Anda di halaman 1dari 19

TANAH LONGSOR DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN

MALANG

Nama : Shinji Prudent Zhang


Kelas / No. Absen : X MIPA I / 28

Guru Pengampu : Kiki Nababan


Abstrak

Tanah Longsor merupakan gerakan tanah pembentuk lereng. Penyebab dan sifat dari gerakan
tanah atau longsor ini umumnya tidak dapat terlihat, karena penyebabnya ditutupi oleh endapan
geologi dan sistem air tanah. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor utama penyebab
longsor dan mengetahui nilai faktor aman stabilitas lereng  tanpa pengaruh muka air tanah dan
dengan pengaruh muka air tanah di Kota Malang.

Abstract

Landslide is a slope-forming soil movement. The causes and nature of these landslides or
landslides are generally not visible, because the cause is covered by geological deposits and
groundwater systems. The purpose of this study was to identify the main factors causing
landslides and determine the value of the safe factor for slope stability without the influence of
ground water level and with the influence of ground water level in Malang City.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung api.
Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur.
Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan
kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan
dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar
kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya
tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut. Air yang meresap ke dalam tanah akan
menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan
sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak
mengikuti lereng dan keluar lereng.

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,
runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban
jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

Longsor lahan menjadi bencana dengan kejadian terbanyak pada tahun 2016 di wilayah
Kabupaten Malang. Catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Malang, dari total 56 kejadian bencana, tercatat sebanyak 35 bencana tanah longsor terjadi di
2016. Daerah di kabupaten Malang yang berpotensi terjadi longsoran lahan, antara lain di
Kecamatan Sumbermanjing, Kasembon, Dampit, Ampelgading, Kalipare, Poncokusumo, Dau,
Wagir, dan Kecamatan Ngantang. Kecamatan-kecamatan tersebut merupakan daerah dengan
tingkat bencana longsor tertinggi di antara wilayah-wilayah lainnya di Kabupaten Malang.
Berdasarkan penelitian, terdapat beberapa wilayah rawan longsor tanah (Zona Merah). Wilayah
Dau yang terletak di Kabupaten Malang merupakan salah satu wilayah yang termasuk dalam
zona merah tersebut. Morfologi Dau secara umum berbukit dengan lereng miring hingga curam
dan merupakan daerah pertanian sehinga sebagian besar hutan alamnya beraloh fungsi menjadi
lahan budidaya dan pertanian.

1.2 Rumusan Masalah


1.   Bagaimana lokasi sebaran area kejadian longsor di daerah Dau?
2.   Apa penyebab-penyebab terjadinya longsor di daerah Dau?
3. Apa fakfor-faktor penyebab utama terjadinya longsor di daerah Dau?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui lokasi sebaran area kejadian longsor di daerah Dau
2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyebab-penyebab terjadinya longsor di daerah Dau
3. Menentukan fakfor-faktor penyebab utama terjadinya longsor di daerah Dau.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang gambaran
penyebab-penyebab longsor berdasarkan kejadian longsor yang telah terjadi sehingga mampu
menjadi rujukan dalam pencegahan dan mitigasi bencana tanah longsor
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Telaah Pustaka dan Landasan Teori

Bencana Tanah Longsor Longsoran atau gerakan massa erat kaitannya dengan proses-proses
yang terjadi secara ilmiah pada suatu bentang alam. Bentang alam merupakan suatu bentukan
alam pada permukaan bumi misalnya bukit, perbukitan, gunung, pegunungan, dataran dan
cekungan (Dwikorita, 2005). Tanah Longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering
melanda daerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan massa tidak hanya
kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya
korban manusia, akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan
pembangunan dan aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya (Hardiyatmo, 2006).

