Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIK

PENGEMBANGAN METODE ANALISA OBAT DALAM SAMPEL


BIOLOGIS

(Limit Of Detection, Limit Of Quantification, Linieritas)

NAMA : PUTRIANA DEWI

NPM : 11181171

KELAS : 4FA4

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

TAHUN AJARAN 2020/2021


MODUL 1

PENGEMBANGAN METODE ANALISIS OBAT DALAM SAMPEL BIOLOGIS


(Limit Of Detection, Limit Of Quantification, Linieritas)

1. Tujuan

1.1 Kompetensi yang Dicapai :


● Memahami berbagai metode pengembangan analisis obat dalam sampel biologis
beserta validasinya.
● Mampu melakukan berbagai teknik atau metode analisis obat dalam sampel
biologis sesuai dengan tugas yang diberikan.

1.2 Tujuan Praktikum :


Mahasiswa memahami prosen in vivo dan perkembangan kadar obat dalam darah
setelah pemberian obat secara bolus intavena.

2. Prinsip
Mengembangakan metode analisis obat dalam sampel biologis.

3. Pendahuluan/ Dasar Teori


Tahap awal dalam penelitian farmakokinetik yang sangat menentukan adalah penetapan
kadar obat dalam sampel biologis, karena parameter farmakokinetik obat diperoleh
berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau hasil uraian (metabolik) dalam
sampel biologsi seperti darah, urine, saliva, dan lain-lain. Metode analisis yang digunakan
untuk menentukan kuantitatif kadar obat dalam suatu sampel biologis merupakan hal yang
sangat penting dalam evaluasi dan interpretasi data farmakokinetik. Oleh karena itu metode
analisis yang tervalidasi merupakan suatu kebutuhan mutlak untuk memperoleh hasil yang
dapat dipecaya.

Tahap untuk mendapat motede analisis yang valid untuk diaplikasikan dalam suatu
penelitian farmakokinetik meliputi:
● Pengembangan metode analisis
● Validasi metode analisis yang digunakan
Dalam tahap pengenmbangan perlu diperhatikan apakah untuk obat yang akan diteliti
belum pernah ada metode analisis untuk penetapan kadar obat tersebut dalam matriks
biologis yang akan digunakan. Jika memang belum ada metode analisis yang telah
dikembangankan, maka perlu diperhatikan struktur dan sifat fisikokimia obat yang akan
diteliti. Apakah ada metode analisis untuk obat lain dengan struktur yang mirip dengan
matriks biologis yang sama. Jika ada, data ini merupakan suatu awal untuk memulai suatu
pengembangan metode analisis. Dalam banyak kasus, metode analisis untuk penelitian
farmakokinetik dapat diadaptasi dari suatu atau beberpa metode analisis yang telah
dipublikasikan dengan melakukan sedikit ataupun berbagai modifikasi untuk mendapatkan
hasil yang diinginkan.
Metode analisis yang umum digunakan dalam penelitian farmakokinetik adalah:
● Metode kimia, contoh: HPLC (High Performance Liquid Chromatography), GC
(Gas Chromatography), LC-MS (Liquid Chromatography Mass Spectropfotometry).
● Metode biologis, yang didasarkan pada prosedur immunoassay (RIA,
radioimmunoasay), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan metode
mikrobiologi.

Pengembangan metode analisis meliputi evaluasi dan optimasi berbagai tahapan, seperti
penyiapan sampel, pemisahan analit (obat yang diteliti), deteksi, dan kuantifikasi.

