Oleh:
Pembimbing:
Presentasi Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 29 Juli –
02 September 2019.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan anugerah-Nya lah
presentasi kasus yang berjudul “Tumor Metastasis Intrakranial” ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Presentasi kasus ini disusun sebagai syarat ujian di Bagian Neurologi.
Tujuan disusunnya presentasi kasus ini agar dapat mengetahui mengenai Tumor
Metastasis Intrakranial. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Yunni
Diansari, Sp.S yang telah membimbing dan meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan presentasi kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman sejawat di bagian
neurologi yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis.
Akhir kata, presentasi kasus ini hanyalah sebentuk kecil tulisan yang masih
mengharapkan banyak kritik dan saran sehingga dalam perkembangannya dapat
menjadi lebih baik lagi. Semoga bermanfaat.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………... Ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………... Iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. Iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB II STATUS PASIEN………………………………………………….. 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 19
BAB IV ANALISIS MASALAH…………………………………………… 32
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 36
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor primer dapat berasal dari kanker paru (50%), payudara (15-25%),
melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal. Sebanyak 15% paien metastasis otak
tidak diketahui lokasi tumor primernya. Hampir semua keganasan sistemik dapat
bermetastasis ke otak, tetapi ada beberapa yang memiliki kecenderungan lebih
besar. Tumor metastase intrakranial cenderung lebih sering terjadi pada orang
dewasa daripada pada anak-anak dan terjadi pada pria dan wanita dengan
frekuensi yang sama. Beberapa perbedaan terlihat pada jenis keganasan primer
yang mendasari metastasis ke otak pada kedua jenis kelamin. Kanker paru-paru
adalah sumber paling umum dari metastasis otak pada pria, sedangkan kanker
payudara adalah sumber paling umum pada wanita.
1
maupun lingkungan pada otak itu sendiri memainkan peranan yang penting. Agar
sel metastatik dapat meninggalkan tumor primer, sel-sel ini harus memiliki
kemampuan untuk melepaskan diri, bersirkulasi dan menginvasi.
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. SA
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Supir
Agama : Islam
Bangsa : Sumatera
No. RM : 0001133585
3
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan istri pasien pada hari Minggu tanggal 04 Agustus 2019
pukul 13.00 WIB)
Pasien datang ke bagian IGD Neurologi RSMH karena mengalami
penurunan kesadaran secara perlahan-lahan.
Sejak ±1 bulan SMRS, pasien mengalami sakit kepala yang dirasa paling
berat dalam hidupnya. Sakit kepala dirasa terus menerus, seperti tertusuk-tusuk,
pada seluruh bagian kepala. Sebelumnya mual (-), muntah (-), demam (-). Pasien
belum berobat. Sejak ±3 minggu SMRS, pasien mengalami kelemahan sisi tubuh
kanan (+) secara perlahan, bicara pelo (+), mulut mengot (+). Pasien juga
mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan berupa sering mengantuk
dan sedikit bicara. Sebelumnya sakit kepala (+), muntah (+) 4x tanpa didahului
mual, isi apa yang dimakan. Kejang (-), gangguan sensibilitas berupa rasa baal
dan kesemutan (-). Pasien masih dapat memahami isi pikiran orang lain dan
mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan, dan isyarat. Sejak ±2
minggu SMRS, keluhan kelemahan sisi tubuh sebelah kanan dan penurunan
kesadaran dirasa semakin memberat berupa sulit dibangunkan. Penurunan berat
badan disangkal, perubahan emosi disangkal. Pasien kemudian berobat ke RSUD
dr. HM Rabain Muara Enim dan didiagnosis dengan kanker paru kanan stadium
IV. Pasien kemudian dirujuk ke RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, sakit jantung,
maupun stroke sebelumnya. Pasien memiliki riwayat sakit pada seluruh bagian
kepala sejak ±1 tahun yll, hilang timbul, intensitas sedang-berat, berkurang
dengan minum obat dan istirahat. Riwayat pandangan kabur (-), riwayat benjolan
di bagian tubuh lain (-), riwayat operasi/kemoterapi/radioterapi (-), riwayat
demam lama (-), riwayat batuk lama (-), riwayat minum obat selama 6 bulan yang
menyebabkan BAK merah (-), riwayat sakit gigi (-), riwayat keluar cairan dari
telinga (-), riwayat trauma kepala (-). Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak
remaja. Dalam 1 hari, pasien dapat menghabiskan 3 bungkus rokok. Riwayat
tumor dalam keluarga disangkal.
