Anda di halaman 1dari 19

KULIAH 4 (EMPAT)

EFISIENSI KOPERASI DAN KELEMBAGAAN AGRIBISNIS (KKA)

I. PENDAHULUAN

Menunjuk Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto saat mengantarkan


RAPBN 1980/1987, tanggal 7 Januari 1986 yang menyatakan bahwa jurus baru
dalam rangka momentum pembangunan nasional adalah seruan agar kita bersama-
sama menjalankan gerakan peningkatan efisiensi. Seruan ini dipandang sebagai
suatu kebutuhan mendesak didorong oleh masa sulit yang sedang membayangi
ekonomi nasional saat itu. Dengan presiden ini pula maka ada sementara pihak
menafsirkannya sebagai undangan untuk keprihatinan nasional. Seruan ini
mengandung makna bahwa gerakan efisiensi nasional tidak hanya dilakukan
dalam keterbatasan dana seperti dimiliki yang saat itu tetapi harus dilanjutkan dan
ditingkatkan dalam suasana apapun bahkan sampai saat di capai suasana yang
lebih baik. Terdorong oleh langkah efisiensi nasional di segala bidang. Koperasi
juga bergerak untuk meningkatkan efisiensi dari waktu ke waktu. Peningkatan
efisiensi koperasi perlu dilakukan saat ini, sehingga laju pertumbuhan efisiensi
tidak kalah jauh lebih baik dengan laju pertumbuhan efisiensi badan usaha
lainnya. Persoalannya adalah bagaimana efisiensi koperasi mampu menyesuaikan
diri dengan koperasi nasional ?

Pertanyaan itu menjadi tanda tanya besar yang sulit untuk dijawab sampai
saat ini (1998) sebab disadari atau tidak ekses koperasi terhadap pembangunan
nasional sampai pada saat yang sangat rendah. Pada tahun 1992 Thoby Mutis
mensinyalir bahwa kontribusi koperasi terhadap produk domestik bruto antara 3
sampai 5 persen dan hal ini diperkirakan masih tetap berlangsung untuk beberapa
tahun yang akan datang. Bahkan menurut Ropke (1992) kontribusi tersebut masih
rendah dari pada itu, yaitu kurang dari 3 persen pertahun. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa daya tarik masyarakat jauh lebih rendah dibanding dengan
perusahaan-perusahaan non koperasi. Banyak orang yang beranggapan bahwa
usaha sendiri atau dengan nonkoperasi adalah lebih baik jika di bandingkan
dengan koperasi.
Secara ekonomis ini berarti koperasi masih memiliki tingkat efisiensi yang
lebih rendah dibandingkan dengan usaha lain yang bukan koperasi. Sehingga
koperasi kurang menarik bagi anggota potensial.

Meski demikian, masih perlu dipertanyakan bagaimana mengukur besaran


kontribusi tersebut. Jika yang di jadikan alat ukur hanyalah sumbangan dari unit-
unit koperasi (perusahaan koperasi) dalam pembentukkan PDB melalui laporan
keuangan yang disampaikan pertahun, sangat mungkin dikeluarkan itu rendah.
Tapi koperasi adalah organisasi yang ditugaskan untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota, sehingga efek koperasi yang lebih dominan dari pada
pendapatan unit-unit usaha koperasi. Efek terhadap ini lah yang semestinya ikut di
perhitungkan. Bila efek terhadap anggota diperhitungkan maka kontribusi
koperasi akan lebih besar dari 5 persen, mengingat jumlah penduduk yang ikut
memanfaatkan koperasi semakin hari semakin meningkat.

Apabila melihat perkembangan sejarah koperasi didunia. Sekitar tahun 70-


an koperasi memang mendapat kritik yang tajam sebagai organisasi yang bekerja
tidak efisien karena tidak mengarah pada pemenuhan kebutuhan anggota
manajemen tidak mampu, terjadi banyak korupsi dan nepotişme (Hanel, 1989).
Preseden buruk ini menjadi trauma bagi generasi berikutnya untuk selalu hati-hati
dalam memasukkan koperasi. Namun perkembangan sejarah juga membuktikan
bahwa beberapa negara telah berhasil mencapai kemajuan dalam pengembangan
koperasinya. Contoh nyata adalah berkembang koperasi di Costa Rika. Pada
tahun 1975 sumbangan koperasi terhadap PDB hanya 3 persen, kemudian
pada tahun 1985 telah berkembang menjadi 11 persen dan sekitar tahun
1992 telah menjadi sekitar 15 persen (Thoby Mutis, 1992).

Namun terlepas dari kritik tersebut, kiranya sangat wajar bagi gerakan
koperasi untuk selalu meningkatkan efisiensi sehingga mampu meraih kembali
simpati masyarakat. Hal ini tentu sangat berat untuk koperasi sebab perusahaan
lain yang nonkoperasi telah melakukan gerakkan efisiensi yang sama, sehingga
jika koperasi ingin mendapatakan simpati masyarakat koperasi harus mampu
meningkatkan efisiensi yang lebih baik dari pada peningkatan perusahaan-
perusahaan nonkoperasi yang menjadi pesainganya. Paling tidak koperasi mampu
meningkatkan efisiensi yang sebanding dengan kemampuan pesaingnya.

