Anda di halaman 1dari 17

PEMBUATAN SUSPENSI PARASETAMOL

(ACETAMINOPHEN) DENGAN
MEMBANDINGKAN SUSPENDING AGENT
CMC-Na DAN PGS UNTUK MENGETAHUI
STABILITAS FISIK
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang.
Dalam bidang industri farmasi, perkembangan tekhnologi farmasi sangat berperan
aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukan dengan
banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat,
kondisi pasien dan penigkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa
harus mengurangi atau mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat.
Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai dipasaran antara lain:
Dalam bentuk sediaan padat: Pil, Tablet, Kapsul. Supposutoria. Dalam bentuk sediaan
setengah padat: Krim, Salep. Dalam bentuk cair: Sirup, Eliksir, Suspensi, Emulsi dan lain-
lain. Suspensi merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair, yang secara umum dapat
diartikan sebagai suatu siatem dispersi kasar yang terdiri atas bahan padat tidak larut tetapi
terdispersi merata ke dalam pembawanya. bentuk suspense yang dipasarkan ada 2 macam,
yaitu suspense siap pakai atau suspense cair yang l;angsung bisa diminum, dan suspense yang
dilarutkan terlebih dahulu ke dalam cairan pembawanya, suspense bentuk ini digunakan
untuk zat aktif yang kestabilannya dalam akir kurang baik. Dan sebagai pembawa dari
suspense yaitu berupa air dan minyak. Alasan bahan obat diformulasikan dalam bentuk
sediaan suspense yaitu bahan obat mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam air,
tetapi diperlukan dalam bentuk sediaan cair, mudah diberikan kepada pasien yang mengalami
kesulitan untuk menelan, diberikan pada anak-anak, untuk menutupi rasa pahit atau aroma
yang tidak enak pada bahan obat.
Obat analgesik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi
sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika
digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan
banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal
untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan
pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi,
harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat
penghilang nyeri yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam
nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika.
Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan
parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin/asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium
salisilat, cholin salisilat; dan golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen,
dan ketoprofen.
Sebagai contoh bahan obat yang praktis tidak larut dalam air, yaitu Ibuprofen. Untuk
itu, bahan obat ini dapat diformulasikan dalam bentuk suspensi. Ibuprofenadalah
sejenis obat yang tergolong dalam kelompok antiperadangan non-steroid (nonsteroidal anti-
inflammatory drug) dan digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat artritis. Ibuprofen juga
tergolong dalam kelompok analgesik dan antipiretik. Obat ini dijual dengan merk
dagang Advil, Motrin, Nuprin, dan Brufen. Ibuprofen selalu digunakan sebagai obat sakit
kepala. Selain itu, obat ini juga digunakan untuk mengurangi sakit otot, nyeri haid,
selesma, flu dan sakit selepas pembedahan. Nama kimia ibuprofen ialah asam 2-(4-isobutil-
fenil)-propionat. Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak
negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat.
Dalam pembuatan sediaan suspensi ibuprofen ini diperlukan suspending agent yang
digunakan untuk mendispersikan bahan aktif yang tidak larut dalam pembawanya,
meningkatkan viskositas dan mempengaruhi stabilitas fisik suspense. suspending agent yang
digunakan dalam formulasi sediaan ini adalah Pulvis Gummosus (PGS)
Pulvis Gummosus (PGS) ini mempunyai sifat larut hampir sempurna dalam air,
memberikan cairan seperti mucilage, tidak berwarna atau kekuningan, kental dan lengket.
Dengan demikian formula dalam bentuk sediaan suspense ini dapat dilakukan penelitian
tentang efektivitas konsentrasi suspending agent Pulvis Gummosus (PGS) terhadap volume
sedimentasi dan waktu redispersi pada sediaan suspense Parasetamol.
1.2 Rumusan Masalah.
1. Bagaimana cara membuat sediaan suspensi yang baik ?
2. Sifat fisika apa saja yang ada dalam sediaan suspensi ?
3. Bagimana mutu fisik formulasi suspensi yang menggunakan suspending agent CMC Na?
4. Bagaimana mutu fisik formulasi suspensi yang menggunakan suspending agent PGS ?
5. Bagaimana hubungan antara mutu fisik dengan sifat fisika formulasi suspensi tersebut ?
6. Apakah ada perbedaan penggunaan suspending agent CMC Na dengan PGS pada suspensi ?