2.1.1 Pengertian Tanah Longsor

Tanah longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi
karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya
bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor
yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang
memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang
menyebabkan bergeraknya material tersebut. Berikut beberapa dari tokoh yang telah
dipublikasikan di beberapa pustaka:

1. Skempton dan Hutchinson (1969) tanah longsor atau gerakan tanah didefinisikan sebagai
gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng akibat
tergangguanya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

2. Varnes (1978) mengusulkan terminologi gerakan lereng yang dianggap lebih tepat untuk
mendefinisikan longsoran, yaitu sebagai gerakan material penyusun lereng ke bawah atau keluar
lereng di bawah pengaruh gravitasi bumi.

3. Arsyad (1989) mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu
volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Dalam hal ini lapisan yang
terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi dan dapat juga berupa lapisan
batuan seperti napal liat (clay shale) setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur.

4. Cruden (1991) mengatakan longsoran sebagai pergerakan tanah suatu massa batuan, tanah,
atau bahan rombakan meterial penyusun lereng (yang merupakan percampuran tanah dan batuan)
menuruni lereng.

5. Brook dkk (1991) mengatakan bahwa tanah longsor adalah salah satu bentuk dari gerak
massa tanah, batuan dan runtuhan batuan/tanah yang terjadi seketika yang bergerak menuju
lereng-lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan meluncur dari atas suatu lapisan
kedap yang jenuh air (bidang luncur). Oleh karena itu tanah longsor dapat juga dikatakan sebagai
bentuk erosi.

6. Selby (1993) menjelaskan longsoran hanya tepat diterapkan pada proses pergerakan massa
yang melalui bidang gelincir yang jelas.

7. Dwikorita (2005) longsor adalah gerakan menuruni atau keluar lereng oleh massa tanah atau
batuan penyusun lereng ataupun percampuran keduanya sebagai bahan rombakan, akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusunnya.

2.1.2 Penyebab Terjadinya Tanah Longsor

Banyak faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng yang megakibatkan terjadinya longsoran.
Faktor - faktor tersebut semacam kondisi-kondisi geologi dan hidrografi, topografi, iklim dan
perubahan cuaca. Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan
kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban
serta berat jenis tanah batuan. Terdapat beberapa faktor penyebab tanah longsor, diantaranya
yaitu:
1. Jenis Tanah

Jenis tanah juga mempengaruhi penyebab terjadinya longsor. Tanah yang mempunyai tekstur
renggang, lembut yang sering disebut tanah lempung atau tanah liat dapat menyebabkan
longsoran. Apa lagi ditambahan pada saat musin penghujan kemungkinan longsor akan lebih
besar pada tanah jenis ini. Hal ini dikarenakan ketebalan tanah tidak lebih dari 2,5 m dengan
sudut lereng 22 derajat. Selain itu kontur tanah ini mudah pecah jika udara terlalu panas dan
menjadi lembek jika terkena air yang mengakibatkan rentan pergerakan tanah.

2. Curah Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya
intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air
di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau
rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Pada saat hujan, air akan
menyusup ke bagian yang retak. Tanah pun dengan cepat mengembang kembali. Pada awal
musim hujan, kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada
awal musim dapat menimbulkan longsor karena melalui tanah yang merekah itulah, air akan
masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Apabila
ada pepohonan di permukaan, pelongsoran dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan.
Akar tumbuhan juga berfungsi sebagai pengikat tanah.

3. Kemiringan Lereng

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100 persen sama dengan kecuraman 45
derajat. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curam lereng juga memperbesar
kecepatan aliran permukaan, dengan itu memperbesar energi angkut air. Klasifikasi kemiringan
lereng untuk pemetaan ancaman tanah longsor dibagi dalam lima kriteria diantaranya yaitu
lereng datar dengan kemiringan 0-8%, landai berombak sampai bergelombang dengan
kemiringan 8-15%, agak curam berbukit dengan kemiringan 15-25%, curam sampai sangat
curang 25- 40%, sangat curam dengan kemiringan >40%. Wilayah yang kemiringan lereng
antara 0-15% akan stabil terhadap kemungkinan longsor, sedangkan di atas 15% potensi untuk
terjadi longsor pada kawasan rawan gempa bumi semakin besar.

4. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap
lingkungan hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian, dan permukiman.
Permukiman yang menutupi lereng dapat mempengaruhi penstabilan yang negatif maupun
positif. Sehingga tanaman yang disekitarnya tidak dapat menopang air dan meningkatkan kohesi
tanah, atau sebaliknya dapat memperlebar keretakan dalam permukaan baruan dan meningkatkan
peresatan. Penggunaan lahan seperti persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di
lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan
membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor.
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat
menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

5. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempa bumi, ledakan,getaran mesin, dan
getaran lalu lintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan
dinding rumah menjadi retak.

6. Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang,
dengan sudut kemiringan waduk 220ᵒ mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang
biasanya diikuti oleh retakan.

7. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah
lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah
lembah.
8. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan
hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

9. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan


tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan
sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi
penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. Tanah Longsor terjadi jika
dipenuhi tiga keadaan, yaitu:

1. Kelerengan yang curam,

2. Terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang kedap air,

3. Terdapat cukup air (dari hujan) di dalam tanah di atas lapisan kedap, sehingga tanah jenuh air.
Air hujan yang jatuh dari di atas permukaan tanah kemudian menjenuhi tanah sangat
menentukan kestabilan lereng, yaitu menurunnya tanah sangat menentukan kestabilan lereng,
menurunnya ketahanan geser tanah (t) yang jauh lebih besar dari penurunan tekanan geser tanah
(s), sehingga faktor keamanan lereng (F) menurun tajam (F=t/s), menyebabkan lereng rawan
longsor.

2.1.3 Proses Terjadinya Longsor

Pergerakan massa anah/batuan pada lereng dapat terjadi akibat interaksi pengaruh antara
beberapa kondisi yang meliputi geologi, morfologi, struktur geologi, hidrogeologi dan tata guna
lahan. kondisi- kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga mewujutkan suatu kondisi lereng
yang mempunyai kecendurungan atau berpotensi untuk begerak (Karnawati, 2005). Kondisi
lereng demikian disebut kondisi rentan untuk bergerak. Jadi, pengertian rentan disini berarti
berpotensi atau kecenderungan untuk bergerak namun belum mengalami gerakan.
Proses dan tahapan terjadinya gerakan tanah melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Tahap stabil

2. Tahap rentan

3. Tahap kritis

4. Tahap bener-benar bergerak

2.2 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori dan kerangka teori yang telah dikemukakan, maka
penulis menyusun hipotesis sebagai berikut :

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bencana longsor di Desa Sukarasa Kecamatan


Salawu Kabupaten Tasikmalaya yaitu : (1) kemiringan lereng, (2) intensitas curah hujan , (3)
kondisi geologi (sifat batuan) dan (4) penggunaan lahan.

2. Zonasi kawasan rawan bencana longsor di Desa Sukarasa Kecamatan Salawu Kabupaten
Tasikmalaya dibagi kedalam lima zona yaitu tidak rawan, agak rawan, cukup rawan, rawan dan
sangat rawan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel

Identifikasi variabel pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

1. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng dinyatakan dalam persen (%), merupakan kenampakan permukaan alam
disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingan dengan jarak
lurus mendatar.

2. Kedalaman efektif tanah

Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapat ditembusi
akar, dibatasi adanya kerikil dan batuan induk atau lapisan keras.

3. Tekstur tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir , debu dan lempung dinyatakan
dalam persen (%).

4. Permeabilitas tanah

Permeabilitas adalah kemampuan tanah untuk meloloskan air dan udara, yang diukur
berdasarkan besarnya aliran melalui satuan tanah yang telah dijenuhi terlebih dahulu per satuan
waktu tertentu.

