NIM :126309201035
1. Menurut anda, Hak Asasi Manusia (HAM) bersifat partikular atau universal?
Mengapa? Jelaskan alasannya?
Menurut saya HAM bersifat universal, karena HAM adalah hak yang dimiliki oleh
setiap manusia dari sejak ia lahir (hakiki) . HAM ini berlaku dimana pun, kapan pun, serta
berlaku kepada siapa pun itu artinya HAM bersifat universal. HAM itu tidak dapat diganggu
gugat, dihilangkan ataupun dicabut karena HAM merupakan anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa yang dimiliki oleh setiap manusia. HAM yang bersifat universal ini tidak
membedakan agama, suku, ras dan golongan semua sama dan setara bahkan tidak
memandang status sosial, status ekonomi, tingkat pendidikan maupun jabatan. Semua
manusia memiliki hak-hak yang sama tanpa terkecuali.
Apabila HAM bersifat partikular yang paham partikularistik wilayah operasi HAM
dilatar belakangi bahwa bangsa-bangsa yang; ada di dunia ini memiliki latar belakang
idiologi, sosial dan budaya yang berbeda, sehingga untuk memberlakukan paham HAM
kepada bangsa-seluruh bangsa yang ada di dunia merupakan sesuatu yang tidak mungkin.
Apalagi pandangan HAM yang universal tersebut tidak lain adalah pandangan dan pemikiran
dari budaya Barat yang tentunya tidak sama dengan cara pandang budaya Ketimuran, yang
nota bene banyak dianut oleh negara-negara yang sedang berkembang. HAM yang partikular
akan menimbulkan problematika. Pemikiran partikularis yang memandang pemberlakukan
HAM berdasarkan pada aspek kontekstual tiap-tiapnegara. Dengan kata lain, HAM aspek
kebiasaan-kebiasaan atau nilai-nilai dilihat tersendiri yang disesuaikan dengan budaya maupun
adat istiadat yang ada dan berkembang di dalam negara. Dengan demikian, pemberlakuan HAM
sangat diipengaruhi oleh keinginan dari negara. Misalnya, dalam pandangan universal bahwa salah
satu HAM yang perlu mendapat perlindungan adalah Hak Hidup. Tetapi didalam pelaksanaannya
pada suatu negara tertentu juga diatur mengenai hukuman mati. Hal inilah yangmenimbulkan
problematika diantara sifat universalitas HAM dan penerapannya di tiap-tiap negara yang
ccenderung menafsirkannya berdasarkan kebutuhan negara-negara tersebut (sifat Partikularis).
4. Perubahan iklim merupakan salah satu bagian dari isu HAM. Menurut anda apa yang
seharusnya kita lakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan?
Untuk mencegah dampak dari perubahan iklim dan kerusakan lingkungan agar
tidak terus terjadi kita bisa melakukan tindakan pencegahan mulai dari diri sendiri
5. Apakah pemerintah sudah maksimal dalam melakukan dalam penegakan HAM? Jika
sudah atau belum, sebutkan dan jelaskan bukti-buktinya!
Menurut saya belum, inilah realitanya di negeri Indonesia, mungkin orang bisa mati
tanpa ada penjelasan. Kontras menyebutkan bahwa Pemerintah masih belum serius
menuntaskan kasus dan condong mengabaikan hak-hak korban..Kontras menilai pemerintah
masih belum melaksanakan kewajiban untuk mengusut kasus HAM masa lalu. Bahkan,
diduga ada bentuk impunitas yang kental dengan pengabaian penegak hukum untuk
mengusut kasus.Kontras menyoroti salah satu indikasi pengabaian tersebut yakni ketika Jaksa
Agung ST Burhanuddin menyebut Peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM
berat berdasarkan rekomendasi Pansus DPR 2004. Pernyataan Jaksa Agung itu dianggap
sebagai alasan politis untuk menghindari penyidikan
Pada tahun 2012, Komnas HAM menyatakan penemuan adanya pelanggaran HAM
berat usai terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.Adapun sejumlah kasus yang
ditemukan antara lain adalah penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, penghilangan paksa,
hingga perbudakan. Kasus ini masih belum ditindaklanjuti kembali di Kejaksaan
Agung.Korban dari peristiwa 1965 diperkirakan mencapai 1,5 juta orang di mana sebagian
besar merupakan anggota PKI ataupun ormas yang berafiliasi dengannya . (Sumber
:KOMPAS. COM)
Pada Maret 2005, Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM
untuk melakukan penyelidikan terhadap peristiwa Talangsari Lampung tahun
1989.Kemudian, pada 19 Mei 2005, tim tersebut memperoleh kesimpulan bahwa ditemukan
adanya unsur pelanggaran berat pada peristiwa ini.Berkas penyelidikan kemudian diserahkan
ke Jaksa Agung pada tahun 2006 untuk ditindaklanjuti.Namun, kasus ini belum kunjung
tuntas diusut hingga kini.
Dalam peristiwa Talangsari, korban diperkirakan mencapai 803 orang. Peristiwa ini
terjadi pada 7 Februari 1989.Menurut rilis yang dikeluarkan oleh KontraS, saat itu terjadi
penyerbuan ke desa Talangsari yang dipimpin oleh Danrem Garuda Hitam 043, Kolonel
Hendropriyono. Penyerbuan tersebut dilakukan atas dugaan makar ingin mengganti Pancasila
dengan Al-Qur’an dan Hadits oleh jamaah pengajian Talangsari yang dimpimpin oleh
Warsidi. Akibatnya, sejumlah jama’ah hingga kini dinyatakan hilang, perkampungan habis
dibakar, dan ditutup untuk UMUM. (Sumber : KOMPAS. COM)
Kasus Wasior dan Wamena sendiri terjadi pada tahun 2001 dan 2003.Melansir BBC,
pada 13 Juni 2001, terduga aparat Brimob Polda Papua melakukan penyerbuan kepada warga
di Desa Wonoboi, Wasior, Manokwari, Papua. Tindakan ini dipicu oleh 5 anggota Brimob
dan satu orang sipil perusahaan PT Vatika Papuana Perkasa yang dibunuh.