1.3 TUJUAN .
1. Untuk mengetahui cara membuat sediaan suspense yang baik.
2. Untuk mengetahui sifat fisika pada sediaan suspense.
3. Untuk mengetahui mutu fisik formulasi suspensi yang menggunakan suspending agent CMC
Na.
4. Untuk mengetahui mutu fisik formulasi suspensi yang menggunakan suspending agent PGS.
5. Untuk mengetahui hubungan antara mutu fisik dengan sifat fisika formulasi suspensi
tersebut.
6. Untuk mengetahui perbedaan antara penggunaan suspending agent CMC Na dan PGS
terhadap stabilitas fisik suspense.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh
cepat mengendap, dan bila digojog perlahan– lahan, endapan harus terdispersi kembali. Dapat
di tambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi
harus menjamin sediaan mudah di gojog dan di tuang .
Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor anatara lain sifat
partikel terdispersi ( derajat pembasahan partikel ), Zat pembasah, Medium pendispersi serta
komponen – komponen formulasi seperti pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet
yang digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehigga
dapat dikocok dan mudah dituang. Pada etiket harus tertera “Kocok dahulu dan di simpan
dalam wadah tertutup baik dan disimpan di tempat yang sejuk “.
Suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu :
1. Suspensi Oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukkan
untuk penggunaan oral.
2. Suspensi Topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukkan untuk penggunaan pada kulit.
3. Suspensi Optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan
pada mata.
4. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel
halus yang ditujukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau kedalam saluran spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
2.2 Metode Pembuatan Suspensi
Dalam pembuatan suspensi ada beberapa metode diantaranya metode dispersi dan
metode pengendapan.
2.2.1 Metode Dispersi
Pembuatan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam muchilago yang
telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Serbuk yang sangat halus mudah kemasukan
udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk terbasahi tergantung besarnya
sudut kontak antara zat terdispers dengan medium. Bila sudut kontak ± 90o serbuk akan
mengambang di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob karena
serbuk tersebut sulit dibasahi oleh air. Sedangkan serbuk yang mengambang di bawah cairan
mempunyai sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkan tidak adanya
sudut kontak. (Farmasetika, 165)
2.2.2 Metode Pengendapan (Presipitasi)
Metode ini dibagi lagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Presipitasi dengan pelarut organik
Obat – obat yang tidak larut air dapat diendapkan dengan melarutkannya dalam pelarut
– pelarut organik yang bercampur dengan air, dan kemudian menambahkan fase organik ke
air murni di bawah kondisi standar. Contoh pelarut yang digunakan adalah etanol, metanol,
propilen glikol, dan polietilen glikol serta gliserin. Yang perlu dengan metode ini adalah
kontrol ukuran partikel, yaitu terjadinya bentuk polimorf atau hidrat dari kristal.
2. Presipitasi dengan perubahan pH dari media
Metode pengubahan pH medium bisa jadi lebih membantu dan tidak
menimbulkan kesulitan yang serupa dengan endapan pelarut organik. Tetapi teknik ini hanya
dapat diterapkan ke obat – obat yang kelarutannya tergantung pada harga pH. Sebagai
contoh, suspensi estradiol dapat dibuat dengan mengubah pH larutan airnya, estradiol lebih
mudah larut dalam alkaki seperti larutan kalium dan natrium hidroksida.
3. Presipitasi dengan dokomposisi (penguraian) rangkap
Melibatkan proses kimia yang sederhana, walaupun beberapa faktor fisika yang
disebutkan sebelumnya jga berperan. (Farmasetika, 165)
2.3 Formulasi Suspensi
2.3.1 Bahan Berkhasiat
Bahan berkhasiat dalam suspensi disebut fase terdispersi. Bahan berkhasiat ini
memiliki kelarutan yang sangat kecil dan pada umumnya memiliki kstabilan terbatas dalam
fase pendispersi. Contoh obat yang dibuat dalam suspensi adalah metronidazol, ibu profen,
dll
2.3.2 Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang dapat digunakan pada suspensi kering diantaranya:
a. Suspending agent
Bahan pensuspensi yang digunakan dalam suspensi kering harus mudah terdispersi
dan mengembang dengan pengocokan secara manual selama rekonstitusi. (Goeswin,
1993: 2)
Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu
1. Bahan pensuspensi dari alam.
Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom /
hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran
tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas
cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago
sangat dipengaruhi oleh panas, PH, dan proses fermentasi bakteri.
a. Termasuk golongan gom :
Contonya : Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Algin
b. Golongan bukan gom :
Contohnya : Bentonit, Hectorit dan Veegum.
2. bahan pensuspensi sintesis
a. Derivat Selulosa
Contohnya : Metil selulosa, karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa.
b. Golongan organk polimer
Contohnya : Carbaphol
934.(http://medicafarma.blogspot.com/2008/08/suspensi_28.html)
c. Bahan Pembasah
Berfungsi untuk membasahi partikel padat yang memiliki afinitas kecil terhadap
pembawa sehingga lebih muda untuk didispersikan. Contoh pembasah adalah gliserin,
propilenglikol, air
d. Pemanis
Pemanis dalam suspensi digunakan untuk memperbaiki rasa dari sediaan yang pahit
dan tidak enak. Contoh pemanis yang biasa digunakan sukrosa, dekstrosa, sakarin, sacharum
album.
e. Pengawet
Berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroba dalam sediaan farmasi. Bahan aktif
yang ditambahkan tidak boleh mempengaruhi sifat fisika serta farmakologi dari obat. Contoh
pengawet adalah metil paraben, Na paraben, asam benzoat
2.4 Keuntungan Sediaan Suspensi
1. Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat terlepasnya
obat .
2. Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan.
3. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan, karena rasa
obat yang tergantung kelarutannya.

