Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/235993770

Pendidikan STEM dalam Entrepreneurial Science Thinking “ESciT”: Satu


Perkongsian Pengalaman dari UKM untuk ACEH

Conference Paper · March 2013

CITATIONS READS

17 10,742

3 authors:

Muhammad Syukri Lilia Halim


Syiah Kuala University Universiti Kebangsaan Malaysia
34 PUBLICATIONS   91 CITATIONS    121 PUBLICATIONS   1,243 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Subhan Meeran
Universiti Kebangsaan Malaysia
50 PUBLICATIONS   665 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

STEM, STEMind, STREAM, SEE Nature, MyNEPS, TQTA View project

Diagnosing The Readiness of STEM Teachers View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Syukri on 27 May 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENDIDIKAN STEM DALAM ENTREPRENEURIAL SCIENCE
THINKING “ESciT”: SATU PERKONGSIAN PENGALAMAN
DARI UKM UNTUK ACEH
1* 2 2
Muhammad Syukri , Lilia Halim dan T. Subahan Mohd. Meerah

1
Pend. Fisika, FKIP, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia
2
Fakulti Pendidikan, Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Malaysia
*
Email: syukri.physics@unsyiah.net

Abstrak

Artikel ini bertujuan untuk berbagi pengalaman mengenai program penelitian


pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan pembelajaran sains
di sekolah dasar dan menengah yang telah dijalankan oleh Fakulti
Pendidikan, UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia). Program pendidikan
STEM tersebut adalah berupa pengintegrasian pemikiran kewirausahaan ke
dalam pengajaran dan pembelajaran sains melalui kemahiran proses sains.
Pengintegrasian ini kami istilahkan dengan sebutan “ESciT” (Entrepreneurial
Science Thinking) atau dalam bahasa Indonesia “PeSaK” (Pemikiran Sains
Kewirausahaan). ESciT merupakan suatu proses pengintegrasian
pengetahuan sains secara inovatif dan kreatif dengan pemikiran yang
berorientasikan kewirausahaan. Konsep ESciT sendiri lahir dari pada
perbandingan dan persamaan antara langkah-langkah dalam kemahiran
proses sains (science process skill) dan pemikiran kewirausahaan. Produk
yang kami hasilkan dari program penelitian pengintegrasian ini adalah “modul
ESciT”. Modul EScit juga telah kami lakukan pengujian di beberapa sekolah
rendah dan menengah di Malaysia. Hasil dari pengujian modul ESciT tersebut
menunjukkan bahwa selain prestasi dan minat pelajar dalam pembelajaran
sains meningkat, sikap dan pandangan mereka terhadap kewirausahaan juga
menunjukkan hasil yang positif. Pelajar menjadi lebih menyadari dan
memahami relevansi antara pengetahuan sains yang mereka pelajari di kelas
dengan kehidupan sehari-hari. Diharapkan melalui huraian penjelasan secara
terperinci artikel ini mengenai Konsep ESciT, modul ESciT, serta aktivitas
pelajar dan peran guru dalam setiap langkah modul ESciT dapat dijadikan
sebagai salah satu masukkan bagi guru dan pemerintah Aceh dalam
mengaplikasikan pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum
pendidikan sains sekolah dasar dan menengah.

Kata kunci: Pendidikan STEM; ESciT (Entrepreneurial Science Thinking);


Modul ESciT.

Pengantar
Istilah STEM awal sekali bermula pada tahun 1990-an. Pada waktu itu, kantor NSF
(National Science Foundation) Amerika Serikat, menggunakan istilah “SMET”
sebagai singkatan untuk “Science, Mathematics, Engineering, & Technology”.
Namun seorang pegawai NSF tersebut melaporkan bahwa “SMET” hampir berbunyi
seperti “smut” dalam pengucapannya, sehingga diganti dengan “STEM (Science,
Technology, Engineering, and Mathematics”[1]. Jadi dalam konteks Indonesia, STEM
merujuk kepada empat bidang ilmu pengetahuan, yaitu sains, teknologi, teknik, dan
matematika.