Sampai saat ini banyak yang menganggap koperasi adalah organisasi yang
tidak efisien sehingga kalah berrsaing dengan organisasi nonkoperasi. Tetapi tidak
sedikit juga yang memganggap bahwa koperasi dapat di usahakan secara efesien
seperti halnya organisasi usaha lain. Perbedaann anggapan ini disebabkan
konsepsi dasar teoritis yang berbeda dalam mendudukkan koperasi sebagai badan
usaha.

Ada tiga pengertian yang bisa digunakan untuk mengartikan koperasi,


yaitu pengertian normatif, legalitas, dan positifis. Secara normatif koperasi
dipandang sebagai suatu semangat dalam memberikan petunjuk-petunjuk
keputusan secara kooperatif yang sebenarnya dapat dilakukan oleh badan usaha
mana pun. Secara legalitas, koperasi adalah badan usaha yang memiliki status
hukum sesuai dengan yang diatur dalam, UU No. 25 Tahun 1992 (Undang-
Undang Perkoperasian). Jika persyaratan-persyaratan yang ada dalam undang-
undang tersebut di penuhi. Maka koperasi dapat disebut sebagai badan usaha.
Sedangkan dari sudut positif, koperasi yang menciptakan peluang dalam
menginterpretasikan pikiran-pemikiran normatif ke dalam, kriteria-kriteria positif
yang dapat diuji secara empiris tanpa memandang badan hukumnya terlebih
dahulu. Pemikiran yang positif ini sangat diperhitungkan untuk mengetahui
kebijakkan apa yang tepat dalam mengembangkan koperasi, artinya setiap
kebijakkan koperasi harus didasarkan pada konsep-konsep pemikiran teoritis dan
bukan di lakukan secara coba-coba.

Terlepas dari perbedaan pandangan tersebut pada dasarnya aspek legelitas


pun didekati melalui peralatan-peralatan pesitifis, yakni dengan memanfaatkan
konsepsi dasar teori ekonomi. Khususnya ekonomi mikro. Koperasi sebagai badan
usaha tidak terlepas dari kaidah-kaidah ekonomi perusahaan, termasuk prinsip-
prinsip ekonomi yang di kembangkan dalam teori ekonomi mikro.

Koperasi adalah organisasi yang digunakan untuk menjalankan usaha,


hanya metode organisasi yang berbeda dengan badan usaha nonkoperasi.
Perbedaan yang disepakati adalah pada koperasi dikembangkan prinsip identitas
dimana (1) anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan, sedangkan
pada badan nonkoperasi, dapat digunakan sebagai pemilik, tetapi bukan sebagai
pelanggan. (2) Perbedaan yang lain yang sering digunakan adalah prinsip one
man one vote, dan (3) patronage refunds.

One man one vote diartikan sebagi hak suara yang di berikan tidak memandang
besarnya modal yang diinvestasikan pada koperasi, sedangkan patronage refunds
diartikan sebagai pembagian sisa hasil usaha didasarkan atas jasa-jasa yang di
berikan anggota kepada koperasi. Perbedaan ini menyebabkan setiap keputusan
yang di ambil dalam rangka meningkatkan efisiensi pada koperasi akan berbeda
dengan perusahaan nonkoperasi, walaupun faktor-faktor penentu efisiensi sama
misalnya biaya, harga, output, kekayaan dan lain-lain.

Mengingat koperasi adalah badan usaha yang berbeda dengan badan usaha
milik kapitalis, maka pengukuran efisiensi koperasi harus dibedakan dengan
perusahaan kapitalis. Perusahaan kapitalis yang berorintasi pada perolehan
keuntungan yang besar. Sangat tepat apabila mengukur efisiensi berdasarkan
keuntungan yang di bandingkan dengan besarnya uang yang dikeluarkan untuk
menghasilkan keuntungan tersebut.

Koperasi yang berorintasi pada upaya memaksimalkan upaya pelayanan


pada anggota sudah barang tentu tidak lah tepat jika hanya menggunakan kriteria
keuntungan (SHU) untuk mengukur efisiensi koperasi, tetapi lebih tepat bila
memadukan keuntungan yang di peroleh koperasi (meskipun relatif kecil) dengan
efek koperasi tersebut kepada anggotanya. Hanya saja kriteria pengukuran
efisiensi koperasi seperti itu masih belum di mengerti, dipahami dan di laksanakan
oleh sebagian besar anggota masyarakat sampai saat ini sebagian besar koperasi
masih menggunakan alat ukur efisiensi koperasi dengan menggunakan kriteria
efisiensi perusahaan kapitalis, tentusaja hal ini tidak benar bila dilihat dari
perbedaan orientasi koperasi dan perusaan kapitalis.

II. MODEL MAKSIMISASI KEUNTUNGAN

Pada teori ekonomi mikro dikenal konsepsi ekonomi pasar yang


menyatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan dalam persaingan pasar
(dimana harga di tentukan oleh mekanisme pasar) akan tergantung pada
kemampuan perusahaan dalam menggunakan prinsip-prinsip efisien. Efisiensi
yang di maksud disini adalah pencapaian keuntungan maksimum.

Pada pasar persaingan sempurna perusahaan tidak akan mampu


mempengaruhi harga pasar karena harga di tentukan oleh kekuatan permintaan
dan penawaran di pasar. Oleh karena itu penentuan keuntungan maksimum hanya
dapat dilakukan dengan memperkecil biaya serendah mungkin.