Pasien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama ±6 tahun
yang lalu. Penyakit ini dialami untuk yang kedua kalinya.
4
III. PEMERIKSAAN FISIK (Minggu, 04 Agustus 2019, pukul 14.00 WIB)
Status Generalis
Berat badan : 50 kg
IMT : 18,36
Status Spesifik
5
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Toraks :
Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), stem fremitus kanan < kiri
Perkusi : Redup pada lapang paru kanan, sonor (+) pada lapang
paru kiri
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
6
Perkusi : Timpani (+) normal, nyeri ketok CVA (-), shifting
dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”, edema pretibial (-), anemis (-)
Status Psikiatrikus
Status Neurologikus
KEPALA
7
LEHER
SYARAF-SYARAF OTAK
8
- Hemianopsia Tidak ada Tidak ada
N. Occulomotorius, Trochlearis
Kanan Kiri
dan Abducens
-2 -2
-2
-2 -2
Pupil
9
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokori/anisokor Isokor
Refleks cahaya
Motorik
Sensorik
10
N.Facialis
Berbicara/bersiul Pelo
Sensorik
Otonom
11
Tes Weber Tidak diperiksa
N. Glossopharingeus dan
N. Vagus
Uvula Di tengah
Refleks
12
Sensorik
N. Hypoglossus
Disartria Ada
MOTORIK
Kekuatan 2 4+
Refleks fisiologis
13
- Biceps Meningkat Meningkat
Refleks patologis
Kekuatan 2 4+
Klonus
Refleks fisiologis
14
- KPR Meningkat Meningkat
Refleks patologis
15
SENSORIK
FUNGSI VEGETATIF
16
KOLUMNA VERTEBRALIS
17
Brudzinsky
18
Limb Ataxia : Belum dapat dinilai
GERAKAN ABNORMAL
FUNGSI LUHUR
19
Alexia : Tidak ada kelainan
20
21
3. Pemeriksaan bronkoskopi (23 Juli 2019)
Terdapat massa intralumen yang menutup ostium bronkus lobus superior
kanan
Sampel dikirim untuk Tes Cepat Molekuler (TCM) di RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang dan pemeriksaan patologi anatomi
22
4. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) Tuberkulosis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang (23 Juli 2019)
Tidak terdeteksi Mycobacterium tuberculosis
5. Pemeriksaan Patologi Anatomi di RSUD dr. HM Rabain Muara Enim (25 Juli
2019)
Kesan adenokarsinoma paru
Hematologi
23
Hb 15,2 mg/dl 13,48-17,4 mg/dl Normal
Differential count
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 7 1-6%
Shift to the left
Netrofil 79 50-70%
Limfosit 6 20-40%
Monosit 8 2-8%
Kimia Klinik
Faal Hemostasis
INR 1,22
24
D-dimer 1,61 µg/mL <0,5 µg/mL Meningkat
Hati
Ginjal
Elektrolit
25
2. Pemeriksaan Rontgen Toraks AP (30 Juli 2019)
26
- Corakan bronkovaskular normal
- Tampak perselubungan homogen pada lapangan atas paru kanan
- Trakea tertarik ke kanan
- Diafragma kanan dan kiri tampak licin
- Sinus kostofrenikus kanan dan kiri tampak lancip
- Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan: Massa paru kanan yang menyebabkan atelektasis lapangan atas paru
kanan
27
3. Pemeriksaan CT Scan Kepala (30 Juli 2019)
28
- Tampak lesi hipodens pada mid-brain, lobus oksipitalis dekstra dan sinitra
- Tampak lesi hiperdens dengan dinding yang tebal pada lobus oksipitalis
dekstra dan sinistra
- Sulci dan cisterna tidak melebar atau menyempit
- Sistem ventrikel tidak melebar atau menyempit
- Tidak tampak pergeseran struktur garis tengah
- CPA tampak normal
- Tulang dan jaringan lunak tampak baik
Kesan:
29
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik
- Observasi penurunan kesadaran
- Hemiparese dupleks tipe spastik
- Parese N. VII dan N. XII dextra tipe sentral
- Ophthalmoplegi bilateral
- Cephalgia kronis
Diagnosis Topik : Cerebri
Diagnosis Etiologi : SOL metastase intrakranial
Diagnosis Tambahan : Tumor paru kanan stadium IV (T4NxM1b) jenis
Adeno Carcinoma
VI. PENATALAKSANAAN
A. Non farmakologis
B. Farmakologis
30
- IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m makro
- Inj. Dexamethasone 5 mg/8 jam iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam iv
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam iv
- Paracetamol 1 gr/8 jam PO
- Gliseril guaiakolat 100 mg/8 jam PO
- Vitamin B kompleks 1 tab /24 jam PO
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
31
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
Tumor metastase otak adalah tumor otak sekunder yang jumlahnya empat
kali melebihi jumlah tumor otak primer. Di Amerika Utara terdapat 98.000-
170.000 kasus baru metastasis otak per tahunnya. Angka ini akan terus bertambah
dengan meningkatnya populasi lanjut usia serta meningkatnya tatalaksana
diagnostik yang lebih baik dan kemajuan terapi mutakhir pada keganasan lokal
dan sistemik. Tumor primer dapat berasal dari kanker paru (50%), payudara (15-
25%), melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal. Sebanyak 15% paien metastasis
otak tidak diketahui lokasi tumor primernya.10
32
bahwa lebih dari 100.000 pasien didiagnosis tumor metastase intrakranial setiap
tahun.9
3.4 Klasifikasi
A. Glioma
1. Astrositoma
i. Astrositoma derajat 1-2
ii. Astrositoma derajat 3-4 (glioblastoma multiforme)
33
2. Ependimoma
i. Ependimoma derajat 1-4
3. Oligodendroglioma
4. Meduloblastoma
5. Neuroastrositoma
B. Non-glioma
1. Meningioma
2. Adenohipofisis
3. Neurilemoma (neurofibroma)
4. Hemangioblastoma
5. Khordoma, kista parafisis (kista koloid), kista dermoid, epidermoid,
kraniofaringioma, papiloma dan pinealoma
C. Neoplasma metastatik intrakranium
Neoplasma yang dapat bermetastase ke susunan saraf pusat adalah (menurut
frekuensinya): karsinoma bronkus, mammae, ginjal, lambung, prostat dan
tiroid.
34
3) Ependymal Tumors
4) Mixed Gliomas
5) Choroid Plexus Tumors
6) Neuroepithelial Tumors of uncertain origin
7) Neuronal and Mixed Neuronal-glial Tumors
8) Pineal parencymal Tumors
9) Embryonal Tumors
C. WHO Classification of Astrocytic Tumors
1) Astrocytoma
a. Fibrillary
b. Protoplasmic
c. Gemistocytic
2) Anaplastic Astrocytoma
3) Glioblastoma
a. Giant Cell Glioblastoma
b. Gliosarcoma
4) Pilocytic Astrocytoma
5) Pleomorphic xanthoastrocytoma
6) Subependymal Giant Cell Astrocytoma
D. WHO classification of Cerebral Gliomas
Grade I : Circumscribed Astrocytomas: Pilocytic Astrocytoma / PXA /
Subependymal Giant Cell Astrocytoma
35
3.5 Patofisiologi
Penyebaran sel tumor terjadi melalui sistem vaskular atau limfatik. Sel-sel
neoplasma ganas yang berproliferasi mampu melepaskan diri dari tumor induk
(tumor primer) dan memasuki sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain. Jika
tersangkut, sel-sel kanker embolik semacam ini mampu keluar dari pembuluh,
melanjutkan proliferasi, dan membentuk tumor sekunder. Satu fokus kanker
primer dapat menimbulkan banyak fragmen embolik yang selanjutnya dapat
membentuk lusinan atau bahkan ratusan nodul sekunder di tempat yang sangat
jauh dari fokus primer. Proses terputusnya penyebaran neoplasma ganas disebut
metastasis, dan anak fokus atau daerah pertumbuhan sekunder disebut daerah
metastasis.6
36
teridentifikasi, namun sejumlah growth factors, sitokin, mediator imunologis dan
jalur molekular tampaknya memainkan peran. Urutan kejadiannya meliputi:
detachment, intravasation, transpor embolisasi, ekstravasasi, kolonisasi dan
angiogenesis.6
37
d. Penipisan (destruksi) atau penebalan (hiperostosis) tulang tengkorak
3. Gejala-gejala fokal
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
Lobus frontal
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian dengan fungsi intelektual
yang menurun, dengan konfabulasi dan Witzelsucht (suka membadut).
