Anda di halaman 1dari 57

Presentasi Kasus

TUMOR METASTASE INTRAKRANIAL

Oleh:

Mandy Putriyudi, S.Ked 04054821820065


Karina Rahma Meidiarti, S.Ked 04084821921019

Pembimbing:

dr. Yunni Diansari, Sp.S

BAGIAN / DEPARTEMEN NEUROLOGI


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus

TUMOR METASTASE INTRAKRANIAL

Oleh:

Mandy Putriyudi, S.Ked 04054821820065


Karina Rahma Meidiarti, S.Ked 04084821921019

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 29 Juli –
02 September 2019.

Palembang, Agustus 2019

dr. Yunni Diansari, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME atas rahmat dan anugerah-Nya lah
presentasi kasus yang berjudul “Tumor Metastasis Intrakranial” ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Presentasi kasus ini disusun sebagai syarat ujian di Bagian Neurologi.
Tujuan disusunnya presentasi kasus ini agar dapat mengetahui mengenai Tumor
Metastasis Intrakranial. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Yunni
Diansari, Sp.S yang telah membimbing dan meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam penyusunan presentasi kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada sahabat dan teman-teman sejawat di bagian
neurologi yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis.
Akhir kata, presentasi kasus ini hanyalah sebentuk kecil tulisan yang masih
mengharapkan banyak kritik dan saran sehingga dalam perkembangannya dapat
menjadi lebih baik lagi. Semoga bermanfaat.

Palembang, Agustus 2019

Mandy Putriyudi, S.Ked


Karina Rahma Meidiarti, S.Ked

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………... Ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………... Iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. Iv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB II STATUS PASIEN………………………………………………….. 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………... 19
BAB IV ANALISIS MASALAH…………………………………………… 32

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………... 36

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Tumor metastase intrakranial adalah tumor sekunder yang jumlahnya empat


kali melebihi jumlah tumor primer. Secara umum, berdasarkan studi populasi dari
empat dekade terakhir menunjukkan tingkat kejadian sekitar 10 per 100.000
populasi. Perkiraan saat ini telah mengalami peningkatan dari 21.000 menjadi
43.000 pasien yang didiagnosis dengan tumor metastase intrakranial per tahun di
Amerika Serikat berdasarkan studi populasi pada data sensus tahun 2010.
Terdapat 98.000-170.000 kasus baru metastasis otak per tahunnya. Dari hasil
otopsi dan data klinis untuk jumlah total kasus kanker yang didiagnosis di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa lebih dari 100.000 pasien didiagnosis tumor
metastase intrakranial setiap tahun.

Tumor primer dapat berasal dari kanker paru (50%), payudara (15-25%),
melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal. Sebanyak 15% paien metastasis otak
tidak diketahui lokasi tumor primernya. Hampir semua keganasan sistemik dapat
bermetastasis ke otak, tetapi ada beberapa yang memiliki kecenderungan lebih
besar. Tumor metastase intrakranial cenderung lebih sering terjadi pada orang
dewasa daripada pada anak-anak dan terjadi pada pria dan wanita dengan
frekuensi yang sama. Beberapa perbedaan terlihat pada jenis keganasan primer
yang mendasari metastasis ke otak pada kedua jenis kelamin. Kanker paru-paru
adalah sumber paling umum dari metastasis otak pada pria, sedangkan kanker
payudara adalah sumber paling umum pada wanita.

Metastasis merupakan proses dinamis yang melibatkan berbagai proses.


Mekanisme spesifik dan urutan kejadian yang menyebabkan metastasis otak
belum sepenuhnya dimengerti. Baik sel kanker yang bermetastasis ke otak

1
maupun lingkungan pada otak itu sendiri memainkan peranan yang penting. Agar
sel metastatik dapat meninggalkan tumor primer, sel-sel ini harus memiliki
kemampuan untuk melepaskan diri, bersirkulasi dan menginvasi.

Gambaran klinik ditentukan oleh lokasi tumor dan peningkatan tekanan


intrakanial. Tanda penting dari tumor otak ialah adanya gejala neurologis yang
progresif. Progresifitas ini bergantung pada lokasi, kecepatan pertumbuhan tumor
dan edema di sekitarnya. Tumor metastasis intrakranial dapat didagnosis dengan
kombinasi dari pemeriksaan neurologis dan teknik pencitraan. Konfirmasi
diagnosis dianggap penting dalam terapi metastasis otak.

2
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI

Nama : Tn. SA

Tanggal Lahir : 27 Juli 1977

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Muara Enim

Pekerjaan : Supir

Agama : Islam

Bangsa : Sumatera

MRS : 30 Juli 2019

No. RM : 0001133585

3
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan istri pasien pada hari Minggu tanggal 04 Agustus 2019
pukul 13.00 WIB)
Pasien datang ke bagian IGD Neurologi RSMH karena mengalami
penurunan kesadaran secara perlahan-lahan.
Sejak ±1 bulan SMRS, pasien mengalami sakit kepala yang dirasa paling
berat dalam hidupnya. Sakit kepala dirasa terus menerus, seperti tertusuk-tusuk,
pada seluruh bagian kepala. Sebelumnya mual (-), muntah (-), demam (-). Pasien
belum berobat. Sejak ±3 minggu SMRS, pasien mengalami kelemahan sisi tubuh
kanan (+) secara perlahan, bicara pelo (+), mulut mengot (+). Pasien juga
mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan berupa sering mengantuk
dan sedikit bicara. Sebelumnya sakit kepala (+), muntah (+) 4x tanpa didahului
mual, isi apa yang dimakan. Kejang (-), gangguan sensibilitas berupa rasa baal
dan kesemutan (-). Pasien masih dapat memahami isi pikiran orang lain dan
mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan, dan isyarat. Sejak ±2
minggu SMRS, keluhan kelemahan sisi tubuh sebelah kanan dan penurunan
kesadaran dirasa semakin memberat berupa sulit dibangunkan. Penurunan berat
badan disangkal, perubahan emosi disangkal. Pasien kemudian berobat ke RSUD
dr. HM Rabain Muara Enim dan didiagnosis dengan kanker paru kanan stadium
IV. Pasien kemudian dirujuk ke RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, sakit jantung,
maupun stroke sebelumnya. Pasien memiliki riwayat sakit pada seluruh bagian
kepala sejak ±1 tahun yll, hilang timbul, intensitas sedang-berat, berkurang
dengan minum obat dan istirahat. Riwayat pandangan kabur (-), riwayat benjolan
di bagian tubuh lain (-), riwayat operasi/kemoterapi/radioterapi (-), riwayat
demam lama (-), riwayat batuk lama (-), riwayat minum obat selama 6 bulan yang
menyebabkan BAK merah (-), riwayat sakit gigi (-), riwayat keluar cairan dari
telinga (-), riwayat trauma kepala (-). Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak
remaja. Dalam 1 hari, pasien dapat menghabiskan 3 bungkus rokok. Riwayat
tumor dalam keluarga disangkal.
Pasien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama ±6 tahun
yang lalu. Penyakit ini dialami untuk yang kedua kalinya.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK (Minggu, 04 Agustus 2019, pukul 14.00 WIB)
Status Generalis

