Anda di halaman 1dari 2

Anamnesis anak RA. Alloanamnesis dari Ibu pasien.

Awal 2019 (usia 13 tahun): anak berkenalan dengan bapak-bapak usia sekitar 45 tahun. Ibu
tidak tahu anak berkenalan dari mana. Kesan bapak tersebut bersifat kebapak-an, ingin
merawat dan menyekolahkan anak RA. Bapak tersebut merupakan seorang deputi
Pertamina, alamat asli di Jawa Tengah, namun sedang bertugas di Medan. Sudah menikah
dan punya anak.

Akhir 2019: selama 2 bulan, anak RA dibawa ke Medan oleh Bapak tersebut. Alasannya
untuk disekolahkan. Namun, setelah 2 bulan anak RA minta kembali ke Jogja. Awalnya sang
anak tidak terbuka mengenai mengapa ingin kembali ke Jogja. Namun anak RA masih sering
berkomunikasi dengan Bapak tersebut lewat WA atau telepon.

Semenjak pulang dari Medan, menurut ibu pasien, anak banyak berubah. Sering tertarik
dengan sesama jenis. Pernah berkata ingin pindah agama. Namun pada dasarnya anak tidak
banyak terbuka dengan Ibu. Namun, anak akhirnya mengaku sering melihat Bapak tersebut
mengkonsumsi obat setiap hari.

7 bulan SMRS, anak mulai muncul gejala nyeri jika BAB, muncul benjolan seperti
haemorrhoid, keluar cairan bening dan berbau. Berobat ke RS, awal dicurigai fistula
perianal, diberi antinyeri dan antibiotik. Dengan obat tersebut keluhan berkurang.

4 bulan SMRS, mulai muncul gatal-gatal di badan, mulai dari tangan dan dagu. Anak kembali
berobat, diberi antihistamin dan kortikosteroid. Gejala kesan membaik.

3 bulan SMRS, anak vaksin sinovac yang pertama. Setelah vaksin, dikatakan anak mulai
sering muncul gejala nyeri kepala hilang timbul. Kadang badan terasa panas, muncul nyeri
telan, BAB makin nyeri. Anak berobat ke Puskesmas, didiagnosis ambeien, dirujuk ke RS
Swasta, dari RS Swasta dirujuk ke RSUD Sleman. Di RSUD Sleman, anak didiagnosis
haemorrhoid, rencana operasi, namun skrining B20 hasil positif. Pasien lalu dirujuk rawat
jalan ke RS Sardjito akhir September 2021.

Akhir September (4 MSMRS) , anak berobat ke poli IPT, dicek CD4 dan viral load.
3 MSMRS: pasien kontrol ke poli IPT, persiapan untuk terapi ARV, namun masih melakukan
pelacakan untuk infeksi oportunistik TB. Sudah mendapat Cotrimoxazole profilaksis.

10 HSMRS: gatal2 di badan berubah menjadi ruam ruam kemerahan, seluruh tubuh.
Bertambah gatal. Nyeri kepala semakin sering. Demam hilang timbul. Pasien berobat ke
RSUD Sleman, didiagnosis erupsi maculopapular ec drug eruption suspek cotrimoxazole.
Oleh SpKK diminta stop kotrimoxazole.

2 MSMRS: anak kontrol ke poli IPT Sardjito. Hasil TB sudah keluar negatif. Namun karena
ruam bertambah, pasien dirujuk ke Poli DV RSS  lesi di anal diassess sebagai kondiloma
akuminata dan mendapat terapi totol podofilin. Oleh resd kulit dikatakan kerusakan mukosa
anus cukup parah.
Ibu lalu bertanya kembali kepada Anak. Anak mengaku jika gay dan pertama kali
berhubungan dengan Bapak yg membawa ke Medan. Setelah pulang ke jogja juga
berhubungan dengan 3 laki-laki lain. Ibu juga konfirmasi ke Bapak yang membawa ke
Medan, bapak tersebut mengaku mengkonsumsi ARV. Ibu juga menemukan di HP anak ada
grup WA gay.

5 HSMRS nyeri kepala bertambah hebat. Demam makin naik turun. Mual kadang muntah.
Anak konsumsi paracetamol, namun tidak membaik.

Riwayat lainnya:
Anak merupakan anak broken home. Ibu cerai dengan ayah kandung saat anak SD. Setelah
itu tidak ada kontak dengan ayah kandung.
Setelah itu ibu menikah lagi, memiliki 1 putri dari pernikahan kedua, namun cerai kembali.
Saat ini pernikahan ke tiga. Memilki 1 putra.

Anak RS tidak dekat dengan ayah sambung pertama maupun yang kedua. Anak RS juga tidak
dekat dengan adik-adik tirinya.

Anda mungkin juga menyukai