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal. Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan
inkontinentia. Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan
sindrom Foster Kennedy. Pada lobus dominan menimbulkan gejala
afasia.1,2
Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym. Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan
pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom Gerstmann’s.1,2
Lobus temporal
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi. Bila letak tumor lebih dalam
menimbulkan gejala afasia dan hemiparese. Pada tumor yang terletak
sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis,
parkinsonism.1,2
Lobus oksipital
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan. Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objekagnosia. Tumor lobus oksipitalis
biasanya menimbulkan rasa nyeri dibelakang kepala, hemianopsia,
agnosia visual dan aleksia.1,2
Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian
tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran.1,2
38
Tumor di cerebello pontin angle (CPA)
Tersering berasal dari N. VIII (vestibulokoklear) yaitu acoustic neuroma.
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran. Gejala lain timbul bila tumor telah
membesar dan keluar dari daerah pontin angle.1,2
Tumor Hipotalamus
Menyebabkan gejala peningkatan TIK akibat oklusi dari foramen Monroe.
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan.1,2
Tumor di cerebelum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem. Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang
menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal.1,2
4. Tanda lokalisatorik yang menyesatkan
a. Kelumpuhan N. IV
b. Kelumpuhan N.III
c. Babinski yang positif di kedua sisi
d. Gangguan mental
e. Gangguan endokrin
f. Ensefalomalasi
5. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
Proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan
runag yang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat
menimbulkan perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak menjadi edema
akibat penimbunan katabolit disekitar jaringan neoplasma atau karena
penekanan pada vena. Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif
menimbulkan gangguan kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak yang
dinamakan:1,2
a. Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral
b. Sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak, dan
c. Herniasi serebelum di foramen magnum
39
3.7 Diagnosis
40
Pemeriksaan jaringan tumor dengan menggunakan mikroskop dapat meyakinkan
diagnosis patologis. Apabila diagnosis tumor metastasis ditemukan sebelum
tumor primer maka dilakukan beberapa pemeriksaan diantaranya pemeriksaan
darah, x-ray thorax, atau ct-scan thorax, ct-scan abdomen atau pelvis, body PET
scan atau pemeriksaan lain yang dibutuhkan.3,5
41
Gambar 2. Gambaran CT Scan Lesi Metastasis Paru
42
Gambar 4. Gambaran MRI Tumor Metastasis Payudara
3.9 Tatalaksana
a. Pembedahan
43
Pada metastasis otak multipel operasi kraniotomi dapat dipertimbangkan
bila satu lesi dapat dicapai dengan operasi terbuka dan lesi tersebut menyebabkan
gejala klinis yang jelas dan atau mengancam jiwa, bila semua lesi dapat dambil
semua saat operasi, dan diagnosis tidak diketahui. Operasi biopsi stereotaktik
dapat dipertimbangkan apabila lesi letak dalam, lesi multipel berukuran kecil,
toleransi pasien kurang baik, penyakit sistemik yang berat, dan diagnosis tidak
diketahui. Bukti kelas I menunjukkan bahwa operasi reseksi tumor metastasis
kemudian dilanjutkan dengan WBRT memberikan hasil yang baik dibandingkan
operasi saja.
b. Radiasi Eksterna
- Whole Brain Radiotherapy (WBRT)
Indikasi:
WBRT dapat diberikan sebagai terapi utama, kombinasi dengan SRS, atau
setelah operasi.
Dosis Radiasi:
Sampai saat ini masi belum ada kesepakatan mengenai dosis dan fraksinasi
paling optimal untuk WBRT. Namun umumnya digunakan dosis adalah 30
Gy dalam 10 fraksi diberikan selama 2 minggu. Untuk pasien dengan
44
performa yang buruk, 20 Gy/5 fraksi merupakan pilihan yang baik untuk
dapat dipertimbangkan
Indikasi
Teknik Radiasi
Dosis Radiasi
Tabel 4.1. Panduan dosis SRS RTOG5 Diameter (cm) Dosis (Gy)
45
≤2,0 24
2,1 – 3,0 18
3,1 – 4,0 15
c. Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada tumor otak sekunder, antara
lain:
3.10 Prognosis
46
Prognosis dari tumor intrakranial berkaitan erat dengan patologiknya, tumor
jinak dioperasi umumnya dapat sembuh, tumor ganas melalui operasi dan terapi
gabungan dapat memperpanjang survival, sebagian pasien bahkan dapat sembuh.