105

Sedangkan pendidikan STEM pula merujuk kepada pengintegrasian konsep desain
teknologi/teknik dalam pengajaran dan pembelajaran sains/matematik di kurikulum
sekolah [2]. Selain itu, pendidikan STEM juga bisa didefinisikan sebagai suatu
pendekatan pengajaran dan pembelajaran antara mana-mana dua atau lebih dalam
komponen STEM atau antara satu komponen STEM dengan disiplin ilmu lain [3].
Pendekatan pendidikan STEM dalam artikel ini lebih merujuk kepada definisi yang
diberikan oleh [3], yaitu mengintegrasikan pemikiran kewirausahaan dalam
pengajaran dan pembelajaran pendidikan sains di sekolah. Pada umumnya,
pengintegrasian pendidikan STEM dalam pengajaran dan pembelajaran boleh
dijalankan pada semua tingkatan pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai
universitas. Ini mungkin dilakukan karena aspek pelaksanaan STEM seperti
kecerdasan, kreatifitas, dan kemampuan desain tidak tergantung kepada usia [2,4].

Inisiatif pengintegrasian STEM dalam kurikulum pendidikan di sekolah merupakan


salah satu usaha untuk mempertingkatkan atau menggalakkan pelajar meminati dan
terlibat dalam bidang-bidang STEM. Pada waktu ini, minat pelajar terhadap bidang-
bidang STEM di berbagai negara seperti Amerika, Inggris, Malaysia, dan juga
Indonesia mengalami penurunan, sedangkan keperluan negara dan industri untuk
latar belakang bidang STEM ini semakin tinggi [5]. Selain untuk meningkatkan minat
pelajar, ide pengintegrasian STEM juga merupakan buah pikiran dari pandangan
bahwa antara sains, teknologi, teknik, dan matematika dalam perkembangan dunia
pendidikan dan pekerjaan abad ke-21 ini saling memerlukan antara satu dengan
lainnya. Oleh itu, dalam menghadapi tantangan pendidikan dan pekerjaan tersebut,
kita memerlukan pelajar yang tangguh mempersiapkan diri dalam bidang-bidang
tersebut. Salah satu caranya ialah dengan memperkenalkan dan memahirkan
mereka dengan kemahiran-kemahiran bidang STEM, iaitu melalui pengintegrasian
pendidikan STEM dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar dan menengah.
Pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah di
berbagai negara, seperti Amerika, Inggris, Australia, China, dan Korea Selatan telah
mulai disusun dan dilaksanakan. Untuk itu, Indonesia khususnya Aceh mulai
sekarang sudah boleh memikirkan dan menjalankan pengintegrasian pendidikan
STEM dalam kurikulum pendidikan sekolah rendah dan menengah. Hal ini bertujuan
bagi memastikan kurikulum pendidikan kita dapat melahirkan sumber daya manusia
yang berkompeten dalam bidang-bidang STEM.

Seperti yang telah dikemukakan pada bagian awal tadi, bahwa pengintegrasian
pendidikan STEM tidak hanya dapat dilakukan antara bidang-bidang komponennya,
tetapi juga dapat dilakukan pengintegrasian antara salah satu bidang komponen
STEM dengan bidang ilmu lainnya. Dalam artikel ini, penulis akan mengemukakan
salah satu contoh program pengintegrasian pendidikan STEM dalam kurikulum
pendidikan sekolah dasar dan menengah yang telah dikaji dan dilaksanakan oleh
Fakulti Pendidikan, UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia) [6], di mana penulis juga
ikut terlibat dalam kajiannya. Hasil dari program pengintegrasan ini adalah sebuah
modul pemikiran sains kewirausahaan yang kami sebut dengan modul ESciT atau
modul PeSaK. Untuk memperoleh sedikit gambaran mengenai modul ESciT, artikel
ini mencoba untuk menguraikan beberapa hal mendasar dalam penyusunan dan
pengaplikasian modul ESciT. Meliputi penjelasan mengenai konsep pemikiran sains
kewirausahaan (PeSaK), modul PeSaK, serta aktivitas pelajar dan peran guru dalam
setiap langkah modul PeSaK. Diharapkan dari penjelasan beberapa hal tersebut,
oleh guru sains dapat dijadikan sebagai salah satu masukan atau pembanding dalam
melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sains, khususnya guru sains di Aceh
bagi memastikan pelajar yang cekap dan dapat menghadapi tantangan dan
perkembangan zaman.

