Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan
judul "Memahami Pengertian dan Fungsi Perbankan Syariah" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai
pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil
manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat
permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 5
A. Pngertian Hak Asasi Manusia ......................................................................... 5
B. Konsep Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam ........................................... 5
C. Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam ..................................... 6
BAB III PENUTUP ................................................................................... 8
Kesimpulan ........................................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat
manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan sematmata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Hak-hak tersebut bersifat
universal dan juga tidak dapat dicabut (inalieable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah
dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi
manusia dan karena itu tetap memenuhi hak-hak tersebut. Hak itu melekat pada dirinya sebagai
makhluk insani.Asal usul gagasan hak asasi manusia ini bersumber dari teori hak kodrati (natural right
theory). Bermula teori hukum kodrati (natural law theory).1
Dalam perspektif Barat Hak Asasi Manusia ialah karena ia semata-mata manusia, tindak tanduknya
merupakan sifat kemanusiaannya dan hak kodrati yang diberikan Tuhan. Sebagai makhluk Tuhan
yang memiliki hak-hak kodrati tersebut untuk melindunginya secara universal maka PBB membuat
aturan DUHAM. Di dalam Pasal 29 DUHAM No.A/Res/217 10 Desember 1948 menyebutkan bahwa:
(1) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat
satu-satunya di mana dia dapat mengembangkan kepribadiannya
dengan bebas dan penuh.
(2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk
hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang yang tujuannya
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang tepat terhadap hak-hak
dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal
kesusilaan,ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
(3) Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimanapun sekali-kali tidak
boleh dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip Perserikatan Bangsa-
Bangsa2.
Jika kita telaah maksud di ayat pertama maka dapat difahami bahwa dimanapun seseorang berada
baik tinggal menetap ataupun sementara dengan berbagai maksud yaitu kewajiban untuk patuh pada
tata aturan di tempat tersebut dalam hal pembatasan hak-haknya sebagai individu yang utuh. Dalam
hal ini lebih ditekankan pada lingkup regional, mencakup suku; adat istiadat serta nilai-nilai dan
norma-norma yang tidak tertulis. Pasal 30 DUHAM No.A/Res/217 10 Desember 1948 Tidak sesuatu
pun di dalam Deklarasi ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok ataupun
seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun, atau melakukan perbuatan yang bertujuan
merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaksud di dalam Deklarasi ini.3
Pasal pamungkas ini semakin menegaskan bahwa negara sekalipun tidak boleh mengganggu gugat
hak asasi manusia yang dimiliki seseorang. Sebuah negara sekalipun akan diberikan sanksi yang berat
jika telah terbukti melakukan pelanggaran HAM. Kemudian ayat terakhir pasal ini menyebutkan
bahwa penafsiran termasuk di dalamnya ratifikasi sesuai relativisme budayanegara tersebut, kemudian
individu ataupun kelompok atas haknya untuk terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan isi
DUHAM No.A/Res/217 10 Desember 1948 .
Jika kita perhatikan maka individu sebagai anggota masyarakat dalam melaksanakan hak-haknya
sebagai manusia ditekankan bahwa terikat pada mayarakat, yang mana harus menghormati hak orang
lain dan tidak boleh bertentangan dengan tujuan dan prinsip-prinsip PBB, serta dilarang merusak
hakhak dan kebebasan tersebut baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam hal ini dapat
ditafsirkan bahwa hak-hak asasi seorang individu sangat diutamakan sebagaimana kodratnya sebagai
manusia. Seperti konsepsi manusia pada ayat tersebut di bawah ini:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para


Malaikat:‟Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi.‟ Mereka berkata:‟Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?‟ Tuhan
berfirman:‟Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (QS.Al Baqarah (2) : 30)4

Berdasarkan ayat di atas dalam perspektif Al Quran, manusia adalah makhluk yang dipilih Allah SWT
. untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Manusia merdeka, memegang amanat Allah SWT, dan
bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan atas dunia. Manusia telah diberi mandat
untukmmemanfaatkan secara halal anugerah alam ini, tetapi ia harus mempertanggung jawabkan
kepada Tuhannya.
Pertanggung jawaban yang dituntut dari seseorang haruslah didahului oleh kebebasan memilih.
Kebebasan adalah bagian tak terpisahkan dari tanggung jawab. Kebebasan juga harus dipandang
sebagai penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai hamba dan khalifah-Nya di
bumi. Pelanggaran dan penindasan terhadap harkat dan martabat manusia adalah tindak kejahatan
kepada kemanusiaan universal atau hak-hak asasi manusia.
Manusia tidak diperbolehkan semena-mena dalam menggunakan haknya. Selain mempunyai hak-hak
dasar, manusia juga mempunyai kewajibankewajiban dasar kepada Tuhan, sesama manusia, dan
makhluk lain. Kewajiban dasar manusia apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan tegaknya
hak asasi manusia. Dalam perspektif Islam, kewajiban kepada Allah Swt lebih didahulukan daripada
hak, sebagaimana termaktub dalam Al Quran.5

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.” (QS.adz Dzariyat (51): 56).6

Dalam Islam hak-hak manusia tidak bersifat absolut. Karena yang bersifat absolut hanya milik Allah.
Alam semesta pada hakikatnya adalah milik Allah, termasuk manusia di dalamnya. Seperti halnya
yang tersebut pada Pasal 24 DC No.A/CON.157/PC/62/Add.18 (1993):”Segala bentuk hak dan
kebebasan yang ditetapkan dalam deklarasi ini bersumber dari syariat Islam. Maka dalam Pasal 24 DC
No.A/CON.157/PC/62/Add.18 (1993) ini menjelaskan bahwa segala bentuk hak asasi manusia yang
termaktub dalam deklarasi ini sesuai dengan ajaran hukum dalam Agama Islam.
Kemudian ditegaskan kembali oleh Pasal 25 No.A/CON.157/PC/62/Add.18 (1993) penjelasannya,
pengklarifikasiannya maupun batasan serta ruang lingkupnya adalah sesuai dengan hukum dalam
Agama Islam. Disebutkan bahwa:”Syariat islam adalah satu-satunya sumber untuk penjelasan atau
pengklarifikasian dalam deklarasi ini.”
Sehingga dalam Islam segala hak asasi itu bersumber dari syariat Islam dan dijelaskan oleh syariat
Islam, sehingga tentunya sesuai ayat-ayat Al Quran dan Sunnah yang mana menjadi sumber
ajarannya.
Hak asasi manusia dalam konsepsi Islam dipahami sebagai aktifitas manusia sebagai hamba dan
khalifah Allah di bumi. Sedangkan dalam pemahaman barat, hak asasi manusia ditentukan oleh
aturan-aturan publik demi terciptanya perdamaian dan keamanan semesta alam.7 Seiring perjalanan
sejarah, instrumen-instrumen HAM semakin berkembang dalam berkembang dalam berbagai
konvensi dan kovenan di dunia internasional. Perlindungan HAM selanjutnya digunakan sebagai
salah satu norma standar syarat berhubungan dengan negara luar, khususnya negaranegara Barat.
Dengan modal kekuatan ekonomi yang besar dan ketergantungan negara-negara dunia ketiga yang
non-komunis kepada bantuan ekonomi Barat,menimbulkan dominasi negara Barat dan standar Barat
dalam penilalaian terhadap pelaksanaan HAM dunia terutama negara dunia ketiga.
Namun, negara dunia ketiga bukan tanpa perlawanan. Dengan legitimasi konsep keanekaragaman
budaya, negara-negara non Barat mencoba membendung standar Barat dalam menilai perlindungan
HAM di dunia.8
Hal ini lebih-lebih didasari bahwa beberapa poin dalam pasal-pasal DUHAM belum mampu
mengakomodasi seluruh negara dalam PBB, terutama negara-negara yang mayoritas penduduknya
muslim, seperti pasal 16 No.A/Res/217 10 Desember 1948 perihal kebebasan perkawinan beda agama
dan pasal 18 No.A/Res/217 10 Desember 1948 tentang hak kebebasan keluar masuk agama. Kedua
pasal ini dalam pandangan kebanyakan kalangan Islam telah menabrak larangan ajaran Islam (haram)
perihal perkawinan beda agama dan murtad.
Pasal 16 DUHAM No.A/Res/217 10 Desember 1948berbunyi:
(1) Laki-laki dan permpuan dewasa, tanpa ada pembatasan apapunberdasarkan ras,
kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan membentuk keluarga. Mereka mempunyai
hak yang sama dalam hal perkawinan, dalam masa perkawinan dan pada saat berakhirnya
perkawinan;
(2) Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan persetujuan penuh dari pihak yang
hendak melakukan perkawinan9
Pasal di atas mengandung ajaran dan membuka peluang yang melegalkan perkawinan beda agama
dan pernikahan tanapa wali dan saksi. Meskipunterdapat perbedaan pendapat di internal kalangan
Islam sendiri yang akandijelaskan di bab-bab selanjutnya namun yang maklum dipahami oleh
pandangan mayoritas muslim kini bahwa kedua hal tersebut diharamkan atau tidak dilegalkan dalam
Islam, sehingga pasal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.
Sedangkan, Pasal 18 DUHAM No.A/Res/217 10 Desember 1948 berbunyi: Setiap orang berhak atas
kemerdekaan berpikir,berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti
agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam
kegiatan pengajaran, peribadatan, pemujaan dan ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, di muka umum maupun secara pribadi.
Pasal di atas juga dinilai bertentangan dengan ajaran Islam yang menghukumi orang Islam yang
berpindah agama sebagai murtad. Dalam pemahaman fiqh klasik, status murtad mempunyai
konsekuensi pelegalan untuk dibunuh, meski dalam beberapa pemahaman tidak lepas dari konteks
zaman kala itu. Pasal di atas, yang melegalkan seseorang untuk murtad dianggap oleh pemikir Muslim
bertentangan dengan doktrin Islam.
Tak ayal, negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam sedunia (OKI) membuat
poros baru yang merumuskan HAM berbasis Al Quran dan Sunnah Nabi yang dideklarasikan di
Kairo, Mesir tanggal 5 Agustus 1990. Rumusan ini berjumlah 25 pasal yang selanjutnya disebut Cairo
Declaration (Deklarasi Kairo). Deklarasi ini tidak membentuk rumusan HAM baru, tetapi mengoreksi
pasal-pasal yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam, seperti pasal 16 dan 18 No.A/Res/217 10
Desember 1948. Demikian pula konsep lainnya yang memberikan kebebasan tanpa batas moral Islam
seperti homoseksual, lesbianisme, aborsi, dan sejenisnya. Bagi pasal-pasal yang tidak bertentangan
dengan pinsip ajaran Islam diberi landasan Al Quran dan Hadits.11
Namun pengaruh negara-negara anggota OKI yang sangat kecil dalam percaturan politik internasional
membuat Deklarasi Kairo hanya sebatas kesepakatan moral belaka tanpa mampu mengimbangi
dominasi standar Barat dalam masalah HAM.12
Sehingga kedua konvensi tersebut memiliki konsepsi, sejarah pembentukan serarta ruang lingkup
yang berbeda. Namun dari keduanya kita dapat menemukan persamaan hak-hak asasi manusia yang
dijamin pada kedua konvensi tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang hak asasi manusia yang paling mendasar dan melekat!
2.Bagaimana penjelasan tentang hak asasi manusia dalam islam tertuang secara transenden untuk
kepentingan manusia!

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan mempelajari tentang hak asasi manusia yang paling mendasar dan melekat!
2. Untuk mengetahui dan mengkaji tentang hak asasi manusia dalam islam tertuang secara transenden
untuk kepentingan manusia!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak manusia yang paling mendasar dan melekat padanya di
manapun ia berada. Tanpa adanya hak ini berarti berkuranglh harkatnya sebagai manusia
yang wajar. Hak asasi manusia adalah suatu tuntutan yang secara moral dapat dipertanggung
jawabkan,suatu hal yang sewajarnya mendapat perlindungan hukum.
Dalam mukadimah deklarasi universal hak asasi manusia (universal seclaration of human
rights) dijelaskan mengenai hak asasi manusia sebagai :
“Pangkuan atas keseluruhan martabat alami manusia dan hak-hak yang sama dan tidak
dapat dipindahkan kepada orang lain dari semua anggota keluarga kemanusiaan adalah dasar
kemerdekaan dan keadilan di dunia.”
Hak asasi dalam islam brbeda dengan hak asasi manurut pengertian yang umum dikenal.
Dalam islam seluruh hak asasi merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak
boleh diabaikan. Oleh karena itu,negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak
asasi tersebut melainkan juga mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menjamin hak-
hak tersebut.”

B. Konsep Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam


Hak asasi manusia dalam islam tertuang secara transenden untuk kepentingan manusia,
lewat syari’ah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah manusia adalah
makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga
mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar
persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya tugas yang diemban tidak akan
terwujud tanya adanya kebebasan,sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud
tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri.Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip
dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.Persamaan,
artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-
satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan
oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat
13, yang artinya sebagai berikut : “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari
laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling
takwa.”
Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dari ajaran Islam. Kehadiran Islam
memberikan jaminan pada kebebasan manusia agar terhindar dari kesia-siaan dan tekanan,
baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan ideologi. Namun demikian,
pemberian kebebasan terhadap manusia bukan berarti mereka dapat menggunakan kebebasan
tersebut mutlah, tetapi dalam kebebasan tersebut terkandung hak dan kepentingan orang lain
yang harus dihormati juga.
Mengenai penghormatan terhadap sesama manusia, dalam Islam seluruh ras kebangsaan
mendapat kehormatan yang sama. Dasar persamaan tersebut sebenarnya merupakan
manifestasi dari wujud kemuliaan manusia yang sangat manusiawi. Sebenarnya citra
kehormatan tersebut terletak pada ketunggalan kemanusiaan, bukan pada superioritas
individual dan ras kesukuan.Kehormatan diterapkan secara global melalui solidaritas
persamaan secara mutlak. Semua adalah keturunan Adam, jika Adam tercipta dari tanah, dan
mendapat kehormatan di sisi Allah, maka seluruh anak cucunya pun mendapatkan
kehormatan yang sama, tanpa terkecuali.
Pada dasarnya HAM dalam Islam terpusat pada lima hal pokok yang terangkum dalam
aldloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak
asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima hal pokok yang harus dijaga oleh
setiap individu, yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan beragama), hifdzu al-mal
(penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa al-‘ird (penghormatan atas jiwa, hak
hidup dan kehormatan individu) hifdzu al-‘aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan
hifdzu al-nasl (keharusan untuk menjaga keturunan). Kelima hal pokok inilah yang harus
dijaga oleh setiap umat Islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi,
berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan masyarakat,
masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara dan komunitas agama dengan
komunitas agama lainnya.

C. Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Hukum Islam


Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam memberikan penghargaan
yang tinggi terhadap hak asasi manusia. Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama bagi umat
Islam telah meletakkan dasar-dasar HAM serta kebenaran dan keadilan, jauh sebelum timbul
pemikiran mengenai hal tersebut pada masyarakat dunia. Ini dapat dilihat pada ketentuan-
ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an, antara lain :10
1. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 80 ayat tentang hidup, pemeliharaan hidup dan
penyediaan sarana kehidupan, misalnya dalam Surat Al-Maidah ayat 32. Di samping
itu, AlQur’an juga berbicara tentang kehormatan dalam 20 ayat.
2. Al-Qur’an juga menjelaskan dalam sekitas 150 ayat tentang ciptaan dan makhluk-
makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan, misalnya dalam Surat Al-
Hujarat ayat 13.
3. Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kezaliman dan orang-orang yang
berbuat zalim dalam sekitar 320 ayat, dan memerintahkan berbuat adil dalam 50 ayat
yangdiungkapkan dengan kata-kata : ‘adl, qisth dan qishash
4. Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 10 ayat yang berbicara mengenai larangan
memaksa untuk menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengutarakan
aspirasi. Misalnya yang dikemukakan oleh Surat Al-Kahfi ayat 29.
Begitu juga halnya dengan Sunnah Nabi. Nabi Muhammad saw telah
memberikantuntunan dan contoh dalam penegakkan dan perlindungan terhadap HAM. Hal
ini misalnya terlihat dalam perintah Nabi yang menyuruh untuk memelihara hak-hak manusia
dan hak-hak kemuliaan, walaupun terhadap orang yang berbeda agama, melalui sabda
beliau :“Barang siapa yang menzalimi seseorang mu’ahid (seorang yang telah dilindungi oleh
perjanjian damai) atau mengurangi haknya atau membebaninya di luar batas kesanggupannya
atau mengambil sesuatu dari padanya dengan tidak rela hatinya, maka aku lawannya di hari
kiamat.”
Pengaturan lain mengenai HAM dapat juga dilihat dalam Piagam Madinah dan Khutbah
Wada’. Kedua naskah yang berkenaan dengan Nabi ini kemudian menjadi masterpeacenya
HAM dalam perspektif Islam.
Piagam Madinah adalah suatu kesepakatan antara berbagai golongan di Madinah dalam
menegakkan ikatan kebersamaan dan kemanusiaan. Adapun golongan masyarakat di
Madinah pada masa itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu golongan Islan yang terdiri dari
golongan Anshar dan Muhajirin, golongan Yahudi dan para penyembah berhala. Di tengah-
tengah pluralitas masyarakat seperti ituNabi saw berusaha membangun tatanan kehidupan
bersama yang dapat menjamin hidup berdampingan secara damai dan sejahtera. Prakteknya,
Nabi saw mempererat persaudara Muhajirin dan Anshar berdasarkan ikatan akidah.
Sedangkan terhadap mereka yang berlainan agama, beliau mempersatukannya atas ikatan
sosial politik dan kemanusiaan. Bukti konkretnya adalah adanya kesepakatan yang tertuang
dalam piagama Madinah tersebut.
Adapun inti dari Piagam Madinah ini meliputi prinsip-prinsip persamaan, persaudaraan,
persatuan, kebebasan, toleransi beragama, perdamaian, tolong menolong dan membela yang
teraniaya serta mempertahankan Madinah dari serangan musuh. Berikut adalah substansi
ringkasan dari Piagam Madinah :12
1. Monotheisme, yaitu mengakui adanya satu tuhan. Prinsip ini terkandung dalam
Mukadimah, pasal 22, 23, 42 dan bagian akhir pasal 42.
2. Persatuan dan kesatuan (pasal 1, 15, 17, 25 dan 37). Dalam pasal-pasal ini ditegaskan
bahwa seluruh penduduk Madinah adalah satu umat. Hanya ada satu perlindungan,
bila orang Yahudi telah mengikuti piagam ini, berarti berhak atas perlindungan
keamanan dan kehormatan. Selain itu, kaum Yahudi dan orang-orang muslim secara
bersama-sama memikul biaya perang.
3. Persamaan dan keadilan (pasal 1, 12, 15, 16, 19, 22, 23, 24, 37 dan 40). Pasal-pasal
inimengandung prinsip bahwa seluruh warga Madinah berstatus sama di muka hukum
dan harus menegakkan hukum beserta keadilan tanpa pandang bulu.
4. Kebebasan beragama (pasal 25). Kaum Yahudi bebas menjalankan ajaran agama
merekasebagaimana juga umat Islam bebas menunaikan syari’ah Islam.
5. Bela negara (pasal 24, 37, 38 dan 44). Setiap penduduk Madinah, yang megakui
PiagamMadinah, mempunyai kewajiban yang sama untuk menjunjung tinggi dan
membela Madinah dari serangan musuh, baik serangan dari luar maupun serangan
dari dalam.
6. Pengakuan dan pelestarian adat kebiasaan (pasal 2-10). Dalam pasal-pasal ini
disebutkan secara berulang-ulang bahwa seluruh adat kebiasaan yang baik di kalangan
Yahudi harus diakui dan dilestarikan.
7. Supremasi syari’at Islam (pasal 23 dan 24). Inti pokok dari supremasi ini adalah
setiap perselisihan harus diselesaikan menurut ketentuan Allah SWT dan sesuai
dengan keputusan Muhammad saw.
8. Politik damai dan perlindungan internal serta permaslahan perdamaian eksternal juga
mendapat perhatian serius dalam piagam ini (pasal 15, 17, 36, 37, 39, 40, 41 dan 47).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai HAM di atas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa Islam
ituadalah agama yang asy-syumul (lengkap). Ajaran Islam meliputi seluruh aspek dan sisi
kehidupan manusia. Islam memberikan pengaturan dan tuntunan pada manusia, mulai dari
urusan yang paling kecil hingga urusan manusia yang berskala besar.Dan tentu saja telah
tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan yang tinggi terhadap HAM. Memang tidak
dalam suatu dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat suci Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi saw

Anda mungkin juga menyukai