Diagnosis dini, terapi dini dan pemakaian metode terapi yang rasional merupakan
kunci meningkatkan angka kuratif.5
47
BAB IV
ANALISIS MASALAH
48
dengan minum obat dan istirahat. Riwayat pandangan kabur (-), riwayat benjolan
di bagian tubuh lain (-), riwayat operasi/kemoterapi/radioterapi (-), riwayat
demam lama (-), riwayat batuk lama (-), riwayat minum obat selama 6 bulan yang
menyebabkan BAK merah (-), riwayat sakit gigi (-), riwayat keluar cairan dari
telinga (-), riwayat trauma kepala (-). Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak
remaja. Dalam 1 hari, pasien dapat menghabiskan 3 bungkus rokok. Riwayat
tumor dalam keluarga disangkal. Pasien pernah dirawat di rumah sakit karena
keluhan yang sama ±6 tahun yang lalu. Penyakit ini dialami untuk yang kedua
kalinya.
Dari anamnesis, didapatkan keluhan penurunan kesadaran secara perlahan
dan nyeri kepala kronik progresif yang kemunginan disebabkan oleh peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Hal ini terjadi karena adanya efek desakan ruang dari
massa yang tumbuh secara progresif dalam rongga kompartemen tertutup
intrakranial sehingga menimbulkan regangan meningen yang merangsang reseptor
nyeri. Efek desak ruang tidak hanya timbul oleh massa tumor, tetapi juga oleh
edema otak disekitarnya (edema peritumor). Sakit kepala primer pada penderita
dapat disingkirkan karena nyeri yang dialami bersifat kronik dan progresif,
sedangkan pada nyeri kepala primer rasa nyeri yang timbul biasanya bersifat
kronik namun tidak progresif. Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor
intrakranial pada kira-kira 20% dari para penderita. Pada hasil anamnesis juga
didapatkan muntah tanpa disertai mual yang dapat timbul akibat efek dari
peningkatan tekanan intrakranial tersebut.
Defisit neurologis berupa kelemahan sisi tubuh kanan secara perlahan,
mulut mengot, serta bicara pelo juga dapat disebabkan oleh adanya massa tumor
intrakranial serta edema peritumor yang mendesak dan mendestruksi jaringan
otak. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak remaja, dalam 1 hari pasien dapat
menghabiskan 3 bungkus rokok. Kebiasaan pasien tersebut merupakan faktor
risiko timbulnya tumor primer pada paru kanan pasien yang telah didiagnosis
sejak 2 minggu SMRS di RSUD dr. HM Rabain Muara Enim. Diagnosis banding
abses serebri dapat disingkirkan karena pada pasien tidak memiliki riwayat
demam lama, infeksi gigi serta tidak memiliki riwayat infeksi telinga.
49
Tuberkuloma juga dapat disingkirkan dimana pasien tidak memiliki riwayat batuk
lama ataupun riwayat minum obat OAT 6 bulan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis, didapatkan kesadaran E3M6V5 (GCS
14), pernapasan takipnea 36 x/m, reguler, torakoabdominal, serta saturasi oksigen
90% dengan non-rebreathing mask 4 L/m. Pada pemeriksaan fisik status spesifik
paru didapatkan inspeksi statis kanan > kiri, dinamis kanan tertinggal, palpasi
stem fremitus kanan < kiri, perkusi redup pada lapang paru kanan, sonor (+) pada
lapang paru kiri, serta auskultasi vesikuler (+/+) melemah pada lapang paru
kanan, meningkat pada lapang paru kiri, ronkhi kasar (+/+), wheezing (+/+). Hal
ini dapat disebabkan karena adanya massa tumor pada paru kanan pasien yang
menyebabkan atelektasis lapangan atas paru kanan sehingga pasien mengalami
kesulitan bernafas.