106

ESciT (Entrepreneurial Science Thinking)
Konsep ESciT. ESciT merupakan singkatan dari ‘Entrepreneurial Science Thinking’
atau dalam bahasa Malaysia dan Indonesia dapat diganti dengan pemikiran sains
keusahawanan/kewirausahaan (PeSaK). PeSaK ialah suatu konsep pengajaran dan
pembelajaran sains untuk melahirkan pelajar yang memiliki pemikiran
kewirausahaan. PeSaK dihasilkan oleh dua orang dosen dari Universiti Kebangsaan
Malaysia (UKM), yaitu Prof. Dr. Lilia Halim dan Prof. Dr. Nor Aishah Buang. Konsep
PeSaK ini, mereka rumuskan melalui hasil analisis wawancara dengan 20 saintis
yang telah menjadi pengusaha sukses dan pemikir-pemikir dalam bidang inovasi.
Dari hasil analisis tersebut, menunjukkan bahwa saintis yang berhasil menghasilkan
ide atau produk berdasarkan ilmu sains ialah melalui penggabungan kemahiran
proses sains dan pemikiran kewirausahaan. Oleh itu, konsep PeSaK dibina
berdasarkan hubungan antara langkah-langkah dalam kemahiran proses sains dan
pemikiran kewirausahaan. Pemikiran kewirausahaan merujuk kepada fenomena
kognitif mencari idea dan peluang kewirausahaan yang inovatif dan kreatif [6].
Sedangkan kemahiran proses sains adalah cara pandang seseorang dalam melihat
sains lebih kepada satu pendekatan proses dari pada sains hanya sebagai ilmu
pengetahuan [4].

Berikut adalah langkah-langkah dari kemahiran proses sains (science process skill)
dan pemikiran kewirausahawan yang mempunyai hubungan antara satu dengan
lainnya.
• Langkah pertama “membuat pengamatan” dan langkah kedua “menguraikan
masalah atau fenomena” dalam kemahiran proses sains memiliki hubungan
dengan langkah pertama “mengamati lingkungan sekitar dengan sengaja” dan
langkah kedua “mencari keperluan idea baru” dalam pemikiran kewirausahaan.
Langkah pertama dan kedua kemahiran proses sains ini membolehkan pelajar
untuk memahami mengapa sesuatu fenomena bisa terjadi dan menguraikan
fenomena tersebut melalui pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana. Begitu
juga dengan langkah pertama dan kedua pemikiran kewirausahaan, yaitu
sengaja mengamati lingkungan sekitar dan menemukan sesuatu idea baru yang
bisa dilakukan. Jadi jelas langkah pertama dan kedua kemahiran proses sains
memiliki hubungan dengan langkah pertama dan kedua pemikiran
kewirausahaan.
• Langkah ketiga kemahiran proses sains “membuat hipotesis”, sama dengan
langkah ketiga pemikiran kewirausahaan “merumuskan ide”. Jika saintis
membuat hipotesis, selalunya bertanya apabila A begini, maka B akan begitu
dan banyak lagi. Begitu juga dengan pengusaha, akan membuat ide
berdasarkan prinsip jika ide A diterima apa yang akan terjadi pada ide B dan
seterusnya. Ide yang dihasilkan ini bisa dalam bentuk produk maupun teknik
yang berfungsi dalam lingkungan kewirausahaan [7,8].
• Langkah keempat kemahiran proses sains “memilih satu hipotesis” memiliki
hubungan yang sama dengan langkah keempat pemikiran kewirausahaan
“memilih satu ide dan buat dalam bentuk produk”. Untuk memilih satu hipotesis,
saintis menimbang berbagai faktor dan kemungkinan. Begitu juga dengan
pengusaha, melakukan hal yang sama untuk memilih satu ide dan kemudian
dibuat dalam bentuk suatu produk.
• Langkah kelima kemahiran proses sains “membuat eksperimen” sama dengan
langkah keempat kemahiran kewirausahaan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya “memilih satu ide dan buat dalam bentuk produk”. Setelah memilih
satu hipotesis, saintis akan melakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesis
tersebut. Begitu juga dengan pengusaha, produk yang akan dibuat tentu dari ide
yang dianggap paling sesuai.

107

• Yang terakhir, langkah keenam kemahiran proses sains “menilai hasil
eksperimen terhadap hipotesis”, memiliki hubungan dengan langkah kelima
pemikiran kewirausahaan “menilai produk dengan keperluan lingkungan sekitar
dari aspek biaya, pemasaran, dan manfaatnya”. Saintis dan pengusaha
selalunya akan menilai apa yang telah mereka lakukan atau hasilkan dengan
hipotesis atau rancangan sebelumnya.

