten yang berfungsi sebagai
antioksidan (Linder, 1985).
- Ditinjau dari pemberian zat aktif berupa wortel, sehingga dibuat sediaan granul
effervescent, karena Effervescent merupakan salah satu alternatif yang dapat
dipilih dalam pengolahan wortel karena praktis, cepat larut dalam air, memberikan
larutan yang jernih, dan memberikan efek yang menyegarkan. Menurut Siregar dan
wiharsa (2010) keuntungan lain sediaan effervescent yaitu selain memberi cita rasa
menyenangkan karena membantu menutupi rasa zat aktif yang tidak
menyenangkan, dapat dikemas secara individual untuk mencegah masuknya
kelembaban sehingga masalah ketidakstabilan kandungan selama penyimpanan,
dapat diberikan kepada pasien yang sulit menelan tablet/kaspul (setelah dilarutkan
terlebih dahulu dalam air minum), zat aktif yang tidak stabil apabila disimpan
dalam larutan cair akan lebih stabil dalam tablet/ serbuk effervescent.
- Bentuk sediaan granul effervescent lebih disukai masyarakat karena selain
penyiapannya yang mudah juga mempunyai warna dan rasa yang enak. Granul
effervescent memiliki keunggulan lebih stabil secara fisik dan kimia serta tidak
segera menggumpal atau mengeras bila dibanding dcngari sediaan serbuk
(Faradiba & Nursiah, 2013).
- Kekuatan sediaan serbuk effervescent ini adalah 0,4 g / 4 g. Menurut Adelina
(2013), rata-rata -karoten tertinggi pada kelompok wortel mentah sebesar 7,63
g/g, dan kadar -karoten yang dikonsumsi oleh tubuh secara normal sebesar 3-6
mg per hari. Maka untuk memenuhi kebutuhan 3 mg -karoten per hari setara
dengan mengkonsumsi sebanyak 0,4 g ekstrak sari wortel.
- Bobot sediaan effervescent wortel ini adalah sebanyak 4 gram, karena ditinjau dari
berbagai sediaan serbuk effervescent yang beredar di pasaran rata-rata memiliki
bobot sebanyak 4 gram.
- Dalam 1 batch produk sediaan ini berisi 2 sachet serbuk effervescent wortel, untuk
pemakaian sehari. Karena menurut Adelina (2013) kadar -karoten yang
dikonsumsi oleh tubuh secara normal sebesar 3-6 mg per hari.
- Dalam formulasi sediaan effervescent ini diperlukan penambahan zat tambahan
berupa campuran natrium bikarbonat dan kombinasi asam sitrat dan asam tartrat.
Bila ditambah air, asam dan basanya bereaksi membebaskan karbondioksida
sehingga menghasilkan buih. Menurut Ansel (1989), sediaan effervescent biasanya
diolah dari suatu kombinasi asam sitrat dan asam tartrat daripada hanya satu
macam asam saja, karena penggunaan bahan asam tunggal saja akan menimbulkan
kesukaran. Apabila asam tartrat sebagai asam tunggal, serbuk yang dihasilkan akan
mudah kehilangan kekuatannya dan akan menggumpal. Asam sitrat saja akan
menghasilkan campuran lekat dan sukar menjadi serbuk.
- Pembuatan sediaan effervescent ini menggunakan metode granulasi basah karena
dapat meningkatkan daya ikat serbuk melalui penambahan larutan pengikat
sehingga sebuk bersifat menyatu satu sama lain, dapat meningkatkan laju alir
partikel obat berdosis besar, mendapatkan keseragaman kandungan partikel obat
dan distribusi warna yang baik, memudahkan penanganan massa serbuk tanpa
menyebabkan kontaminasi udara (Bandelin, 1992).
- Bahan pengikat yang digunakan adalah PVP K25 dengan konsentrasi 3%. Menurut
Voight (1994), PVP mudah larut dalam air, dpat meningkatkan kelarutan bahan
obat dalam air dan tidak meninggalkan residu. Polivinil Pirolidon dalam kelarutan
dengan konsentrasi 0,5-3% dapat sekaligus meningkatkan kelarutan granul.
Menurut Kibbe (2009), pada penelitian yang dilakukan oleh Yulaikhah (2009),
PVP pada kadar 3% merupakan formula yang paling baik.
- Bahan pemanis yang digunakan adalah aspartam dengan konsentrasi sebesar
0,75%. Karena menurut Gozali (2016) penambahan aspartam sebagai bahan