Kesadaran : E3M6V5 (GCS 14)

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi : 62 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernapasan : 36 x/menit, reguler, torakoabdominal

Suhu : 36,6oC (aksila)

Saturasi oksigen : 90% (dengan non-rebreathing mask 4 L/m)

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 165 cm

IMT : 18,36

Gizi : Gizi kurang (underweight)

Status Spesifik

Kepala : Normosefali, konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)

5
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)

Toraks :

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : HR 62 x/menit, reguler, BJ I & II normal, murmur


(-), gallop (-)

Paru : Inspeksi : RR 36 x/m, reguler, torakoabdominal, massa (-), statis


kanan > kiri, dinamis kanan tertinggal dari kiri

Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), stem fremitus kanan < kiri

Perkusi : Redup pada lapang paru kanan, sonor (+) pada lapang
paru kiri

Auskultasi : Vesikuler (+/+) melemah pada lapang paru kanan,


meningkat pada lapang paru kiri, ronkhi kasar (+/+), wheezing
(+/+)

Abdomen : Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba

6
Perkusi : Timpani (+) normal, nyeri ketok CVA (-), shifting
dullness (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”, edema pretibial (-), anemis (-)

Genitalia : Tidak diperiksa

Status Psikiatrikus

Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Kesakitan

Perhatian : Inadekuat Kontak Psikik : Ada

Status Neurologikus

KEPALA

Bentuk : Normocephali Deformitas : (-)

Ukuran : Normal Fraktur : (-)

Simetris : Simetris Nyeri fraktur : (-)

Hematom : (-) Pembuluh darah : Pelebaran (-)

Tumor : (-) Pulsasi : (-)

7
LEHER

Sikap : Lurus Deformitas : (-)

Tortikolis : (-) Tumor : (-)

Kaku kuduk : (+) Pembuluh darah : Pelebaran (-)

SYARAF-SYARAF OTAK

N. Olfaktorius Kanan Kiri

Penciuman Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Anosmia Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Hyposmia Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Parosmia Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.Opticus Kanan Kiri

Visus 6/6 6/6

Campus visi VOD VOS

- Anopsia Tidak ada Tidak ada

8
- Hemianopsia Tidak ada Tidak ada

N. Occulomotorius, Trochlearis
Kanan Kiri
dan Abducens

Diplopia Tidak ada Tidak ada

Celah mata Simetris Simetris

Ptosis Tidak ada Tidak ada

Sikap bola mata

Strabismus Tidak ada Tidak ada

Exophtalmus Tidak ada Tidak ada

Enophtalmus Tidak ada Tidak ada

Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada


-2 -2 -2 -2
Gerakan bola mata
-2 -2
0

-2 -2

-2

-2 -2

Pupil

9
- Bentuk Bulat Bulat

- Diameter Ø 3 mm Ø 3 mm

- Isokori/anisokor Isokor

- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada

Refleks cahaya

- Langsung Ada Ada

- Konsensuil Ada Ada

- Akomodasi Ada Ada

N.Trigeminus Kanan Kiri

Motorik

- Menggigit Normal Normal

- Trismus Tidak ada Tidak ada

- Refleks kornea Ada Ada

Sensorik

- Dahi Normal Normal

- Pipi Normal Normal

- Dagu Normal Normal

10
N.Facialis

Motorik Kanan Kiri

Mengerutkan dahi Simetris Simetris

Menutup mata Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Menunjukkan gigi Sudut mulut kiri tertarik, kanan tertinggal

Lipatan nasolabialis Plika nasolabialis kanan datar

Istirahat Sudut mulut kanan tertinggal

Berbicara/bersiul Pelo

Sensorik

2/3 depan lidah Tidak ada kelainan

Otonom

Salivasi Tidak ada kelainan

Lakrimasi Tidak ada kelainan

Chovstek’s sign Tidak ada Tidak ada

N. Cochlearis Kanan Kiri

Suara bisikan Normal Normal

Detik arloji Tidak diperiksa

11
Tes Weber Tidak diperiksa

Tes Rinne Tidak diperiksa

N. Vestibularis Kanan Kiri

Nistagmus Tidak ada Tidak ada

Vertigo Tidak ada Tidak ada

N. Glossopharingeus dan

N. Vagus

Arcus pharingeus Simetris

Uvula Di tengah

Gangguan menelan Tidak ada kelainan

Suara serak/sengau Tidak ada kelainan

Denyut jantung Tidak ada kelainan

Refleks

- Muntah Tidak ada kelainan

- Batuk Tidak ada kelainan

- Okulokardiak Tidak ada kelainan

- Sinus karotikus Tidak ada kelainan

12
Sensorik

1/3 belakang lidah Tidak ada kelainan

N. Accessorius Kanan Kiri

Mengangkat bahu Normal Normal

Memutar kepala Normal Normal

N. Hypoglossus

Mengulur lidah Deviasi ke kanan

Fasikulasi Tidak ada

Atrofi papil Tidak ada

Disartria Ada

MOTORIK

LENGAN Kanan Kiri

Gerakan Kurang Kurang

Kekuatan 2 4+

Tonus Meningkat Meningkat

Refleks fisiologis

13
- Biceps Meningkat Meningkat

- Triceps Meningkat Meningkat

- Radius Meningkat Meningkat

- Ulna Meningkat Meningkat

Refleks patologis

- Hoffman Tromner Tidak ada Tidak ada

- Leri Tidak ada Tidak ada.