Validasi suatu metode anlisis dilakukan untuk menjamin bahwa metode yang akan
digunakan adalah valid dan terpercaya. Beberapa parameter digunakan untuk mengevaluasi
validitas dan metode yang dikembangkan, antara lain: perolehan kembali (recovery) obat
dari matriks biologi yang digunakan, presisi dan akurasi. Persyartan yang dituntut bagi
suatu metode tersebut dapat memberikan nilai perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau
lebih), kesalahan acak dan kesalahan sistemik kurang dari (10%). Kepekaan dan
selektivitas peralatan merupakan kriteria lain yang penting, hal mana nilainya akan sangat
tergantung dari alat pengukur yang digunakan. Stabilitas obat akan diteliti dalam matriks
sampel juga harus diperhatikan. Berbagai sampel biologis dapat diambil untuk penentuan
kadar obat dalam tubuh untuk penelitian farmakokinetik, sebagai contoh : darah, urin,
feses, saliva, jaringan tubuh, cairan blister, cairan spinal, dan cairan sinovial. Darah
merupkan sampel biologis yang paling umum digunakan dan mengandung berbagai protein
seperti albumin dan globulin. Pada umumnya bukan darah utuh (whole blood) tetapi
plasma ataupun serum yang digunakan untuk penentuan kadar obat. Serum diperoleh
dengan membiarkan darah untuk menggumpal dan supernatan yang dikumpulkan setelah
sentrifugasi adalah serum. Sedangkan plasma diperoleh dengan penambahan antokoagulan
pada darah yang diambil dan supernatan yang diperoleh setelah sentrifugasi merupakan
plasma. Jadi plasma dan serum dibedakan dari protein yang dikandungnya.

Adanya kandungan protein dalam sampel biologis yang akan dianalisamenyebabkan


dibutuhksnnys suatu tahap perlakuan awal dan atau penyiapan sampel sebelum penentuan
kadar obat dapat dilakukan. Hal ini untuk mengisolasi atau memisahkan obat akan diteliti
dari matriks sampel yang diperoleh. Protein, lemak, garam, dan senyawa endogen dalam
sampel akan mengganggu penetuan kadar obat Yang bersangkutan dan selain itu dalam hal
analisa menggunakan metode seperti HPLC adanya zat-zat tersebut dapat merusak kolom
HPLC sehingga usia kolom menjadi lebih singkat. Berbagai prosedur untuk mendenaturasi
protein dapat digunakan sebagai perlakuan awal sampel biologis yang diperoleh dari suatu
penelitian farmakokinetik, meliputi penggunaan senyawa yang disebut sebagai zat
pengendap protein (protein precipitating agent) sepeti, asaam tungstat, ammonium sulfat,
asam trikloroasetat (trichoroacetic acid, TCA) , asam perkolat, metanol, dan asetonitril.
Penggunaan pelarut organik seperti metanol dan asetonitril sebgai zat pengendap protein
sangat umum digunakan terutama yang melibatkan metode analisis HPLC. Penggunaan
metanol dan asetonitril mempunyai suatu keuntungan karena kompatibilitasnya dengan
berbagai eluen yang digunakan dalam metode HPLC. Metode isolasi atau pemisahan obat
yang banyak digunakan dalam penelitian farmakokinetik adalah ekstrasi padat-cair (solid-
phase extraction) dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat-cair menggunakan catridge
khusus untuk memisahkan obat dan sampel dengan volume yang relatif kecil (0,1-1 ml)
yang tersedia secara komersial dengan harga yang cukup mahal. Ekstraksi cair-cair
merupakan suatu metode yang paling banyak digunakan karena relatif cepat, simple, dan
murah dibandingkan dengan ekstraksi padat-cair pada umumnya diikuti dengan proses
pemekatan obat yang akan dianalisa.

Pemilihan pelarut pengekstraksi dalam ekstraksi cair-cair harus didasarkan pada


sifat fisikokimia obat maupun metabolit yang akan diisolasi. Berbagai faktor dapat
menjadi pertimbangan dalam seleksi pelarut yang akan digunakan, antara lain:
● Immisible (tidak bercampur) dengan air
● Mempanyai kemampuan melarutkan obat yang dinginkan dalam jumlah yang besar
sehingga memberikan nilai recovery yang besar
● Mempunyai titik didih yang relatif rendah sehingga waktu evaporasi pelarut dapat
lebih singkat
● Sedapat mungkin volume yang digunakan untuk ekstraksi adalah minimal schingga
akan menekan biaya yang dikeluarkan
● Jika memungkinkan gunakan pelarut dengan berat jenis yang lebih kecil dan berat
jenis air schingga proses pemisahan pelarut organik akan lebih mudah karena pelarut
organik akan berada pada lapisan atas.