pemanis dengan konsentrasi 0,75% lebih baik rasanya dibandingkan dengan
konsentrasi 0,5% dan 1%.
- Bahan pengawet yang digunakan adalah Natrium Benzoat dengan konsentrasi
0,02%. Menurut Saputro (2008), sesuai dengan ketentuan pada Depkes RI,
pengawet dikatakan efektif bila jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari
pertama adalah tetap atau kurang dari jumlah awal (hari ke-0) dan jumlah tiap
mikroba uji selama hari tersisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang
dibandingkan dengan hari ke 14. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
konsentrasi minimal yang masih dapat menghambat pertumbuhan kapang pada
penambahan 0,02% natrium benzoat.
- Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin. Menurut Hui (1992),
maltodekstrin adalah bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan
makanan yang dikeringkan. Maltodekstrin dapat digunakan pada makanan karena
maltodekstrin memiliki kelebihan-kelebihan seperti mampu melewati proses
dispersi yang cepat. memiliki daya larut yang tinggi, mampu membentuk film,
memiliki sifat higroskopis yang rendah dan mampu menghambat kristalisasi.
V. Pendekatan Formula :
a. Campuran Asam-Basa
Alasan Penambahan :
Menurut Ansel (1989), serbuk effervescent biasanya diolah dari suatu
kombinasi asam sitrat dan asam tartrat daripada hanya satu macam asam saja, karena
penggunaan bahan asam tunggal saja akan menimbulkan kesukaran. Apabila asam
sitrat saja akan menghasilkan campuran lekat dan sukar menjadi serbuk. Selain itu
asam sitrat merupakan asam yang paling sering digunakan karena harga yang murah,
sangat larut dan dalam bentuk granul yang dapat mengalir dengan bebas. Asam sitrat
mempunyai kekuatan asam yang tinggi, sifat alir bagus, tidak begitu higroskopis
dibandingkan dengan asam tartrat. Sedangkan apabila asam tartrat sebagai asam
tunggal, serbuk yang dihasilkan akan mudah kehilangan kekuatannya dan akan
menggumpal. Menurut Purwandari (2007) asam tartrat lebih mudah larut
dibandingkan asam sitrat. Selain sumber asam, sumber utama karbondioksida dalam
sistem effervescent adalah Natrium bikarbonat. Menurut Siregar (2007),
keunggulannya adalah larut sempurna dalam air, tidak higroskopis, tidak mahal,
banyak tersedia dipasaran dan dapat dimakan. Menurut Ansel (1989), Natrium
bikarbonat (NaHCO3) dipilih sebagai senyawa karbondioksida dalam sistem
effervescent karena harganya murah dan bersifat larut sempurna dalam air. Na-
bikarbonat juga bersifat non higroskopis dan tersedia secara komersial mulai dari
bentuk bubuk sampai bentuk granular dan mampu menghasilkan 52%
karbondioksida.
1. Asam Sitrat (HOPE 6th: 181)
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, sedikit larut dalam eter.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan kalsium tartrat alakali dan
karbonat alkali tanah dan bikarbonat, asetat dan sulfida.
Asam sitrat juga berpotensi meledak apabila
dikombinasikan dengan logam berat. Pada penyimpanan
sukrosa dapat mengkrisal dari sirup dengan kehadiran
asam sitrat.
Stabilitas : Asam sitrat dapat kehilangan kristal pada udara kering
atau dipanaskan.
Konsentrasi :
2. Asam Tartrat (HOPE 6th: 732)
Kelarutan : Daya larut asam tartrat dalam pelarut pada 20oC kecuali
dinyatakan lain yaitu: Praktis tidak larut dalam
Kloroform, larut 1 dalam 2,5 Etanol (95%), larut 1
dalam 250 Eter, larut dalam gliserin, larut 1 dalam 1,7
Metanol, larut 1 dalam 10,5 Propan-1-ol, larut 1 dalam
0.75 Air.
Inkompatibilitas : Asam tartrat tidak sesuai dengan perak dan bereaksi
dengan logam karbonat dan bikarbonat (dimanfaatkan
pada pembuatan sediaan effervescent).
Stabilitas : Bahan massal stabil dan harus disimpan di sebuah
wadah tertutup di tempat yang sejuk dan kering.