- Meyer Tidak ada Tidak ada

Trofik Tidak ada Tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri

Gerakan Kurang Kurang

Kekuatan 2 4+

Tonus Meningkat Meningkat

Klonus

- Paha Tidak ada Tidak ada

- Kaki Tidak ada Tidak ada

Refleks fisiologis

14
- KPR Meningkat Meningkat

- APR Meningkat Meningkat

Refleks patologis

- Babinsky Ada Ada

- Chaddock Ada Ada

- Oppenheim Tidak ada Tidak ada

- Gordon Tidak ada Tidak ada

- Schaeffer Tidak ada Tidak ada

- Rossolimo Tidak ada Tidak ada

- Mendel Bechterew Tidak ada Tidak ada

Refleks kulit perut

- Atas Tidak ada kelainan

- Tengah Tidak ada kelainan

- Bawah Tidak ada kelainan

Trofik Tidak ada kelainan

15
SENSORIK

Tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIF

Miksi : Tidak ada kelainan

Defekasi : Tidak ada kelainan

Ereksi : Tidak dilakukan pemeriksaan

16
KOLUMNA VERTEBRALIS

Kifosis : Tidak ada

Lordosis : Tidak ada

Gibbus : Tidak ada

Deformitas : Tidak ada

Tumor : Tidak ada

Meningocele : Tidak ada

Hematoma : Tidak ada

Nyeri ketok : Tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL

Kaku kuduk : Ada

Kernig : Tidak ada

Lassegue : Tidak ada

17
Brudzinsky

- Neck : Tidak ada

- Cheek : Tidak ada

- Symphisis : Tidak ada

- Leg I : Tidak ada

- Leg II : Tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN

Gait Keseimbangan dan Koordinasi

Ataxia : Belum dapat dinilai Romberg : Belum dapat dinilai

Hemiplegic : Belum dapat dinilai Dysmetri :

Scissor : Belum dapat dinilai - jari-jari : Tidak ada

Propulsion : Belum dapat dinilai - jari hidung : Tidak ada

Histeric : Belum dapat dinilai - tumit-tumit : Tidak ada

Limping : Belum dapat dinilai Rebound phenomen : Tidak ada

Steppage : Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis : Tidak ada

Astasia-Abasia : Belum dapat dinilai Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai

18
Limb Ataxia : Belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL

Tremor : Tidak ada

Chorea : Tidak ada

Athetosis : Tidak ada

Ballismus : Tidak ada

Distonia : Tidak ada

Mioklonus : Tidak ada

FUNGSI LUHUR

Afasia motorik : Tidak ada kelainan

Afasia sensorik : Tidak ada kelainan

Apraksia : Tidak ada kelainan

Agrafia : Tidak ada kelainan

19
Alexia : Tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang di RSUP dr. HM Rabain Muara Enim:

1. Pemeriksaan imunologi antibodi HIV (17 Juli 2019)


Antibodi HIV negatif
2. Pemeriksaan CT Scan Toraks dengan Kontras Intravena (23 Juli 2019)
Limfadenopati multipel konglomerasi di paratrakea kanan – hilus kanan yang
menyebabkan atelektasis lobus superior paru kanan
Tidak tampak jelas gambaran massa di parenkim lobus superior paru kanan
yang kolaps. Lesi ring-enchanced kecil di dalamnya dd/ KGB, bronkiektasis

20
21
3. Pemeriksaan bronkoskopi (23 Juli 2019)
Terdapat massa intralumen yang menutup ostium bronkus lobus superior
kanan
Sampel dikirim untuk Tes Cepat Molekuler (TCM) di RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang dan pemeriksaan patologi anatomi

22
4. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) Tuberkulosis di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang (23 Juli 2019)
Tidak terdeteksi Mycobacterium tuberculosis
5. Pemeriksaan Patologi Anatomi di RSUD dr. HM Rabain Muara Enim (25 Juli
2019)
Kesan adenokarsinoma paru

Pemeriksaan penunjang di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang:

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang


(30 Juli 2019)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Hematologi

23
Hb 15,2 mg/dl 13,48-17,4 mg/dl Normal

RBC 5,05 juta/m3 4,4-6,3 juta/m3 Normal

Leukosit 26.760 /m3 4.730-10.890 /m3 Meningkat

Ht 44% 41-51 % Normal

Trombosit 379 x 103/m3 170-396 x 103/m3 Normal

Differential count

Basofil 0 0-1%

Eosinofil 7 1-6%
Shift to the left
Netrofil 79 50-70%

Limfosit 6 20-40%

Monosit 8 2-8%

Kimia Klinik

Faal Hemostasis

PT + INR 16,4 detik 12-18 detik Normal

INR 1,22

aPTT 30,9 detik 27-42 detik Normal

Fibrinogen 961 mg/dL 200-400 mg/dL Meningkat

24
D-dimer 1,61 µg/mL <0,5 µg/mL Meningkat

Hati

SGOT / AST 65 0-38 U/L Meningkat

SGPT / ALT 145 0-41 U/L Meningkat

Ginjal

Ureum 43 mg/dl 16,6-48,5 mg/dl Normal

Kreatinin 0,89 mg/dl 0,50-0,90 mg/dl Normal

BSS 124 mg/dl 100-139 mg/dl Normal

Elektrolit

Kalsium (Ca) 9,0 mg/dl 8,8-10,2 mg/dl Normal

Natrium (Na) 142 mEq/l 135-155 mEq/l Normal

Kalium (K) 4,9 mEq/l 3,5-5,5 mEq/l Normal

Klorida (Cl) 107 mmol/l 96-106 mmol/l Sedikit


meningkat

25
2. Pemeriksaan Rontgen Toraks AP (30 Juli 2019)

- Cor tidak membesar

26
- Corakan bronkovaskular normal
- Tampak perselubungan homogen pada lapangan atas paru kanan
- Trakea tertarik ke kanan
- Diafragma kanan dan kiri tampak licin
- Sinus kostofrenikus kanan dan kiri tampak lancip
- Tulang dan jaringan lunak baik

Kesan: Massa paru kanan yang menyebabkan atelektasis lapangan atas paru
kanan

27
3. Pemeriksaan CT Scan Kepala (30 Juli 2019)

28
- Tampak lesi hipodens pada mid-brain, lobus oksipitalis dekstra dan sinitra
- Tampak lesi hiperdens dengan dinding yang tebal pada lobus oksipitalis
dekstra dan sinistra
- Sulci dan cisterna tidak melebar atau menyempit
- Sistem ventrikel tidak melebar atau menyempit
- Tidak tampak pergeseran struktur garis tengah
- CPA tampak normal
- Tulang dan jaringan lunak tampak baik

Kesan:

Cenderung nodul metastasis pada lobus oksipitalis dekstra dan sinistra

Gambaran infark pada mid-brain

29
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik
- Observasi penurunan kesadaran
- Hemiparese dupleks tipe spastik
- Parese N. VII dan N. XII dextra tipe sentral
- Ophthalmoplegi bilateral
- Cephalgia kronis
Diagnosis Topik : Cerebri
Diagnosis Etiologi : SOL metastase intrakranial
Diagnosis Tambahan : Tumor paru kanan stadium IV (T4NxM1b) jenis
Adeno Carcinoma

VI. PENATALAKSANAAN
A. Non farmakologis

- Observasi penurunan kesadaran dan tanda-tanda vital (terutama


pernapasan)
- Head-up 30o
- O2 non-rebreathing mask 10 L/m
- Diet cair via NGT 1.800 kkal
- Suction berkala
- Nebulisasi salbutamol 2,5 mg dalam NaCl 0,9% 3 ml/8 jam

B. Farmakologis

30
- IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m makro
- Inj. Dexamethasone 5 mg/8 jam iv
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam iv
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam iv
- Paracetamol 1 gr/8 jam PO
- Gliseril guaiakolat 100 mg/8 jam PO
- Vitamin B kompleks 1 tab /24 jam PO

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

31
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Tumor metastase intrakranial merupakan neoplasma yang berasal pada


jaringan diluar sistem saraf pusat dan menyebar secara sekunder ke otak.8

3.2 Epidemiologi

Tumor metastase otak adalah tumor otak sekunder yang jumlahnya empat
kali melebihi jumlah tumor otak primer. Di Amerika Utara terdapat 98.000-
170.000 kasus baru metastasis otak per tahunnya. Angka ini akan terus bertambah
dengan meningkatnya populasi lanjut usia serta meningkatnya tatalaksana
diagnostik yang lebih baik dan kemajuan terapi mutakhir pada keganasan lokal
dan sistemik. Tumor primer dapat berasal dari kanker paru (50%), payudara (15-
25%), melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal. Sebanyak 15% paien metastasis
otak tidak diketahui lokasi tumor primernya.10

Secara umum, berdasarkan studi populasi dari empat dekade terakhir


menunjukkan tingkat kejadian sekitar 10 per 100.000 populasi. Perkiraan saat ini
telah mengalami peningkatan dari 21.000 menjadi 43.000 pasien yang didiagnosis
dengan tumor metastase intrakranial per tahun di Amerika Serikat berdasarkan
studi populasi pada data sensus tahun 2010. Dari hasil otopsi dan data klinis untuk
jumlah total kasus kanker yang didiagnosis di Amerika Serikat menunjukkan

32
bahwa lebih dari 100.000 pasien didiagnosis tumor metastase intrakranial setiap
tahun.9

3.3 Faktor Risiko

Hampir semua keganasan sistemik dapat bermetastasis ke otak, tetapi ada


beberapa yang memiliki kecenderungan lebih besar. Melanoma memiliki
kecenderungan lebih tinggi untuk bermetastasis ke otak. Keganasan lain seperti
kanker paru-paru, payudara, ginjal dan usus juga sering dijumpai. Tumor
metastase intrakranial cenderung lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada
pada anak-anak dan terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang sama.

Beberapa perbedaan terlihat pada jenis keganasan primer yang mendasari


metastasis ke otak pada kedua jenis kelamin. Kanker paru-paru adalah sumber
paling umum dari metastasis otak pada pria, sedangkan kanker payudara adalah
sumber paling umum pada wanita.8

3.4 Klasifikasi

Terdapat bermacam-macam klasifikasi tumor otak, baik atas dasar jaringan


asal tumor maupun atas dasar lokasi tumor. Suatu pembagian praktis dari
neoplasma susunan saraf pusat adalah sebagai berikut:1

A. Glioma
1. Astrositoma
i. Astrositoma derajat 1-2
ii. Astrositoma derajat 3-4 (glioblastoma multiforme)

33
2. Ependimoma
i. Ependimoma derajat 1-4
3. Oligodendroglioma
4. Meduloblastoma
5. Neuroastrositoma
B. Non-glioma
1. Meningioma
2. Adenohipofisis
3. Neurilemoma (neurofibroma)
4. Hemangioblastoma
5. Khordoma, kista parafisis (kista koloid), kista dermoid, epidermoid,
kraniofaringioma, papiloma dan pinealoma
C. Neoplasma metastatik intrakranium
Neoplasma yang dapat bermetastase ke susunan saraf pusat adalah (menurut
frekuensinya): karsinoma bronkus, mammae, ginjal, lambung, prostat dan
tiroid.

Klasifikasi menurut WHO:2

A. WHO Classification of Tumors of the Central Nervous System)


1) Tumors of Neuroepithelial Tissue
2) Tumors of the Cranial and Spinal Nerves
3) Tumors of the Meninges
4) Lymphomas and Hemopoeitic neoplasms
5) Germ Cell Tumors
6) Cysts and Tumor-like lesions
7) Tumors of the sellar region
8) Local extensions from regional tumors
9) Metastatic Tumors
B. WHO Classification of Tumors of Neuroepithelial Tissue.
1) Astrocytic Tumors
2) Oligodendroglial Tumors

34
3) Ependymal Tumors
4) Mixed Gliomas
5) Choroid Plexus Tumors
6) Neuroepithelial Tumors of uncertain origin
7) Neuronal and Mixed Neuronal-glial Tumors
8) Pineal parencymal Tumors
9) Embryonal Tumors
C. WHO Classification of Astrocytic Tumors
1) Astrocytoma
a. Fibrillary
b. Protoplasmic
c. Gemistocytic
2) Anaplastic Astrocytoma
3) Glioblastoma
a. Giant Cell Glioblastoma
b. Gliosarcoma
4) Pilocytic Astrocytoma
5) Pleomorphic xanthoastrocytoma
6) Subependymal Giant Cell Astrocytoma
D. WHO classification of Cerebral Gliomas
Grade I : Circumscribed Astrocytomas: Pilocytic Astrocytoma / PXA /
Subependymal Giant Cell Astrocytoma

WHO Classification of Diffuse Cerebral Gliomas


Grade II : Low-grade
Grade III: Anaplastic
Grade IV: Glioblastoma

35
3.5 Patofisiologi

Metastasis merupakan proses dinamis yang melibatkan berbagai proses.


