Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PORTOFOLIO

HIPERTENSI GESTASIONAL DAN HIPERTENSI KRONIK PADA IBU


HAMIL

Nama:Muzdalifah
NIM:11994442010243

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA
2021/2022
HIPERTENSI GESTASIONAL DAN HIPERTENSI KRONIS DALAM
KEHAMILAN

A. Pengertian
Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah ini umumnya tidak disertai dengan
adanya protein dalam urine atau kerusakan organ tubuh. Pada ibu hamil yang
mengalami kondisi ini, tekanan darah biasanya dapat kembali normal setelah
melahirkan.
Hipertensi kronis merupakan tekanan darah tinggi yang sudah terjadi sebelum hamil
atau sebelum usia kehamilan 20 minggu. Kondisi ini sering kali tidak bergejala,
sehingga banyak ibu hamil yang tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi
kronis. Hipertensi kronis pada ibu hamil sering kali baru terdeteksi ketika ibu hamil
menjalani pemeriksaan kandungan.

B. Etiologi
Hipertensi gestasional merupakan peningkatan tekanan darah yang terjadi akibat dari
proses kehamilan, dimana peningkatan tekanan darah secara abnormal terjadi akibat
proses kehamilan tanpa disertai dengan protein urine. Hipertensi gestasional ini bisa
terjadi saat terjadinya hemodilusi yaitu pada akhir trimester II atau pada usia kehamilan
lebih dari 20 minggu (Husin, 2013).
Hipertensi kronis merupakan gangguan pada sistem peredaran darah, dimana tekanan
darah mengalami peningkatan dari keadaan normal yang terjadi sebelum kehamilan
mencapai usia 20 minggu (ibu telah memiliki gangguan tersebut sebelum hamil) dan
berlanjut hingga 6 minggu post partum atau menetap serta memiliki kadar protein urine

C. Tanda Gejala
TANDA
● Usia
Peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat pada wanita
hamil berusia 40 tahun
● Kehamilan pertama
Kehamilan pertama memiliki risiko hampir 3 kali lipat
● Jarak antar kehamilan
Wanita dengan jarak kehamilan sebelumnya lebih dari 10 tahun memiliki risiko
hampir sama dengan kehamilan pertama. Risiko preeklampsia semakin meningkat
sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama.
● Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia sebelumnya merupakan faktor risiko utama dengan
peningkatan risiko hingga 7 kali lipat. Kehamilan pada wanita dengan preeklampsia
sebelumnya berkaitan dengan kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini,
dan membawa dampak yang buruk untuk janin
● Riwayat keluarga preeklampsia/eklampsia
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir 3 kali lipat.
Adanya riwayat preeklampsia pada ibu meningkatkan risiko sebanyak 3- 6 kali lipat.
● Kehamilan kembar
Kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat
● Obesitas sebelum hamil
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia. Semakin besar nilai Indeks Massa
Tubuh, semakin meningkatkan risiko. Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi
insulin yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia
● Diabetes Melitus Tergantung Insulin
Risiko preeklampsia meningkat hampir 4 kali lipat pada wanita dengan diabetes
sebelum hamil
● Penyakit ginjal
Preeklampsia meningkat sebanding dengan keparahan penyakit pada wanita dengan
penyakit ginjal
● Sindrom antifosfolipid
Antibodi antifosfolipid (antibody anticardiolipin, antikoagulan lupus atau keduanya)
meningkatkan risiko preeklampsia hampir 10 kali lipat
Gejala

● Sakit kepala
● Nyeri ulu hati
● Mual dan/atau muntah
● Bengkak
● Gangguan penglihatan
● Penurunan volume berkemih
● Mudah marah dan mudah lelah
● Sulit tidur

D. Klasifikasi

Klasifikasi

1. Hipertensi kronik
2. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
3. Hipertensi gestasional

4. Preeklampsia dan eclampsia


The Guideline Development Group (GDG) membagi definisi hipertensi menjadi
ringan, sedang dan berat untuk membantu dalam penerapan definisi sebagai berikut:

 Hipertensi ringan: tekanan diastolik 90 – 99 mmHg, tekanan sistolik 140 – 149


mmHg

 Hipertensi sedang: tekanan diastolik 100 – 109 mmHg, tekanan sistolik 150 – 159
mmHg

 Hipertensi berat: tekanan diastolik lebih besar sama dengan 110 mmHg, tekanan
sistolik lebih besar sama dengan 160 mmHg.

