Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Manajemen Risiko kredit dan pembiayaan

Untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Manajemen Resiko Bank Syari’ah
Dosen Pengampu : Fathur Rokhman, M.E

Disusun Oleh :
Tukmaninah (341119016)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM KI AGENG
PEKALONGAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya. Sehingga penyusunan makalah ini yang berjudul
“Manajemen Risiko kredit dan pembiayaan” dapat terselesaikan. Disusunnya
makalah ini untuk memenuhi tugas fiqh muamalah kontemporer dengan dosen
pengampu bapak Fathur Rokhman M.E., sholawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini selain sebagai tugas juga bermaksud untuk
memberikan wawasaan terhadap pembaca, semoga makalah ini bermanfaat serta
menambah pengetahuan pembaca. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini
banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Pekalongan, 4 Oktober 2021

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
2.1 Pengertian Manajemen risiko kredit dan pembiayaan.........................................3
2.1.1 Pengertian Manajemen Risiko......................................................................3

2.2.2 Manajemen Risiko Kredit.............................................................................5

2.2 Risiko Inhern...................................................................................................5


2.3 Prinsip-prinsip islamic financial service board...............................................6
2.4 Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Syari'ah ( Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah)..........................................................................................................7
2.5 Penerapan Manajemen risiko........................................................................10
2.6 Sistem Pengendalian internal........................................................................13
2.7 Penilaian Kualitas Asset....................................................................................14
2.8 Lembaga Pemeringkat..................................................................................15
2.9 Mitigasi Risiko Kredit...................................................................................15
2.10 Restrukturisasi Pembiayaan..........................................................................16
BAB III PENUTUP.....................................................................................................19
Kesimpulan..............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap bidang hal dalam bisnis senantiasa berhadapan dengan


risiko. Interaksi suatu lembaga dalam kegiatannya akan menimbulkan
risiko dari faktor mikro dan makro ekonomi. Resesi ekonomi dan
persaingan bisnis, keunggulan teknologi, kesalahan suplier, intervensi
politik, atau bencana alam merupakan risiko potensial yang akan dihadapi
oleh setiap lembaga bisnis. Namun demikian, peran lembaga keuangan
yang spesifik dalam proses intermediasi dan sistem pembayaran akan
menyebabkannya menghadapi berbagai risiko yang tidak dihadapi oleh
jenis lembaga lainnya1. Untuk itu, setiap lembaga harus mampu
mengelola setiap risiko yang dihadapinya Kegiatan usaha Bank senantiasa
dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi keuangan. Perkembangan lingkungan
eksternal dan internal perbankan syariah yang semakin pesat
mengakibatkan Risiko kegiatan usaha perbankan syariah semakin
kompleks. Menghadapi kondisi tersebut, Bank perlu memperhatikan
seluruh Risiko baik yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi kelangsungan usaha Bank, termasuk yang berasal dari
Perusahaan Anak dengan menerapkan Manajemen Risiko secara
konsolidasi. Bank dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungan
melalui penerapan Manajemen Risiko yang sesuai dengan Prinsip Syariah.
Prinsip-prinsip Manajemen Risiko yang diterapkan pada perbankan
syariah di Indonesia diarahkan sejalan dengan aturan baku yang
dikeluarkan oleh Islamic Financial Services Board (IFSB). Penerapan
Manajemen Risiko pada perbankan syariah disesuaikan dengan ukuran dan
kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Otoritas Jasa Keuangan

1
menetapkan aturan Manajemen Risiko ini sebagai standar minimal yang
harus dipenuhi oleh BUS dan UUS.1

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Manajemen Risiko Kredit?


2. Jelaskan Risiko Inhern?
3. Sebutkan Prinsip-prinsip Islamic Finansial service board?
4. Jelaskan Batas Maksimum Penyaluran Dana?
5. Jelaskan Penerapan manajemen risiko?
6. Jelaskan Sistem Pengendalian Internal?
7. Sebutkan Penilaian Kualitas Asset?
8. Jelaskan Lembaga Pemeringkat?
9. Jelaskan Mitigasi Risiko Kredit?
10. Jelaskan Restrukturasi Pembiayaan?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk Mengetahui Pengertian Manajemen Risiko Kredit.


