cawan-cawan penuh makna, pohon-pohon bebas luka, anai-anai riuh mengudara sungai-sungai tenang me-muara
Setelah kepergian hujan, kata awan,
dunia terbakar; curiga ambisi bergemuruh dalam tubuh manusia sepanjang (meragukan) umur, pengetahuan teralihkan ilusi; menjarah segala.
Usaha paksa menangkup kekosongan
hanyalah pintu menyambut kekosongan lain.
Ke mana hujan pergi? angin penasaran
…. Hei! buru angin. Awan kukuh bergeming beberapa hari— yang satu hari setara seribu tahun— dan angin pun turut; teguh memburu selama itu sampai suatu masa awan luluh, lalu berkata: Sebenarnya ia telah menyelam ke dalam lautan Kenapa? angin makin nanar Sebab di sana ia menemukan arti keberadaan. Memang apa arti keberadaannya?
Dasar, Akhir-akhir ini angin semakin cerewet
Awan lelah. Ia ingin mengakhiri pertanyaan angin:
Tak ada, jawab awan ketus
angin gundah dengan jawaban awan
Ia tunggang-langgang; berkesiur ke semua tempat, Sembari bertasbih mencuri-curi dengar melintasi zaman, mengawasi peristiwa-peristiwa entah sampai kapan
“Dan, apa kau tahu,” katamu. “satu-satunya tempat yang tak bisa ia susupi hanyalah tubuh lautan.”