Peristiwa Paniai juga masuk ke dalam deretan kasus HAM yang belum tuntas hingga
kini.Menurut KontraS dilansir dari BBC, kejadian bermula pada 8 Desember 2014 tengah
malam. Saat itu, sebuah mobil hitam dari Enaro menuju kota Madi yang diduga dikendarai
oleh dua oknum anggota TNI, dihentikan tiga remaja warga sipil.
Tiga remaja tersebut menahan mobil karena warga tengah mengetatkan keamanan
jelang natal.Tidak terima ditahan, terduga anggota TNI kembali ke Markas TNI di Madi Kota
dan mengajak beberapa anggota lainnya kembali ke Togokotu, tempat ketiga remaja menahan
mobil mereka sebelumnya.
Mereka pun mengejar ketiga remaja tadi.Keesokan paginya, warga Paniai berkumpul
dan meminta aparat bertanggungjawab terhadap remaja yang dipukul.Namun, sebelum
pembicaraan dilakukan, aparat gabungan TNI dan Polri sudah melakukan penembakan ke
warga.Akibat peristiwa ini, empat orang tewas di tempat, 13 orang terluka dilarikan ke rumah
sakit. Sementara satu orang akhirnya meninggal dalam perawatan di rumah sakit Mahdi.
Komnas HAM mencatat dalam peristiwa itu 194 orang dibunuh di Banyuwangi, 108
di Jember dan 7 orang di Malang. Selain itu, kebanyakan korban juga mengalami
penganiayaan. Beka menuturkan Komnas menemukan pembunuhan tersebut dilakukan
secara sistemik. Pembunuhan, kata dia, selalu menggunakan tindakan yang sama dan
berulang. Pelaku mengidentifikasi korban, kemudian massa mendatangi korban dan
menganiaya serta merusak rumah korban.
Unsur sistematis, kata Beka, terpenuhi melihat adanya pengkondisian dan lambatnya
aparat bergerak. Beka mengatakan tim Adhoc Komnas HAM telah melakukan penyelidikan
kasus ini sejak 2015. Berkas hasil penyelidikan telah disebarkan ke Kejaksaan Agung pada
November 2018. (Sumber : TEMPO. CO)
Berikut ini data kasus HAM yang masih mandek ( Sumber : TribunNews.con) Hari Senin, 1
Maret 2021
1. Peristiwa 1965-1966 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung pada 21 Desember
2018.
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa
Agung pada 21 Desember 2018.
3. Peristiwa Talangsari 1989 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung pada 21
Desember 2018.
4. Peristiwa Trisakti-Semanggi I dan II 1998-1999 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa
Agung pada 21 Desember 2018.
5. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung pada 21
Desember 2018.
6. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998 terakhir diserahkan kembali
ke Jaksa Agung pada 21 Desember 2018.
7. Peristiwa Wasior 2001-2002 Wamena-2003 (Papua) terakhir diserahkan kembali ke
Jaksa Agung pada 21 Desember 2018.
8. Pembunuhan Dukun Santet 1998 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung pada 26
Desember 2019.
9. Peristiwa Simpang KAA (Aceh) 1999 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung
pada 27 Desember 2018.
10. Peristiwa Jambu Keupok (Aceh) 2003 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung
pada 8 Maret 2017.
11. Peristiwa Rumah Geudong (Aceh) 1989-1998 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa
Agung pada 27 Desember 2018.
12. Peristiwa Paniai (Papua) 2014 terakhir diserahkan kembali ke Jaksa Agung pada 9
Oktober 2020.
Selain kasus tersebut juga ada kasus kebakaran hutan yang menimbulkan asap pekat
di Indonesia seperti di Riau, Palembang dan Palangkaraya pernah mengalami hal buruk yang
tentunya berbahaya bagi kehidupan masyarakat atau makhluk hidup. Ini termasuk
Pelanggaran HAM yang mestinya harus dicegah dan ditanggulangi agar setiap tahun tidak
terjadi,karena hak untuk hidup manusia dan makhluk hidup terganggu. Pemerintah dalam
janjinya selalu berupaya dan berupaya, tetapi faktanya pembalakan liar serta pembukaan
lahan tetap saja terjadi. Pemerintah belum bisa menindak otak dari pembalakan lahan untuk
lahan perkebunan dan hanya bisa menindak para anak buah yang terkesan diumpankan
kepada polisi.
Sumatera Selatan menjadi provinsi yang penduduknya paling banyak menderita ISPA,
yakni 291.807 orang. Peringkat kedua, Riau dengan jumlah penderita ISPA sebanyak
275.793 orang, dan Jambi dengan jumlah penderita ISPA 63.554 orang.Sementara itu jumlah
penderita ISPA di Kalimantan Barat mencapai 180.695 orang. Sedangkan penderita ISPA di
Kalimantan Selatan mencapai 67.293 orang. Adapun penderita ISPA di Kalimantan Tengah
berjumlah 40.374 orang.