2. Untuk Mengetahui Risiko Inhern.
3. Untuk Mengetahui Prinsip-prinsip Islamic Finansial service board.
4. Untuk Mengetahui Batas Maksimum Penyaluran Dana.
5. Untuk Mengetahui Penerapan manajemen risiko.
6. Untuk Mengetahui Sistem Pengendalian Internal.
7. Untuk Mengetahui Penilaian Kualitas Asset.
8 Untuk Mengetahui. Lembaga Pemeringkat.
9. Untuk Mengetahui Mitigasi Risiko Kredit.
10. Untuk Mengetahui Restrukturasi Pembiayaan.

BAB II
1
Santoso, Wimboh dan Enrico Heriantoro, “Market Risk di Perbankan Indonesia”, Kajian
Stabilitas Keuangan, No. 1 Juni, Jakarta: Bank Indonesia, 2003, hlm.76

2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen risiko kredit dan pembiayaan

2.1.1 Pengertian Manajemen Risiko

Kata manajemen Risiko terdiri dari dua kalimat yaitu manajemen


dan Risiko, menurut kotler 2manajemen adalah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota
organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam literasi yang lain Manajemen diartikan pengarahan suatu usaha
melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengendalian sumber-sumber tenaga manusia dan bahan, dijuruskan untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan (Soebagio, 1999: 15).
Makna Risiko merupakan kata yang sering didengar hampir setiap
hari. Biasanya kata tersebut mempunyai konotasi yang negatif, sesuatu
yang tidak disukai, sesuatu yang ingin dihindari3 (Hanafi, 2014, hlm. 1).
Kata risiko berasal dari bahasa inggris “risk”, yang artinya berarti
ketidakpastian dari pada kerugian (uncertainly of loss). Risiko sebagai
suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan
yang dapat memberikan dampak yang merugikan.4
Menurut (Hanafi, 2006: 1) Risiko adalah kemungkinan hasil yang
diperoleh menyimpang dari yang diharapkan”. Dalam kaitannya dengan
perbankan Risiko di artikan suatu kejadian potensial, baik yang dapat

2
Muhammad Harlianto Purnama, Topowijono, Achmad Husaini, ANALISIS PENERAPAN
MANAJEMEN RISIKO PADA PERUSAHAAN EKSPORTIR YANG MENGGUNAKAN
METODE PEMBAYARAN LETTER OF CREDIT (Studi Pada PT. Inti Luhur Fuja Abadi
Pasuruan), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 16 No. 1 November 2014. Hlm. 3
3
Hanafi, M. Mahmud. 2014. Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
4
Ronny Kountur, Manajemen Risiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Risiko
Operasional Perusahaan, PPM, Jakarta, 2004, Hal. 4

3
diperkirakan (expected) maupun yang tidak dapat diperkirakan
(unexpected) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan bank. Risiko juga dapat dianggap sebagai kendala dalam
pencapaian suatu tujuan
Ketika dua kalimat ini digabungkan akan melahirkan pengertian
atau makna tambahan, yang mana manajemen Risiko adalah seperangkat
kebijakan, prosedur yang lengkap, yang dipunyai organisasi, untuk
mengelola, memonitor dan mengendalikan eksposur organisasi terhadap
risiko” (Hanafi, 2006: 26);
“Manajemen risiko adalah suatu proses dengan metode-metode
tertentu supaya suatu organisasi mempertimbangkan risiko yang dihadapi
setiap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi”
Dalam POJK NO.65/POJK.03/2016 Manajemen Risiko adalah
serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang
timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank. Dari beberapa pengertian
tersebut maka dapat ditarik kesimpulan manajemen risiko adalah sebuah
metode atau cara yang dilakukan oleh entitas untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengendalikan kerugian yang tidak diharapkan
terhadap sebuah aktivitas.