2.5 Kerugian Bentuk Suspensi


1. Rasa obat dalam larutan lebih jelas.
2. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan
kapsul.
3. Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan dalam
larutan di mana terdapat air sebagai katalisator .
2.6 Sifat Fisik untuk Formulasi Suspensi yang Baik.
Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam mengembangkan suatu bentuk suspensi
yaitu:
 Suspensi harus tetap homogen pada suatu periode, paling tidak pada periode pengocokan dan
penuangan sesuai dengan dosis yang dikehendaki.
 Pengendapan yang terjadi saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada saat
pengocokan.
 Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi,
tapi viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga menyulitkan saat penuangan.
 Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi yang
baik dan tidak kasar.
2.7 Sistem pada Pembentukan Suspensi
2.7.1 Sistem Deflokulasi
 Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
 Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap terpisah dan ukuran
partikel adalah minimal.
 Sediaan terbentuk lambat.
 Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.
2.7.2 Sistem Flokulasi
 Partikel merupakan agregat yang bebas
 Sedimentasi terjadi begitu cepat
 Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti
semula.
 Wujud suspensi kurang menyenangkan karena sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi
daerah cairan yang jernih dan nyata.
(http://medicafarma.blogspot.com/2008/08/suspensi_28.html)
2.8 Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi.
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi stabiltas suspensi adalah :
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta
daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan
perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan
daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka
semakin kecil luas penampangnya.
2. Kekentalan / Viskositas
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut,
makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal ini dapat dibuktikan
dengan hukum ” STOKES”

Ket :

V = Kecepatan Aliran
d = Diameter Dari Partikel
p = Berat Jenis Dari Partikel
p0 = Berat Jenis Cairan
g = Gravitasi
ŋ = Viskositas Cairan

3. Jumlah Partikel / Konsentrasi


Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel
tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut,
oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya
endapan partikel dalam waktu yang singkat.
4. Sifat / Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran
bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi
antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena
sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi.
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer,
homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan
dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan
pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat
mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).
5. Laju sedimentasi
Merupakan kecepatan pengendapan dari partikel-partikel suspense. Adapun factor-
faktor yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel-partikel suspense tercakup
dalam persamaan hokum srokes (Ansel, 1989:356,357) yaitu:

V =
Keterangan:

V = Kecepatan jatuhnya suatu partikel padat (cm/dtk)


g = Konstanta gravitasi (980,7 cm/dtk)
ρ1 = Kerapatan fase terdispersi (g/ml)
ρ2= Kerapatan fase pendispersi (g/ml)
d = Diameter partikel (cm)
μ = Viskositas mmedium disperse (poise)

Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stokes di atas dipengaruhi :


a. Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi
Sifat yang diinginkan yaitu kerapatn partikel lebih besar daripada kerapatn pembawa,
karena bila partikel lebih ringan dari kerapatn pembawa maka partikel akan mengambang dan
sulit didistribusikan secara homogeny ke dalam pembawa.
b. Diameter ukuran partikel
Laju sedimentasi dapat diperlambat dengan mengurangi ukuran partikel dari fase
terdispersi karena semakin kecil ukuran partikel maka kecepatan jatuhnya lebih kecil.
c. Viskositas medium pendispersi
Laju sedimentasi dapat berkurang dengan cara menaikkan viskositas medium
disperse, tetapi suatu produk yang mempunyai viskositas tinggi umumnya tidak diinginkan
karena sulit dituang, sebaiknya viskositas suspense dinaikkan sampai viskositas sedang saja.
(Ansel,1989:357)
6. Volume Sedimentasi

Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang etrjadi (VU)
terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense
didiamkan. (Anief, 1993:31)
Rumus : F =
Keterangan:
F = Volume sedimentasi
VU = Volume akhir suspense
V0 = Volume awal suspense sebelum mengendap
 Prosedur evaluasi volume sedimentasi adalah sebagai berikut:
1. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berkala
2. Volume yang diisikan merupakan volume awal
3. Setelah didiamkan beberapa waktu/ hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi
volume akhir terhadap volume yang diukur ((VU)
4. Dihitung volume sedimentasi
5.
A

Buat kurva grafik antar F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X

Keterangan:
A = suspense yang baik
B = suspense agak baik
C = Suspensi yang jelek

 Bila F = 1 atau mendekati 1, maka sediaan baik karena tidak adanya supernatant jernih pada
pendiaman
 Bila F > 1 terjadi “floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari
volume awal
 Formulasi lebih baik jika dihasilkan kurva garis horisontal.
2.9 EVALUASI SIFAT FISIKA SUSPENSI
1. Evaluasi Viskositas.
Viskositas atau kekentalan adalah sutau sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Dalam suatu suspense viskositas dapat dinaikkan dengan adanya
sspending agent. Tetapi suatu produk yang mempunyai viskositas tinggi umumnya tidak
diinginkan karena sukar dituang dan juga sukar untuk diratakan kembali. Karena itu bila
viskositas suspense dinaikkan biasanya dilakukan sedemikian rupa sehingga viskositas
sedang saja untuk menghindari kesulitan-kesulitan seperti yang diperlukan tadi.
(Ansel,1989:357)
2. Evaluasi Bobot Jenis.
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25º C terhadap bobot
air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh
dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer, kecuali dinyatakan lain
dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25º C [FI IV hal 1030].
Alat yang digunakan untuk mengukur bobot jenis suatu antara lain : piknometer (untuk
zat padat & zat cair), aerometer (untuk zat cair), densimeter (untuk menentukan bobot jenis
zat cair secara langsung). Piknometer digunakan untuk mengukur bobot jenis suatu zat cair
dan zat padat. Kapasitas volumenya antara 10 ml-25 ml. Bagian tutup mempunyai lubang
berbentuk saluran kecil.
Bobot jenis dapat digunakan untuk : mengetahui kepekaan suatu zat, mengetahui
kemurnian suatu zat, mengetahui jenis zat. bobot jenis = 1→ air, bobot jenis < 1→ zat yang
mudah menguap, bobot jenis > 1→ sirup – pulvis. Neraca Mohr Westphal : untuk mengukur
bobot jenis zat cair.

2.10 KOMPONEN SUSPENSI PARASETAMOL (ACETAMINOPHEN)


 Parasetamol (Acetaminophen)
Asetaminofen mengandung tidak kuran dari 98,0% dan tidak lebihdari 101,0%
C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
 Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit.
 Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian
aseton P, dalm 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan
alkali hidroksida.
 Khasiat : Analgetikum ;Antipiretikum.

 CMC- Na (Carboxymethylcellulosum Natricum)