Konsentrasi :
3. Asam Malat (HOPE 6th: 412)
Kelarutan : Bebas larut dalam etanol (95%) dan air tetapi praktis
tidak larut dalam benzena. Sebuah larutan jenuh
mengandung sekitar 56% asam malat di 20oC.
Inkompatibilitas : Asam malat dapat bereaksi dengan bahan pengoksidasi.
larutan air yang agak korosif terhadap baja karbon.
Stabilitas : Asam malat stabil pada suhu sampai 150oC. Pada suhu di
atas 150oC itu mulai kehilangan air sangat lambat untuk
menghasilkan asam fumarat; dekomposisi lengkap
terjadi pada sekitar 180oC menghasilkan asam fumarat
dan maleat anhidrida. Asam malat yang mudah
didegradasi oleh mikroorganisme aerob dan anaerob.
Kondisi kelembaban tinggi dan suhu yang tinggi harus
dihindari untuk mencegah penggumpalan. Efek dari
grinding dan kelembaban pada asam malat juga telah
diselidiki. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik, di
tempat yang sejuk dan kering.
4. Natrium Bikarbonat (HOPE 6th: 631)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol 95% dan eter, larut 1
dalam 11 air (20oC), larut 1 dalam 4 air (100oC), larut 1
dalam 10 air (25oC), larut 1 dalam 12 air (18oC).
Inkompatibilitas : Natrium bikarbonat bereaksi dengan asam, asam garam
dan banyak garam alkaloidal, dengan evolusi karbon
dioksida. Natrium bikarbonat juga dapat
mengintensifkan penggelapan dari salisilat. Dalam
campuran bubuk, kelembaban atmosfer atau kristalisasi
dari air dari bahan lain adalah cukup untuk natrium
bikarbonat bereaksi dengan senyawa seperti Asam Borat
atau tawas. Dalam campuran cair yang mengandung
bismut subnitrat, natrium bikarbonat bereaksi dengan
asam yang terbentuk oleh hidrolisis garam bismut.
Dalam larutan, natrium bikarbonat telah dilaporkan tidak
padan dengan banyak zat obat seperti ciprofloxacin,
amiodarone, nicardipine, dan Levofloksasin.
Stabilitas : Natrium bikarbonat stabil dalam udara kering tapi
perlahan-lahan terurai di kelembaban udara dan karena
itu akan disimpan dalam wadah tertutup dengan baik di
tempat yang sejuk dan kering.
Konsentrasi :
5. Natrium karbonat (HOPE 6th: 635-636)
Kelarutan : Bebas larut dalam air, dengan kelarutan awalnya
meningkat dengan suhu dan kemudian menetap di
30,8% b/b di atas 80oC Larut dalam gliserin; praktis
tidak larut dalam etanol (95%) (hope 635)
Stablitas : Natrium karbonat mengkonversi ke bentuk monohydrate
ketika kontak dengan air dan menghasilkan panas. Ini
mulai kehilangan karbon dioksida pada suhu di atas
4008C (7) dan terurai sebelum direbus. Simpan dalam
wadah kedap udara.
Inkompatibilitas : Natrium karbonat terurai ketika kontak dengan asam
dengan adanya air untuk menghasilkan karbon dioksida
dan buih. Ini mungkin bereaksi keras dengan aluminium,
fosfor pentoksida, asam sulfat, fluor, dan lithium.
b. Bahan Pemanis
1. Aspartam
Alasan Penambahan :
- Aspartam digunakan sebagai agen pemanis kuat dalam produk minuman,
produk makanan, dan dalam sediaan farmasi. Aspartam dapat meningkatkan
sistem rasa dan dapat digunakan untuk menutupi beberapa karakteristik rasa
menyenangkan (HOPE 6th: 49).
- Kekuatan pemanis aspartam adalah 180-200 kali dari sukrosa (HOPE 6th: 49).
- Bahan pemanis aspartam menyebabkan tablet hisap memiliki kekerasan yang
semakin rendah, kerapuhan tinggi dan waktu larut yang lebih cepat
(Gusmayadi, 2014).
Kelarutan : Sedikit larut dalam air (pada suhu 20oC, pH 4,5-6,0
sebanyak 36%) dan dalam alkohol (pada suhu 25oC
sebanyak 0,4%). Praktis tiddak larut dalam diklometana,
n-heksan dan dalam metilen klorida (HOPE 6th: 49).
Inkompatibilitas : Aspartam tidak sesuai dengan kalsium fosfat dibasa dan
juga dengan pelumas magnesium stearat. Reaksi antara
aspartam dan gula alkohol juga dikenal (HOPE 6th: 49).
Stabilitas :