Pada pasar persaingan monopolistik, oligopoli dan monopoli, prinsip


keuntungan maksimum dapat dicapai dengan menentukan harga pada saat
marginal revenue sama dengan marginal cost (MR = MC), pada pasar monopoli
tentu saja akan menghasilkan output keseimbangan yang lebih kecil dibanding
dengan pasar yang bersaing secara sempurna. Bila masyarakat dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan alokasi output, perbedaan ini menghasilkan tingkat
efisiensi sosial atau pencapaian kepuasan sosial yang berbeda di antara masing-
masing jenis pasar. Pada pasar persaingan sempuma akan dicapai output berupa
kepuasan sosial yang lebih tinggi dibanding dengan jenis pasar lainnya. Hal ini
berarti kesejahteraan masyarakat lebih besar dalam keadaan pasar persaingan
dibandingkan dengan jenis pasar lainnya (misal monopoli dan oligopoli) hadir di
tengah kehidupan ekonomi masyarakat. Sering dalam teori ekonomi dikatakan
bahwa pasar dengan persaingan sempurna, pertukaran-pertukaran yang terjadi
akan menghasilkan pareto optimal, artinya keadaan di mana tidak seorang pun
yang akan bisa lebih baik kecuali atas pengorbanan orang lain. Pada pasar
monopoli dan oligopoli tidak akan tercapai karena hadirnya kekuatan-kekuatan
yang menghalangi terjadinya pertukaran-pertukaran sampai pada tingkat pareto
optimal. Dalam hal tertertu koperasi mengajarkan paham melawan bentuk
ketidaksempurnaan pasar (monopoli, monopsoni, oligopoli, oligopsoni) dengan
menghimpun segenap kekuatan kecil kecil menjadi kekuatan kolektif.
Konsepsi keuntungan maksimum yang diuraikan di atas sebenarnya
konsep “maksimisasi tanpa kendala”, artinya perusahaan tersebut ingin mencapai
keuntungan maksimum tanpa kendala tertentu. Bagi koperasi akan lebih tepat jika
menggunakan konsep “keuntungan maksimum berkendala”, karena koperasi
merupakan organisasi yang mengakui adanya kendala-kendala efisiensi.
Bila semua keputusan rapat anggota dapat dijabarkan secara jelas, maka
kendala kendala itu dapat dengan mudah diintrodusir baik melalui model
kuanlitatif maupun kuantitatif dalam pencapaian keuntungan maksimum, dengan
kata lain prinsip keuntungan maksimum masih bisa dijalankan secara kooperatif.
Misalnya, rapat anggota memutuskan bahwa keuntungan maksimal boleh
dilakukan sepanjang pelayanan kepada anggota lebih baik daripada kepada
nonanggota. Kendala ini dapat dintrodusir dengan keputusan bahwa output yang
disalurkan kepada anggota harus sama dengan kebutuhan anggota tersebut Hal ini
mengandung arti bahwa pertama kali koperasi harus memenuhi ketutuhan anggota
baru setelah kebutuhan tersebut terpenuhi koperasi boleh menjual kepada
nonanggota. Dari pandangan yang lain, kendala-kendala itu bisa juga diintridusir
melalui perbedaan harga atau perbedaan pelayanan yang akibatnya bisa
berpengaruh terhadap pencapaian keuntungan per unit.
Apabila prinsip-prinsip dasar tersebut dioperasionalkan maka sebetulnya
“efisiensi dalam koperasi juga dapat diartikan sebagai suatu usaha pencapaian
keuntungan maksimum dengan memperhatikan berbagai kendala yang ditentukan
dalam keputusan rapat anggota. Prinsip-prinsip ekonomi yang didasarkan atas
pencapaian keuntungan maksimum adalah tetap sesuai dalam koperasi atau
dengan kata lain pisau analisis ekonomi yang dianggap kapitalistik tersebut masih
dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena dalam koperasi, tetapi
dengan catatan unsur kendala harus dimasukkan di dalamnya. Wujud dari kendala
tersebut adalah prinsip-prinsip pelayanan kepada anggota dan hubungan yang
menyangkut antara organisasi dengan anggotanya serta aturan permainan usaha
koperasi
Pertanyaan yang muncul mungkin adalah apakah pencapaian keuntungan
maksimum dengan kendala tersebut bertentangan dengan watak sosial yang
melekat pada koperasi? Perlu diingat, watak sosial bukan berarti dermawan, tetapi
harus ditafsirkan pada orientasi usaha yang selalu memperhatikan pelayanan
kepada anggota dan masyarakat. Watak sosial tidak harus diartikan bahwa semua
orang (anggota dan bukan anggota) harus mendapatkan pelayanan dari koperasi,
tetapi yang lebih penting adalah bahwa yang mendapat prioritas pelayanan adalah
anggotanya. Bila koperasi sudah mampu, barulah bergerak secara bertahap
memberikan pelayanan kepada nonanggota masyarakat. Dalam hal ini sebenarnya
koperasi tidak memiliki beban moral bila ia tidak memberikan pelayanan kepada
masyarakat bila pelayanan kepada anggota belurn maksirnal. Koperasi juga harus
membedakan pelayanan kepada anggota dengan monanggota bila koperasi
berkesempatan melayani masyarakat. Pemikiran ini memang dianggap terlampau
ideal, tetapi jika tidak dilakukan maka bukan mustahil masyarakat akan
memberikan persepsi watak sosial yang terlepas dari dasar- dasar efisiensi yang
dijelaskan di atas. Prinsip-prinsip efisiensi dalam artian pencapaian keuntungan
yang maksimum dengan kendala masih dapat dilakukan oleh koperasi tanpa
mengorbankan ciri-ciri sebagai badan usaha yang berwatak sosial.