Mekanisme spesifik dan urutan kejadian yang menyebabkan metastasis otak
belum sepenuhnya dimengerti. Baik sel kanker yang bermetastasis ke otak
maupun lingkungan pada otak itu sendiri memainkan peranan yang penting. Agar
sel metastatik dapat meninggalkan tumor primer, sel-sel ini harus memiliki
kemampuan untuk melepaskan diri, bersirkulasi dan menginvasi.6

Penyebaran sel tumor terjadi melalui sistem vaskular atau limfatik. Sel-sel
neoplasma ganas yang berproliferasi mampu melepaskan diri dari tumor induk
(tumor primer) dan memasuki sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain. Jika
tersangkut, sel-sel kanker embolik semacam ini mampu keluar dari pembuluh,
melanjutkan proliferasi, dan membentuk tumor sekunder. Satu fokus kanker
primer dapat menimbulkan banyak fragmen embolik yang selanjutnya dapat
membentuk lusinan atau bahkan ratusan nodul sekunder di tempat yang sangat
jauh dari fokus primer. Proses terputusnya penyebaran neoplasma ganas disebut
metastasis, dan anak fokus atau daerah pertumbuhan sekunder disebut daerah
metastasis.6

Walaupun begitu, mekanisme ini tidak berlaku untuk seluruh fenomena


metastasis. Mungkin sekali, sebagian besar sel kanker yang memasuki sirkulasi
darah atau limfatik atau berbagai rongga tubuh gagal untuk membentuk metastasis
yang tumbuh secara progresif. Hal ini sebagian disebabkan oleh berbagai
pertahanan tubuh (pertahanan imunologik) yang menghambat pertumbuhan sel
dan juga oleh karena tempat yang baru itu tidak memenuhi syarat tumbuh sel
kanker metstasis, sehingga tidak cocok bagi sel metastasis tersebut. Hal ini
dikenal juga dengan hipotesis “seed and soil”. Sel-sel tumor (seed) hanya dapat
berkembang jika berada pada organ yang tepat (soil).6

Kaskade metastatik adalah rangkaian proses yang terjadi pada proses


penyebaran kanker. Tidak semua mekanisme dan faktor yang berperan telah

36
teridentifikasi, namun sejumlah growth factors, sitokin, mediator imunologis dan
jalur molekular tampaknya memainkan peran. Urutan kejadiannya meliputi:
detachment, intravasation, transpor embolisasi, ekstravasasi, kolonisasi dan
angiogenesis.6

3.6 Manifestasi Klinis

Pembagian tumor dalam kelompok benigna dan maligna tidak berlaku


secara mutlak bagi tumor intrakanial, oleh karena tumor yang benigna secara
histologik dapat menduduki tempat yang vital sehingga menimbulkan kematian
dalam waktu singkat. Oleh karena itu maka tepatlah pendirian para ahli yang
mengatakan bahwa setiap tumor serebri haruslah dianggap “ganas secara klinis”.1

Gambaran klinik ditentukan oleh lokasi tumor dan peningkatan tekanan


intrakanial. Tanda penting dari tumor otak ialah adanya gejala neurologis yang
progresif. Progresifitas ini bergantung pada lokasi, kecepatan pertumbuhan tumor
dan edema di sekitarnya. Gambaran klinik tumor intrakranial dapat dibagi
dalam:1,2

1. Gejala umum tekanan intrakranial yang meninggi


a. Nyeri kepala
b. Muntah
c. Kejang fokal
d. Gangguan mental
2. Tanda-tanda fisis diagnostik
a. Papiledema
b. Pada anak-anak tekanan intrakranial yang meningkat dapat menimbulkan
diastase sutura kranii
c. Bradikardi dan irama dan frekuensi pernafasan berubah

37
d. Penipisan (destruksi) atau penebalan (hiperostosis) tulang tengkorak
3. Gejala-gejala fokal
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
 Lobus frontal
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian dengan fungsi intelektual
yang menurun, dengan konfabulasi dan Witzelsucht (suka membadut).
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal. Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan
inkontinentia. Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan
sindrom Foster Kennedy. Pada lobus dominan menimbulkan gejala
afasia.1,2
 Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym. Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan
pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom Gerstmann’s.1,2
 Lobus temporal
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi. Bila letak tumor lebih dalam
menimbulkan gejala afasia dan hemiparese. Pada tumor yang terletak
sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis,
parkinsonism.1,2
 Lobus oksipital
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan. Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objekagnosia. Tumor lobus oksipitalis
biasanya menimbulkan rasa nyeri dibelakang kepala, hemianopsia,
agnosia visual dan aleksia.1,2
 Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian
tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran.1,2

38
 Tumor di cerebello pontin angle (CPA)
Tersering berasal dari N. VIII (vestibulokoklear) yaitu acoustic neuroma.
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran. Gejala lain timbul bila tumor telah
membesar dan keluar dari daerah pontin angle.1,2
 Tumor Hipotalamus
Menyebabkan gejala peningkatan TIK akibat oklusi dari foramen Monroe.
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan.1,2
 Tumor di cerebelum
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem. Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang
menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal.1,2
4. Tanda lokalisatorik yang menyesatkan
a. Kelumpuhan N. IV
b. Kelumpuhan N.III
c. Babinski yang positif di kedua sisi
d. Gangguan mental
e. Gangguan endokrin
f. Ensefalomalasi
5. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
Proses desak ruang tidak saja memenuhi rongga tengkorak yang merupakan
runag yang tertutup, akan tetapi proses neoplasmatik sendiri dapat
menimbulkan perdarahan setempat. Selain itu, jaringan otak menjadi edema
akibat penimbunan katabolit disekitar jaringan neoplasma atau karena
penekanan pada vena. Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif
menimbulkan gangguan kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak yang
dinamakan:1,2
a. Sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke lateral
b. Sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak, dan
c. Herniasi serebelum di foramen magnum

39
3.7 Diagnosis

Tumor metastasis didagnosis dengan kombinasi dari pemeriksaan


neurologis dan teknik pencitraan. Dapat dilakukan lebih dari satu pemeriksaan
untuk mendiagnosis tumor metastasis, yaitu dengan MRI dan CT scan,
penggunaan kontras memudahkan untuk melihat tumor. Pada pemeriksaan CT
scan tanpa kontras, metastasis biasanya tampak isodens dan berbatas tegas. Lesi
hiperdens menunjukkan adanya perdarahan atau kalsifikasi. Hipodensitas ekstrim
dapat menggambarkan lemak. Pemeriksaan CT scan tanpa kontras juga
bermanfaat untuk mendeteksi efek massa seperti midline shift atau hidrosefalus.
Edema peritumoral akan terlihat sebagai hipodensitas di sekitar tumor hingga ke
white matter. Pada pemeriksaan CT scan dengan kontraslesi menjadi hiperdens
yang menggambarkan kerusakan sawar darah otak, neovaskular dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Penyangatan disekitarnya juga dapat dijumpai. Lesi
biasanya bulat, terutama jika berukuran kecil, dan berbatas tegas. Pada MRI,
sebagian besar lesi menunjukkan hipointens pada T1 dengan hiperintensitas pada
T2 dan FLAIR.3,5