Persamaan pada langkah-langkah kemahiran proses sains dan pemikiran


kewirausawanan inilah yang menjadi salah satu latar belakang lahirnya konsep
pemikiran sains kewirausahaan (PeSaK). Secara ringkas, bagaimana hubungan
antara langkah-langkah kemahiran proses sains dan pemikiran kewirausahaan
dalam melahirkan lima langkah pemikiran sains kewirausahaan dapat dilihat seperti
pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hubungan Langkah-langkah dalam kemahiran proses sains, pemikiran


kewirausahaan, dan pemikiran sains kewirausahaan (PeSaK).

Kemahiran Proses Pemikiran Kewirausahaan Pemikiran Sains


Sains Kewirausahaan (PeSaK)

1. Mengamati 1. mengamati lingkungan 1. Mengambil inisiatif untuk


fenomena sekitar dengan sengaja membuat pengamatan
dengan sengaja, bertujuan,
dan secara langsung
2. Menguraikan 2. mencari keperluan idea baru 2. Mencari dan memikirkan
masalah/fenomena keunikan atau kelainan
3. Membuat hipotesis 3. merumuskan ide pada sesuatu fenomena
yang diamati dalam bentuk
ide, sistem, model, desain,
atau produk
3. Memilih satu 4. memilih satu ide dan 3. Memilih beberapa ide yang
hipotesis mewujudkannya dalam bisa diinovasikan dari
5. Membuat bentuk produk langkah sebelumnya serta
eksperimen menilai ide-ide tersebut
6. Menilai hasil 5. menilai produk dengan 4. Menetapkan dan
eksperimen keperluan lingkungan sekitar memperbaiki ide produk
terhadap hipotesis dari aspek biaya, yang telah dipilih
pemasaran, dan manfaatnya 5. Memastikan ide atau
produk yang dihasilkan
bermanfaat untuk
masyarakat

Modul ESciT. Kelima langkah pemikiran sains kewirausahaan yang dikonsepkan


dari pada perbandingan langkah-langkah kemahiran proses sains dan pemikiran
kewirausahaan seperti pada tabel 1, selanjutnya oleh Prof. Dr. Lilia Halim dan Prof.
Dr. Nor Aishah Buang diterjemahkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran modul
ESciT atau modul PeSaK yang telah mereka hasilkan. Kelima langkah tersebut
dalam modul ESciT diwakili oleh langkah pengamatan (observe), ide baru (new
idea), inovasi (innovation), kreasi (creativity), dan nilai (society). Kelima langkah ini
melibatkan aktivitas pelajar yang berbeda untuk setiap langkahnya. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, sebaiknya pengajaran dan pembelajaran modul
ESciT ini dilakukan secara berkelompok. Hal ini dilakukan agar mereka dapat saling
bertukar pikiran dalam mengali ide-ide kreatif. Tentu selain itu, arahan dan
bimbingan guru juga tetap diperlukan. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah
penjelasan dan gambaran singkat untuk setiap langkah dalam modul EScit, serta
aktivitas yang harus dijalankan oleh pelajar untuk setiap langkahnya.

108

Langkah Pengamatan (Observe). Pada langkah pengamatan ini, pelajar diminta
untuk melakukan pengamatan terhadap berbagai fenomena yang terdapat dalam
lingkungan kehidupan sehari-mereka yang mempunyai kaitan dengan konsep sains
yang sedang diajarkan. Sebagai contoh, misalnya guru ingin mengajarkan topik
energi, maka pelajar diminta untuk mencari informasi sebanyak mungkin mengenai
energi. Mulai dari apa itu energi, jenis-jenis energi, sumber-sumber yang
menghasilkan energi, alat-alat kehidupan yang menggunakan sumber energi, dan
lain sebagainya. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan mengamati secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari atau juga bisa menggunakan teknologi seperti
pencarian online melalui internet. Untuk memudahkan dalam melakukan langkah
pengamatan ini, pelajar dapat membaginya menjadi dua tahap. Tahap pertama,
pelajar mencari informasi sebanyak mungkin dari berbagai sumber, seperti dari guru,
keluarga, teman, atau internet. Seterusnya pada tahap kedua, dilanjutkan dengan
merumuskan dan menguraikan semua informasi yang telah diperoleh serta
disesuaikan dengan konsep energi yang sedang dipelajari.