III. JENIS DAN EFISIENSI KOPERASI

Pandangan tentang efisiensi sangat bergaviasi tergantung dari sudut mana


kita memandang. Seorang ekonom aliran klasik akan meyatakan bahwa efisiensi
adalah tidak adanya barang yang terbuang secara percuma atau penggunaan
sumber daya ekonomi seefektif mungkin untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan masyarakat. Secara lebih spesifik, sistem perekonomian bisa dikatakan
efisien bila tidak satupun barang tambahan yang bisa diproduksi tanpa
mengurangi produk barang lain (Samuelson, 1993). Kemudian dalam penjelasan
teori produksi ekonomi mikro klasik juga diperkenalkan efisiensi teknik dan
efisiensi ekonomi. Efisiensi teknik adalah besaran yang menunjukkan
perbandingan antara produksi sebenarnya dengan produksi maksimum. Efisiensi
ekonomi adalah besaran yang menunjukkan adalah perbandingan antara
keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum (Soekartawi, 1994).
Berbagai konsep efisiensi yang dikemukakan teori ekonomi mikro klasik pada
prinsipnya sama, yakni suatu perusahaan kapitalis akan bekerja secara efisien jika
menghasilkan keuntungan maksimal atas barang atau jasa yang dijual produsen.

Tidak dapat dipungkiri bahwa koperasi adalah badan usaha yang


kelahirannya dilandasi oleh pikiran sebagai usaha kumpulan orang-orang bukan
kumpulan modal. Oleh karena itu koperasi tidak boleh terlepas dari ukuran
efisiensi bagi usahanya, meskipun tujuan utamanya untuk melayani anggota.
Pada dasarnya koperasi sebagai perusahaan tidak berbeda dengan bentuk
badan usaha lain, artinya tidak boleh dikatakan koperasi boleh bekerja secara
tidak efisien untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kumpulan orang. Pada
koperasi, tingkat efisiensi juga harus dilihat secara berimbang dengan tingkat
efektivitasnya, sebab biaya pelayanan yang tinggi bagi anggota diimbangi dengan
keuntungan untuk memperoleh pelayanan setempat yang lebih baik.

Sebagai lembaga ekonomi, koperasi akan mengalami proses pertumbuhan.


Pada awalnya adalah unit usaha kecil yang dikelola dengan modal terbatas oleh
anggota-anggotanya. Kemudian koperasi berkembang menjadi lebih besar dan
terus makin besar. Pada tahap-tahap ini masalah efisiensi kelembagaan tidak dapat
dilepaskan lagi sebab menurut sejarah pertumbuhan koperasi didunia, efisiensi
kelembagaan sangat berpengaruh terhadap perkembangan usaha.

Hal yang sering kurang diperhatikan adalah dalam bidang apa saja
efisiensi usaha dapat dilihat. Secara umum efisiensi merupakan perbandingan
antara output dengan input. Atau dalam rumus :

Efisiensi = Output : Input

Dengan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa efisiensi merupakan


perbandingan antara hasil dalam ukuran fisik atau rupiah dan faktor biaya yang
dipakai untuk memperoleh hasil tersebut. Angka yang diperoleh merupakan
pengukuran perbandingan sehingga merupakan pengukur relative.

Pengukuran efisiensi berdasarkan hubungan antara output dengan input


bisa dijelaskan lebih lanjut melalui fungsi produksi, misalnya fungsi produksi dari
cobb douglas yang ditulis sebagai berikut :

Q = 𝑏𝑜𝐾 𝑏1 𝐿𝑏2

Di mana ;

Q = Kuantitas produksi

K = Kuantitas modal

L = Kuantitas tenaga kerja


B0, b1, b2 = Parameter

Bila rumus tersebut ditulis :

𝑄
B0 = 𝐾𝑏1 𝐿𝑏2

Maka b0 dapat berperan sebagai indeks efisiensi. (Sudarsono dan Yudo Swasono,
1986)

Alat ukur keragaan koperasi yang selalu mengiringi ukuran efisiensi


adalah efektivitas yang diartikan sebagai perbandingan antara tujuan dengan
input, atau,

Efektivitas = Tujuan : Input

Dalam hal ini secara operasional bisa saja terjadi output tidak sama dengan
tujuan sehingga sesuatu yang efisien belum tentu efektif, atau sebaliknya sesuatu
yang efektif belum tentu efisien.

Dalam hal pengukuran efisiensi, ernesco v. santos seorang kooperator


Filipina mengemukakan tentang criteria untuk efisiensi koperasi yang utama
adalah bidang manajemen, keuangan, pemasaran dan akuntansi. Masing-masing
keragaan memiliki kriterianya sendiri untuk dapat mengukur tingkat efisiensi.
Agar ukuran efisiensi tersebut efektif, peranan control sangat besar. Bila tidak
dapat dilakukan, maka akan sulit untuk mengukur efisiensinya. Di samping itu,
santos juga berpendapat ukuran efisiensi pada berbagai jenis koperasi juga
berbeda.