2.2.2 Manajemen Risiko Kredit

Manajemen risiko kredit merupakan kebijakan dan strategi bank


yang mencerminkan tingkat toleransi terhadap risiko kredit yang mungkin
terjadi pada tingkat keuntungan yang diharapkan (Arthesa, 2006:204-
205). Pelaksanaan manajemen risiko kredit sangat perlu diterapkan secara
berkesinambungan seiring dengan adanya risiko tunggakan kredit yang
semakin meningkat.
Tujuan dari manajemen risiko kredit adalah untuk memaksimalkan
tingkat pengembalian kepada bank dengan menjaga resiko pemberian

4
kredit supaya berada di parameter yang dapat diterima. Bank perlu
mengelola risiko kredit dari seluruh portofolio serta risiko dari individu
atau kredit atau transaksi.
Bagi sebagian besar bank, pinjaman adalah yang terbesar dan juga
sumber resiko kredit, namun sumber-sumber risiko kredit lain juga
terdapat di seluruh kegiatan bank, termasuk pembukuan perbankan dan
pembukuan perdagangan baik yang di dalam atau di luar neraca. Resiko
kredit perbankan semakin meningkat (atau resiko dari pihak lainnya ) di
berbagai instrumen keuangan selain pinjaman termasuk penerimaan,
transaksi antar bank, pembiayaan perdagangan, transaksi valuta asing,
masa depan keuangan, swap, obligasi, ekuitas, opsi dan perluasan
komitmen dan jaminan, penyelesaian transaksi.

2.2 Risiko Inhern

Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang


melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan
maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank.
Karakteristik Risiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun
eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas
produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan
usaha, serta kondisi makro ekonomi. Penilaian atas Risiko inheren
dilakukan dengan memperhatikan parameter/indikator yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif.
Penetapan tingkat Risiko inheren atas masing-masing jenis Risiko
mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum. Penetapan tingkat Risiko inheren untuk masing-masing jenis
Risiko dikategorikan ke dalam peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to
moderate), peringkat 3 (moderate), peringkat 4 (moderate to high), dan
peringkat 5 (high).
Berikut ini adalah beberapa parameter/indikator minimum yang
wajib dijadikan acuan oleh Bank dalam menilai Risiko inheren. Bank

5
dapat menambah parameter/indikator lain yang relevan dengan
karakteristik dan kompleksitas usaha Bank dengan memperhatikan prinsip
proporsionalitas.
2.2.1 Risiko Inhern pada Kredit
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak
lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada
umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya
bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau
kinerja peminjam dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat diakibatkan
oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis,
produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Risiko ini lazim
disebut Risiko Konsentrasi Kredit dan wajib diperhitungkan pula dalam
penilaian risiko inheren.
Dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit, parameter/indikator
yang digunakan adalah:
(i) komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi;
(ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan;
(iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana;
(iv) faktor eksternal.
Bank dalam menilai Risiko inheren atas Risiko Kredit menggunakan
parameter/indikator Risiko inheren dengan berpedoman pada lampiran SE
BI No. 13/24/DPNP/2011

2.3 Prinsip-prinsip islamic financial service board

Islamic Financial Services Board (IFSB) adalah lembaga


internasional yang bertujuan merumuskan infrastruktur keuangan Islam
dan standar instrumen keuangan Islam. Organisasi ini menetapkan standar
internasional di bidang jasa keuangan syariah yang mendorong terwujud
dan meningkatkan tingkat kesehatan dan stabilitas industri jasa keuangan
syariah (JKS) dengan mengeluarkan standar kehati-hatian yang bersifat
global. IFSB didirikan pada 3 November tahun 2002 di Kuala Lumpur,

6
Malaysia. Indonesia yang diwakili oleh Bank Indonesia (BI) merupakan
salah satu negara pendiri.
IFSB juga menentukan prinsip-prinsip panduan untuk JKS yang
didefinisikan secara luas untuk mencakup perbankan, pasar modal dan
sektor asuransi. Selain itu IFSB juga melakukan penelitian dan
mengkoordinasikan inisiatif isu-isu industri terkait, serta
menyelenggarakan diskusi informal, seminar dan konferensi untuk
regulator dan pemangku kepentingan industri. Kedepan, IFSB akan
melanjutkan program workshop dan seminar tersebut yang diperkuat
dengan beberapa inisiatif baru antara lain train the trainers program dan e-
learning modules.
IFSB akan menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan,
pengaturan, dan penerapan syariah Islam oleh lembaga keuangan syariah
di seluruh Indonesia. IFSB juga akan menjadi penghubung sekaligus
menjalin kerjasama dengan lembaga penetapan standar di bidang moneter
dan stabilitas ekonomi. Di antara hal yang akan dilakukan, yang cukup
penting adalah penyusunan standar operasional yang selaras dengan Basel
Accord II. Basel Accord II sendiri masih dalam tahap persiapan akhir bagi
pengimplementasian pada akhir tahun 2006, yang dikendalikan secara
eksklusif oleh Bank for International Settlements (BIS) di Basel, Swiss.
Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International Settlement (BIS). IFSB
telah menerbitkan 2 (dua) standar baru yaitu:
(i) Guiding Principles on LiquidityRisk Management for Institutions
offering Islamic Financial Services (IFSB-12), dan
(ii) Guiding Principles on Stress Testing for Institutions offering Islamic
Financial Services(IFSB-13).
Selain kedua standar tersebut, IFSB juga tengah menyusun standar
mengenai revisi standar capital adequacy bagi perbankan syariah, standar
manajemen resiko bagi takaful dan revisi standar supervisory review
process bagi perbankan syariah serta proposal penyusunanGuidance note
on disclosure requirement for Islamic capital market products. Penyusunan