Hipertensi kronik

Hipertensi terjadi sebelum kehamilan dan menetap setelah persalinan tanpa disertai
proteinuria (protein dalam urin)

● TD ≥140/90 mmHg 
● Riwayat hipertensi sebelum hamil atau hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu 
● Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

● Hipertensi kronik disertai disertai proteinuria (protein dalam urin)


● Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20 minggu) 
● Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1

● Superimposed preeclampsia ( ≥1 kriteria dibawah ini)

● Proteinuria onset baru pada wanita dengan hipertensi kurang dari 20 minggu

● Jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu

● Proteinuria meningkat tiba – tiba jika hipertensi dan proteinuria timbul < 20 minggu

● Hipertensi meningkat tiba – tiba pada wanita dengan rewayat hipertensi terkontrol

● Trombositopenia ( trombosit < 100.000 /mm3)

● Peningkatan SGOT dan SGPT Gejala dengan hipertensi kronis dengan nyeri kepala
persisten, skotoma atau nyeri ulu hati juga dapat disebut dengan superimposed
preeclampsia
Hipertensi gestasional

Hipertensi yang timbul pada usia kehamilan >20 minggu tanpa proteinuria dan menghilang
setelah persalinan

Preeklampsia

Bila disertai keadaan sebagai berikut:

 Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg yang terjadi setelah umur
kehamilan diatas 20 minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya

 Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+. Bila proteinuria
negatif:

 Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.

 Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

 Terdapat edema paru dan sianosis

 Hemolisis mikroangiopatik

 Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)

 Gangguan fungsi hati : peningkatan kadar alanin dan aspartate aminotransferase.

 Pertumbuhan janin terhambat Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

 Tanda – tanda preeklampsia disertai tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥
110 mmHg pada 2 x pemeriksaan 6 jam setelah pasien dalam keadaan istirahat.

E. Patofisiologi
Patofisiologi Menurut (Triyanto,2014) Meningkatnya tekanan darah didalam arteri
bisa terjadi melalui beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat
jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah di setiap denyutan jantung
dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan
naiknya tekanan. inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah
menebal dan kaku karena arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah
juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk
sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan saraf atau hormon didalam
darah. Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh meningkat sehingga tekanan
darah juga meningkat.

F. Komplikasi

Komplikasi Hipertensi Gestasional


1. Menghambat pertumbuhan janin. Tekanan darah tinggi dapat berarti bahwa bayi tidak
mendapatkan oksigen, lahir prematur, atau bahkan dalam beberapa kasus tertentu, meninggal
dalam kandungan.

2. Kelahiran prematur. Jika komplikasi berkembang, atau sepertinya bayi tidak tumbuh


dengan baik, mungkin perlu dilahirkan lebih awal. Semakin parah tekanan darah tinggi, maka
semakin besar kemungkinan kelahiran prematur.

3. Kelahiran caesar. Ibu hamil darah tinggi berisiko melahirkan dengan operasi caesar (c-
section), yang merupakan operasi yang dapat menyebabkan komplikasi lain.

4. Abrupsio plasenta. Dalam kondisi ini, plasenta terpisah dari dinding rahim sebelum
proses melahirkan. Ada beberapa tingkat abrupsio plasenta yang berbeda, dan pada kasus
yang berat, bayi mungkin tidak mendapatkan cukup oksigen dan perlu segera dilahirkan.
Namun jika kondisi ini terjadi, plasenta akan rusak dan juga kemungkinan akan mengalami
pendarahan yang hebat. Kedua hal ini bisa membahayakan nyawa ibu dan si Kecil.

