Anda di halaman 1dari 3

BUKU JAWABAN TUGAS MATA

KULIAH TUGAS 1

Nama Mahasiswa : ALFIAN RENALDY

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041770576

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4301/Hukum Telematika

Kode/Nama UPBJJ : 49/BANJARMASIN


1.
1. Membuat Undang-Undang
Cara paling elegan agar tindakan cyber crime tidak semakin merajalela adalah dengan
membuat peraturan yang dimasukkan kedalam Undang-undang. Penegakan hukum
nantinya bakal membuat para pelaku cyber crime berpikir panjang sebelum melakukan
tindakan kriminal karena dasar hukumnya jelas.
Di Indonesia, aturan mengenai cyber crime saat ini menginduk pada UU ITE. Namun,
sayangnya pola penindakannya masih belum maksimal dan seringkali terkesan
dipaksakan. Penegakan hukum di ranah dunia maya memang masih abu-abu karena
dokumen elektronik sendiri belum bisa dijadikan sebagai barang bukti oleh KUHP.
2. Membentuk Lembaga Penanganan Khusus
Anda tentu tidak asing dengan Divisi Cyber Crime Mabes Polri. Nah, saat ini kitaa
memerlukan lembaga khusus seperti itu untuk menangkal dan menyelidiki potensi
terjadinya tindak kejahatan di ranah digital.
Beberapa negara tercatat sudah mulai menerapkan konsep ini dengan membentuk
lembaga khusus yang menangani persoalan cyber crime, kendati demikian hal tersebut
hanya akan efektif jika diterapkan oleh banyak negara, sehingga tidak ada celah bagi
pelaku ciber crime dimanapun mereka berada.
3. Memperkuat Sistem
Pengamanan sistem menjadi benteng pertama yang bisa kita andalkan untuk menghindari
potensi cyber crime. Untuk mengamankan sistem secara mandiri Anda bisa
menambahkan beberapa add ons seperti Sertifikat SSL pada website, antivirus komputer,
hingga melakukan pengamanan fisik pada jaringan untuk memproteksi server.
Terlepas dari itu, jika Anda memiliki website bisnis, pastikan menggunakan layanan VPS
Indonesia dari Qwords.com yang sudah dibekali berbagai teknologi masa kini. Alhasil,
kejahatan cyber crime seperti malware atau defacing lebih bisa diminimalkan. dengan
perkembangan ketatanegaraan, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia saat ini, mengacu pada UndangUndang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Sebelumnya pengaturan mengenai tata
urutan perundang-undangan diatur dalam TAP MPR Nomor III/MPR/2000 dan UU
Nomor 10 Tahun 2004. Dalam UU Nomor 12 tahun 2011, secara berurutan berdasarkan
ketentuan Pasal 7 ayat (1), hierarki peraturan perundang-undangan tersebut, yaitu: (a)
UUD 1945; (b) Ketetapan MPR; (c) UU/Perpu; (d) PP; (e) Perpres; (f) Perda Provinsi (g)
Perda Kabupaten/Kota.

Sumber : media.neliti.com

2. Lazada Indonesia (www.lazada.co.id) lebih berfokus kepada tipe e-commerce B2C atau
Business to Customer karena tujuan utama perusahaan adalah menyerap customer
individu yang melakukan transaksi di situs mereka. Dalam Business to Customer akan
lebih terfokus bagaimana mekanisme dasar bagi pembeli untuk mengakses perusahaan
tersebut di dalam sebuah web yang sudah disediakan oleh perusahaan. Setelah itu
bagaimana pelayanan situs tersebut dan yang paling rumit adalah bagaimana
menciptakan tantangan utama untuk penjualan. E-commerce memberikan pengalaman
berbelanja yang sesungguhnya dengan dapat membeli dari rumah dan dapat dilakukan
selama 24 jam dalamsehari, 7 hari dalam seminggu.
Sumber : media.neliti.com

3. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam transaksi
jual beli melalui media internet (E-Commerce) juga berperan untuk memberikan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang melakukan transaksi, sebagaimana hak
tersebut tercantum dalam Pasal 4 UUPK. Hak konsumen dalam transaksi E-Commerce
dapat berupa privacy, accuracy, property, dan accessibility dalam penggunaan digital
signature. Upaya hukum yang dapat di tempuh apabila terjadi wanprestasi dalam
transaksi jual beli melalui internet (E-Commerce) ada dua cara penyelesaian sengketa
yaitu melalui pengadilan yang dimungkinkan apabila para pihak dalam perjanjian belum
memilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau upaya penyelesaian
sengketa diluar pengadilan tidak berhasil dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan
yang dapat ditempuh melalui badan penyelesaian sengketa konsumen (BPSK).
Walaupun tidak menjadi media yang harus di tempuh oleh konsumen dan pelaku usaha
untuk menyelesaiakan perselisihan mereka. BPSK ini di khususkan untuk menyelesaikan
sengketa itu dalam waktu 21 hari sejak gugatan diterima selain melalui BPSK. Juga dapat
diselesaikan dengan cara arbitrase, konsiliasi dan mediasi.

Sumber : media.neliti.com

Anda mungkin juga menyukai