7
standar dan pedoman tersebut merupakan bagian dari rencana IFSB dalam
rangka menjaga relevansi perubahan standar perbankan dan keuangan
internasional, khususnya pasca krisis keuangan internasional yang
dampaknya masih berlanjut hingga periode laporan.

2.4 Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Syari'ah ( Bank


Pembiayaan Rakyat Syariah)

Bahwa penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana


perlu dilakukan, antara lain dengan penyebaran portofolio penyaluran dana
yang diberikan agar risiko penyaluran dana tersebut tidak terpusat pada
nasabah penerima fasilitas atau sekelompok nasabah penerima fasilitas
tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Batas
Maksimum Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat
No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998.
1. Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) adalah persentase
maksimum
realisasi penyaluran dana terhadap modal Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) yang mencakup pembiayaan dan penempatan dana
BPRS di bank lain.
2. Pelanggaran BMPD yaitu selisih lebih persentase penyaluran dana
pada saat direalisasikan terhadap modal BPRS dengan BMPD yang
diperkenankan.
3. Pelampauan BMPD yaitu selisih lebih antara persentase penyaluran
dana
yang telah direalisasikan terhadap modal BPRS pada saat tanggal
laporan dengan BMPD yang diperkenankan, dan penyaluran dana
tersebut bukan merupakan pelanggaran BMPD.
4. BPRS wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah
dalam

8
membuat akad pembiayaan antara BPRS dengan nasabah penerima
fasilitas.
5. BPRS dilarang membuat akad pembiayaan apabila akad pembiayaan
tersebut mewajibkan BPRS untuk menyalurkan dana yang akan
mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPD.
6. BPRS dilarang memberikan penyaluran dana yang mengakibatkan
pelanggaran BMPD.
7. BMPD untuk pembiayaan dihitung berdasarkan baki debet
pembiayaan
sedangkan BMPD untuk penempatan dana antar bank pada BPRS lain
dihitung berdasarkan nominal penempatan dana antar bank.
8. Penyaluran dana kepada seluruh pihak terkait ditetapkan paling tinggi
10% dari modal BPRS.
9. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada pihak terkait wajib
memperoleh persetujuan dari 1 (satu) orang anggota Direksi dan 1
(satu) orang anggota Dewan Komisaris BPRS.
10. Penyaluran dana dalam bentuk penempatan dana antar bank kepada
BPRS
lain yang merupakan pihak tidak terkait dan/atau dalam bentuk
pembiayaan kepada 1 (satu) nasabah penerima fasilitas yang
merupakan pihak tidak terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh
persen) dari modal BPRS.
11. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada 1 (satu) kelompok
nasabah penerima fasilitas yang merupakan pihak tidak terkait
ditetapkan paling tinggi 30% dari modal BPRS.
12. BPRS wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action
plan)
untuk penyelesaian pelanggaran BMPD dan/ atau pelampauan BMPD.
13. Action plan tersebut wajib memuat paling kurang langkah-langkah
untuk

