Oleh:
Pembimbing:
dr. Ridhayani, Sp. A
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Hiperbilirubinemia Pada Neonatus
Oleh :
Pika Ranita Annisaa’ 04054821820136
Raden Nurizki 04054821820091
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Hiperbilirubinemia Pada
Neonatus”. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Ridhayani, Sp.A selaku pembimbing
yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan
kasus ini.
Dalam hal ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................5
BAB II LAPORAN KASUS .............................................................................7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................15
BAB IV ANALISIS KASUS..............................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................41
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
6
BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identifikasi
Nama : By. J
Umur : 3 Hari (12 November 2019)
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan Lahir : 2900 gram
Panjang Badan Lahir : 47 cm
Agama : Islam
Alamat : Jln. Mataram Kertapati, Palembang
Suku Bangsa : Sumatera
No. Med Reg : 58.39.50
MRS : 12 November 2019
2. Anamnesis (15/9/2019)
Keluhan Utama : Bayi kuning
Keluhan Tambahan :-
Riwayat Kehamilan
GPA : G1P0A0
HPHT : 15 April 2018
Periksa Hamil : tiap 1 bulan sekali di puskesmas
Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan
Minum alkohol : tidak pernah
Merokok : tidak pernah
Makan obat-obatan tertentu : tidak pernah
Penyakit atau komplikasi kehamilan ini : tidak ada
Golongan darah ibu : AB rh (+)
Golongan darah ayah : A rh (+)
Golongan darah pasien : A rh (+)
Riwayat Persalinan
Presentasi : kepala
Cara persalinan : spontan
KPSW : tidak ada
Riwayat demam saat persalinan : tidak ada
Riwayat ketuban kental, hijau, bau : tidak ada
9
Riwayat Pengobatan
Kebutuhan cairan pada hari ke-2 = 80 x 2,9 kg = 232 cc/24 jam
1. D10% 500cc + Ca Glukonas 10% 40 cc = 52 cc/24jam
2. Injeksi ampisilin 3x72,5mg (1)
3. Injeksi gentamisin 2x7,25mg (1)
4. ASI/PASI 12 x 15 cc
5. Observasi tanda-tanda vital
6. Perawatan tali pusat
7. Cek Bilirubin Total
Pernafasan : 48 x/menit
Suhu : 36.9 oC
SpO2 : 98%
Keadaan Spesifik
Kepala : normocephali
Lingkar kepala : 32 cm
Ubun- ubun besar : tegang, tidak menonjol
Mata : pupil bulat, isokor, reflex cahaya (+/+), mata cekung
(-), sclera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-)
Telinga : bentuk normal, mikrotia (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), epistaksis (-), secret (-)
Mulut : labioskisis (-), hipersalivasi (-)
Trauma lahir : (-)
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thorax : bentuk simetris, retraksi (-)
Paru-paru : bunyi nafas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : HR : 140x/menit, BJ I-II (+) normal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT <3”
Genitalia : tidak ada kelainan
Refleks Primitif
Oral :+
Moro :+
Tonic neck :+
Withdrawal :+
Plantar graps :+
Palmar graps :+
11
(15/11/2019)
Bilirubin Total : 15,1 mg/dL
6. Penatalaksanaan (15/11/2019)
Kebutuhan cairan pada hari ke-3 = 100 x 3 kg = 300cc/24 jam
Indikasi fototerapi : kebutuhan cairan + 20% = 360cc/24jam
1. D10%1/5ns = 360cc/24jam
2. Injeksi ampisilin 3x72,5mg (2)
3. Injeksi gentamisin 2x7,25mg (2)
4. ASI/PASI 12 x 25 cc
5. Observasi tanda-tanda vital
12
7. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
8. Follow Up
Tanggal 16 November 2019
S : Kuning berkurang
O: KU = Tampak sakit sedang
Sens : Compos Mentis
HR : 140 x/m
RR : 48 x/m
Suhu : 36,8oC
Aktivitas : Sedang
Tangis : Sedang
Reflex hisap : Sedang
Anemis : (-)
Ikterik : Kramer II
Usia : 4 hari
Rawat : 4 hari
BB : 3000 gram
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba
Extremitas: akral hangat, CRT <3’’
2.1. Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi
baru lahir bila kadar bilirubin darah sebesar 5-7 mg/dl.2
Ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi kadar bilirubin indirek
puncak tidak lebih dari 12 mg/dL pada hari ketiga kehidupan dan pada bayi
premature lebih tinggi yaitu 15mg/dl pada hari kelima kehidupan. Kadar puncak
bilirubin indirek selama ikterus fisiologis lebih tinggi pada bayi yang mendapat
ASI daripada formula (15-17mg/dL). Kadar yang lebih tinggi ini mungkin
berhubungan dengan kurangnya asupan cairan pada bayi ASI. Ikterus disebut
patologis bila terlihat sejak hari pertama kehidupan, bila kadar bilirubin
meningkat >0,5mg/dL/jam, kadar puncak bilirubin >13mg/dL pada neonatus
cukup bulan (NCB), bilirubin direk lebih dari 1,5mg/dL, atau bila terdapat
hepatosplenomegali dan anemia.3
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau
lebih dari pesentil 90. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar,
tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological Jaundice’.
Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice)
apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning
pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar
bilirubin serum total.2
2.2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar
65% menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil
survei pada tahun 1998 di rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah
15
16
Departemen Kesehatan mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam
minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum
dari beberapa rumah sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi
ikterus pada bayi baru lahir tahun 2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5
mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama
kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi sehat cukup bulan
mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% mempunyai kadar bilitubin ≥13
mg/dL, RS Dr. Kariadi Semarang dengan prevalensi ikterus neonatorum sebesar
13,7%, RS Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada
tahun 2002.3
2.3. Klasifikasi
Ikterus fisiologis : terjadi setelah 24 jam pertama. Pada bayi cukup bulan
nilai puncak 6-8 mg/dL biasanya tercapai pada hari ke 3
kehidupan. Pada bayi kurang bulan nilainya 10-12 mg/dL,
bahkan sampai 15 mg/dL.2
lebih pendek yaitu berkisar antara 70-90 hari, adanya peningkatan jumlah dari
degradasi heme, turn over sitokrom yang tinggi, serta besarnya reabsorbsi
bilirubin di usus.6
Transportasi Bilirubin
Bilirubin yang terbentuk pada sistem retikuloendotelial, akan dilepaskan ke
sirkulasi. Di sini, bilirubin akan berikatan dengan albumin. Ikatan ini merupakan
zat non-polar dan tidak larut dalam air, yang kemudian akan dibawa ke sel hati.
Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat
dan bersifat non toksik.3,6
Albumin mempunyai afinitas yang tinggi, sehingga obat-obatan yang
bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid akan mudah menempati perlekatan
utama antara albumin dan bilirubin. Obat golongan ini bersifat kompetitor.
Sedangkan obat-obatan lain yang dapat menurunkan afinitas albumin, dapat
melepaskan ikatan albumin-bilirubin, seperti digoksin, gentamisin, furosemide,
dan lain-lain.,3,6
Asupan Bilirubin/ Bilirubin Intake
Saat ikatan albumin-bilirubin mencapai membran plasma hepatosit, albumin
akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubinditranspor melalui
membran sel yang berikatan dengan ligandin (protein Y). Keseimbangan antara
jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de novo, sirkulasi
enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan,pengambilan bilirubin oleh sel
hati dan konjugasi bilirubin, akan menentukan konsentrasi bilirubin tak
terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.3,6
Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bilirubin terkonjugasi yang larut
dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diposphat
glukuronil transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan mengubah
formasi bilirubin menjadi bilirubin monoglukoronida. Kemudian zat ini akan di
konjugasikan kembalimenjadi bentuk bilirubin diglukoronida dengan bantuan
enzim monoglukoronida. Enzim ini akan menyatukan dua molekul bilirubin
monoglukoronida untuk menghasilkan satu molekul bilirubin diglukoronida.3,6
Pada bayi baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas enzim monoglukoronida.
