Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HADIST TENTANG METODE


PENDIDIKAN ISLAM

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
1. ANJELINA (20511003)
2. SANTIKA (20511015)

DOSEN PENGAMPU :
Mata Kuliah : Hadist Tarbawa
Dosen pembimbing :Dr.Hasep Saputra

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP


TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"HADIST DHA’IF" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata ULUMUL HADIST.


Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang mengenai
hadist dha’if bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh


sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

curup, mei
2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah 3

B.Rumusan Masalah 3

C.Tujuan 3

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian 4

B.Kriteria-Kriteria hadis dha’if 5

C.Macam-macam hadis dha’if 8

D.Kehujjahan Hadis dha’if 11

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan 13

B.Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadits mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembinaan


hukum Islam, sebab disamping berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat-
ayat yang masih samar dan global dalam al Qur’an Hadits berfungsi
menetapkan hukum (Bayan Syar’i) terhadap suatu perkara yang belum ada
dalam al qur’an.

Besarnya peranan Hadits ini harus disertai dengan kecermatan dalam


memilah dan memilih Hadits yang benar-benar dari Rasulullah. Sebab suatu
hadits yang diragukan berasal dari Nabi maka akan sulit dipertanggung
jawabkan untuk dijadikan sebagai sumber hukum kedua setelah al qur’an.
Maka jika tersebarnya hadits-hadits semacam itu dapat menimbulkan
dampak negatif yang luar biasa. Di makalah ini akan dibahas mangenai
Hadits dhaif yang tidak mempunyai legitimasi yang kuat dibanding Hadits
shahih dan hasan. Bahkan sebagian ulama ada yang melarang Hadits ini
dijadikan sumber hukum. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah
ini.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :

1) Apakah pengertian Hadits Dhaif dan bagaimana klasifikasi Hadits


Dhaif?

2) Apa saja macam-macam Hadits dhaif yang disebabkan gugurnya


rawi dan cacat pada rawi atau matan ?

3) Bagaimana silsilah Hadits Dhaif ?

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk
menjawab dari pertanyaan:

1) Pengertian Hadits Dhaif dan klasifikasi Hadits Dhaif !

2) Macam-macam Hadits Dhaif yang disebabkan gugurnya rawi dan


cacat pada rawi atau matan !

3) Silsilah dari Hadits Dhaif !


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Haditst Dhaif

Hadits Dhaif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit
yang tidak kuat. Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan
rumusan dalam mendefinisikan hadits dhaif ini akan tetapi pada
dasarnya, isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa definisi,
diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih


dan syarat-syarat hadits hasan.

2. Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits


maqbul(hadits shahih atau yang hasan)

3. Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas, bahwa


Hadits dhaif adalah hadits yang salah satu syaratnya hilang.

Para ulama’ memberikan batasan bagi hadits dhaif yaitu :

‫الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح و ال صفات الحديث‬

Hadits dhaif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits.

Adapun menurut Muhaditsin, mendefinisikan:

‫حيح و‬ZZ‫ع صفتالص‬ZZ‫ا لم يجم‬ZZ‫و م‬ZZ‫اء ه‬ZZ‫ثر العلم‬ZZ‫ وقال اك‬.‫هو كل حديث لم تجتمع فيه صفات القبول‬
‫الحسن‬.

Hadis dhoif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat
bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadis
dhoif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis shohih dan hasan.
Adapun pengertian lain yaitu:

‫ث ْال َم ْقبُوْ ِل‬


ِ ‫َمافَقِ َد شَرْ طا ً ِم ْن ُشرُوْ ِط ْال َح ِد ْي‬

Hadits yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadits maqbul (yang
dapat diterima).

Adapun syarat-syarat hadits maqbul ada enam, yaitu:

1. Rawinya adil

2. Rawinya dhabith, meskipun tidak sempurna.

3. Sanadnya bersambung.

4. Padanya tidak terdapat suatu kerancuan.

5. Padanya tidak terdapat ‘illat yang merusak.

Pada saat dibutuhkan, hadits yang bersangkutan menguntungkan (tidak


mencelakakan). Demikian, al-Biqa’i dan al-Suyuthi serta yang lainnya
menghitung syarat-syarat diterimanya hadits tersebut. Akan tetapi
sehubungan dengan kriteria yang kedua mereka tidak menambahkan
kata-kata “meskipun tidak sempurna”. Ini adalah suatu masalah, sebab
bila seorang rawi tidak sempurna ke-dhabith-annya, maka haditsnya
adalah hadits hasan, bukan dha’if. Oleh karena itu ungkapan untuk
kriteria yang kedua ini adalah dengan “menambahkan kata-kata
“meskipun tidak sempurna”.