9
penyelesaian pelanggaran BMPD dan/atau pelampauan BMPD serta
target waktu penyelesaian.
14. BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan untuk
penyelesaian pelanggaran BMPD dan/atau pelampauan BMPD disertai
dengan bukti pendukungnya.
15. BPRS wajib menyusun dan menyampaikan laporan BMPD kepada
Bank
Indonesia secara on-line setiap bulan secara benar, lengkap dan tepat
waktu paling lama tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan.
16. Laporan BMPD mencakup:
a. Penyaluran Dana kepada pihak tidak terkait yang melanggar dan
melampaui
BMPD; dan
b. Seluruh penyaluran dana kepada pihak terkait.
17. BPRS wajib melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan
BPRS termasuk badan hukum pemilik BPRS sampai dengan ultimate
shareholders kepada Bank Indonesia, 1 tahun sekali untuk posisi akhir
tahun dan setiap terdapat rencana perubahan struktur kelompok usaha
yang menyebabkan perubahan pengendali BPRS.
18. BPRS wajib mengungkapkan ultimate shareholders BPRS dalam
laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan publikasi BPRS.
Kewajiban ini merupakan tambahan atas kewajiban pengungkapan
informasi mengenai pemegang saham BPRS.
19. BPRS yang tidak memenuhi Peraturan Bank Indonesia ini akan
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku.
20. Ketentuan Peralihan:
a. Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat tetap

10
berlaku dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Bank
Indonesia ini.
b. Terhadap pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana
dimaksud pada huruf 19.a tetap berlaku ketentuan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat.
21. Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini, maka Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli
1998 tentang Batas Maksimum Penyaluran Kredit Bank Perkreditan
Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

2.5 Penerapan Manajemen risiko

Penerapan Manajemen Risiko pada perbankan syariah disesuaikan


dengan ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Bank. Otoritas
Jasa Keuangan menetapkan aturan Manajemen Risiko ini sebagai standar
minimal yang harus dipenuhi oleh BUS dan UUS.
Bank Indonesia menyatakan bahwa esensi penerapan manajemen
Risiko adalah kecukupan prosedur dan metodologi pengolahan Risiko
sehingga kegiatan usaha Bank tetap dapat terkendali manajemen pada
batas atau limit yang dapat diterima koma serta memberikan keuntungan
bagi bank sesuai dengan tingkat Risiko yang dapat diterima. Namun
demikian mengingat perbedaan kondisi pasar struktur, ukuran serta
kompleksitas usaha bank, tidak ada satu sistem manajemen risiko yang
universal untuk seluruh bank, sehingga setiap bank harus membangun
sistem manajemen risiko sesuai dengan fungsi dan organisasi manajemen
risiko pada bank
Penerapan menejemen risiko secara efektif memuat :
a. Pengawasan aktif Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas
Syariah;

11
b. Kecukupan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta penetapan
limit Risiko;
c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan
pengendalian
Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan
d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Pihak bank perlu secara aktif dalam melakukan peninjauan nasabah
yang kemungkinan akan mengalami penunggakan kredit sehingga pihak
bank dapat mengantisipasi sejak awal. Rivai dan Veithzal (2010:814-823)
menjelaskan secara rinci tentang proses penerapan manajemen risiko
kredit, yaitu sebagai berikut:
1. Pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi.
a. Dewan komisaris bertanggung jawab dalam melakukan persetujuan
dan peninjauan berkala setidaknya secara tahunan mengenai strategi
dan
kebijakan risiko kredit pada bank.
b. Direksi bertanggung jawab untuk mengimplementasikan strategi dan
mengembangkan kebijakan dan prosedur dengan mendukung standar
pemberian kredit yang sehat, memantau dan mengendalikan risiko
kredit, dan mengidentifikasi serta menangani kredit bermasalah.
2. Kebijakan, Prosedur, dan Penetapan Limit
a. Kriteria pemberian kredit yang sehat dengan cara bank harus
mempunyai informasi yang cukup untuk membantu bank dalam menilai
secara komperehensif terhadap profil risiko nasabah.
b. Bank harus memastikan bahwa kerangka kerja atau mekanisme
kepatuhan prosedur pendelegasian dalam pemberian kredit terdapat
pemisahan fungsi antara yang melakukan persetujuan, analisis dan
administrasi kredit.
c. Bank harus menetapkan limit untuk seluruh nasabah sebelum
melakukan transaksi kredit, dimana limit tersebut dapat berbeda antara
nasabah satu sama lain.