19
Namun setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin
yang masuk ke hati, sehingga konsentrasi bilirubin serum akan turun. Kapasitas
kerja enzim ini akan sama dengan orang dewasa pada hari ke 4 kehidupan bayi.3
Eksresi Bilirubin
Bilirubin yang terkonjugasi akan dieksresikan melalui kandung empedu
sebelum di keluarkan ke saluran cerna. Saat mencapai usus halus, bilirubin
terkonjugasi akan diubah oleh bakteri usus menjadi bentuk urobilinogen. Sebagian
urobilinogen ini akan dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi
oleh enzim β-glukoronidase agar dapat diresorbsi dan kembali ke hati untuk
dikonjugasikan lagi, yang disebut sirkulasi enterohepatik. Sekitar 5% urobilinogen
akan dialirkan ke ginjal. Saat terpapar dengan udara di dalam urin, urobilinogen
akan teroksidasi menjadi urobilin, yang akan mewarnai urin. Sedangkan
urobilinogen yang tidak terserap di usus, akan dibuang melalui feses melalui
reaksi oksidasi menjadi sterkobilin, suatu produk yang tidak dapat direabsorbsi
kembali dan akan mewarnai feses.3,6
2.5. Etiopatologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
20
2.6. Diagnosis
Anamnesis
Ikterus dapat timbul saat lahir atau setiap saat selama masa neonatus,
tergantung pada etiologinya. Ikterus biasanya dimulai pada daerah wajah dan
ketika kadar serum bilirubin bertambah akan turun ke abdomen dan selanjutnya ke
ekstremitas. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan langkah-langkah mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Hal – hal penting yang menunjang diagnosis meliputi:9,14
1. Waktu terjadinya onset ikterus. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti
penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat
timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan etiologinya.
2. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
3. Usia gestasi
4. Riwayat persalinan dengan tindakan atau komplikasi
5. Riwayat ikterus, kernikterus, kematian, defisiensi G6PD, terapi sinar, atau
transfusi tukar pada bayi sebelumnya
6. Inkompatibilitas darah (golongan darah ibu dan janin)
25
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Ikterus biasanya terlihat menyebar secara sefalokaudal,
dimulai dari wajah dan menyebar ke perut dan kemudian ke kaki seiring
peningkatan kadar bilirubin serum. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu
sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa
tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang
kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang
mendapatkan terapi sinar.9,14
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna
kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting
pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus
mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.9,14
Gambar 3. Pemeriksaan ikterus pada kulit bayi. (A) tidak ikterik (B) ikterik3
Perkiraan
Derajat
Daerah Ikterus Kadar
Ikterus
Bilirubin
I Kepala dan leher 4-8 mg/dL
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 5-12 mg/dL
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan bilirubin serum (bilirubin total, direk, dan indirek) harus
dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus, terutama pada bayi yang
tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang
hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan
terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu
hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum. Pemeriksaan serum bilirubin total harus
diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar
27
serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah
tranfusi tukar.8,9
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain:8
1. Golongan darah
2. Coombs test
3. Darah lengkap dan hapusan darah. Pemeriksaan hapusan darah diperlukan
untuk membedakan kelainan hemolitik.
4. Hitung retikulosit. Jumlah retikulosit yang > 6% setelah tiga hari
kehidupan bayi, biasanya menandakan proses hemolitik yang abnormal.
5. Skrining G6PD
2.7. Penatalaksanaan
Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat
ditatalaksana melalui rawat jalan dengan nasehat untuk kembali jika ikterus
28
berlangsung lebih dari 7 hari pada bayi cukup bulan, atau 14 hari pada kurang
bulan. Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan
ASI ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam. Jika bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASI melalui pipa nasogastrik atau dengan gelas dan sendok. Letakkan
bayi ditempat yang cukup mendapat sinar matahari pagi selama 30 menit selama
3-4 hari dan jaga agar bayi tetap hangat.14
Setiap Ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca kelahiran adalah patologis
dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin
serum total, serta pemeriksaan ke arah adanya penyakit hemolisis oleh karena itu
selanjutnya harus dirujuk. Selain itu pada bayi dengan ikterus Kremer III atau
lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap setelah keadan bayi stabil.14
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab
langsung ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung.5,14
Prinsipnya dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan
mengobati, yaitu:5,8
1. Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin
2. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik agar dapat dikeluarkan
melalui ginjal dan usus, misalnya dengan terapi sinar (fototerapi)
3. Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah, yaitu dengan tranfusi tukar
darah
Fototerapi
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan
dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat
Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya
ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya.
Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan
mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya
terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga
mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi
29
prematur lainnya.10
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-kapiler
superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air yang dapat
diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels, seorang peneliti
bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat perkutan. Bila fototerapi
menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit energi, sama halnya seperti
molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara yang sama
dengan molekul obat yang terikat pada reseptor.10
Gambar 6. Fototerapi10
Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan mengalami
reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi, dimana sinar akan
merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah struktur bilirubin. Bentuk
bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk 4Z,15E yaitu bentuk isomer
nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer bilirubin ini mempunyai bentuk yang
berbeda dari isomer asli, lebih polar dan bisa diekskresikan dari hati ke dalam
empedu tanpa mengalami konjugasi atau membutuhkan pengangkutan khusus
untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini mengandung 20% dari jumlah bilirubin
serum. Eliminasi melalui urin dan saluran cerna sama-sama penting dalam
mengurangi muatan bilirubin. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi
melalui proses yang cepat. Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana
lumirubin ini mengandung 2% sampai 6% dari total bilirubin serum. Lumirubin
diekskresikan melalui empedu dan urin karena bersifat larut dalam air.10
30
Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang
merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang elektromagnetik
bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang menghasilkan
spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini terdiri dari sinar merah,
oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing dari sinar memiliki panjang
gelombang yang berbeda beda.9,10
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar
bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 450-490 nm. Sinar biru
lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-
hijau, sinar putih, dan sinar hijau. Intensitas sinar adalah jumlah foton yang
diberikan per sentimeter kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang
diberikan menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka
semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum.Intensitas sinar, yang ditentukan
sebagai W/cm2/nm.10,14
W/cm2/nm.
Gambar 8. Blue light therapy dengan lampu fluorescent dan lampu LED12
Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada
bayi. Komplikasi segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan
dengan manfaat penggunaannya. Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi
sinar mempunyai tempat tersendiri dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia
pada bayi baru lahir.10
Tranfusi Tukar
2. Gunakan darah baru (usia < style="">whole blood. Kerjasama dengan dokter
kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi
yang membutuhkan tranfusi tukar.
3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus
golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah
disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.
4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau
rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan
bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya
menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan
bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi
antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ----
160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%. 8,9
Indikasi
Hari ke-1 15 13
Hari ke-2 25 15
Hari ke-3 30 20
Tabel 5. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah8
>1000 10-12
1000-1500 12-15
1500-2000 15-18
2000-2500 18-20
a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb <>
2.8. Komplikasi
Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka dapat
terjadi penyakit kernikterus. Kernikterus adalah suatu sindrom neurologik yang
timbul sebagai akibatpenimbunan bilirubin tak terkonjugasi dalam sel-sel otak.
Kernikterus dapat menimbulkan kerusakan otak dengan gejala gangguan
pendengaran, keterbelakangan mental dan gangguan tingkah laku.1
Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg/dL