Pada pemeriksaan CT scan dengan kontras lesi menjadi hiperdens yang


menggambarkan kerusakan sawar darah otak, neovaskular dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Penyangatan di sekitarnya juga dapat dijumpai. Lesi
biasanya bulat, terutama jika berukuran kecil dan berbatas tegas. Pada MRI,
sebagian besar lesi menunjukkan hipointens pada T1 dengan hiperintensitas pada
T2 dan FLAIR.3,4

PET (position emission tomography) mendapatkan informasi tentang


perubahan metabolism jaringan, merupakan pencitraan fungsional sel dan
jaringan. Aktivitas glikolisis sel kanker lebih tinggi dari sel normal, PET melalui
pengukuran tingkat glikolisi jaringan membedakan jaringan tumor dari jaringan
normal. PET seluruh tubuh dapat secara cepat menemukan lesi metastasis.

40
Pemeriksaan jaringan tumor dengan menggunakan mikroskop dapat meyakinkan
diagnosis patologis. Apabila diagnosis tumor metastasis ditemukan sebelum
tumor primer maka dilakukan beberapa pemeriksaan diantaranya pemeriksaan
darah, x-ray thorax, atau ct-scan thorax, ct-scan abdomen atau pelvis, body PET
scan atau pemeriksaan lain yang dibutuhkan.3,5

Gambar 1. Gambaran MRI pada Tumor Otak Metastasis

1) Tumor metastasis paru


Merupakan jenis tumor yang paling sering pada tumor metastasis pada wanita
maupun pria. Tumor otak biasanya ditemukan terlebih dahulu atau pada saat
yang sama, atau sesaat setelah ditemukannya tumor primer paru (rata-rata 6-9
bulan). Tumor metastasis intrakaranial dari paru biasa tunggal atau pun
multipel.3,4 Tumor paru merupakan salah satu tumor yang sering bermetastasis
ke otak, dengan angka kejadian berkisar antara 10-36% dari seluruh kanker
paru.7

41
Gambar 2. Gambaran CT Scan Lesi Metastasis Paru

Gambar 3. Gambaran MRI Lesi Metastasis Paru

2) Tumor metastasis payudara


Merupakan tumor terbanyak kedua pada tumor metastasis intrakranial pada
perempuan. Metastasis ditemukan beberapa tahun setelah ditemukannya tumor
payudara (sekitar 2-2,5 tahun). Tapi tidak jarang juga ditemukan pada 5-10
tahun pasca pengobatan. Umumnya ditemukan pada usia muda dan pre
menopause pada wanita. Sering ditemukan dua atau lebih tumor metastasis.3,4

42
Gambar 4. Gambaran MRI Tumor Metastasis Payudara

3.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding tumor otak metastasis cukup luas mencakup tumor


primer (glioma, meningioma, limfoma), infeksi (abses serebri, ensefalitis), lesi
demielinasi, infark serebral dan perdarahan intraserebral. Sebagian besar tumor
metastasis berupa lesi multipel yang menyangat kontras.

3.9 Tatalaksana
a. Pembedahan

Konfirmasi diagnosis merupakan langkah penting dalam terapi metastasis


otak, oleh karena itu apabila tumor primer tidak diketahui maka perlu dilakukan
pengambilan sampel tumor di otak. Pada metastasis soliter dapat dilakukan
operasi kraniotomi dan eksisi tumor apabila lokasi dapat dicapai melalui operasi
terbuka, terdapat efek massa desak ruang (defisit fokal, peningkatan tekanan
intrakranial), dan diagnosis tidak diketahui.

43
Pada metastasis otak multipel operasi kraniotomi dapat dipertimbangkan
bila satu lesi dapat dicapai dengan operasi terbuka dan lesi tersebut menyebabkan
gejala klinis yang jelas dan atau mengancam jiwa, bila semua lesi dapat dambil
semua saat operasi, dan diagnosis tidak diketahui. Operasi biopsi stereotaktik
dapat dipertimbangkan apabila lesi letak dalam, lesi multipel berukuran kecil,
toleransi pasien kurang baik, penyakit sistemik yang berat, dan diagnosis tidak
diketahui. Bukti kelas I menunjukkan bahwa operasi reseksi tumor metastasis
kemudian dilanjutkan dengan WBRT memberikan hasil yang baik dibandingkan
operasi saja.

b. Radiasi Eksterna
- Whole Brain Radiotherapy (WBRT)

Indikasi:

WBRT dapat diberikan sebagai terapi utama, kombinasi dengan SRS, atau
setelah operasi.

Teknik dan Target Radiasi:

WBRT dapat diberikan dengan teknik konvensional 2D lapangan


opposing lateral atau dengan radioeterapi konformal 3D. Lapangan radiasi
harus mencakup keseluruhan isi intrakranial. Pastikan bahwa fossa kranii
anterior, fossa kranii media, dan basis kranii masuk ke dalam lapangan.

Dosis Radiasi:

Sampai saat ini masi belum ada kesepakatan mengenai dosis dan fraksinasi
paling optimal untuk WBRT. Namun umumnya digunakan dosis adalah 30
Gy dalam 10 fraksi diberikan selama 2 minggu. Untuk pasien dengan

44
performa yang buruk, 20 Gy/5 fraksi merupakan pilihan yang baik untuk
dapat dipertimbangkan

- Stereotactic Radiosurgery (SRS)

SRS sebagai alternatif dari pembedahan melalui pemberian radiasi dengan


konformalitas sangat tinggi dengan rapiddosefall-off sehingga dapat
diiberikan dosis tinggi pada tumor.

Indikasi

Stereotacticradiosurgery (SRS) dapat dilakukan sebagai terapi tunggal


atau sebagai terapi kombinasi dengan wholebrainradiotherapy (WBRT),
dengan atau tanpa operasi.

Teknik Radiasi

SRS dapat dilakukan dengan linear accelerator (linac-based SRS),


gamma knife (Cobalt-based SRS), atau proton. Untuk SRS dengan
streotactic head frame (frame-based SRS), GTV merupakan lesi yang
menyangat pasca kontras yang terlihat di MRI, tanpa penambahan margin
baik untuk CTV maupun PTV. Sementara untuk SRS tanpa frame
(frameless SRS), -51- ditambahkan margin 1-2 mm untuk PTV.