(HOPE 6th: 49).


Konsentrasi : 3%
2. Manitol (HOPE 5th: 449-453)
Kelarutan : 1 bagian larut dalam 5.5 bagian air pada suhu 20 oC, dan
dalam 83 bagian etanol 95%; larut dalam basa; praktis
tidak larut dalam eter.
Inkompatibilitas : Menurunkan bioavailabilitas simetidin.
Stabilitas : Stabil dalam bentuk kering maupun larutan. Harus
disimpan dalam wadah tertutup baik pada tempat sejuk
dan kering.
3. Sukrosa (HOPE 6th: 704-706)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam Kloroform, larut 1 dalam 400
etanol, 2 dalam 170 etanol 95%, 1 dalam 400 propan-2-
ol, 1 dalam 0,5 air suhu (20oC), dan 1 dalam 0,2 air
(100oC).
Inkompatibilitas : Bubuk sukrosa mungkin terkontaminasi dengan jejak
logam berat, yang dapat menyebabkan ketidakcocokan
dengan bahan aktif, misalnya asam askorbat. Sukrosa
juga dapat terkontaminasi dengan sulfit dari proses
pemurnian. Dengan konten sulfit yang tinggi, perubahan
warna dapat terjadi pada tablet bersalut gula; untuk
warna tertentu yang digunakan dalam salut gula, batas
maksimum untuk konten sulfit, dihitung sebagai sulfur,
adalah 1 ppm. Dengan adanya asam encer atau asam
terkonsentrasi, sukrosa dihidrolisis atau berubah menjadi
dekstrosa dan fruktosa (gula invert). Sukrosa dapat
merusak kemasan aluminium.
Stabilitas : Sukrosa memiliki stabilitas yang baik pada suhu kamar
dan pada kelembaban relatif menengah. Menyerap
hingga 1% uap air, yang dilepaskan pada pemanasan
pada 90oC. Sukrosa membentuk karamel ketika
dipanaskan sampai suhu di atas 160oC. Encer larutan
sukrosa bekerja untuk fermentasi oleh mikroorganisme
tetapi menolak dekomposisi pada konsentrasi yang lebih
tinggi, misalnya di atas 60% w / w konsentrasi. larutan
air dapat disterilkan dengan autoklaf atau filtrasi.
c. Bahan Pengawet
1. Natrium Benzoat (HOPE 6th: 627-628)
Alasan Penambahan