5. Mata air

Mata air merupakan tempat dimana air berasal dari tanah keluar terus menerus tanpa mengenal
musim dan mejadi sumber air.

6. Kejadian longsor sebelumnya

Kejadian longsor sebelumnya merupakan peristiwa longsor yang pernah ada dan diketahui
melalui adanya bekas longsoran.
7. Kerapatan vegetasi

Kerapatan vegetasi merupakan kerapatan tanaman dilihat dari jarak tanaman maupun tajuk daun.

8. Penggalian tebing

Penggalian tebing adalah aktivitas manusia dengan cara menggali tebing atau lereng untuk
keperluan hidupnya misalnya membuat jalan, bangunan, dan membuka jalan untuk pertanian.

9. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan merupakan wujud nyata dari pengaruh aktivitas manusia terhadap sebagian
fisik permukaan bumi misalkan sawah, permukiman, tegalan, dan kebun campuran.

10. Curah hujan

Curah hujan adalah volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dinyatakan dalam
millimeter (mm).

3.2 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2010: 161). Pabundu Tika
(2005: 24) menyebutkan bahwa populasi adalah himpunan individu atau obyek yang banyaknya
terbatas atau tidak terbatas. Populasi geografi adalah himpunan individu atau objek yang masing-
masing mempunyai sifat atau ciri geografi yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah
wilayah kecamatan Dau, Kota Malang

2. Sampel

Suharsimi Arikunto (2010: 173) menyebutkan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti. Sampel adalah sebagian dari objek atau individu-individu yang mewakili
suatu populasi. Sampel dalam penelitian ini berupa satuan lahan. Teknik pengambilan sampel
yaitu area stratified random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil
wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi berdasarkan strata dan sudah
direncanakan. Satuan lahan diperoleh dari tumpangsusun (overlay) empat peta, yaitu peta bentuk
lahan, peta geologi, peta kemiringan lereng, dan peta jenis tanah. peta tanah. Hasil tumpangsusun
peta-peta tersebut akan diperoleh 15 satuan lahan di daerah penelitian. Dari setiap satuan lahan
tersebut kemudian diambil satu titik untuk dijadikan sampel, dimana setiap titik mewakili satu
satuan lahan yang memiliki ciri dan karakteristik yang sama.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara bagaimana dapat diperoleh data mengenai variabel-
variabel tertentu. Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai obyek yang
akan diteliti, metode pengumpulan data yang dikumpulkan yaitu:

1. Peta curah hujan yang diperoleh dari BMKG Karangploso tahun 2014-2015. Rata-rata curah
hujan di Kecamatan Dau adalah 159 mm/th.

2. Peta jenis tanah di Kecamatan Dau dengan persebaran litosol 34.86%, andosol 51.15%,
mediteran coklat 8.71% dan alluvial 5.27%.

3. Peta kemiringan lereng dengan persebaran Sangat Curam (>40%) sebesar 15.19%, Curam (25-
40%) sebesar 28.15%, Agak curam (15- 25%) sebesar 19.88%, Landai (8- 15%) sebesar 13.64%
dan Datar (0- 8%) sebesar 23.15%.

4. Peta penggunaan lahan di Kecamatan Dau dengan persebaran Tubuh Air 0.006 %, hutan 2.67
%, Kebun 6.47 %, Sawah, Ladang , Tegalan dan Permukiman 90.85 %.

1. Observasi

Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian
(Pabundu Tika, 2005: 44). Pengamatan dan pencatatan secara langsung yang dilakukan untuk
mengetahui, kerapatan vegetasi, kejadian longsor sebelumnya, mata air, penggalian tebing, dan
penggunaan lahan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mencatat dan
menyalin berbagai dokumen yang ada diinstansi yang terkait. Dokumen itu diantaranya:

a. Peta Kecamatan Dau dan Kota Malang.

b. Data curah hujan Kecamatan Dau beberapa tahun yang lalu.

c. Peta kemiringan lereng.

d. Peta tanah.

e. Peta penggunaan lahan.

f. Peta geologi.

g. Peta bentuk lahan.