Langkah Ide Baru (New Idea). Setelah pelajar mengamati dan memperoleh
informasi mengenai berbagai fenomena atau produk yang berhubungan dengan
topik sains yang dibahas, seterusnya pelajar melaksanakan langkah idea baru. Pada
langkah ini, pelajar diminta untuk mencari sesuatu yang baru atau unik dari berbagai
fenomena yang telah diamati. Sebagai contoh untuk topik energi tadi, dari berbagai
informasi dan produk yang berhubungan dengan energi, selanjutnya pelajar diminta
mencari dan memikirkan satu ide baru yang berbeda dari ide atau produk yang
sudah ada. Baik itu dari aspek fungsinya, teknologi, maupun cara kerjanya. Untuk
dapat menemukan suatu ide yang baru, pelajar pada langkah ini memerlukan
kemahiran dalam menganalisis dan berfikir kritis.

Langkah Inovasi (Innovation). Pada langkah inovasi ini, pelajar diminta untuk
menguraikan hal-hal apa saja yang harus dilakukan agar ide yang telah dihasilkan
pada langkah ide baru sebelumnya dapat diaplikasikan. Inovasi dalam modul ESciT
ini merujuk kepada usaha untuk menambah atau memperbaiki sesuatu ide atau
produk menjadi lebih baik. Untuk menghasilkan inovasi ini, sebaiknya pelajar
melakukannya secara berdiskusi dan memaparkan semua ide di dalam kelompok
masing-masing. Agar inovasi yang dihasilkan lebih bermakna, sebaiknya beberapa
hal berikut harus diperhatikan dan didiskusikan bersama, seperti; apakah ide yang
dihasilkan merupakan sesuatu yang baru?, apakah ide tersebut realistis untuk
diaplikasikan?, apa kelebihan ide ini dengan idea atau produk sebelumnya?, dan
sebagainya. Untuk itu, diharapkan semua anggota kelompok dapat aktif memberikan
tanggapan yang kreatif.

Langkah Kreasi (Creativity). Seterusnya langkah keempat dalam modul EScit


adalah adalah langkah kreasi. Langkah ini merupakan pelaksanaan semua saran
dan pandangan hasil diskusi mengenai ide sesuatu produk baru yang ingin di
aplikasikan. Tentu pengaplikasian oleh pelajar ini tidak dalam bentuk produk
sebenarnya, melainkan dalam bentuk sketsa dan gambar. Salah seorang dari
anggota kelompok yang pandai dalam menggambar dipilih untuk menterjemahkan
semua ide-ide yang bernilai inovasi yang telah didiskusikan sebelumnya menjadi
sebuah gambar produk sains. Pelajar dapat mengaplikasikannya dalam bentuk
miniatur atau sketsa dan gambar. Kreasi gambar atau sketsa yang dihasilkan
sebaiknya digambarkan secara keseluruhan dari berbagai posisi, terutamanya pada
bagian yang terdapat ide inovasinya, baik itu tampak depan, samping, maupun atas.

Langkah Nilai (Society). Langkah terakhir yang harus dijalankan oleh pelajar dalam
modul ESciT adalah langkah nilai. Nilai yang dimaksud di sini adalah nilai yang
dimiliki oleh ide produk yang dihasilkan pelajar bagi kehidupan sosial sebenarnya
(society). Pada langkah ini, pelajar diminta untuk menjalankan dua aktivitas, yaitu

109

mengumpulkan pandangan masyarakat mengenai ide produk melalui survey dan
seterusnya menganalisisnya. Langkah ini sebaiknya dijadikan sebagai perkejaan
rumah pelajar setelah pulang sekolah. Pelajar diminta untuk mencari sekurang-
kurangnya lima orang tetangganya untuk menjawab beberapa pertanyaan seperti;
bagaimana pandangan mereka mengenai produknya, apakah produk ini bisa dijual,
apakah dapat berguna bagi masyarakat, dan berapa harga paling sesuai untuk
produk tersebut. Seluruh jawaban dari koresponden untuk semua pertanyaan
tersebut, seterusnya secara analisis sederhana disimpulkan oleh pelajar. Terakhir
sekali pelajar akan mempresentasikan produk dan juga hasil analisis pandangan
masyarakat terhadap produk tersebut kepada semua pelajar di depan kelas.