Bahan suspensi atau suspending agent ini merupakan bahan pensuspensi sintetis
derivat selulosa. CMC atau karboksi metil selulosa dalam perdaganagan ada 3 macam
kualitas CMC yang berbeda viskositasnya. Ada CMC HV, CMC MV, dan CMC
LV.
 Pemerian : serbuk atau granul, putih sampai krem; higroskopik
 Kelarutan : mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal; tidak larut dalam
etanol dan dalam pelarut organik lain.
 Kekentalan : tidak kurang dari 80% dan tiak lebih dari 120% dari yang tertera dalam
etiket untuk kadar larutan 2%; tidak kurang dari 75% dan tidak lebih dari 140% dari yang
tertera pada etiket untuk kadar larutan 1%. (FI IV, 1995:175)
 Syrup Simplex
Pembuatannya, dengan melarutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan metil parabean
0,25% b/v secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirup.
emerian : cairan jernih, tidak berwarna (FI III, hal 567)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, karena
metode ini dianggap sebagai metode yang tepat untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh suspending agent yang berbeda yaitu CMC-Na dengan PGS (Pulvis
gumosus) pada sediaan suspensi yang sama yaitu suspensi parasetamol / acetaminofen,
dengan tujuan untuk membandingkan mutu fisik dari sifat fisika dalam sediaan tersebut.
Penelitian ini meliputi beberapa tahap. Pertama, pada tahap persiapan menyiapkan
formulasi, alat-alat dan bahan yang dipakai dalam penelitian. Kedua tahap pembuatan
sediaan. Pada tahap ini dibuat suspensi parasetamol yang masing-masing mengunakan
suspending agent yang bebeda yaitu CMC-Na dan PGS. Dan diformulasikan sedemikian rupa
hingga ad 60 ml. Tahap ketiga yaitu tahap evaluasi yaitu menguji stabilitas fisik suspensi
yang meliputi volume sedimentasi dan waktu redispersi. Untuk mengetahui volume
sedimentasi suspensi formula I dan II dilihat setiap 1 jam.
3.2 Instrumen Penelitian
3.2.1 Alat

 Gelas ukur
 Mortir
 Stamper
 Timbangan kasar
 Anak timbangan
 Sendok tanduk
 Sudip
 Lap
 Botol
 Pipet
 Kertas perkamen
 Pinset
 Beaker glass
 Batang pengaduk

3.2.2 Bahan

 Serbuk parasetamol
 Pulvis Gumosus (PGS)
 CMC Na
 Aqua destilata
 Syrupus simplex
 Simeticon

3.3. Pembuatan Formula Bahan.


3.3.1 Folmula Suspensi Parasetamol I.
R/ Parasetamol 120mg
CMC Na q.s
Simeticon 50mg/cth
Aq. Dest ad 60ml
3.3.2 Formula Suspensi Parasetamol II.
R/ Parasetamol 120mg
P..G.S q.s
Syr.simplex q.s
Aq. Dest ad 60ml
3.4. Perhitungan Bahan.
3.4.1 Formula Suspensi Parasetamol I.
 Parasetamol = 60ml × 120mg = 1440mg
5ml
 CMC Na = 1 × 60ml = 0,6g  600mg× 20 = 12ml
100
 Simeticon = 60 × 50mg = 600mg
5
 Aq. Dest ad 60ml.

3.4.2 Formula Suspensi Parasetamol II.


 Parasetamol = 60ml × 120mg = 1440mg
5ml
 PGS = 2 × 60mg = 1,2g
100
 Syr.simplex = 10 × 60= 6,5ml
100
 Aq.dest ad 60ml
3.5 Prosedur kerja Sediaan Suspensi Parasetamol I dan Parasetamol II.
3.5.1 Suspensi Parasetamol I.
1. Mempersiapkan alat dan bahan.
2. Mengkalibrasi botol sesuai volume yang diinginkan. Dengan cara aqua destilata dimasukkan
pada gelas ukur sampai volume yang diinginkan, kemudian dimasukkan botol. Botol diberi
tanda batas.
3. Menimbang serbuk parasetamol 1440 mg masukan dalam mortir, gerus sampai halus
sisihkan.
4. Menggerus PGS ad halus,ditambah aqua destilata 7 kali bobot PGS. Dicampur sampai
membentuk mucilago.
5. Serbuk parasetamol yang sudah digerus halus dimasukkan pada mucilago. Dicampur sampai
homogen.
6. Menambahkan syrup simplex, dicampur sampai homogen.
7. Memasukkan ke dalam botol, ditambah aqua destillata sampai tanda batas.
8. Dikocok sampai homogen.
9. Diberi etiket warna putih dan label kocok dahulu.
3.5.2. Suspensi Parasetamol II.
1. Mempersiapkan alat dan bahan.
2. Mengkalibrasi botol sesuai volume yang diinginkan. Dengan cara aqua destilata dimasukkan
pada gelas ukur sampai volume yang diinginkan, kemudian dimasukkan botol. Botol diberi
tanda batas.
3. Menimbang serbuk parasetamol 1440 mg masukan dalam mortir, gerus sampai halus
sisihkan.
4. Mengukur air hangat 12 ml dalam beaker glass, masukkan ke dalam mortir.
5. Menimbang CMC Na , kemudian taburkan di atas air hangat dalam mortir sampai larut.
Digerus cepat sampai homogen hingga terbentuk muchilago.
6. Menambahkan serbuk parasetamol yang sudah digerus ke dalam muchilago, gerus ad
homogen.
7. Manambahkan simeticon secukupnya sampai larut dan homogen.
8. Memasukkan ke dalam botol, ditambah aqua destillata sampai tanda batas.
9. Dikocok sampai homogen.
10. Diberi etiket warna putih dan label kocok dahulu.