Pada pemeriksaan fisik status neurologikus nervi craniales ditemukan
adanya ophthalmoplegi bilateral (N. III, IV, dan VI), serta parese nervus VII dan
nervus XII dekstra tipe sentral. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena massa
tumor dan edema peritumor telah menekan struktur batang otak. Pada
pemeriksaan fisik status neurologikus motorik juga didapatkan hemiparese
dupleks tipe spastik, dimana terdapat peningkatan tonus, peningkatan refleks
fisiologis, serta refleks patologis Babinsky dan Chaddock positif. Manifestasi
klinis tersebut menunjukkan adanya lesi pada Upper Motor Neuron (UMN), yaitu
pada otak akibat massa tumor intrakranial.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien mengarah ke tumor
metastasis intrakranial dengan tumor primer berada pada paru kanan yang telah
didiagnosis sejak 2 minggu SMRS di RSUD dr. HM Rabain Muara Enim. Untuk
memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang pencitraan. Tumor
metastasis intrakranial didagnosis dengan kombinasi dari pemeriksaan neurologis
dan teknik pencitraan. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan di RSUD dr.
HM Rabain Muara Enim (CT scan toraks, bronkoskopi, patologi anatomi)
menyatakan pasien menderita tumor paru kanan stadium IV (T 4NxM1b) jenis
Adeno Carcinoma. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang antara lain adalah foto rontgen toraks AP yang
memberikan gambaran massa paru kanan yang menyebabkan atelektasis lapangan
50
atas paru kanan, serta CT scan kepala yang memberikan gambaran cenderung
nodul metastasis pada lobus oksipitalis dekstra dan sinistra dan gambaran infark
pada mid-brain.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dapat ditegakkan diagnosis tumor metastasis intrakranial dari tumor primer paru
kanan stadium IV (T4NxM1b) jenis Adeno Carcinoma. Tumor paru merupakan
salah satu tumor yang sering bermetastasis ke otak, dengan angka kejadian
berkisar antara 10-36% dari seluruh kanker paru. Penyebaran sel tumor terjadi
melalui sistem vaskular atau limfatik. Sel-sel neoplasma ganas yang berproliferasi
mampu melepaskan diri dari tumor induk (tumor primer) dan memasuki sirkulasi
untuk menyebar ke tempat lain. Jika tersangkut, sel-sel kanker embolik semacam
ini mampu keluar dari pembuluh, melanjutkan proliferasi, dan membentuk tumor
sekunder. Tumor otak biasanya ditemukan terlebih dahulu atau pada saat yang
sama, atau sesaat setelah ditemukannya tumor primer paru (rata-rata 6-9 bulan).
Gambaran pencitraan tumor metastasis intrakaranial dari paru dapat bersifat
tunggal atau pun multipel.
Penatalaksanaan non-farmakologis yang diberikan pada pasien adalah
observasi penurunan kesadaran dan tanda-tanda vital (terutama pernapasan),
head-up 30o yang bertujuan untuk mengurangi TIK, O2 non-rebreathing mask 10
L/m untuk meningkatkan saturasi oksigen pasien, diet cair via NGT 1.800 kkal
karena pasien sulit makan per oral, suction berkala serta nebulisasi salbutamol 2,5
mg dalam NaCl 0,9% 3 ml tiap 8 jam untuk melegakan nafas pasien. Pada
tatalaksana farmakologis, pasien diberikan IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m makro,
injeksi kortikosteroid dexamethasone 5 mg/8 jam iv untuk meringankan edema
cerebri akibat massa tumor. Dosis dexamethasone yang direkomendasikan antara
lain adalah 4-8 mg hingga 16 mg per hari atau lebih dalam dosis terbagi sesuai
dengan klinis pasien, dan dalam pemberiannya harus diingat agar di-tappering off.
Selain itu, pada pasien juga diberikan injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam iv sebagai
antibiotik profilaksis, injeksi ranitidine 50 mg/12 jam iv untuk mengurangi gejala
saluran pencernaan, paracetamol 1 gr/8 jam PO sebagai pereda nyeri, gliseril
guaikolat 100 mg/8 jam PO untuk membantu pengeluaran dahak pasien, serta
vitamin B kompleks 1 tab/24 jam PO.
51
Prognosis dari tumor intrakranial berkaitan dengan jenis tumornya.
Beberapa hal yang merupakan prognosis buruk tumor otak metastase adalah usia
lanjut, gejala-gejala muncul kurang dari 1 minggu, dan adanya penurunan
kesadaran. Pada kasus, terapi pasien lebih ditujukan kepada terapi paliatif untuk
mengurangi keluhan dan gelaja pasien serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
52
DAFTAR PUSTAKA
53