5. Berkembangnya penyakit kardiovaskular. Apabila sudah sampai pada tahap


preeklamsia, maka mulailah waspada pada risiko terkena penyakit kardiovaskular setelah
persalinan, khususnya pada kelahiran premature

G. Penatalaksanaan dalam Kebidanan

Penatalaksanaan Farmakologis. Penatalaksanaan Non Farmakologis terdiri dari Dietary


Approaches to Stop Hypertension (DASH), melakukan olahraga atau aktivitas fisik,
mengurangi asupan natrium, hindari konsumsi alkohol,berhenti merokok, faktor psikologi
dan stress, dan kalsium.
Pada kehamilan normal, MAP (Mean Arterial Pressure) pada perempuan turun 10-15 mmHg
selama paruh pertama kehamilan. Mayoritas perempuan dengan hipertensi kronik derajat
sedang (sistolik 140-160 mmHg dan diastolik 90-100 mmHg) memiliki penurunan yang sama
pada tekanan darah dan tidak membutuhkan terapi farmakologis selama periode ini.
Sebaliknya, tekanan diastolik >110 mmHg berhubungan dengan peningkatan risiko abruptio
placenta dan IUGR sementara tekanan sistolik >160 mmHg meningkatkan risiko perdarahan
intraserebral pada ibu. Oleh karena itu, pasien yang hamil harus memulai terapi obat jika
tekanan sistolik >160 mmHg atau tekanan diastolik >100 mmHg.
Keberhasilan terapi farmakologis yakni jika tekanan diastolik <100 mmHg dan tekanan
sistolik >160 mmHg. Perempuan dengan tanda-tanda klinis kerusakan organ target dari
hipertensi kronik harus memulai terapi farmakologis lebih awal yakni ketika TD >139/89
mmHg dengan target penurunan tekanan yang lebih rendah yakni <140/90 mmHg.
Metildopa
Metildopa, suatu agonis reseptor-alfa 2, adalah obat yang relatif aman, tetapi antihipertensi
ini memiliki aksi onset lambat dan berhubungan dengan kelelahan yang akhirnya membatasi
toleransi pasien terhadap obat ini. Dosis awal yang bisa digunakan yakni 3x500 mg per hari
dengan dosis maksimal 3 g per hari. Obat pilihan pertama lainnya yakni labetalol.
Labetalol
Labetalol Memiliki aksi dengan onset cepat, dapat diberikan secara oral maupun IV. Namun,
di Indonesia tidak terdapat labetalol IV. Dosis awal labetalol oral adalah 10 mg.
Nifedipin
Nifedipin juga menjadi obat pilihan untuk mengobat hipertensi kronik. Dosis nifedipin
bervariasi antara 30-90 mg per hari.
ACE-I (Angiotensin-Converting-Enzyme Inhibitor)
ACE-I (Angiotensin-Converting-Enzyme Inhibitor), misalnya captopril, harus dihindari
selama kehamilan karena berhubungan dengan disgenesis renal janin atau kematian ketika
digunakan pada trimester dua dan tiga dan juga meningkatkan risiko malformasi sistem saraf
pusat dan kardiovaskuler ketika digunakan pada trimester pertama.
ARB (Antagonis Reseptor Angiotensin II)
ARB (Antagonis Reseptor Angiotensin II) juga tidak boleh digunakan pada saat hamil karena
memiliki mekanisme aksi yang sama dengan ACE-I.
Diuretik
Diuretik tidak menyebabkan malformasi janin, tetapi sangat dihindari saat hamil karena
mengganggu volume plasma sehingga mengganggu aliran darah uterus-plasenta.

H. Daftar Pustaka
https://www.rspermata.co.id/articles/read/hipertensi-dalam-
kehamilan
https://hellosehat.com/jantung/hipertensi/hipertensi-gestasional/
Violentina, Viola (2019) Hubungan Usia Ibu dan Riwayat Hipertensi Sebelum Hamil
Dengan Kejadian PreEklampsia Di PMB Umi Kalsum Kec. Sekampung Udik Kab.
Lampung Timur Tahun 2018. Diploma thesis, Poltekkes Tanjungkarang

Anda mungkin juga menyukai