Alasan pemberian predikat dha’if kepada hadits yang tidak memenuhi


salah satu syarat diterimanya sebuah hadits adalah apabila pada suatu
hadits telah terpenuhi syarat-syarat di atas, maka hal itu menunjukan
bahwa hadits tersebut telah diriwayatkan sesuai dengan keadaan semula;
dan sebaliknya bila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka tidak
ada yang menunjukan demikian.

B. Klasifikasi Hadits Dhaif

Para ulama Muhaditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadist


dari dua jurusan, yakni dari jurusan sanad dan dari jurusan matan.
Sebab-sebab tertolaknya hadits dari jurusan sanad adalah:

1. Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan


maupun tentang kedhabitannya.

2. Ketidakbersambungannya sanad, dikarenakan adalah seseorang


rawi atau lebih, yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu
sama lain.

Adapun cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi itu ada sepuluh macam,
yaitu: Dusta, Tertuduh dusta, Fasik, Banyak salah, Lengah dalam
menghafal, Menyalahi riwayat orang kepercayaan, Banyak waham,
Tidak diketahui identitasnya, Penganud bid’ah, dan Tidak baik
hafalannya.

1. Klasifikasi Hadits Dha’if Berdasarkan Cacat Pada Keadilannya dan


Kedhabitan Rawi

a. Hadits Maudhu’

‫دا‬ZZ‫ك عم‬ZZ‫ان ذال‬ZZ‫واء ك‬ZZ‫ان س‬ZZ‫ول هللا ص م زورا وبهت‬ZZ‫وب الي رس‬ZZ‫نوع المنس‬ZZ‫هو المختلع المص‬
‫امخطآ‬.

Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seorang (pendusta), yang ciptaan
itu dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara palsu dan dusta, baik
di sengaja maupun tidak. Ciri-ciri hadis maudhu’ terdapat pada sanad
dan matan hadis.

Ciri-ciri pada sanad hadis yaitu, adanya pengakuan dari si pembuat


sendiri, qarinah yang memperkuat adanya pengakuan dari si pembuat
hadis maudhu’, qarinah yang berpautan dengan tingkah laku.

Adapun ciri pada matan hadis ditinjau dari segi lafadz dan ma’na. Dari
segi lafadz yaitu, bila susunan kalimatnya tidak baik dan tidak fasih.
Sedangkan dari segi ma’na yaitu, ketika hadis bertentangan dengan
Alquran, hadis mutawattir, ijma’, dan logika yang sehat.
Para Muhaddistin mengumpulkan hadis maudhu’ dalam sejumlah
karya, di antaranya :

· Al-Maudhu’at, karya Ibn Al-Jauzi

· Al-La’ali Al-Mashnu’ah Al-Marfu’ah ‘an Al-Hadist As-


Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu ‘iraq Al’Kittani

· Silsilah Al-Hadist Adh-Dha’ifah, karya Al-Albani.

b. Hadits Matruk

Hadis Matruk adalah;

‫هو الحديث الذي في اسناده راو متهم بالكذب‬.

Hadis yang pada sanadnya ada seorang rawi yang tertuduh dusta.

c. Hadits Mungkar

Yaitu hadis yang sanadnya terdapat rawi yang jelek kesalahanya,


banyak kelengahan dan tampak kefasikanya. Lawanya dinamakan
Ma’ruf.

d. Hadits Syadzdz

Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang maqbul (menyalahi


riwayat yang lebih utama darinya, baik karena jumlahnya yang lebih
banyak atau daya hapalnya yang lebih tinggi).

2. Klasifikasi Hadits Berdasarkan Gugurnya Rawi

a. Hadits Mu’allaq

Hadis yang kelihatanya tidak mengandung cacat, tapi setelah


diteliti ternyata mengandung cacat (sanad, matan, atau keduanya)

b. Hadits Mu’dhal

Menurut bahasa mu’dhal berarti sesuatu yang di buat lemah atau


lebih. Adapun menurut istilah Muhadditsin, hadis mu’dhal adalah
hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan.
c. Hadits Mursal

Menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang mempunyai arti “yang


dilepaskan”. Sedangkan menurut istilahnya adalah hadis yang gugur rawi
dari sanadnya setelah tabi’in. Baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil.

Ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan, hadis mursal terbagi


menjadi mursal jail, mursalshahabi, dan mursal khafi.

1) Mursal Khafi, pengguguran yang dilakukan oleh para tabi’in


jelas sekali, bahwa orang yang menggugurkan tidak hidup
sezaman dengan orang yang digugurkan.

2) Mursal Shahabi, pemberitaan sahabat yang disandarkan pada


Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak mendengar atau
menyaksikan sendiri. Karena ketika Rasulullah hidup, ia masih
kecil tau sebagai orang yang terakhir masuk islam.

3) Mursal Khafi, diriwayatkan oleh tabi’in, di mana tabi’in tersebut


hidup pada zaman sahabat, tetapi tidak pernah mendengar satu
hadis pun dari sahabat.

d. Hadits Munqathi

Adalah hadis yang sanadnya terdapat salah seorang yang digugurkan,


baik di ujung maupun di pangkal.

Macam-macam munqothi’ sebagai berikut :

1) Inqitho’ dilakukan dengan jelas. Bahwa si rawi meriwayatkan


hadis dapat diketahui tidak sezaman dengan guru yang
memberikan hadis padanya tadi.

2) Inqitha’ dilakukan dengan samar-samar. Hanya dapat diketahaui


oleh orang-orang yang mempunyai keahlian saja.

3) Diketahui dari pihak lain, dengan adanya kelebihan seorang rawi


atau lebih dalam hadis riwayat orang lain.

e. Hadits Mudhallas
Hadis yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa hadis
tidak bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut mudallis. Hadis yang
diriwayatkanya disebut mudallas, dan perbuatanya disebut tadlis.

3. Klasifikasi Hadits Berdasarkan Kuantitas Rawi

a. Hadits Marfu’

Hadits Marfu’ menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan, atau taqrir
(penetapan), atau sifat yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum
(disebut marfu’ = marfu’ hukman), baik yang menyandarkannya itu
shahabat atau bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung) atau
munqathi’ (terputus).

Dari definisi di atas, jelaslah bahwa hadits marfu’ ada 8 macam, yaitu :
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat. Masing-masing dari yang
empat macam ini mempunyai bagian lagi, yaitu : marfu’ secara tashrih
(tegas dan jelas), dan marfu’ secara hukum.

b. Hadits Mauquf

Mauquf menurut bahasa berasal dari kata waqf yang berarti berhenti.
Seakan-akan perawi menghentikan sebuah hadis pada sahabat. Mauquf
menurut pengertian istilah ulama hadis adalah:

ِ َّ‫الص َحابِ ْي ِم ْن قَوْ ٍل أَوْ فِع ٍْل أَوْ نَحْ ٍو ُمت‬


‫صاًل َكانَ ُم ْنقَ ِطعًا‬ ِ ُ‫َما ا‬
َ ‫ض ْيفَ إِلَي‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, baik dari perkataan,


perbuatan, atau taqrir, baik bersambung sanadnya maupun terputus.”

Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu
yang disandarkan kepada seorang sahabat atau segolongan sahabat, baik
perkataan, perbuatan, atau persetujuannya, bersambung sanadnya
maupun terputus disebut dengan hadis mauquf. Sandaran hadis ini hanya
sampai kepada sahabat, tidak sampai kepada Rasulullah saw.

c. Hadits Maqthu’
ْ َ‫) ق‬
Menurut bahasa kata maqthu’ berasal dari akar kata ( ‫ا يُقَطِّ ُع قَطَّ َع‬Zً‫طع‬
yang berarti terpotong atau teputus, lawan dari maushul yang berarti
bersambung. Kata terputus di sini dimaksudkan tidak sampai kepada
Rasulullah saw, hanya sampai kepada tabi’in saja.

Menurut istilah hadis maqthu‟ adalah

ِ ُ‫َما ا‬
‫ض ْيفَ إِلَيالتابعي أو من دونه من قول أو فعل‬

“Sesuatu yang disandarkan kepada seorang tabi‟in dan orang setelahnya


daripada Tabi’in kemudian orang-orang setelah mereka, baik berupa
perkataan atau perbuatan dan sesamanya.

Dari berbagai definisi di atas dapat kita fahami bahwa segala sesuatu
yang disandarkan kepada tabi‟in atau orang setelahnya, baik perkataan,
perbuatan, atau persetujuannya, bersambung sanadnya maupun terputus
disebut dengan hadis maqthu’.