PEROLEHAN KEMBALI
Perolehan kembali (recovery) dan kesalahan sistematik untuk besaran kadar
dihitung dengan persamaan:

Catatan : Perolehan kembali merupakan tolok ukur efesiensi analisis, sedangkan


kesalahan sistematik merupakan tolok ukur inakurasi penetapan kadar. Kesalahan dapat
berupa kesalahan konstan atau proporsional.

KESALAHAN ACAK
Kesalahan acak (random analytical error) untuk tiap besaran kadar dihitung dengan
persamaan:

Catatan: Kesalahan acak merupakan tolok ukur inprecision suatu analisis, dan bersifat
positif atau negatif. Kesalahan acak identik dengan variabilitas pengukuran dan
dicerminkan oleh tetapan variasi.

 Linearitas dan Rentang


Menunjukan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian
yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran konsentrasi tertentu.
Sedangkan rentang metode pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah
ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linieritas yang
dapat diterima. Rentang dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari
beberapa set larutan standart yang telah diketahui konsentrasinya (Ermer dan Miller,
2005). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada
konsentrasi yang berbeda – beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan
metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope),
intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2014). Linieritas dapat
dilihat melalui kurva kalibrasi yang menunjukkan hubungan antara respon dengan
konsentrasi analit pada beberapa seri larutan baku. Dari kurva kalibrasi ini kemudian
akan ditemukan regresi linearnya yang berupa persamaan y=bx+a, dimana x adalah
konsentrasi, y adalah respon, a adalah intersep y yang sebenarnya dan b adalah slope
yang sebenarnya. Tujuan dari dibuatnya regresi ini adalah untuk menentukan estimasi
terbaik untuk slope dan intersep y sehingga akan mengurangi residual error, yaitu
perbedaan nilai hasil percobaan dengan nilai yang diprediksi melalui persamaan
regresi linear (Harvey, 2000). Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan
koefisien korelasi r pada analisis regresi linear. Hubungan linear yang ideal dicapai
jika nilai b adalah 0 dan r adalah +1 atau -1 terganting arah garis (Harmita, 2004).
Persamaan regresi linier: Y=a+bx (y= absorbansi, x=konsentrasi)

 LOD atau Batas Deteksi (Limit of Detection) merupakan jumlah atau konsentrasi
terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi, namun tidak perlu diukur sesuai
dengan nilai sebenarnya dan tidak selalu dapat dikuantifikasi

 LOQ atau Batas Kuantitasi (Limit of Quatification)


Merupakan jumlah atau konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi, namun tidak perlu diukur sesuai dengan nilai sebenarnya. Limit
kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi pada kondisi analisis yang digunakan
(Yuwono dan Indrayanto, 2005). Limit kuantitas merupakan parameter pengujian
kuantitatif untuk konsentrasi analit yang rendah dalam matriks yang kompleks dan
digunakan untuk menentukan adanya pengotor atau degradasi produk. Limit deteksi
dan limit kuantitasi dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku
intersep kurva standar yang diperoleh (ICH, 2005).

Terdapat beberapa metode dalam menentukan LOD dan LOQ untuk metode
HPLC. Metode yang sering digunakan adalah menentukan kadar sampel yang
menghasilkan rasio signal-to-noise 2:1 atau 3:1 untuk LOD dan 10:1 untuk LOQ.
Cara yang lain adalah menentukan LOD dan LOQ dengan standar deviasi dari respon
dengan rumus LOD = 3.3(SD/S) dan LOQ = 10(SD/S) dimana SD adalah standar
deviasi dari bank, standar deviasi residual dari kurva kalibrasi, dan standar deviasi
dari y-intersep dari kurva kalibrasi dan S adalah slope dari kurva kalibrasi (Ahuja dan
Dong, 2005).

Rumus:

| |

Q = LOD (batas deteksi)/ LOQ (batas kuantifikasi)

K = 3 untuk batas deteksi, 10 untuk batas kuantifikasi

Sb (Sy/x) atau SD= Simpangan baku analit dari blanko

4. Tugas Pendahuluan

1.Tuliskan pembuatan dapar phospat pH 7,4, dan perhitungannya!


Bahan :
- 50 ml KH2PO4 0,2 M
- 39,1 ml NaOH 0,2 N
- Air bebas CO2 hingga 200 ml
Cara Pembuatan
- 50 ml larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 0,2 M dicampurkan dengan natrium
hidroksida (NaOH) 0,2 N sebanyak 39,1 ml
- Kemudian kedua larutan tersebut setelah tercampur, ditambahkan dengan aquadest hingga
200 ml
- Setelah tercampur, larutan tersebut diukur pH-nya menggunakan dengan pH meter sampai
pH 7,4
Perhitungan dan Penimbangan Kalium Dihidrogen fosfat (KH2PO4)

M =

0,2 =

g = 1,3609 gram
Dibuat dalam 2 Liter

= 13,609 gram
Penimbangan Natrium Hidroksida (NaOH)

0,2 =

g = 0,3128 gram

Dibuat dalam 2 Liter

2.Jelaskan perhitungan dan pembuatan larutan induk Paracetamol 1000 bpj sebanyak
100 mL!
Larutan Induk 1000 bpj = 1000 µg/ mL

= 1000 µg/ ml x 100


= 100.000 µg/ 100 ml
= 100 mg ad 100 ml

3.Jelaskan perhitungan 1 seri set pengenceran larutan induk dengan konsentrasi 2, 4, 6,


10, 12 ppm sebanyak 50 mL!

Perhitungan Pengenceran
- 2ppm

x = x
x 1000 = 50 mL x 2 ppm
=
= 0,1 mL

- 4 ppm

x = x
x 1000 = 50 mL x 4 ppm
=
= 0,2 mL

- 6 ppm

x = x
x 1000 = 50 mL x 6 ppm
=
= 0,3 mL

- 10ppm

x = x
x 1000 = 50 mL x 10 ppm
=
= 0,5 mL

- 12 ppm

x = x
x 1000 = 50 mL x 12 ppm
=
= 0,6 mL

5. Alat dan bahan


Alat : mikropipet 500μ, sentrifuga, tabung sentrifuga, vortex, HPLC,
spektrofotometer UV-Vis.
Bahan : plasma, asetronitri atau methanol, diklorometan, etil asetat, eluen, triklorasetat
(TCA), hydrogen chloride (HCL), NaNO 2 , asam sulfamat, NaOH, es batu.

6. Prosedur Kerja
Kalibrasi wadah 2 L dan hitung jumlah volume larutan KH2PO4 dan NaOH yang diperlukan

Hitung penimbangannya

g KH2PO4 dilarutkan dgn Aquadest g NaOH dilarutkan dengan Aquadest

Campurkan, lalu tambahkan aquadest sebelum batas

Ukur pH hingga pH ± 7,4 ± 0,05


tambahkan Aquadest sampai batas, dan kocok

1) Pembuatan pereaksi warna


Buat larutan HCl 6 N, NaNO3 10%, Asam amidosulfonat 15%, dan NaOH 10%
masing-masing 100 mL

2) Pembuatan Kurva Paracetamol 1 (243 nm)

Buat larutan induk PCT 1000 bpj sebanyak 50 mL

Pengenceran larutan induk PCT 1 ml ke sebanyak 10 ml (menjadi 100 ppm)

2 ppm 4 ppm 6 ppm 10 ppm 12 ppm

(0,2 mL) (0,4 mL) (0,6 mL) (1 mL) (1,2 ml)

@ tambahkan dapar phosphat pH 7,4 10 mL

Ukur A dengan λmaks 243 nm dengan spektro UV

3) Pembuatan Kurva Kalibrasi Paracetamol 2 (435 nm)


Buat larutan induk PCT 1000 bpj sebanyak 50 mL

Pengenceran larutan induk PCT 1 ml ke sebanyak 10 ml (menjadi 100 ppm)