Modul ESciT yang dihasilkan oleh UKM ini, di beberapa sekolah rendah dan sekolah
menengah di Malaysia telah diuji penggunaannya. Dalam pengujian tersebut didapati
bahwa pengetahuan, sikap, dan minat pelajar terhadap sains semakin meningkat
dan positif. Di samping minat untuk menjadi seorang wirausahaan dalam bidang
sains juga meningkat. Beberapa contoh hasil produk pelajar setelah mengikuti
pengajaran dan pembelajaran sains menggunakan modul ESciT dapat dilihat pada
Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Contoh-contoh Produk ESciT yang Dihasilkan oleh Pelajar

Peran Guru dalam Modul ESciT. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran
pemikiran sains kewirausahaan dengan menggunakan modul ESciT ini, guru punya
andil yang besar dalam memastikan semua langkah aktivitas modul dapat dijalankan
dengan benar oleh pelajar. Oleh itu, guru dituntut agar dapat menggunakan
pendekatan yang sesuai untuk setiap langkahnya. Berikut adalah uraian singkat
mengenai peran atau pendekatan yang dapat dilakukan oleh guru sains sewaktu
melaksanakan proses pengajaran dan pembelajaran pemikiran sains kewirausahaan
dengan menggunakan modul ESciT.
• Dalam Langkah pengamatan (observe) atau langkah mengambil inisiatif untuk
membuat pengamatan dengan sengaja, bertujuan, dan secara langsung ini.

110

Guru berperan dalam memastikan seluruh pelajar untuk membuat pengamatan
mengenai semua fenomenan dalam kehidupan sehari-hari mereka yang
berhubungan dengan konsep sains yang sedang atau telah dipelajari.
Pengamatan ini tidak terbatas hanya menggunakan panca indra saja, tetapi juga
bisa melalui bahan bacaan, internet, atau juga wawancara dengan pengusaha
dan pakar sains secara langsung. Untuk menemukan keunikan fenomena yang
diamati, guru mengarah pelajar untuk menguraikan semua aspek yang terdapat
pada fenomena yang diamati. Dengan penguraian ini, diharapkan pelajar dapat
menemukan kekurangan atau hal yang belum ada dari fenomena yang diamati,
agar seterusnya mereka dapat memikirkan satu atau lebih hal yang boleh
ditambah pada fenomena tersebut.
• Agar pelajar menemukan ide yang benar-benar baru, unik, dan kreatif dalam
langkah ide baru (new idea) ini. Guru berperan dalam memberi motivasi dan
dalam memastikan pelajar untuk dapat menggunakan semua imajinasi berfikir
mereka sewaktu menjalankan langkah ini. Pada umumnya, langkah ide baru ini
memerlukan proses dan waktu yang relatif lama dari langkah-langkah lainnya.
Untuk itu guru haruslah bijak dalam memberikan arahan kepada pelajar
mengenai bagian-bagian apa saja dari fenomena yang telah diamati yang perlu
dipikirkan untuk ditambahkan ide baru atau perubahan.
• Seterusnya untuk langkah inovasi (innovation) atau langkah memilih beberapa
ide dari langkah kedua yang bisa diinovasikan serta menilai ide-ide tersebut,
guru meminta setiap kelompok pelajar untuk menguraikan semua aspek dari ide-
ide yang telah mereka pikirkan pada langkah dua sebelumnya, seperti biaya,
bahan, tingkat kesukaran, dan manfaatnya apabila ide tersebut dibuat dalam
bentuk sebenarnya. Setelah pelajar menguraikan semua aspek dari ide-ide
tersebut, guru selanjutnya mengarahkan pelajar untuk berdiskusi sesama teman
kelompok untuk menilai ide yang mana yang paling sesuai untuk dikreasikan
dan didesain.
• Dalam langkah keempat modul ESciT, yaitu langkah menetapkan dan
memperbaiki ide produk yang telah dipilih (creativity), guru bertindak sebagai
fasilitator dalam menggalakan pelajar menggunakan imajinasi berpikir untuk
menterjemahkan ide yang telah mereka dipilih menjadi suatu produk yang
inovatif. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, produk yang dimaksud
pada langkah ini adalah draf gambar atau sketsa dari produk sebenarnya. Untuk
itu, guru harus dapat memastikan semua ide yang telah mereka hasilkan pada
langkah inovasi sebelumnya terdapat pada sketsa produk yang mereka
gambarkan.
• Terakhir sekali untuk langkah society modul ESciT, guru menjelaskan dan
membantu pelajar mengenai tata cara bagaimana melakukan survey yang baik
dan benar. Pelajar diarahkan untuk memilih sekurang-kurangnya lima orang
koresponden, boleh terdiri dari teman kelas lain, para guru, ataupun tetangga di
rumah. Pada langkah ini, guru juga berperan dalam menyediakan beberapa
pertanyaan mengenai produk yang dihasilkan oleh pelajar untuk digunakan pada
waktu survey. Setelah survey dijalankan, guru mengarahkan pelajar melakukan
analisis persentase sederhana dan melaporkannya di depan kelas bersama
dengan produk mereka.