C. Silsilah Haditst Dhaif

Hadits 1.

Yang artinya: “penduduk Syam adalah cambuk Allah di bumi-Nya. Allah


akan membalas kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-
hamba-Nya dengan mereka. Haram bagi kaum munafik untuk
menggungguli kaum mukmin dan mereka tidak akan mati kecuali dengan
kesedihan dan kesengsaraan”.

Hadits tersebut dha’if. Telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-


Mu’jam al-Kalir dari dua sanad, yaitu al-Mu’jam bin Muslim dari
Muhammad lain Ayyub. Memang sanadnya terlihat shahih. Barangkali
karena itulah syekhul islam Ibnu Thamiyah dengan berdasarkan riwayat
tersebut menjadikan “keutamaan negeri Syam” sebagai bab tersendiri
dalam gurunnya, namun hakikatnya tidaklah demikian dikarenakan dua
sebab:
1. Riwayat ‘An ‘Anah (yakni menggunakan lafadz ‘An fullan ‘An
fullan).

2. Sanad terhenti, yaitu telah diriwayatkan dengan sanad yang mauquf


oleh Haitsam bin Khatijah, ia berkata “riwayat ini sanadnya terhenti
sampai kepada Khatijah”

Hadits 2.

Yang artinya: “barang siapa yang melahap madu tiga hari setiap bulan
pada pagi hari, maka ia tidak akan tertimpa mushibah besar”

Hadits dha’if. Telah diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam at-Tarikh


(11/55), Ibnu Majad (11/343), ad-Daulabbi (1/185), al-Aqaili dalam kitab
adh-Dhuha (hlm.248) dan yang lainnya, dengan sanad dari Said bin
Zakaria, dari Zubair bin Said al-Hasyimi, dari Abd. Hamid bin Salim,
dari Abu Hurairah r.a.. kemudian al-Uqaili berkata, “imam Bukhari telah
menyatakan bahwa Abd. Hamid bin Salim tidak terbukti bertemu dan
mendengar lansung dari Abu Hurairah r.a.”

Dengan demikian, saya berpendapat bahwa ia majhul, begitu pula yang


ditegaskan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Tagrib, dengan menambahkan
bahwa Zubair bin Said juga termasuk deretan perawi sanad yang lunak
(yakni tidak menatap) dalam meriwayatkan hadits-haditsnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadis dhoif adalah semua hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-
sifat bagi hadis yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama;
hadis dhoif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadis shohih dan
hasan.

Adapun cacat pada keadilan dan kedhabitan rawi itu ada sepuluh
macam, yaitu: Dusta, Tertuduh dusta, Fasik, Banyak salah, Lengah dalam
menghafal, Menyalahi riwayat orang kepercayaan, Banyak waham, Tidak
diketahui identitasnya, Penganud bid’ah, dan Tidak baik hafalannya.
Klasifikasi hadits dha’if berdasarkan cacat pada keadilannya dan
kedhabitan rawi itu dapat dibagikan atas hadits maudhu’, hadits matruk,
hadits mungkar, dan hadits syadzdz. Kemudian klasifikasi hadits
berdasarkan gugurnya rawi dapat dibagikan atas hadits mu’allaq, hadits
mu’dhal, hadits mursal, hadits munqathi, dan hadits mudhallas. Selanjutnya
klasifikasi hadits berdasarkan kuantitas rawi terdiri atas hadits marfu’, hadits
mauquf, dan hadits maqthu’.

B. Saran

Adapun makalah kami ini adalah makalah hasil pemikiran sendiri,


yang didasari dari refrensi-refrensi yang kami dapatkan baik dari buku
diperpustakaan maupun pengetahuan dari online. Jika terdapat kesalahan
dan kekurangan dari makalah kami ini, kami berharap kritik/saran dan
masukan dari pembaca, guna untuk mewujudkan perubahan kelebih baik di
kemudian harinya. Terimakasih..

DAFTAR PUSTAKA

Agus Solihin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: CV. Pustaka


Setia, 2008

Bani (al), Muhammad Nashiruddin, Silsilah Hadits Dha`if dan


Maudhu’, Jakarta: Gema Insani Press, 2012.

Maliki (al), Muhammad Alawy, al-Manha al-Lathif fi Usul al-Hadith


al-Sharfi, Terj. Adnan Qahar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Muhammad Ahmad, Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung: CV.


Pustaka Setia, 2000.
KATA

Anda mungkin juga menyukai