Anda di halaman 1dari 3

Pertemuan kelima tentang Sumber Hukum Islam

Adapaun sumber-sumber hukum Islam adalah


1. Al-Qur’an merupakan sumber utama dan terutama yang memuat kaidah-kaidah
fundamental baik mengenai ibadah maupun mengenai muamalah;
2. As-Sunnah (Hadis) merupakan sumber kedua yang memuat kaidah-kaidah umum dan
penjelasan terperinci terutama mengenai ibadah;
3. Akal fikiran atau ar-ra’yu yang dilaksanakan melalui Ijtihad sebagai sumber
pengembangan atau sumbert pelengkap ajaran Islam.
Al-Ra’yu (Akal Fikiran atau Ijtihad)
Sumber hukum Islam ketiga adalah akal fikiran manusia yang memenuhi syarat
untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh kemampuan yang ada padanya memahami
kaidah-kaidah hukum yang fundamental yang terdapat dalam Al-Qur’an, kaidah-kaidah
hukum yang bersifat umum yang terdapat dalam sunnah Nabi dan merumuskannya
menjadi garis-garis hukum yang dapat dilaksanakan pada suatu kasus tertentau. Atau
berusaha merumuskan garis-garis atau kaidah-kaidah hukum yang pengaturannya tidak
terdapat di dalam kedua sumber hukum Islam itu.
Akal fikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad yang menjadi sumber
hukum Islam yang ketiga ini, dalam kepustakan disebut dengan istilah ar-ra’yu atau
Ijtihad.
Dasar hukum untuk mempergunakan akal fikiran atau ra’yu untuk berijtihad dalam
pengembangan hukum Islam itu adalah(1) Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia
berfikir dan merenungkan ayat-ayatNya. Ia mengajak manusia untuk mempergunakan
fikiran dan penalarannya mengenai persoalan-persoalan hukum (2)Hadis Mu’az bin Jabal
yang menjelaskan bahwa Mu’az sebagai penguasa (ulil amri) di Yaman dibenarkan oleh
Nabi mempergunakan ra’yunya untuk berijtihad.
Perkataan Ijtihad (dalam bahasa Arab)berasal dari kata Jahada artinya bersungguh-
sungguh atau menghabiskan segala daya dalam berusaha. Dalam hubungannya dengan
hukum, Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan
mempergunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang
memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada
ketentuannya dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Oran yang berijtihad disebut
mujtahid.
Dilihat dari jumlah pelakunya, Ijtihad dapat dibagi dua yakni Ijtihad individu ( Ijtihad
fardi) dan Ijtihad kolektif (Ijtihad jama’i), Dilihat dari lapangan Ijtihad dapat dilakukan
terhadap:
1.Persoalan-pertsoalan hukum yang zhanni sifatnya (tidak tegas pernyaannya dalam Al-
Qur’an dan Hadis.
2. Hal-hal yang tidak terdapat ketentuannya dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah
3. Mengenai masalah-masalah hukum baru yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat.
Tadak semua orang dapat berijtihad. Yang dapat menjadi mujtahid yakni orang
yang memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami al_Qur’an dan kitab-kitab Hadis yang
tertulis dalam bahasa Arab;
2. Mengetahui isi dan sistem hukum al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk memahami al-
Qur’an;
3. Mengetahui Hadis-Hadis hukum dan ilmu-ilmu Hadis yang berkenaan dengan
pembentukan hukum
4. Menguasai sumber-sumber hukum Islam dan cara-cara (metode) menarik garis-garis
hukum dari sumber-sumber hukum Islam;
5. Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fiqh;
6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan hukum Islam
7. Jujur, dan ikhlas
8. Menguasai ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu yang relevan dengan maslah yang diijtihadi
itu;
9. Dilakukan secara kolekti bersama para ahli (disiplin ilum) lain.
Metode-metode Ijtihad.
Ada beberapa metode atau cara cara untuk melakukan Ijtihadf, baik ijtihad itu
dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Diantara metode
atau cara berijtihaditu adalah:
1. Ijma’
2. Qiyas;
3. Maslahah mursalah;
5. Istihsan;
6. Istishhab;
7.’Urf
9. dan lain-lain
(Baca Muhammad Daud Ali: Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia halaman 107-110)

Anda mungkin juga menyukai