3.6. Evaluasi Stabilitas fisik sediaan suspensi


Untuk mengetahui kestabilan dari suatu suspense, dilakukan evaluasi stabilitas fisik
sediaan suspense yang meliputi evaluasi volume sedimentasi dan waktu redispersi.
1. Prosedur Uji Volume Sedimentasi adalah sebagai berikut
a. Masing-masing sediaan suspense dikocok terlebih dahulu
b. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam gelas ukur
c. Volume yang dimasukkan merupakan volume awal V0
d. Setelah dibiarkan beberapa waktu atau hari, dicatat volume akhir dengan adanya sedimentasi
volume akhir terhadap volume yang diukur (VU)
e. Dicatat volume endapan yang terjadi pada waktu 15 menit, 30 menit, 1 jam, 4 jam, 1 hari, 2
hari, dan sampai tidak terjadi endapan
f. Dihitung volume sedimentasi (F) dengan runus:

Rumus : F =
Keterangan:
F = Volume sedimentasi
VU = Volume akhir suspense
V0 = Volume awal suspense sebelum mengendap
g. Dibuat grafik antar F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X)
2. Prosedur Uji Waktu Redispersi
a. Masing-masing Suspensi dimasukkan ke dalam botol kaca, kemudian didiamkan sampai
mengendap sempurna
b. Setelah mengendap sempurna, masing-masing suspensi dikocok sampai tidak terdapat sisa
endapan pada dasar botol
c. Kemudian catat waktu redispersi dari masing-masing sediaan suspense

3.7 Evaluasi Sifat Fisika Sediaan Suspensi


1. Prosedur Pengukuran Viskositas
 Menggunakan Viskometer Broxfield
a. Dipasang spindel pada gantungan spindel
b. Diturunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas tercelup kedalam cairan sample yang
akan diukur viskositasnya
c. Dipasang step kontak
d. Dinyalakan rotor sambil menekan tombol
e. Dibiarkan spindel berputar dan melihat jarum merah pada skala
f. Dibaca angka yang ditunjukan oleh jarum tersebut untuk mengukur viskositasnya
2. Prosedur Pengukuran Bobot Jenis
1) Bobot jenis zat cair
 Menentukan massa air
1. Menimbang piknometer kosong dalam keadaan bersih dan kering (a)
2. Menimbang piknometer yang berisi air sampai penuh (b)
3. Menghitung massa air (c) = (b) – (a)
 Menentukan massa zat cair x
1. Menimbang piknometer kosong dalam keadaan bersih dan kering (d)
2. Menimbang piknometer yang berisi zat cair x sampai penuh (e)
3. Menghitung massa zat cair x (f) = (e) – (d)

 Menentukan Bobot jenis zat cair x


 zat cair x = x ρair

2) Bobot jenis zat padat


 Menentukan massa air
1. Menimbang piknometer kosong dalam keadaan bersih dan kering (a)
2. Menimbang piknometer yang berisi air sampai penuh (b)
3. Menghitung massa air (c) = (b) – (a)
 Menentukan massa zat padat x
1. Menimbang piknometer kosong dalam keadaan bersih dan kering (d)
2. Menimbang piknometer yang berisi zat padat x dengan massa tertentu (yang telah ditimbang
sebelumnya di timbangan analitik) (e)
3. Menghitung massa zat padat x (f) = (e) – (d)
 Menentukan massa zat padat x + air
1. Menimbang piknometer kosong dalam keadaan bersih dan kering (g)
2. Menimbang piknometer yang berisi zat padat x (yang telah ditimbang sebelumnya di
timbangan analitik) + air sampai penuh (h)
3. Menghitung massa zat padat x + air (i) = (h) – (g)
 Menentukan Bobot jenis zat padat x