Berdasarkan pandangan tersebut, sebenarnya tiap komoditas, maupun


koperasi sebenarnya ada satu dasar pengukuran efisiensi usaha, yaitu opportunity
cost yang berupa kemampuan koperasi dengan biaya yang dikeluarkannya
memberikan kepuasan kepada anggotanya disbanding dengan yang diberikan
persahaan lain yang menjadi pesaingnya.
Kunci utama efisiensi koperasi adalah pelayanan usaha kepada
anggotanya. Koperasi yang dapat menekan biaya serendah mungkin tetapi
anggota tidak memperoleh pelayanan yang baik dapat dikatakan usahanya tidak
efisien di samping tidak memiliki tingkat efektivitas yang tinggi, sebab dampak
kooperatifnya tidak dirasakan anggota.

Efisiensi koperasi juga bisa dilihat dari konsep peranan koperasi dalam
pemerataan. Proses pemerataan yang dilaksanakan lewat koperasi adalah proses
pemerataan yang mengandung unsure pertumbuhan, dalam arti bahwa melalui
koperasi para anggota mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk tumbuh dan
meningkatkan kemampuan ekonominya. Efisiensi harus diartikan secara luas,
yaitu sebagai keadaan dimana kita bisa mencapai sasaran tertentu dengan biaya
minimal atau bisa mencapai sasaran setinggi-tingginya dengan biaya tertentu.
Sasaran tersebut bisa berupa trilogy pembangunan khususnya pemerataan,
sedangkan biayanya berupa semua sumber daya, dana waktu, pikiran dan apa saja
yang berharga untuk mencaai sasaran tersebut efisiensi koperasi dapat diukur
dengan jumlah anggota yang bisa diangkat dari bawah garis kemiskinan, atau
distribusi peningkatan penghasilan para anggotanya, atau besarnya cooperative
effects yang bisa disebarkan kepada anggotanya (Boediono, 1986).

Untuk mengukur efisiensi organisasi dan usaha ada beberapa rasio yang
dapat dipergunakan yang didasarkan pada keragaan koperasi yang bersangkutan.
Sarana yang dapat digunakan adalah neraca dan catatan lain yang dimiliki
koperasi.

Menurut Hanel (1988) Efisiensi ekonomi usaha koperasi dapat diukur


dengan mempergunakan ukuran :

a) Efisiensi dalam operasional usaha yang terlihat dari validitas keuangan dan
keragaan kewirakoperasian.
b) Efisiensi yang dihubungkan dengan pengembangan.
c) Efisiensi yang dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan anggota.
Pembahasan mengenai efisiensi, Thoby Mutis (1992) menunjukkan 5
lingkup efisiensi koperasi yaitu :

a) Efisiensi intern masyarakat merupakan perbandingan terbaik dari excess cost


dengan actual cost. Hal ini dapat dikaitkan dengan perbandingan net value of
output.
b) Efisiensi alokatif adalah efisiensi yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumberdaya dan dana dari semua komponen koperasi tersebut. Hal ini
biasanya dilihat dari perbandingan pertumbuhan simpanan sukarela dan
modal sendiri dengan pertumbuhan pinjaman, silang pinjam atau investasi
tahunan, efisiensi alokatif juga mencakupi perbandingan antara penggunaan
sumber-sumber financial di dalam koperasi atau di luar koperasi dengan
melihat perbandingan antara pendapatan dan biaya-biaya atau pendekatan
dengan menggunakan margin-margin analisisnya. Sebagai dasar tingkat
pengukuran efisiensi digunakan laporan keungan koperasi sampel (neraca,
laporan rugi laba, dan laporan perubahan modal) di sampingg tentu saja data-
data lain yang diperlukan seperti yang tercantum dalam laporan
pertanggungjawaban pengurus.
c) Efisiensi ekstern menunjukkan bagaimana efisiensi pada lembaga lembaga
perseorangan di luar koperasi yang ikut memacu secara tidak langusng
efisiensi di dalam koperasi.
d) Efisiensi dinamis adalah efisiensi yang biasa dikaitkan dengan tingkat
optimasi karena ada perubahan teknologi yang dipakai.
e) Efisiensi sosial sering dikaitkan dengan pemanfaatan sumber daya dan dana
secara tepat, karena tidak menimbulkan biaya biaya atau beban sosial.

Pengukuran efisiensi alokatif yang disarankan Thoby Multis (1992) tersebut


senada dengan yang dikemukakan oleh Ima suwandi (1986) dalam mengukur
efisiensi organisasi dan usaha koperasi, yaitu bahwa tingkat efisiensi usaha dapat
diketahui dengan menentukan rasio-rasio tertentu dari laporan keuangan seperti
neraca dan catatan-catatan keragaan lain yang dimiliki koperasi.

Dilihat dari sudut koperasi sebgai badan usaha, efisiensi koperasi sebagai
perusahaan tidak berbeda ukurannya dengan efisiensi badan usaha lain. Efisiensi
usaha tersebut dapat diukur dengan rasio-rasio keuangan sesuai dengan keragaan
koperasi yang bersangkutan, seperti profit margin, tingkat perputaran modal
usaha, rentabilitas modal sendiri, tingkat perputaran modal kerja dan rentabilitas
modal kerja (Ima Suwandi, 1986). Pengukuran efisiensi dengan cara yang
dikemukakan Ima Suwandi tersebut nampaknya tidak cocok untuk sebuah
koperasi, sebab koperasi bukanlah organisasi yang profit oriented, sehingga tidak
benar jika rentabilitas ekonomi, rentabilitaas modal sendiri dan rentabilitas modal
kerja bernilai tinggi menunjukkan koperasi telah bekerja secara efisien. Koperasi
adalah organisasi bisnis yang service oriented, artinya kemajuan anggota yang
lebih diperhatikan.

Bila dikaji secara seksama, kiranya ada korelasi positif antara tingkat efisiensi
usaha koperasi dengan manfaat anggota (members bebefit). Semakin tinggi tingkat
efisiensi usaha koperasi akan semakin mampu koperasi tersebut dalam
meningkatkan pelayanan kepada anggotanya sehingga manfaat yang diperoleh
anggota akan semakin meningkat. Manfaat ini dapat diperoleh secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung diperoleh melalui harga pelayanan,
yakni selisih harga pasar dengan harga koperasi dikalikan dengan kuantitas barang
yang dibeli dari koperasi atau dijual kepada koperasi. Dalam pengertian yang
sama adalah selisih tingkat bunga koperasi dengan tingkat bunga umum dikalikan
pinjaman atau tabungan masing-masing anggota.

Rasio-rasio yang menggambarkan efaiensi usaha lebih lengkap dijelaskan


oleh Bambang Riyanto (1995) sebagai benikut:

a. Tingkat perputaran aktiva (modal usaha), untuk mengetahui efisiensi


perusahaan dengan melihat kapada kecepatan perputaran operaiting asset
dalam suatu perioda tertentu. Tingkat perputaran aktiva dicari dengan
membagi penjualan dengan total aktiva.
b. Profit margin, untuk mengetahui efsiensi perusahaan dengan melihat besar
kecilnya laba usaha yang melekat pada penjualan. Proft margin dicari dengan
membagi laba usaha dengan hasil penjualan selama satu tahun. Perkalian
kedua rasio ini (tingkat perputaran aktiva dan profit margin) akan
menghasilkan rentabilitas ekonomis yang digunakan untuk mengukur tingkat
efsiensi penggunaan keseluruhan modal usaha yang digunakan.
c. Rentabilitas modal sendiri, untuk mengukur efisiensi penggunaan modal
sendiri yang dimiliki perusahaan. Rentabilitas modal sendiri dicari dengan
membagi laba usaha bersih dengan jumlah modal sendiri yang digunakan.

Selanjutnya menurut Suad Husnan (1996) salah satu faktor yang perlu
diperhitungkan dalam pengukuran perusahaan adalah efisiensi modal kerja, sebab
modal kerja adalah modal yang sełalu berputar dalam perusahaan dan setiap
perputaran akan menghasilkan aliran pendapatan (current income) yang berguna
bagi perusahaan. Efsiensi modal kerja dukur dengan tingkat perputaran modal
kerija dari sudut berapa kali dalam satu periode modal kerja tersebut berputar.
Tingat perputaran modal kerja mengukur efisiensi penggunaan modal kerja dicari
dengan cara membagi hasil penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata dalam
satu tahun. Sedangkan rentabilitas modal kerja mengukur efsiensi modal kerja
dengan melihat besarnya kemampuan modal kerja dalam menghasilkan laba.
Rentabitas modal kerja dicari dengan membagi laba usaha dengan jumlah modal
kerja yang digunakan.

Pengukuran efisiensi berdasarkan kriteria diatas akan sangat cocok untuk


perusahaan kapitalis yang berorientasi laba. Pada koperasi yang berorientasi
nonprofit sudah barang tentu tidak akan cocok. Oleh karena itu harus diubah sbb:

a. Tingkat Perputaran Modal Usaha


Tingkat perputaran modal usaha digunakan untuk mengetahui efisiensi
perusahaan dengan melihat kepada kecepatan perputaran operating asset
dalam suatu periode tertentu. Semakin tinggi tingkat perputaran modal usaha,
semakin efisien dalam penggunaan modal usahanya, karena setiap kali modal
usaha berputar akan menghasilkan aliran pendapatan bagi perusahaan atau
koperasi. Tingkat perputaran modal usaha dapat diukur dengan
membandingkan penjualan bersih (net sales) dengan modal usaha.
Tingkat Perputaran Modal Usaha (TPMU) dicari dengan numus:

𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
TPMU = 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎
b. Profit Margin
Profit margin adalah perbandingan antara net operating income (NOI)
dengan net sales (NS) dałam persen. Profit margin dimaksudkan untuk
mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba
usaha yang melekat pada penjualan. Semakin tinggi profit margin, semakin
efisien perusahaan tersebut dalam kegiatan penjualan. Pada koperasi profit
margin bisa diperoleh dengan membandingkan SHU sebelum pajak ditambah
manfaat langsung yang dinikmati anggota dengan penjualan bersih.
Profit margin (PM) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑆𝐻𝑈 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 + 𝑀𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔


PM = x 100%
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛

Berbeda dengan perusahaan nonkoperasi yang menghitung profit margin


didasarkan pada laba usaha sebelum pajak, pada koperasi di samping laba
usaha sebelum pajak (SHU sebelum pajak) juga harus ditambah dengan
manfaat langsung yang dínikmati oleh anggota. Manfaat langsung ini
merupakan wujud pelayanan koperasi kepada anggota, misalnya perjualan
barang dengan harga murah atau pemberian pinjaman dengan bunga rendah.
Manfaat langsung dapat dicari dengan cara mengurangi harga atau bunga
umum dengan harga atau bunga koperasi dikalikan dengan jumlah barang
yang dibeli atau uang yang dapat dipinjam.
Dimasukkannya unsur manfaat langsung ke dalam perhitungan proft margin,
rentabilitas ekonomis, rentabilitas modal sendiri atau rentabilitas modal kerja
dimaksudkan agar dalam membandingkan tingkat efisiensi koperasi dengan
efisiensi perusahaan nonkoperasi didudukkan dalam kondisi yang sama,
sehingga pada kondisi itu dketahui mana yang lebih efisien.
Memang dewasa ini banyak hasil penelitian tentang efisiensi koperasi yang
menghasikan kesimpulan bahwa efisiensi koperasi lebih rendah daripada
nonkoperasi. Hal ini karena kebanyakan perhitungan efisiensi usaha koperasi
tidak memasukkan unsur manfaat langsung di dalamnya (alat analisis yang
digunakan sebagian besar dari manajemen keuangan perusahaan
nonkoperasi). Mungkin kesimpulan yang diperoleh akan menjadi lain jika
manfaat langsung ini dipertimbangkan.
c. Rentabilitas Ekonomis
Rentabilitas ekonomis menggambarkan kemampuan perusahaan (termasuk
koperasi) dergan modal usaha yang dimiliki menghasilkan laba usaha
sebelum pajak (SHU sebelum pajak). Rentabilitas ekonomis mengukur
efisiensi penggunaan modal usaha yang dimiliki koperasi. Semakin besar
tingkat rentabilitas ekonomis, akan semakin tinggi tingkat efisiensi
penggunaan modal usaha tersebut. Rumus yang digunakan untuk mengukur
rentabilitas ekonomis (RE) adalah sebagai berikut:
1) Secara langsung:

𝑆𝐻𝑈 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 + 𝑀𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔


RE = x 100%
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎

2) Secara tidak langsung:


Perhitungan rentabilitas ekonomis secara tidak langsung dilakukan
dengan menghitung terlebih dahulu profit margin (PM) dan tingkat
perputaran modal usaha (TPMU). Perkalian antara PM dengan TPMU
merupakan rentabilitas ekonomis.
RE = PM x TPMU
d. Rentabilitas Modal Sendiri
Rentablítas modal sendiri adalah kemampuan perusahaan dengan modal
sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan bersih
setelah pajak. RMS digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal
sendiri yang dímilki perusahaan. Semakin tinggi RMS berarti semakin efisien
dalam penggunaan modal sendirinya, sebab dengan modal sendiri tertentu
akan menghasilkan laba setelah pajak yang lebih banyak. Rentabilitas modal
sendiri dihitung dengan membandingkan laba setelah pajak dengan jumlah
modal sendiri. Pada koperasi dihitung dengan membandingkan SHU setelah
pajak dan manfaat langsung yang diterima anggota dengan modal sendiri
yang dimiiki koperasi.
Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) dicari dengan rurnus:
𝑆𝐻𝑈 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 + 𝑀𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔
RMS = x 100%
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖

Selanjutnya menurut Suad Husnan (1995), salah satu faktor yang perlu
diperhitungkan dalam pengukuran efisiensi perusahaan adalah pengukuran.
Efisiensi modal kerja, sebab modal kerja adalah modal yang selalu berputar
dalam perusahaan dan setiap perputaran akan menghasilkan aliran pendapatan
(current income) yang berguna bagi perusahaan. Efisiensi modal kerja ini
diukur dengan tingkat perputaran modal kerja dan rentabilitas modal kerja
(return on working capital). Dengan demikian efisiensi modal kerja pada
koperasi diukur dengan:
a. Tingkat Perputaran Modal Kerja
Modal kerja selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan dalam
keadaan usaha. Periode perputaran dimulai dari saat di mana kas
dinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat di
mana kembali lagi menjadi kas. Setiap perputaran modal kerja pada
akhirnya akan menghasilkan current income yang sesuai dengan maksud
didirikannya perusahaan. Semakin tinggi tingkat perputaran modal kerja
akan semakin banyak pendapatan yang diperoleh dari aliran pendapatan
(current income) tersebut. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat
perputaran modal kerja akan semakin efisien dalam penggunaan modal
kerja tersebut.
Tingkat Perputaran Modal Kerja (TPMK) dicari dengan rumus:
𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
TPMK = 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎

b. Return on Working Capital


Return on Working Capita l(RWC) atau rasio laba usaha dengan modal
kerja mengukur efisiensi modal kerja dengan melihat besarnya
kemampuan modal kerja dalam menghasilkan laba usaha. Semakin besar
rasio itu berarti semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan modal
kerjanya. Pada koperasi rasio ini dapat dihitung dengan membandingkan
SHU sebelum pajak ditambah manfaat langsung dengan jumlah modal
kerja rata-rata yang digunakan.
Retun on Working Capital (RWC) dicari dengan rumus:
𝑆𝐻𝑈 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 + 𝑀𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔
RWC = x 100%
𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎

Kriteria kriteria diatas menjadi penting terutama ketika koperasi


menghadapi kritik sebagai organisasi usaha yang kurang efislen sehingga
menghasilkan kontribusi yang rendah terhadap PDB. Oleh karena untuk
mencapai efisiensi koperasi, seharusnya dalam kegiatan operasional perlu
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Ditetapkannya metode-metode administrasi dan manajemen
perusahaan bisnis.
b. Penetapan kebijakan (policy making) oleh para anggota atau wakil-
wakil yang dipilih.
c. Manajemen diserahkan kepada tenaga-tenaga terpilih dan bekerja
penuh seharian (full time) dan dengan menerima gaji.
d. Pekerjaan dilakukan oleh staf yang terdidik dan atau terlatih.
e. Tersedianya alat pembiayaan dan dana yang cukup.
f. Transaksi dengan bukan anggota sebegai tambahan, jika diperlukan.