2 ppm 4 ppm 6 ppm 10 ppm 12 ppm


(0,2 mL) (0,4 mL) (0,6 mL) (1 mL) (1,2 ml)

@ tambahkan dapar phosphat pH 7,4 10 mL

Ambil 1 mL Tabung Reaksi


Pereaksi warna:
+ 0,5 mL HCl 6 N
+ 1,0 mL NaNO3 10%
Vortex 1 menit
diamkan 5 menit
+ 1 mL asam amidosulfonat
(15%)
+ 2,5 mL NaOH 10%

Diamkan 3 menit dalam es


Ukur A dengan λmaks 435 nm dengan spektro visible

7. Data Pengamatan

Hasil Pengamatan Absorban PCT λ243 nm

Konsentrasi (bpj) (x) Absorbansi (y) y‫׳‬ y-y‫׳‬ ‫׀‬y-y′‫׀‬2


Blanko (0) 0,000 0 0 0
2 0,098 0,1091 -0,0111 0,00012321
4 0,255 0,2297 0,0253 0,00064009
6 0,323 0,3503 -0,0273 0,00074529
8 0,506 0,4709 0,0351 0,00123201
10 0,558 0,5915 -0,0335 0,00112225
12 0,724 0,7121 0,0119 0,00014161
Σ = 0,00400446
SD= 0,0283
LOD= mg/L
LOQ= 4,6932 mg/L
Kurva Kalibrasi

Kurva Kalibrasi PCT λ 243 nm


0.8
y = 0.0603x - 0.0115
Absorbansi (y)

0.6 R² = 0.9845

0.4

0.2

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (bpj) (x)

Persamaan kurva kalibrasi : y = bx + a


y =0,0603x-0,0115
r = 0,9845

Perhitungan nilai y
a. 2 ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0603x-0,0115
y‫ = ׳‬0,0603 (2)-0,0115 = 0,1091

b. 4ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0603x-0,0115
y‫ = ׳‬0,0603 (4)-0,0115 = 0,2297

c. 6ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0603x-0,0115
y‫ = ׳‬0,0603 (6)-0,0115 = 0,3503

d. 8ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0603x-0,0115
y‫ = ׳‬0,0603 (8)-0,0115 = 0,4709

e. 10ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0603x-0,0115
y‫ = ׳‬0,0603 (10)-0,0115 = 0,5915

f. 12ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0603x-0,0115
y‫ = ׳‬0,0603 (12)-0,0115 = 0,7121

Perhitungan y-y‫׳‬
a. y-y‫׳‬
= 0,098 – 0,1091
= - 0,0111

b. y-y‫׳‬
= 0,255 – 0,2297
= 0,0253

c. y-y‫׳‬
= 0,323 – 0,3503
= -0,0273

d. y-y‫׳‬
= 0,506– 0,4709
= 0,0351

e. y-y‫׳‬
= 0,558 – 0,5915
= -0,0335

f. y-y‫׳‬
= 0,724 – 0,7121
= 0,0119

Perhitungan Nilai ‫׀‬y-y′‫׀‬2


a. ‫׀‬y-y′‫׀‬2
‫׀‬0,098-0,1091‫׀‬2
= 0,00012321

b. ‫׀‬y-y′‫׀‬2
‫׀‬0,255-0,2297‫׀‬2
= 0,00064009

c. ‫׀‬y-y′‫׀‬2
‫׀‬0,323-0,3503‫׀‬2
= 0,00074529

d. ‫׀‬y-y′‫׀‬2
‫׀‬0,506-0,4709‫׀‬2
= 0,00123201

e. ‫׀‬y-y′‫׀‬2
‫׀‬0,558-0,5915‫׀‬2
= 0,00112225

f. ‫׀‬y-y′‫׀‬2
‫׀‬0,724-0,7121‫׀‬2
= 0,00014161

Perhitungan Simpangan baku (Sb) atau Standar Deviasi (SD):


| |

SD = √ = 0,02830

Perhitungan LOD:

Perhitungan LOQ:
Hasil Pengamatan Absorbansi PCT 2 pada λ435 nm

Konsentrasi (bpj) (x) Absorbansi (y) y‫׳‬ y-y‫׳‬ ‫׀‬y-y′‫׀‬2


Blanko (0) 0,000 0 0 0
20 0,057 0,0616 -0,0046 0,00002116
40 0,135 0,1396 -0,0046 0,00002116
60 0,225 0,2176 0,0074 0,00005476
80 0,311 0,2956 0,0154 0,00023716
100 0,391 0,3736 0,0174 0,00030276
120 0,438 0,4516 -0,0136 0,00018496
Σ = 0,00082196
SD= 0,01282
LOD= 9,8615 mg/ L
LOQ=32,8717 mg/L

Kurva Kalibrasi

Persamaan kurva kalibrasi : y = bx + a


y =0,0039x-0,0164
r = 0,9931
Perhitungan y‫׳‬:
a) 20 ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0039x-0,0164
y‫ = ׳‬0,0039 (20)-0,0164 = 0,0616

b) 40 ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0039x-0,0164
y‫ = ׳‬0,0039 (40)-0,0164 = 0,1396

c) 60 ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0039x-0,0164
y‫ = ׳‬0,0039 (60)-0,0164 = 0,2176

d) 80 ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0039x-0,0164
y‫ = ׳‬0,0039 (80)-0,0164 = 0,2956

e) 100 ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0039x-0,0164
y‫ = ׳‬0,0039 (100)-0,0164 = 0,3736

f) 120 ppm
y‫ = ׳‬bx + a
y‫ = ׳‬0,0039x-0,0164
y‫ = ׳‬0,0039 (120)-0,0164 = 0,4516

Perhitungan y-y‫׳‬
a. y-y‫׳‬
= 0,057 – 0,0616
= - 0,0046

b. y-y‫׳‬
= 0,135– 0,1396
= -0,0046

c. y-y‫׳‬
= 0,225 – 0,2176
= 0,0074

d. y-y‫׳‬
= 0,311– 0,2956
= 0,0154

e. y-y‫׳‬
= 0,391 – 0,3736
= 0,0174

f. y-y‫׳‬
= 0,438 – 0,4516
= -0,0136

Perhitungan ‫׀‬y-y′‫׀‬2
2
a) ‫׀‬y-y′‫׀‬
‫׀‬0,057-0,0616‫׀‬2
=0,00002116

2
b) ‫׀‬y-y′‫׀‬
‫׀‬0,135-0,1396‫׀‬2
=0,00002116

2
c) ‫׀‬y-y′‫׀‬
‫׀‬0,225-0,2176‫׀‬2
=0,00005476

2
d) ‫׀‬y-y′‫׀‬
‫׀‬0,311-0,2956‫׀‬2
=0,00023716

2
e) ‫׀‬y-y′‫׀‬
‫׀‬0,391-0,3736‫׀‬2
=0,00030276

2
f) ‫׀‬y-y′‫׀‬
‫׀‬0,438-0,4516‫׀‬2
=0,00018496
Perhitungan Simpangan baku (SD):
| |

SD = √ = 0,01282
Perhitungan LOD:

Perhitungan LOQ:

8. Pembahasan

Pada praktikum kali ini kita melakukan validasi metode analisis obat paracetamol, tujuan dari
praktikum ini adalah untuk memastikan bahwa metode tetap yang digunakan sudah sesuai
dengan tujuan penggunaanya dan selalu memberikan hasil yang dapat dipercaya lalu parameter
validasu yang digunakan adalah linearitas,LOD,LOQ. Sampel obat yang digunakan pada validasi
metode analisis ini adalah obat paracetamol dan menggunakan alat spektrofotometri UV-VIS.

Paracetamol ini mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2,
jika dihitung terhadap kadar zat anhidrat. Pemerian paracetamol sendiri adalah sebruk hablur,
putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutannya larut dalam air mendiidh dan dalam Natrium
Hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.

Pada praktikum ini kita menggunakan alat spektrofotometri UV-VIS, prinsip dasar dari alat
spektrofotometri UV-Vis ini adalag serapan cahaya, bila cahaya jatuh pada senyawa yang sedang
di analisis maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan spektrum
UV-Vis tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Salah satu alasan menggunakan
paracetamol sebagai sampel obat karena radiasi ultraviolet dan sinar tampak pada
spektrofotometer diabsorpsi oleh molekul organik aromatic dan molekul yang mengandung
elektron-π terkonjugasi menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi
elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebandung dengan banyaknya
molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
Spektrofotometri UV-Vis dapat menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif, pada analisis
kualitatif karakteristik resapan suatu zat dalam pelarut tertentu, yaitu panjang gelombang
maksimum dan daya resapnya. Penentuan panjang gelombang maksimum dengan membuat
spektrum dengan cara membuat larutan baku primer (induk).

Parameter-parameter yang akan diamati pada praktikum validasi metode analisis yaitu nilai
linearitas, LOD, serta nilai LOQ

- Linearitas
Penentuan linearitas dilakukan dengan mengukur absorbansi suatu seri konsentrasi larutan baku
paracetamol dalam pelarut dapar fosfat pH 7,4 kemampuan metode analisi memberikan respon
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Kurva kalibrasi harus linier karena jika
kurva kalibrasi sudah tidak linear lagi, maka kesalahan hasil dalam analisa uji perbandingan
semakin besar.

Nilai r dikatakan baik apabila nilainya mendekati 1 yaitu nilai r > 0,98. Dari hasil praktikum nilai
r yang didapat r = 0,9845 pada spektrum 243nm ,sementara pada spetrum 432 nm didapatkan
nilai r = 0,9931. Parameter linearitas pada kedua uji memberikan interpretasi bahwa perubahan
kadar senyawa memberikan perubahan pada respon berupa perbedaan absorbansi. Hal ini dapat
dikatakan bahwa metode yang digunakan mempunyai sensitifitas tinggi terhadap perubahan
kadar senyawa uji dan kedua uji menunjukan nilai r yang mendekati angka 1 sehingga memiliki
nilai r yang baik dan sesuai dengan literatur atau teori.

Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi
linier y = bx + a, nilai a itu menunjukan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan.
Pada spektrum 243 nm menghasilkan nilai persamaan regresi linier y =0,0603x-0,0115
sementara pada spektrum 432 nm menghasilkan persamaan regresi linier y =0,0039x-0,0164

- LOD (Limit Of Detection)


LOD (Limit Of Detection) dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan
kemiringan (slope) kurva baku pada level yang mendekati LOD. Standar deviasi respon dapat
ditentukan dengan berdasarkan pada standar deviasi blanko, standar deviasi residual dari garis
regresi, atau standar deviasi intersep y pada garis regresi, pada pengukuran spektro UV dengan
panjang gelombang 243 nm didapatkan nilai SD = 0,0283 dan LOD = 1,4079 mg/L
sedangkanpengukuran spektro UV pada panjang gelombang 432 nm didapatkan nilai SD =
0,01282 dan LOD = 9,8615 mg/L. Sehingga dari 2 pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa
spektro 243 nm memiliki nilai LOD yang lebih baik dibandingkan dengan spektro 432 nm
karena semakin kecil nilai LOD maka itu semakin baik karena hal tersebut menunjukan bahwa
spektrofotometer yang kita pakai memiliki batas terkecil pada 1,4079 mg/L.

- LOQ ( Limit of Quantification)

LOQ sendiri merupakan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan
presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.
Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi, prinsip pengujiannya adalah
batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva
kallibrasi yang di dapat dari uji lineritas. Untuk mendapatkan nilai batas deteksi dan kuantitasi
yaitu meggunakan nilai slope (b) dan simpangan baku residual (SDx). Pada pengukuran spektro
UV 243 nm didapatkan nilai SD = 0,0283 dan LOQ = 4,6932 mg/L, semnetara pada pengukuran
spektro UV 432 nm didapatkan nilai SD = 0,01282 dan LOQ = 32,8717 mg/L. Dari kedua
panjang gelombang tersebut yang telah diuji dapat disimpulkan bahwa spektro UV dengan
panjang gellomban 243nm lebih baik dibandingkan dengan nilai pada spektro UV 432 nm hal ini
dikarenakan semakin kecil nilai LOQ maka semakin baik dengan ditujukan hasil nilai 4,6932
mg/L yang artinya konsentrasi atau jumlah terendah dari analit yang masih dapat ditentukan dan
memenuhi kriteria akurasi dan presisi.