ρ zat padat x = x ρair

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

3.8 ANALISA DATA


3.8.1 Uji Volume Sedimentasi

PGS
CMC-Na
Volume
Hari Hari Volume (ml)
(ml)
1 60 ml 1 60 ml
2 40 ml 2 60 ml
3 28 ml 3 60 ml
4 20 ml 4 60 ml
5 2 0ml 5 60 ml
6 20 ml 6 60 ml
7 20 ml 7 60 ml

Rumus : F =
Keterangan:
F = Volume sedimentasi
VU = Volume akhir suspense
V0 = Volume awal suspense sebelum mengendap
Analisa:
Menurut pengamatan yang sudah dilakukan, ternyata sediaan suspensi parasetamol yang
menggunakan suspending agent CMC-Na lebih memiliki waktu sedimentasi lama daripada
PGS, terbukti dalam waktu 7 hari volume sedimentasi tidak mengalami perubahan yaitu 60
ml.

3.8.2 Analisa Data Bobot Jenis


BJ Air (27C)  30 - x = 0,99462 - x
x - 25 x – 0,90632
30 - 27 = 0,99462 - x
27 - 25 x – 0,90632
3 = 0,99462 - x
2 x – 0,90632
3x – 2,71896 = 1,98936 – 2x
5x = 4,70832
x = 0,941664

Volume Piknometer
Bobot pikno + air = 41,6741 g
Bobot pikno kosong = 16,2713 g
Bobot air = 25,4028 g

V air = bobot air = 25,4028 = 26,9765 ml


 air 0,941664

 BJ Zat Cair
Kerapatan pendispersi
 BJ PGS
Bobot pikno + air = 42,9012 g
Bobot pikno kosong = 16,2808 g
Bobot air = 26,6204 g
PGS = 26,6204 x 0,944164
26,9765
= 0,9292 g/ml

 BJ CMC-Na
Bobot pikno + air = 41,8373 g
Bobot pikno kosong = 16,2808 g
Bobot air = 25,5565 g

 CMC-Na = 25,5565 x 0,944164


26,9765
= 0,8921 g/ml

 BJ Zat Padat
 BJ Parasetamol = (pikno +
zat) – (pikno kosong)
(pikno+air)-(pikno kosong)-(pikno+zat+air)-(pikno+zat)
= 17,2806 –
16,2713 x 0,941664
(41,6741-16,2713)-(41,8641-17,2806)

= 1,0093 x 0,941664
25,4028 – 24,5835
= 1,2319 x 0,941664
= 1,1600 g/ml

 Hasil Viskometer Broxfield


 CMC-Na
Terbaca / tidak
Rotor skala
terbaca
I Terbaca 5
II Tidak terbaca -
III Terbaca 1,5

 PGS
Rotor Terbaca / tidak terbaca skala
I Tidak terbaca -
II Tidak terbaca -
III Terbaca 0,5
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengamatan Praktikum
Didalam literature pengujian volume sedimentasi untuk evaluasi stabilitas fisik
suspensi dijelaskan bahwa volume sedimentsi harus  1, karena jika tidak sediaan suspensi
yang dibuat akan tidak stabil, Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan nilai dari
volume sedimentasi dari sediaan yang besuspendig agent PGS adalah
Berarti sediaan suspensi yang dibuat termasuk stabil karena volume sedimentasinya 1.
Selain itu dalam literature pengujian bobot jenis dan viskositas untuk evaluasi
stabilitas sifat fisika juga dijelaskan bahwa dalam suatu suspense viskositas dapat dinaikkan
dengan adanya sspending agent. Tetapi suatu produk yang mempunyai viskositas tinggi
umumnya tidak diinginkan karena sukar dituang dan juga sukar untuk diratakan kembali.
Karena itu bila viskositas suspense dinaikkan biasanya dilakukan sedemikian rupa sehingga
viskositas sedang saja untuk menghindari kesulitan

DAFTAR PUSTAKA

http://dprayetno.wordpress.com/suspensi
http://www.iklandisiniaja.comMemilih_Obat_Analgetika_Tanpa_Resep.html
http://apotik-plus.com/index.php
http://fharmacy.blogspot.com
http://medicafarma.blogspot.com/2008/08/suspensi_28.html

Anda mungkin juga menyukai