12
3. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Sistem Informasi
Sebagai tambahan untuk hal-hal umum dalam menilai risiko pada
bank syariah, ada sejumlah risiko pihak ketiga terkait dengan model
pembiayaan syariah, yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak
pengawas bank.
a. Menurut para ahli fikih, bahwa akad murabahah hanya mengikat pihak
penjual dan tidak mengikat pihak pembeli. Akan tetapi, beberapa fuqaha
yang lain berpendapat sebaliknya, dan hampir semua bank syariah
mengikuti pendapat yang kedua ini. Bagaimanapun, Komisi Fikih OKI
memutuskan bahwa pihak yang gagal harus bertanggungjawab penuh
untuk mengganti kerugian yang diderita bank.
b. Terdapat banyak risiko pihak ketiga dari akad salam. Diantaranya
adalah penyerahan barang yang tidak tepat waktu, barang yang diserahkan
tidak sesuai dengan pesanan, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Selain
itu, risiko pihak ketiga dalam akad salam tidak hanya bergantung pada
factor yang dikendalikan oleh supplier, tetapi juga pada factor yang berada
di luar kendalinya. Oleh karena itu risiko kredit yang ada pada akad salam
juga signifikan.
c. Ketika masuk pada akad istishna’, bank syariah mengakui aturan yang
ada pada pengembang, kontraktor, produsen barang, dan supplier. Selama
bank tidak menguasai bidang ini, ia harus mempercayakan pada
subkontraktor. Hal ini menyebabkan timbulnya risiko pihak ketiga dari
dua arah. Salah satunya adalah risiko kegagalan dari nasabah bank. Ini
sama dengan yang terjadi pada murabahah dan juga risiko kredit yang
dihadapi bank konvensional. Selain itu, juga ada risiko kegagalan dari
subkontraktor untuk memenuhi kewajibannya secara efisien dan tepat
waktu.
d. Beberapa ulama tidak membolehkan bank syariah untuk melakukan
akad ijarah yang diakhiri dengan kepemilikan. Meskipun demikian, ijarah

13
yang banyak dipraktikan pada bank syariah hampir sama dengan
pembiayaan leasing yang dibolehkanoleh beberapa ahli. Adanya perbedaan
ini menjadi sumber risiko yang serius dalam akad ijarah, karena tidak
adanya standar legitimasi yang jelas.

2.6 Sistem Pengendalian internal

Menurut Mulyadi (2010:165) Pengertian pengendalian internal


adalah Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode
dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen.
Pengendalian internal dalam perbankan adalah suatu mekanisme
pengawasan yang ditetapkan oleh manajemen bank secara
berkesinambungan yang berguna untuk menjaga harta kekayaan bank,
menjamin adanya laporan yang benar dan akurat, meningkatkan kepatuhan
akan ketentuan yang berlaku, meminimalisir dampak dari suatu kerugian
kecurangan serta penyimpangan, dan yang terakhir adalah meningkatkan
efektivitas organisasi.
Kegiatan pengendalian harus melibatkan seluruh aspek dalam
perbankan, hal ini meliputi dewan komisaris, direksi maupun seluruh
pegawai dari perbankan itu sendiri. kegiatan pengendalian sebaiknya
diterapkan dalam semua tingkat atau aspek organisasi dalam perbankan.
bank diharuskan untuk secara berkala melakukan pemantauan akan kinerja
dari pengendalian internalnya,apakah pengendalian internalnya berjalan
dengan baik atau tidak. Dalam pengendalian internal resiko kredit salah
satu hal yang dapat dilakukan adalah proses analisa kredit. adapun prinsip-
prinsip analisa kredit yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang
meliputi:
1. Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk
membayar kembali kredit yang telah diterimanya.
2. Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola

14
usahanya.
3. Capital Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan
calon debitur adalah sangat penting bagi bank4. Collateral (jaminan
kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan
debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank.
4. Conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana
perusahaan tersebut beroperasi.
5. Constraint dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan
mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di
lapangan Selain menganalisa kredit dari sisi nasabah, perbankan juga
perlu mengevaluasi rasio kredit macetnya baik bulanan maupun
tahunan. Sesuai dengan aturan Bank Indonesia nomor 15/2/PBI/2013
tentang Penetapan Status Dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum
Konvensional menetapkan rasio kredit macet lebih dari netto 5%.

2.7 Penilaian Kualitas Asset


Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 16/POJK.03/2014
tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah tertuang Pada Bab II Pasal 2 Tentang Kualitas Asset:
(1) Bank wajib melaksanakan penanaman dan/atau penyediaan dana
berdasarkan prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah.
(2) Dalam rangka pelaksanaan prinsip kehati-hatian sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, Direksi wajib menilai, memantau, dan mengambil
langkahlangkah yang diperlukan agar kualitas Aset tetap baik.
(3) Langkah-langkah yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
agar kualitas Aset tetap baik antara lain dilakukan dengan cara
menerapkan manajemen risiko kredit secara efektif, termasuk melalui
penyusunan kebijakan dan pedoman sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang berlaku.