Nilai LOD dan LOQ dapat ditentukan dari nilai signal to noise (S/N). Nilai LOD adalah
nilaikonsentrasi pada saat N/S = 3 sedangkan nilai LOQ adalah nilai konsentrasi pada saat S/N =
10. Selain itu, nilai LOD dan LOQ dapat juga ditentukan dari nilai standar deviasi (SD). LOD= 3
SD Sedangkan LOQ = 10 SD. Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) diperoleh dengan
membuat 6 konsentrasi yang berbeda di bawah konsentrasi terkecil pada uji linearitas, pada
sampel paracetamol 1 dengan panjang gelombang 243 nm dan seri pengencerannya yaitu: 2
ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm. Dari masing-masing konsetrasi diukur
absorbansinya menggunakan sperktrofotometer UV pada panjang gelombang 243 nm kemudian
dibuat kurva baku sedangkan untuk paracetamol 2 (435 nm) dan membuat kurva kalibrasi
berdasarkan data panjang gelombang maksimum yang diperoleh, dibuat 6 seri konsentrasi
larutan yaitu 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm dan 120 ppm kemudian diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometer visible 435 nm dan pada pengukuran dengan
spektro Panjang gelombang 435 nm ini digunakan pereaksi warna yaitu HCl 6 N, NaNO3 10%,
Asam amidosulfonat 15% dan NaOH 10 %, karena zat yang dapat dianalisis menggunakan
spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan serta zat tersebut harus tampak
berwarna karena jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara
memberi reagen tertentu yang spesifik. Dikatakan spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi
yang akan dianalisis ,reagen ini disebut reagen pembentuk warna yaitu chromogenik reagent
9. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah di lakukan dapat simpulkan bahwa

- Hasil pengujian spetro Uv 243 nm dihasilkan persamaan regresi linier y =0,0603x-0,0115


(r = 0,984) sedangkan pada spektrum 435 nm persamaan regresi liniernya y =0,0039x-
0,0164 (r = 0,993). Dilihat dari nilai r pada pengujian spektro Visible 435 nm lebih baik
karena nilai r nya mendekati 1
- Hasil pengujian spektro UV Vis 243 nm didaptkan nilai LOD = 1,4079 mg/L sedangkan
pada spektrum 435 nm nilai LOD = 9,8615 mg/L .Sehingga spektro 243 nm memiliki nilai
LOD yang lebih baik karena semakin kecil nilai LOD maka itu semakin baik, hal tersebut
menunjukkan bahwa spektrofotometer yang kita pakai memiliki batas terkecil pada 1,4079
mg/L. Sementara pada pengujian spektro 243 nm nilai LOQ = 4,6932 mg/L sedangkan
pada spektrum 435 nm nilai LOQ = 32,8717 mg/L Sehingga spektro 243 nm memiliki
nilai LOQ yang lebih baik karena semakin kecil nilai LOQ maka itu semakin baik, hal
tersebut menunjukkan bahwa nilai 4,6932 mg/L adalah konsentrasi atau jumlah terendah
dari analit yang masih dapat ditentukan dan memenuhi kriteria akurasi dan presisi.
- Metode analisis dengan sampel paracetamol secara spekrofotometer UV-Vis memberikan
hasil yang memenuhi syarat linearitas, LOD, dan LOQ yang cukup baik karena masih bisa
memastikan bahwa metode tetap yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan
penggunaannya dan selalu memberikan hasil yang dapat dipercaya.
10. Daftar Pustaka

- Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.


Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 1. No. 3, Desember 2004
- Gandjar, Gholib dan Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
- Huber, Ludwig, 1999, Validation and Qualification in Analytical Laboratories,
Interpharm, London

Anda mungkin juga menyukai