3. Pengukuran

Pengukuran adalah metode yang dilakukan di lapangan dengan jalan mengukur antara lain
kedalaman efektif tanah dan kemiringan lereng. Untuk mengukur kedalaman efektif tanah
digunakan bor tanah sedangkan mengukur kemiringan lereng digunakan abney level.

4. Uji laboratorium

Uji laboratorium, yaitu melakukan pengetesan atau menguji sampel tanah yang diperoleh di
lapangan. uji laboratorium dimaksudkan untuk memperoleh data tentang sifat-sifat tanah yang
meliputi, tekstur, dan permeabilitas tanah.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menumpangsusunkan peta
(overlay), dilakukan dengan mengacu pada variabel. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang merupakan data hasil pencatatan instansional.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Sebaran Area Kejadian Longsor

Pada daerah kecamatan Dau, terdapat beberapa kekuatan persebaran tanah longsor di daerah
kecamatan Dau sebagai berikut :

Tingkat Kerawanan Tanah Longsor

Rendah : Ujung Banyakan, Sebagian Semen, Sebagian Kabupaten Kediri, Sebagian Mojo,
Ngadiluwih, Kras.

Sedang : Hampir seluruh daerah Mojo, Kabupaten Kediri, Semen, Wilis, Banyakan

Tinggi : Ujung Ngadiluwih, Beberapa daerah ataupun desa kecil di wilayah Kabupaten Kediri,
Mojo, Semen, Wilis, dan Banyakan

4.2 Penyebab-Penyebab Terjadinya Tanah Longsor Di Kecamatan Dau

1.      Curah Hujan Tinggi

Data curah hujan bulanan pada daerah kecamatan Dau berdasarkan data pencatatan hujan tahun
beberapa tahun belakang ini yang memiliki curah hujan 1000-3000 mm/ tahun.

2.      Hancurnya Bebatuan

Batu yang rentan longsor adalah bebatuan yang berada di lereng, dengan jenis batu yaitu
sedimen kecil dan batuan endapan yang berasal dari gunung berapi. Biasanya batu di lereng itu
sifatnya lapuk atau tidak memiliki kekuatan dan mudah hancur menjadi tanah, inilah pemicu
terjadinya tanah longsor.

3.      Penggunaan Lahan Yang Berlebihan

Sebagian besar didominasi oleh pemukiman warga, pertanian lahan kering, dan pertanian
lahan kering campur semak. Daerah hutan sebagai penahan air sangat kurang pada daerah yang
mengalami longsor.
4.      Getaran

Getaran kecil yang disebabkan oleh lalu lintas kendaraan di sekitar daerah tersebut, tidak
secara langsung mengakibatkan tanah jadi longsor. Tetapi berproses, pertama jalanan di lereng
bukit yang sering dilewati kendaraan perlahan akan mengalami keretakan yang jika dibiarkan,
lama-lama akan longsor. Sementara getaran besar yang langsung menyebabkan tanah longsor
antara lain diakibatkan oleh bahan peledak atau gempa bumi.

5.      Lereng dan Tebing yang Terjal

Proses pembentukan lereng atau tebing terjal adalah lewatnya angin dan air di sekitar lereng
yang berdampak pada pengikisan lereng tersebut. Waspada jika di sekitar tempat tinggal terdapat
tebing atau lereng terjal, karena rawan tanah longsor.

6.      Menumpuknya Material

Banyak warga yang ingin melakukan perluasan pemukiman dengan cara menimbun lembah
atau memotong tebing. Tanah yang digunakan untuk menimbun lembah, belum benar-benar
padat, jadi tatkala proses terjadinya hujan tiba-tiba mengguyur dapat menimbulkan retakan dan
permukaan tanah yang turun.