IV. EFISIENSI KOPERASI YANG TERINTEGRASI


Pada Pasal 14 UU No. 25 Tahun 1992 dijelaskan bahwa untuk keperluan
pengembangan dan atau efisiensi usaha, satu koperasi atau lebih dapat
menggabungkan diri menjadi satu dengan koperasi lain atau bersama koperasi
lain meleburkan diri dengan membentuk koperasi baru. Pasal 14 tersebut
memberi isyarat dua pertimbangan dalam mengembangkan koperasi, yaitu
kebutuhan dan efisiensi. Tugas ini terutama tertumpu pada pengurus.
Pengurus koperasi harus mengupayakan agar koperasi yang dipimpinnya
tumbuh dan berkembang dalam memenuhi kebutuhan anggotanya secara
optimal. Dua jalur yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi tersebut
adalah melalui pembaruan- pembaruan struktural atau melalui perilaku orang-
orang yang terlibat di dalamnya. Oleh alasan itu pengurus perlu menghayati
struktur organisasi, selain memiliki keterampilan dalam mengendalikan
sumber daya manusia. Struktur organisasi yang tepat dan efisien meridorong
tujuan organisasi menjadi mudah dicapai.
Secara struktural, koperasi sebagai organisasi ekonomi juga dituntut agar
berkembang secara efisien. Pengertian struktur di sini adalah sesuatu yang
menggambarkan hubungan-hubungan yang relaif tetap di antara orang-orang
yang bergabung dalam suatu organisasi. Besar kecilnya suatu organisaísi akan
mempengaruhi strukturnya, sehingga nilai efisiensi struktural akan berubah
secara relatif jika organisasi koperasi tersebut tumbuh dan berkembang.
Struktur organisasi akan semakin kompleks apabila pengembangan
koperasi integrasi vertikal, artinya koperasi dapat membentuk pemusatan dari
primer menjadi sekunder atau dari sekunder menjadi tersier. Tujuan utama
berintegrasi vertikal adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan wilayah
yang lebih luas. Beberapa manfaat yang dapat dipetik dari adanya integrasi
vertikal sebagai berikut:
a. Economies of Scale
Peningkatan skala usaha karena adanya integrasi memungkinkan
penghematan biaya pemasaran masing-masing anggota, penurunan harga
beli dan biaya-biaya pembelian sehingga biaya per satuan masing-masing
anggota bisa rnenurun. Namun perlu disadari manfaat skala ekonomi
hanya dapat diraih jika koperasi di tingkat atas (misalnya koperasi
sekunder) mampu melakukan tindakan yang lebih efisien daripada jka
diakukan sendiri-sendiri oleh anggotanya. Dengan kata lain,
penggabungan dapat dilakukan bila dengan penggabungan tersebut
terdapat efek sinergi, artinya hasil yang diperoleh setelah berintegrasi
vertikal harus lebih besar daripada penjumlahan hasil dari masing-masing
individu jika berusaha sendiri-sendiri.
b. Manfaat External Economies
Termasuk dalam manfaat ini misalnya produktivitas aanggota karena
penyebaran informasi pasar dan teknologi. Efisiensi pada sasaran ini
dijabarkan dalam bentuk penyediaan informasi harga, pusat pengolahan
bersama, atau penyediaan sarana produksi yang lebih mudah diperoleh
jika dilakukan bersama-sama dalam rangka meningkatkan produktivitas
anggota, konsulidasi manajemen, dan lain-lain.
c. Manfaat Nonekonomi
Misalnya peningkatan keterampilan, peningkatan tanggungjawab sosial,
dan lain-lain.
d. Reduksi Biaya Transaksi
Yaitu biaya-biaya lain yang timbul di luar biaya produksi yang
berhubungan dengan munculnya transaksi antar unit, seperti biaya
informasi, biaya monitoring, biaya kontrak dan lain-lain, Demikian juga
koperasi akan terhindar dari kerugian-kerugian yang tinibul karena
perilaku oportunitis rekan berkontrak bila tanpa integrasi vertikal.
e. Mengurangi Risiko Ketidakpastian
Ketidakpastian muncul karena tidak ada hubungan kepemilikan antara
pemilik input dengan pengguna input tersebut. Akibatnya pemilik input
masih belum pasti dalan menyuplai input-nya, sebab penawaran input
akan sangat tergantung pada permintaan input tersebut. Ketidakpastian ini
akan terkurangi jika para pemilik input juga memilki perusahaan
pengguna (pemroses) input tersebut melalui integrasi vertikal.
Melihat beberapa manfaat efisiensi yang diraih sebagai akibat integrasi
vertical, mengharuskan adanya penanganan yang mampu didukung
dengan pengembangan struktur yang tepat pula.

Anda mungkin juga menyukai