Dosis Radiasi

Dosis biasanya dipreskripsikan pada isodosis 50% untuk gamma knife,


dan 80% untuk linac-based SRS. Dosis marginal maksimal adalah 24, 18
atau 15 Gy sesuai dengan volume tumor yang direkomedasikan.

Tabel 4.1. Panduan dosis SRS RTOG5 Diameter (cm) Dosis (Gy)

45
≤2,0 24

2,1 – 3,0 18

3,1 – 4,0 15

c. Terapi medikamentosa

Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada tumor otak sekunder, antara
lain:

1. Pemberian kortikosteroid untuk gejala klinis akibat edema otak. Dosis


awal deksametason 10-20 mg iv, kemudian 4x5 mg iv selama 2-3 hari
sampai gejala klinis membaik. Tappering off dimulai setelah gejala klinis
terkontrol.
2. Pemberian antagonis H2 seperti ranitidine 2x150 mg
3. Pemberian antikonvulsan seperti fenitoin. 10
d. Rehabilitasi

Merupakan bagian yang sangat penting pada bagian terapi. Tergantung


pada kebutuhan pasien dan bagaimana tumor mempengaruhi aktivitas kerja.
Occupational therapy, untuk mengatasi kesulitan dalam aktivitas untuk
kehidupan sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian dan pergi ke toilet.
Physical therapy terutama pada lengan yang lemah atau paralyse dan pada
gangguan keseimbangan. Speech therapy terutama pada pasien dengan
gangguan bicara.

3.10 Prognosis

46
Prognosis dari tumor intrakranial berkaitan erat dengan patologiknya, tumor
jinak dioperasi umumnya dapat sembuh, tumor ganas melalui operasi dan terapi
gabungan dapat memperpanjang survival, sebagian pasien bahkan dapat sembuh.
Diagnosis dini, terapi dini dan pemakaian metode terapi yang rasional merupakan
kunci meningkatkan angka kuratif.5

47
BAB IV

ANALISIS MASALAH

Tn. SA, 42 tahun, datang ke bagian IGD Neurologi RSMH karena


mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan. Dari anamnesis
didapatkan sejak ±1 bulan SMRS, pasien mengalami sakit kepala yang dirasa
paling berat dalam hidupnya. Sakit kepala dirasa terus menerus, seperti tertusuk-
tusuk, pada seluruh bagian kepala. Sejak ±3 minggu SMRS, pasien mengalami
kelemahan sisi tubuh kanan (+) secara perlahan, bicara pelo (+), mulut mengot
(+). Pasien juga mengalami penurunan kesadaran secara perlahan-lahan berupa
sering mengantuk dan sedikit bicara. Sebelumnya sakit kepala (+), muntah (+) 4x
tanpa didahului mual, isi apa yang dimakan. Pasien masih dapat memahami isi
pikiran orang lain dan mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan,
dan isyarat. Sejak ±2 minggu SMRS, keluhan kelemahan sisi tubuh sebelah kanan
dan penurunan kesadaran dirasa semakin memberat berupa sulit dibangunkan.
Penurunan berat badan disangkal, perubahan emosi disangkal. Pasien kemudian
berobat ke RSUD dr. HM Rabain Muara Enim dan didiagnosis dengan kanker
paru kanan stadium IV. Pasien kemudian dirujuk ke RSUP dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, sakit jantung,
maupun stroke sebelumnya. Pasien memiliki riwayat sakit pada seluruh bagian
kepala sejak ±1 tahun yll, hilang timbul, intensitas sedang-berat, berkurang

48
dengan minum obat dan istirahat. Riwayat pandangan kabur (-), riwayat benjolan
di bagian tubuh lain (-), riwayat operasi/kemoterapi/radioterapi (-), riwayat
demam lama (-), riwayat batuk lama (-), riwayat minum obat selama 6 bulan yang
menyebabkan BAK merah (-), riwayat sakit gigi (-), riwayat keluar cairan dari
telinga (-), riwayat trauma kepala (-). Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak
remaja. Dalam 1 hari, pasien dapat menghabiskan 3 bungkus rokok. Riwayat
tumor dalam keluarga disangkal. Pasien pernah dirawat di rumah sakit karena
keluhan yang sama ±6 tahun yang lalu. Penyakit ini dialami untuk yang kedua
kalinya.
Dari anamnesis, didapatkan keluhan penurunan kesadaran secara perlahan
dan nyeri kepala kronik progresif yang kemunginan disebabkan oleh peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Hal ini terjadi karena adanya efek desakan ruang dari
massa yang tumbuh secara progresif dalam rongga kompartemen tertutup
intrakranial sehingga menimbulkan regangan meningen yang merangsang reseptor
nyeri. Efek desak ruang tidak hanya timbul oleh massa tumor, tetapi juga oleh
edema otak disekitarnya (edema peritumor). Sakit kepala primer pada penderita
dapat disingkirkan karena nyeri yang dialami bersifat kronik dan progresif,
sedangkan pada nyeri kepala primer rasa nyeri yang timbul biasanya bersifat
kronik namun tidak progresif. Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor
intrakranial pada kira-kira 20% dari para penderita. Pada hasil anamnesis juga
didapatkan muntah tanpa disertai mual yang dapat timbul akibat efek dari
peningkatan tekanan intrakranial tersebut.
Defisit neurologis berupa kelemahan sisi tubuh kanan secara perlahan,
mulut mengot, serta bicara pelo juga dapat disebabkan oleh adanya massa tumor
intrakranial serta edema peritumor yang mendesak dan mendestruksi jaringan
otak. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak remaja, dalam 1 hari pasien dapat
menghabiskan 3 bungkus rokok. Kebiasaan pasien tersebut merupakan faktor
risiko timbulnya tumor primer pada paru kanan pasien yang telah didiagnosis
sejak 2 minggu SMRS di RSUD dr. HM Rabain Muara Enim. Diagnosis banding
abses serebri dapat disingkirkan karena pada pasien tidak memiliki riwayat
demam lama, infeksi gigi serta tidak memiliki riwayat infeksi telinga.