7.      Longsoran Lama

Dalam memilih daerah tempat tinggal, hindari daerah yang pernah mengalami tanah longsor
karena daerah tersebut rawan longsor kembali. Tanahnya rentan gugur apalagi bila ada tekanan
dari angin, air, dan lainnya.

8.      Kelebihan Beban

Adanya beban yang terlampau berat akan memberi tekanan pada tanah, sehingga tanah mudah
longsor. Contohnya adalah adanya rumah, pemukiman di lereng, kendaraan yang lalu lalang di
tikungan lembah.

4.3 Faktor-Faktor Utama Penyebab Longsor di Kecamatan Dau


1.      Curah Hujan

Faktor curah hujan memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap longsor. Hal ini berdasarkan
data curah hujan terendah 1108,5 mm/tahun dan yang tertinggi yaitu 2855,5 mm/tahun.

2.      Kemiringan Lereng

Faktor kemiringan lereng yang berada pada lokasi penelitian terletak di kemiringan 0-15%,
memiliki tingkat kerawanan rendah terhadap longsor.
3.      Geologi

Berdasarkan peta geologi formasi Peta geologi kecamatan Dau dikelompokkan menjadi dua
formasi yaitu: (Tmb) tersusun dari diorit, diorit kuarsa, granodiorit, dan adamelit serta (Qpl)
tersusun dari batu lempung kelabu, batu pasir berbutir halus hingga kasar serta kerikil.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang saya paparkan, saya dapat membuat beberapa kesimpulan
sebagai berikut :

1. Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
2. Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan
tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan
lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai factor
alami dan manusia.
3. Terjadinya bencana alam tanah longsor ini dapat diminimalkan dengan memberdayakan
masyarakat untuk mengenali tipologi lereng yang rawan longsor, gejala awal longsor,
serta upaya antisipasi dini yang harus dilakukan, sehingga pengembangan dan
penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah baik dalam skala nasional, regional
maupun lokal secara berkelanjutan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi dan menggalang kebersamaan segenap lapisan masyarakat.

5.2 Saran
Berdasaran hasil penelitian, saya akan memberikan saran yang mungkin harus kita lakukan untuk
melestarikan wilayah kecamatan Dau adalah sebagai berikut :

1. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam penyelamatan dan pelestarian


lingkungan, karena sebagian bencana yang terjadi diakibatkan oleh kerusakan
lingkungan.
2. Sedapat mungkin tidak tinggal di tempat atau daerah rawan bencana, agar tidak terjadi
korban dan kerugian yang besar.
3. Masyarakat pada umumnya harus mengetahui baik melalui Media Elektronik (radio, TV
dan internet) maupun Media Cetak (buku literature, surat kabar, majalah) tentang
bencana-bencana yang terjadi dan bagaimana cara mengatasi atau menyelamatkan diri.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Dau,_Malang
https://tirto.id/apa-itu-tanah-longsor-pengertian-jenis-jenis-proses-terjadinya-gaF3
https://www.kompas.com/skola/read/2021/09/24/120000769/penyebab-tanah-longsor
http://bpbd.jogjaprov.go.id/tanah-longsor
https://www.kompas.com/sains/read/2021/10/14/190200723/6-faktor-penyebab-tanah-longsor?
page=all
https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/20/120000669/penyebab-tanah-longsor-dan-cara-
menghadapinya
https://bpbd.bantenprov.go.id/id/read/peta-bencana-longsor.html
Peta-peta kecamatan Dau (Curah hujan, jenis tanah, dan lain-lain)
https://bnpb.go.id/
https://www.kompas.com/skola/read/2021/09/29/183000869/dampak-tanah-longsor-bagi-
lingkungan-dan-masyarakat#:~:text=Tanah%20longsor%20dapat%20mencemari%20sumber,di
%20sungai%20dan%20membuatnya%20keruh.
https://ilmugeografi.com/bencana-alam/dampak-tanah-longsor

Anda mungkin juga menyukai