sering keadaan berkembang menjadi kernikterus. Pada bayi prematur batasnya
ialah 18 mg/dL, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3 g/dL. Pada
38
2.9. Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab utama ikterik. Biasanya baik jika
ditangani secara tepat dan cepat. Namun jika komplikasi telah terjadi, prognosis
memburuk.2
BAB IV
ANALISA KASUS
Bayi laki-laki lahir di rumah sakit BARI ditolong oleh SpOG, lahir secara
spontan dari ibu G1P0A0 hamil 36 minggu, bayi lahir langsung menangis dengan
APGAR score 8/9, berat badan lahir 2900 gram, panjang badan lahir 47 cm. 1 hari
kemudian bayi demam (+) terus menerus dan dipindahkan ke ruang neonatus,
didiagnosis klinis sepsis. Setelah 2 hari di ruang neonatus bayi tampak kuning,
sulit susah menelan susu yang diberikan. Pada pasien ini, manifestasi kuning
mulai terlihat sejak bayi dirawat hari ke 2 di ruang neonatus. Anamnesis
dilakukan untuk menyingkirkan differential diagnosis lain seperti akibat
inkomptabilitas golongan darah, infeksi TORCH, hipotiroid atau gangguan pada
sirkulasi enterohepatik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
dengan aktifitas yang hipoaktif, refleks hisap lemah dan tangisan yang lemah
tidak ada distres pernapasan. Pada bayi tampak kuning seluruh tubuh kecuali
telapak tangan dan kaki (Kramer IV) tanpa disertai keluhan yang lain, sehingga
dapat ditegakkan diagnosis ikterik neonatorum. Pada bayi, sering muncul ikterik
pada minggu-mingggu pertama kelahiran, sebab sel darah merah bayi memiliki
waktu hidup yang lebih singkat dibanding dewasa. Konsentrasi RBC di sirkulasi
juga lebih tinggi dibanding dewasa, sehigga kadar bilirubin akan menjadi lebih
tinggi kemudian. Metabolisme, sirkulasi dan ekskresi bilirubin juga lebih lambat
dibanding dewasa. Oleh karena itulah kejadian hiperbilirubin pada bayi baru lahir
tinggi ditambah lagi siklus enterohepatik yang meningkat. Namun, pada kasus ini
ikterus yang terjadi tidak lagi dipikirkan sebagai ikterus yang fisiologis, sebab
nilai bilirubin indirek yang didapatkan pada usia bayi sekarang tinggi yaitu 15.1
mg/dl, diatas persentil 75 menurut normogram bhutan, sehingga dapat ditegakkan
diagnosis hiperbilirubinemia (kadar bilirubin >5-7 mg/dL). Dengan kadar
bilirubin yang sangat tinggi, kita harus wasp ada terhadap komplikasi berupa
kernikterus (ensefalopati bilirubin). Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda
perburukan yang mengarah ke kernikterus.
39
40
Pada kasus ini, ikterus yang terjadi dipikirkan sebagai ikterus patologis,
etiologi pada kasus ini adalah klinis sepsis dimana pada pasien didapatkan gejala
klinis bayi tampak lemah dan demam. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil dalam batas normal. Kompetensi dokter umum adalah mampu mengenali
ikterik fisiologis dan patologis kemudian merujuk pasien.
Kebutuhan cairan bayi dihitung dan diapatkan kebutuhan cairan sebanyak
300 cc / 24 jam pada usia 3 hari, tetapi pada bayi ini terdapat indikasi dilakukan
fototerapi, kebutuhan cairan dinaikan 20% sehingga menjadi 360 cc / 24 jam.
Kebutuhan cairan diberikan dengan pemberian ASI mula-mula 12 x 25 cc,
Kemudian kebutuhan cairan dinaikkan lagi sesuai dengan usia bayi pada follow-
up hari berikutnya. Fototerapi pada bayi dilakukan sesegera mungkin untuk
mencegah terjadinya kernicterus, patokan yang pasti perlu tidaknya fototerapi
adalah berdasarkan kurva AAP, pada pasien ini berdasarkan kurva patokan,
dipakai garis ke-2, sudah perlu dilakukan tindakan fototerapi. Fototerapi dapat
dihentikan sampai kadar bilirubin total 2-3 mg/dl dibawah garis pedoman atau
kadar serum bilirubin normal (manifestasi ikterik tidak terlihat lagi).
Pada bayi sebaiknya perlu dilakukan pemeriksaan nilai bilirubin serial
setiap 24 jam untuk evaluasi keberhasilan terapi, tetapi pada pasien ini dengan
memanfaatkan Transcutaneous bilirubinometer (TcB), tidak perlu dilakukan
pengambilan darah dan pemeriksaan serum bilirubin setiap harinya, pemeriksaan
bilirubin total dilakukan kembali pada saat klinis pasien membaik dan ikterik
tidak terlihat lagi, serta TcB menunjukkan rentang perbaikan kadar serum
bilirubin. Bayi dipulangkan bila secara klinis dan hasil laboratorium dari bilirubin
telah membaik, serta tidak terdapat tanda bahaya atau tanda infeksi berat.
Prognosis pada pasien ini bonam selama komplikasi berupa kernikterus tidak
terjadi. Pasien dianjurkan untuk kontrol kembali ke rumah sakit setelah 3-5 hari
atau terdapat tanda-tanda perburukan klinis pasien.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice:
Bilirubin Physiology and Clinical Chemistry. NeoReviews: 2007. 8(2)