(HOPE 6th: 596)

(HOPE 6th: 678)


d. Bahan Pengisi
1. Maltodekstrin
Alasan Penambahan :
- Maltodekstrin mudah larut dalam air, cepat tersebar, tidak kental dan lebih
stabil dibandingkan dengan pati. fungsi maltodekstrin sebagai pembawa bahan
makanan aktif seperti rasa dan pewarna bahan juga larut dalam air dan filler
materi karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk.
Maltodekstrin terdiri dari glukosa yang mampu mengikat air yang pada
gilirannya mengurangi oksigen terlarut, sebagai hasil dari proses ini, proses
oksidasi dapat dicegah. Maltodekstrin mudah terdisolusi dalam air, lebih stabil
dalam panas, sehingga dapat melindungi senyawa mudah menguap dan
senyawa sensitif terhadap panas atau oksidasi (Anwar, 2002).
- Menurut Puspaningrum (2003), semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin
berpengaruh pada semakin rendahnya kadar air serbuk effervescent. Hal ini
dikarenakan maltodekstrin memiliki kandungan padatan yang cukup tinggi .
Dengan penggunaan maltodekstrin yanmg semakin banyak, maka total
padatan di dalam bahan yang dikeringkan akan semakin besar sehingga
kadar airnya semakin sedikit.
Kelarutan : Larut dalam air, sedikit larut dalam etanol (95%).
Kelarutan meningkat dengan DE meningkat (HOPE 6th:
442).
Inkompatibilitas : Dalam kondisi tertentu pH dan suhu maltodekstrin
mungkin mengalami reaksi maillard dengan asam amino
untuk menghasilkan warna kekuningan atau kecoklatan.
Tidak kompatibel dengan agen pengoksida yang kuat
(HOPE 6th: 442).
Stabilitas : Stabil untuk minimal 1 tahun bila disimpan pada suhu
dingin (< 30oC) dan kurang dari 50% kelembaban relatif.
Solusi maldotekstrin mungkin memerlukan penambahan
pengawet antimikroba. Maltodekstrin harus disimpan
dalam wadah tertutup dengan baik ditempat yang dingin
dan kering (HOPE 6th: 442).
2. Dekstrin (HOPE 6th: 220-221)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol 95%, eter, kloroform,
dan propan-2ol, perlahan lahan larut dalam air dingin,
sangat larut dalam air mendidih, membentuk larutan
musilago.
Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi yang kuat.
Stabilitas : Larutan dekstrin tiksotropik menjadi kurang kental
ketika dicukur tetapi berubah menjadi pasta lembut atau
gel ketika dipertahankan. Harus disimpan dalam wadah
tertutup baik ditempat yang dingin dan kering.
3. Xylitol (HOPE 6th: 786)
Kelarutan : Larut 1 dalam 80 bagian etanol, larut dalam piridin, larut
1 dalam 1.6 bagian air, 1 dalam 15 bagian propilen
glikol, 1 dalam 500 bagian propon-2-on, 1 dalam 16.7
bagian metanol, sangat sedikit larut dalam gliserin,
sangat sedikit larut dalam minyak kacang.
Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi.
Stabilitas : Xylitol stabil panas tetapi marginal higroskopis.
Karamelisasi dapat terjadi hanya jika dipanaskan selama
beberapa menit didekat titik didih. Kristal bahan stabil
untuk minimal 3 tahun jika disimpan kurang dari 65%
kelembaban relatif dan 28oC.
e. Pengikat
1. PVP K25
Alasan Penambahan :
- Fff
Kelarutan :
Inkompatibilitas :
Stabilitas :
VI. Rancangan Formula :
Serbuk Ekstrak Wortel 10%
Asam Sitrat 13,4%
Asam Tartrat 26,9%
Natrium Bikarbonat 45,8%
Natrium Benzoat 0,02%
Aspartam 0,75%
PVP K25 3%
Maltodekstrin ad 4g
VII. Perhitungan
a. Perhitungan Bahan
VIII. Cara Kerja
a. Pembuatan Ekstrak serbuk wortel
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Diambil wortel yang akan dibuat simplisia.
3. Dicuci dengan air yang mengalir.
4. Dirajang wortel.
5. Dikeringkan
6. Disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%.
7. Disimpan wortel yang telah kering dalam wadah dan ditutup rapat.
b. Pembuatan Granul Effervescent
1. Ditimbang semua bahan.
2. Dilarutkan PVP dalam etanol 96%.
3. Dibuat komponen asam dengan mencampur serbuk wortel, asam sitrat, asam
tartrat, dan aspartam.
4. Dibuat komponen basa dengan mencampur natrium bikarbonat, maltodekstrin dan
natrium benzoat.
5. Dicampur semua bahan komponen asam dan komponen basa.
6. Diteteskan PVP hingga terbentuk massa kepal.
7. Massa yang telah terbentuk diayak dengan mesh no. 14/
8. Dikeringkan granul yang dihasilkan dalam oven dengan suhu 40oC selama 18
jam.
9. Dimasukkan granul kering ke dalam kemasan primer.
10. Dimasukkan ke dalam kemasan sekunder.
IX. Evaluasi Sediaan
a. Uji Organoleptis (Syamsul dan Supomo, 2004)
1) Uji Warna
Penilaian warna digunakan dalam pengujian organoleptik karena warna
mempunyai peranan pentiing terhadap tingkat penerimaan produk secara visual.
2) Aroma
Aroma suatu sediaan dapat dilihat dengan cara mencium aroma yang dihasilkan
oleh sediaan yang telah dibuat.
3) Rasa
Rasa dinilai setelah serbuk dilarutkan dalam air, dalam hal ini setelah menjadi
minuman effervescent.
b. Uji Kadar Air

c. Uji Kecepatan Alir dan Sudut Diam


dengan menggunakan stopwatch. Kemudian diukur diameter dan tinggi dari
serbuk yang keluar dari corong dan dihitung sudut diam sediaan granul
effervescent (Voight, 1994).

d. Waktu Dispersi

e. Uji pH

f.

g.
X. Daftar Pustaka
XI. Etiket

Anda mungkin juga menyukai