Kesimpulan
Perkembangan sains dan teknologi yang begitu pesat telah menuntut kita untuk
mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapinya. Salah satunya ialah
dengan mempersiapkan generasi penerus yang berliterasi dalam bidang-bidang
STEM (Science, Technology, Engineering, & Mathematics). Di beberapa negara
maju telahpun mulai mengaplikasikan pengintegrasian STEM ini dalam kurikulum
sekolah dasar dan menengah mereka. Untuk itu, pendidikan sekolah dasar dan

111

menengah di Aceh mulai dari sekarang sudah dapat mempersiapkan diri dalam
melaksanakan pengaplikasian pendidikan STEM ini. Guru sebagai ujung tombak
pelaksana pengajaran dan pembelajaran di sekolah, dituntut harus mampu
mengembangkan pendekatan pengajaran yang sesuai dalam pengaplikasian metode
ini. Oleh itu, melalui artikel ini kami ingin berbagi pengalaman dengan guru,
terutamanya guru sains mengenai pengaplikasian pengintegrasian pendidikan STEM
dalam pengajaran dan pembelajaran sains di sekolah dasar dan sekolah menengah,
yaitu dengan menggunakan pendekatan modul ESciT. Dari hasil penelitian yang
telah kami lakukan pada beberapa sekolah dasar dan sekolah menengah di
Malaysia, menunjukkan bahwa pengajaran dan pembelajaran sains yang
menggunakan modul ESciT secara keseluruhan menunjukkan hasil positif bagi
pelajar. Selain prestasi dan minat terhadap sains lebih meningkat, pelajar juga
menunjukkan sikap positif terhadap dunia kewirausahaan. Pelajar menjadi lebih
menyadari dan memahami relevansi antara pengetahuan sains yang mereka pelajari
di kelas dengan kehidupan sehari-harinya.

Referensi
[1] Sanders, Mark. 2009. STEM, STEM Education, STEMmania. The Technology Teacher.
2 (2009), 20-26
[2] Sanders, M., Hyuksoo. K., Kyungsuk, P. & Hyonyong, L. Integrative STEM (Science,
Technology, Engineering, and Mathematics) Education: Contemporary Trends and
Issues. Secondary Education 59 (2011), 729-762.
[3] Becker, K. & Park, K. Effects of integrative approaches among science, technology,
engineering, and mathematics (STEM) subjects on students’ learning: A preliminary
meta-analysis. Journal of STEM Education. 12 (2011), 23-37.
[4] Padilla, M. The science process skills. Research Matters-to the Science Teacher, 1990.
[5] Information on BLS (Bureau of Labor Statistics), U.S. 2012. Occupational Employment
Projections to 2020. http://www.bls.gov/emp/ep_table_103.htm. [16 May 2012].
[6] Buang, N.A., Halim, L., & Mohd Meerah, T.S. Understanding the Thinking of Scientists
Entrepreneurs: Implications for Science Education in Malaysia. Journal of Turkish
Science Education. 6(2009), 3-11.
[7] Baron, R. Psychological perspectives on entrepreneurship: Cognitive and social factors
in entrepreneurs’ success. Current Directions in Psychological Science. 9 (2000), 15-18.
[8] Drucker, P. F. Innovation and Entrepreneurship. New York: Harper Perennial, 1985.

112


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai