Anda di halaman 1dari 3

Zubir Said

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Zubir Said

Informasi latar belakang

Nama lahir Zubir Said

Lahir 22 Juli 1907


 Fort de Kock, Hindia Belanda (sekarang Kota

Bukittinggi, Sumatra Barat, Indonesia)

Meninggal 16 November 1987 (umur 80)

Singapura

Pekerjaan Komponis

Tahun aktif 1928–1987

Label Universal Music Group

Ini adalah nama Melayu; nama "Said" merupakan patronimik, bukan nama keluarga, dan tokoh
ini dipanggil menggunakan nama depannya, "Zubir".
Zubir Said (22 Juli 1907 – 16 November 1987) adalah komponis Singapura pencipta
lagu kebangsaan Majulah Singapura. Datang dari keluarga Minangkabau, ia belajar
bermain musik secara otodidak. Ia menyusun sejumlah lagu untuk film-film Malaysia
selama bekerja sebagai komposer musik film pada Cathay-Keris Film Productions. Ia
dipercaya telah menulis sedikitnya 1.500 lagu, sepersepuluh dari jumlah itu
sekurangnya pernah direkam.
Karya Zubir dipandang luas sebagai lagu Melayu sejati karena lagu-lagunya berkaitan
dengan sejarah dan nilai-nilai Melayu serta, bersama orang Minang sezamannnya,
membangkitkan semangat kebangsaan pada tahun 1950-an. Selain Majulah Singapura,
Zubir menggubah lagu patriotik Semoga Bahagia yang dijadikan lagu tema Hari Anak-
Anak Singapura. Ia menerima sejumlah penghargaan sampai akhir hayatnya dan
secara anumerta atas kontribusinya dalam bidang musik dan kebudayaan Melayu di
Singapura.

Daftar isi

 1Kehidupan dan karier


o 1.1Hindia Belanda
o 1.2Singapura
 2Kontribusi
 3Komponis
 4Kematian dan penghargaan
 5Lihat pula
 6Catatan kaki
 7Pranala luar

Kehidupan dan karier


Hindia Belanda
Zubir Said lahir pada 22 Juli 1907 di Bukittinggi (sebelumnya dikenal sebagai Fort De
Kock), wilayah Sumatra Barat sekarang. Ia adalah anak tertua dalam keluarga
Minangkabau yang beranggotakan tiga anak laki-laki dan lima anak perempuan. Ibunya
meninggal ketika ia masih berumur tujuh tahun. [1] Ayahnya, Muhammad Said adalah
tokoh adat yang teguh menjalankan ajaran agama. [1] Pekerjaan ayahnya sebagai
kondektur di perusahaan kereta api milik pemerintah kolonial Hindia Belanda membuat
Zubir bisa mengenyam pendidikan di sekolah bentukan Belanda. [2]
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia telah memperlihatkan bakatnya bermain
musik. Guru musik yang melihat bakat Zubir memperkenalkannya teknik solmisasi—
gaya belajar musik dengan cara membaca notasi—dan membantunya membentuk grup
musik untuk murid-murid berbakat. Seorang teman grupnya mengajari Zubir bagaimana
membuat seruling, dan mereka bersama-sama bermain musik dengan seruling bambu
buatan mereka sendiri.[3] Saat menginjak sekolah menengah, Zubir bergabung dengan
grup keroncong. Dari situ, ia belajar instrumen lainnya, yakni gitar dan drum. [2]
Setelah menyelesaikan 11 tahun pendidikan, keterbatasan ekonomi keluarganya
memaksa Zubir untuk bekerja pada usia 18 tahun. Dengan pendidikan seadanya, ia
hanya memiliki peluang pekerjaan terbatas. Ia pertama kali bekerja di sebuah pabrik
sebagai pembuat batu bata. Setelah itu, ia mengikuti tawaran seorang temannya untuk
bekerja sebagai juru ketik.[2][4]
Saat bekerja sebagai juru ketik, Zubir mengisi sisa waktu untuk bermain musik. Ia
bergabung dengan grup keroncong dan mendapat posisi sebagai pemain biola. [2][5] Pada
usia 19 tahun, ia memutuskan keluar dari pekerjaannya setelah bertemu seorang
pegawai pemerintahan desa yang kagum akan bakatnya. Pegawai itu mendorong Zubir
untuk mengikuti impiannya. Setelah tak lagi bekerja, Zubir membentuk grup keroncong
keliling. Bersama anggota grupnya, ia berjalan dari desa ke desa di Sumatra, mencari
nafkah dengan tampil di pernikahan, meramaikan pameran, dan dalam agenda
keramaian lainnya.[6]

Anda mungkin juga menyukai