2.8 Lembaga Pemeringkat

15
Lembaga pemeringkat kredit atau credit rating agency merupakan
suatu perusahaan yang menerbitkan peringkat kredit bagi para penerbit
obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun suatu perusahaan.
Penerbit dari obligasi yang dapat diperdagangkan pada pasar sekunder
tersebut biasanya merupakan perusahaan, kota, lembaga nirlaba, ataupun
pemerintahan suatu negara. Peringkat kredit tersebut mengukur kelayakan
kredit, kemmpuan pembayaran kembali utang, dan berpengaruh pada suku
bunga yang dibebankan pada utang tersebut. (Suatu perusahaan yang
menerbitkan skor kredit bagi kelayakan kredit individu secara umum
disebut dengan istilah biro kredit atau lembaga pelaporan kredit
konsumen) .
Terdapat lima lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK dalam
menentukan rating obligasi, yaitu PT Fitch Ratings, Moody’s Investor
Service, Standard and Poor’s (S&P), dan PT Pemeringkat Efek Indonesia
(PEFINDO).

2.9 Mitigasi Risiko Kredit

Mitigasi Risiko Dalam Proses Pemberian Kredit, Manajemen risiko


kredit yang komprehensif dilakukan secara berkesinambungan mulai sejak
screening awal permohonan kredit, validasi data, analisa risiko,
monitoring hingga penagihan.
Pemantauan debitur secara menyeluruh dan terpadu pada semua
tahapan pinjaman merupakan salah satu bentuk mitigasi risiko yang efektif
dalam upaya menjaga portfolio kredit tetap sehat dan mencegah timbulnya
kredit bermasalah.
Pembiayaan Kredit sudah menjadi sebuah tren tersendiri bagi
nasabah saat ini. Mitigasi Risiko Pembiayaan Kredit sudah menjadi hal
wajib disiapkan jika perusahaan akan berkecimpung dalam bisnis

16
pembiayaan lebih tepatnya perbankan. Berikut ini adalah Mitigasi Risiko
terhadap pembayaran kredit :
a. Prinsip mengenal nasabah
Untuk mengelola risiko yang mungkin timbul, bank wajib
menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satu upaya melaksanakan prinsip
tersebut dengan mengetahui identitas nasabah,memantau transaksi
termasuk laporan transaksi yang mencurigakan. Dalam menerapkan
prinsip mengenal nasabah bank wajib menerapkan kebijakan-kebijakan
yang sesuai seperti prosedur mengidentifikasi nasabah.
b. Kapasitas Pembayaran Nasabah
Tim survei perlu melakukan analisa kelayakan dari pendapatan
atau penghasilan nasabah, sebelum plafon kredit dikucurkan. Apakah
memiliki rekening koran yang aktif, alur kas keluar masuk yang stabil,
atau masa lama kerjanya. Dengan begitu dapat memutuskan sejauh mana
kemampuan calon debitur dalam melakukan pembayaran kredit mereka
hingga lunas.
c. Nilai Jaminan Pembiayaan
Setiap bank akan melihat lebih detail jenis jaminan dan nilai jaminan yang
akan diberikan ke calon debitur mereka. Dan jenis pembiayaan kredit
dengan jaminan masih merupakan tren, selain menjadi suatu ketenangan
bagi kreditur pun akan menjadi sebuah pendorong kewajiban debitur
dalam menyelesaikan angsurannya.