49
Tuberkuloma juga dapat disingkirkan dimana pasien tidak memiliki riwayat batuk
lama ataupun riwayat minum obat OAT 6 bulan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis, didapatkan kesadaran E3M6V5 (GCS
14), pernapasan takipnea 36 x/m, reguler, torakoabdominal, serta saturasi oksigen
90% dengan non-rebreathing mask 4 L/m. Pada pemeriksaan fisik status spesifik
paru didapatkan inspeksi statis kanan > kiri, dinamis kanan tertinggal, palpasi
stem fremitus kanan < kiri, perkusi redup pada lapang paru kanan, sonor (+) pada
lapang paru kiri, serta auskultasi vesikuler (+/+) melemah pada lapang paru
kanan, meningkat pada lapang paru kiri, ronkhi kasar (+/+), wheezing (+/+). Hal
ini dapat disebabkan karena adanya massa tumor pada paru kanan pasien yang
menyebabkan atelektasis lapangan atas paru kanan sehingga pasien mengalami
kesulitan bernafas.
Pada pemeriksaan fisik status neurologikus nervi craniales ditemukan
adanya ophthalmoplegi bilateral (N. III, IV, dan VI), serta parese nervus VII dan
nervus XII dekstra tipe sentral. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena massa
tumor dan edema peritumor telah menekan struktur batang otak. Pada
pemeriksaan fisik status neurologikus motorik juga didapatkan hemiparese
dupleks tipe spastik, dimana terdapat peningkatan tonus, peningkatan refleks
fisiologis, serta refleks patologis Babinsky dan Chaddock positif. Manifestasi
klinis tersebut menunjukkan adanya lesi pada Upper Motor Neuron (UMN), yaitu
pada otak akibat massa tumor intrakranial.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien mengarah ke tumor
metastasis intrakranial dengan tumor primer berada pada paru kanan yang telah
didiagnosis sejak 2 minggu SMRS di RSUD dr. HM Rabain Muara Enim. Untuk
memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang pencitraan. Tumor
metastasis intrakranial didagnosis dengan kombinasi dari pemeriksaan neurologis
dan teknik pencitraan. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan di RSUD dr.
HM Rabain Muara Enim (CT scan toraks, bronkoskopi, patologi anatomi)
menyatakan pasien menderita tumor paru kanan stadium IV (T 4NxM1b) jenis
Adeno Carcinoma. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang antara lain adalah foto rontgen toraks AP yang
memberikan gambaran massa paru kanan yang menyebabkan atelektasis lapangan

50
atas paru kanan, serta CT scan kepala yang memberikan gambaran cenderung
nodul metastasis pada lobus oksipitalis dekstra dan sinistra dan gambaran infark
pada mid-brain.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dapat ditegakkan diagnosis tumor metastasis intrakranial dari tumor primer paru
kanan stadium IV (T4NxM1b) jenis Adeno Carcinoma. Tumor paru merupakan
salah satu tumor yang sering bermetastasis ke otak, dengan angka kejadian
berkisar antara 10-36% dari seluruh kanker paru. Penyebaran sel tumor terjadi
melalui sistem vaskular atau limfatik. Sel-sel neoplasma ganas yang berproliferasi
mampu melepaskan diri dari tumor induk (tumor primer) dan memasuki sirkulasi
untuk menyebar ke tempat lain. Jika tersangkut, sel-sel kanker embolik semacam
ini mampu keluar dari pembuluh, melanjutkan proliferasi, dan membentuk tumor
sekunder. Tumor otak biasanya ditemukan terlebih dahulu atau pada saat yang
sama, atau sesaat setelah ditemukannya tumor primer paru (rata-rata 6-9 bulan).
Gambaran pencitraan tumor metastasis intrakaranial dari paru dapat bersifat
tunggal atau pun multipel.
Penatalaksanaan non-farmakologis yang diberikan pada pasien adalah
observasi penurunan kesadaran dan tanda-tanda vital (terutama pernapasan),
head-up 30o yang bertujuan untuk mengurangi TIK, O2 non-rebreathing mask 10
L/m untuk meningkatkan saturasi oksigen pasien, diet cair via NGT 1.800 kkal
karena pasien sulit makan per oral, suction berkala serta nebulisasi salbutamol 2,5
mg dalam NaCl 0,9% 3 ml tiap 8 jam untuk melegakan nafas pasien. Pada
tatalaksana farmakologis, pasien diberikan IVFD NaCl 0,9% gtt xx/m makro,
injeksi kortikosteroid dexamethasone 5 mg/8 jam iv untuk meringankan edema
cerebri akibat massa tumor. Dosis dexamethasone yang direkomendasikan antara
lain adalah 4-8 mg hingga 16 mg per hari atau lebih dalam dosis terbagi sesuai
dengan klinis pasien, dan dalam pemberiannya harus diingat agar di-tappering off.
Selain itu, pada pasien juga diberikan injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam iv sebagai
antibiotik profilaksis, injeksi ranitidine 50 mg/12 jam iv untuk mengurangi gejala
saluran pencernaan, paracetamol 1 gr/8 jam PO sebagai pereda nyeri, gliseril
guaikolat 100 mg/8 jam PO untuk membantu pengeluaran dahak pasien, serta
vitamin B kompleks 1 tab/24 jam PO.

51
Prognosis dari tumor intrakranial berkaitan dengan jenis tumornya.
Beberapa hal yang merupakan prognosis buruk tumor otak metastase adalah usia
lanjut, gejala-gejala muncul kurang dari 1 minggu, dan adanya penurunan
kesadaran. Pada kasus, terapi pasien lebih ditujukan kepada terapi paliatif untuk
mengurangi keluhan dan gelaja pasien serta meningkatkan kualitas hidup pasien.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Pillay, Prem. 2009. Brain Tumors. Available from:


http://www.drprempillay.org/eng/services_brain_tumors.htm. (Accessed at:
2019, August 11).
2. Greenberg, Harry S., Chandler, William F., Sandler, Howard M. 1999. Brain
Tumors. Oxford University Press: New York.
3. Marc Chamberlain M. Metastatic Brain Tumors. Chicago: American Brain
Tumor Association; 2012.
4. Anderson MD. Tumor of The Brain and Spine. Texas: Springer
Science+Business Media; 2007.
5. Desen W. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;
2013.
6. Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
7. Villano JL, Durbin EB, Normandeau C, et al. Incidence of Brain Metastasis at
Initial Presentation of Lung Cancer. Neuro Oncol; 2015, 17(1): 122-128.
8. American Association of Neurological Surgeon. Available from:
https://www.aans.org/en/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-
Treatments/Metastatic-Brain-Tumors (Diakses pada: 9 Agustus 2019).
9. Stelzer, Keith J.. 2013. Epidemiology and Prognosis of Brain Metastases.
Surgical Neuroligy Int.; 2013, 4: 192–202.
10. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. 2017. Tumor Otak. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

53

Anda mungkin juga menyukai