2.10 Restrukturisasi Pembiayaan

Restrukturisasi pembiayaan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1


angka 7 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/PBI/2008 tentang
Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
adalah upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar
dapat menyelesaikan kewajibannya. Restrukturisasi dapat dilakukan antara
lain melalui :

17
1. Penjadwalan kembali (reschedulling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya.
2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal
pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu, dan atau pemberian
potongan, sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada bank.
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling dan reconditioning, yang
antara lain meliputi :
a. Penambahan dana fasilitas pembiayaan bank
b. Konversi akad pembiayaan
c. Konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu
menengah
d. Konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada 32
perusahaan nasabah.
Adapun menurut PBI No.10/18/PBI/2008, pada Pasal 5, dijelaskan
bahwa :
1. restrukturisasi hanya dapat dilakukan untuk nasabah yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
(a). nasabah mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
(b). nasabah memiliki prospek usaha yang baik, dan mampu memenuh
kewajiban setelah restrukturisasi.
2. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan untuk pembiayaan
dengan kualitas pembiayaan Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
3. Restrukturisasi pembiayaan wajib didukung dengan analisis dan bukti -
bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik. Sementara itu,
pada PBI No. 10/18/PBI/2008, pada Pasal 6, dijelaskan bahwa :
1. Restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga)
kali dalam jangka waktu akad pembiayaan awal.

18
2. Restrukturisasi pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan paling
cepat 6 (enam) bulan setelah restrukturisasi pembiayaan sebelumnya.
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa, restrukturisasi
hanya dapat dilakukan pada nasabah yang usaha atau bisnisnya masih
berjalan, dalam arti masih beroperasi dan menghasilkan pendapatan,
serta dipandang masih memiliki prospek usaha yang bagus, untuk
jangka waktu yang akan datang. Disamping itu, restrukturisasi
pembiayaan juga perlu memandang karakter dari nasabah itu sendiri,
apakah yang bersangkutan memiliki itikad yang baik untuk
menyelesaikan kewajibannya.Nasabah juga perlu diketahui apakah
memiliki motivasi, keuletan dan strategi kedepan, dalam menjalankan
bisnisnya pasca restrukturisasi.Hal ini penting dilakukan, untuk
memberikan keyakinan pada pihak bank, bahwa restrukturisasi mampu
menjadi mekanisme penyelamatan pembiayaan nasabah, yang
sebelumnya mengalami hambatan dapat kembali berjalan normal.
Sebagaimana ketentuan diatas, bahwa mekanisme restrukturasi hanya
dapat diterapkan pada nasabah dengan kualitas pembiayaanKurang
Lancar, Diragukan, dan Macet. Maka, untuk nasabah dengan kategori
kualitas pembiayaan Dalam Perhatian Khusus, atau Kolek 2 (dua),
proses penyelesainnya adalah melalui mekanisme penagihan atau
collection.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Manajemen Risiko Kredit

Manajemen risiko kredit merupakan kebijakan dan strategi bank yang


mencerminkan tingkat toleransi terhadap risiko kredit yang mungkin
terjadi pada tingkat keuntungan yang diharapkan (Arthesa, 2006:204-
205). Pelaksanaan manajemen risiko kredit sangat perlu diterapkan
secara berkesinambungan seiring dengan adanya risiko tunggakan
kredit yang semakin meningkat.
Tujuan dari manajemen risiko kredit adalah untuk memaksimalkan
tingkat pengembalian kepada bank dengan menjaga resiko pemberian
kredit supaya berada di parameter yang dapat diterima. Bank perlu

20
mengelola risiko kredit dari seluruh portofolio serta risiko dari individu
atau kredit atau transaksi.
2. Risiko Inhern

Penilaian Risiko inheren merupakan penilaian atas Risiko yang melekat


pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun
yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih jauh dari


kesempurnaan, sehingga penulis mengharapkan adanya kritikan dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Wimboh dan Enrico Heriantoro, “Market Risk di Perbankan Indonesia”,
Kajian Stabilitas Keuangan, No. 1 Juni, Jakarta: Bank Indonesia, 2003.
Muhammad Harlianto Purnama, Topowijono, Achmad Husaini, ANALISIS
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA PERUSAHAAN EKSPORTIR YANG
MENGGUNAKAN METODE PEMBAYARAN LETTER OF CREDIT (Studi Pada
PT. Inti Luhur Fuja Abadi Pasuruan), Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 16
No. 1 November 2014.
Hanafi, M. Mahmud. 2014. Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Ronny Kountur, Manajemen Risiko Operasional: Memahami Cara Mengelola
Risiko Operasional Perusahaan, PPM, Jakarta, 2004.
Rustam, Bambang Rianto, Manajemen Risiko Perbankan Syariah di Indonesia,
Jakarta: Selemba Empat, 2013.
Sjabdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Umum Graffiti, 1999.
Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005.

21
Ali, Mashud. 2006. Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha
Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

22

Anda mungkin juga menyukai