Anda di halaman 1dari 11

NEGARA DAN KONSTITUSI

A. Negara
1. Pengertian Bangsa dan Negara
Suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama dan mempunyai
kesamaan bahasa, agama, budaya, dan sejarah, merupakan arti dari bangsa dan negara.
Membicarakan tentang Negara tak lepas dari manusia, masyarakat atau bangsa. Negara
dan bangsa dibangun melalui sekumpulan manusia – manusia yang sepakat menyatukan
memiliki keinginan untuk hidup bersama secara politik. Mereka bersepakat untuk mengisi
hak – hak individual agar tidak berbenturan dengan hak – hak individual lainnya.
Munculnya Negara tidak dapat dilepaskan dari keberadaan manusia sebagai makhluk
sosisal, sebagai makhluk sosial manusia masih membutuhkan orang lain. Dimana manusia
memiliki dorongan untuk hidup bersama, berkelompok, dan bekerjasama dengan orang lain.
Bangsa dan Negara memiliki kaitan yang sangat erat satu sama lain dan merupakan
konstruksi yang diciptakan oleh manusia untuk mengatur pola hubungan antar manusia
dalam kehidupan masyarakat.

2. Bentuk Negara

 Negara Kesatuan (unitaris)


Negara kesatuan adalah Negara yang tersusun tunggal, Negara yang hanya berdiri satu
negara saja, tidak terdapat negara dalam suatu negara. Dalam pelaksanaan pemerintah
derah di negara kesatuan dapat di laksanakan dengan dua alternative system yaitu:

Sistem desantralisasi, dimana daerah-daerah diberikan keleluasaan dan kekuasaan


untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi)

Sistem sentralisasi: dimana segala sesuatu urusan dalam Negara tersebut langsung
diatur an di urus oleh pemerintah pusat, termasuk segala hal yang menyangkut
pemerintahan dan kekuasaan di daerah.

 Negara Serikat (federasi)

Negara serikat adalah Negara yang merupakan gabungan dari beberapa, kemudian
menjadi negara-negara bagian dari pada suatu Negara serkat.

3. Unsur – unsur Negara


a) Rakyat
Rakyat adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat
penghuni suatu Negara. Rakyat merupakan unsur terpenting dalam Negara karena
manusialah yang berkepentingan agar organisasi Negara dapat berjalan dengan baik.

Rakyat suatu Negara dibedakan menjadi:


 Penduduk dan bukan penduduk
Penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal tetap diwilayah Negara.
Bukan penduduk adalah mereka yang ada didalam wilayah Negara tetapi tidak
bertempat tinggal tetap dinegara itu.
 Warga Negara dan bukan warga Negara
Warga Negara adalah mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dari
suatu Negara.
Bukan warga Negara adalah orang asing atau warga Negara asing.

b) Wilayah dengan Batas – Batas Tertentu


Wilayah dalam suatu Negara pada umumnya meliputi wilayah darat, wilayah laut,
dan wilayah udara.
1) Daratan
Wilayah daratan ada dipermukaan bumi dalam batas-batas tertentu dan
didalam tanah dibawah permukaan bumi.

Batas – batas wilayah daratan dalam suatu Negara:


 Batas alam : sungai, danau, pegunungan, lembah.
 Batas buatan : pagar tembok, pagar kawat berduri.
 Batas menurut ilmu alam : garis lintang dan garis bujur peta bumi.

2) Lautan
Ada dua konsepsi pokok tentang laut, yaitu:
Res Nullius : menyatakan bahwa laut tidak ada pemiliknya, jadi dapat diambil
atau dimiliki oleh setiap Negara.
Res Communis : menyatakan bahwa laut adalah miliki bersama didunia dan
tidak dapat diambil atau dimiliki oleh setiap Negara.

Pembagian batas lautan:


 Batas Laut Teritorial
Setiap Negara berdaulat atas lautan territorial yang jaraknya sampai 12 mil laut.
 Batas zona bersebelahan
Di dalam wilayah ini Negara pantai yang mempunyai daerah pantai dapat
mengambil tindakan dan menghukum pihak – pihak yang melanggar undang –
undang yang telah ditetapkan.
 Batas ZEE
Batas ZEE adalah wilayah laut suatu Negara pantai yang batasnya 200 mil laut
diukur dari pantai. Didalam wilayah ini Negara pantai yang bersangkutan berhak
mengambil kekayaan laut dan menangkap nelayan asing.

3) Udara
Wilayah udara suatu Negara ada diatas wilayah daratan dan lautan Negara itu.
Kekuasaan atas wilayah udara suatau Negara pertama kali ditetapkan dalam
Perjanjian Paris pada tahun 1919, Perjanjian Havana pada tahun 1928 yang dihadiri
oleh 27 negara dan menegaskan setiap Negara berkuasa penuh atas udara
diwilayahnya.

c) Pemerintahan yang Berdaulat


Pemerintah merupakan gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa
memerintah diwilayah suatu Negara. Kedaulatan merupakan kekuasaan yang tertinggi,
tidak dibawah kekuasaan lain.
Pemerintahan yang berdaulat merupakan perintah yang memegang kekuasaan
tertinggi didalam negaranya dan tidak berada dibawah kekuasaan pemerintah Negara
lain.

Dikatakan bahwa pemerintah yang berdaulat itu berkuasa kedalam dan keluar:
 Kekuasaan kedalam : bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan ditaati
oleh seluruh rakyat dalam Negara itu.
 Kekuasaan keluar : bawa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan ditaati oleh
Negara-negara lain.

d) Pengakuan oleh Negara Lain

Pengakuan oleh negara lain didasarkan pada hukum internasional. Pengakuan itu
bersifat deklaratif/evidenter, bukan konstitutif. Adanya pengakuan dari negara lain
menjadi tanda bahwa suatu negara baru yang telah memenuhi persyaratan konstitutif
diterima sebagai anggota baru dalam pergaulan antarnegara.

Dipandang dari sudut hukum internasional, faktor pengakuan sangat penting, yaitu
untuk:
 Tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari hubungan-hubungan
internasional;
 Menjamin kelanjutan hubungan-hubungan intenasional dengan jalan mencegah
kekosongan hukum yang merugikan, baik bagi kepentingan-kepentingan
individu maupun hubungan antarnegara.

Keberadaan negara sebagai kenyataan fisik (pengakuan de facto) secara formal dapat
ditingkatkan kedudukannya menjadi suatu judicial fact (pengakuan de jure).

Pengakuan de facto adalah pengakuan menurut kenyataan bahwa suatu negara telah
berdiri dan menjalankan kekuasaan sebagaimana negara berdaulat lainnya.

Pengakuan de jure adalah pengakuan secara hukum bahwa suatu negara telah berdiri
dan diakui kedaulatannya berdasarkan hukum internasional.

Perbedaan antara pengakuan de facto dan pengakuan de jure antara lain adalah:
1. Hanya negara atau pemerintah yang diakui secara de jure yang dapat
mengajukan klaim atas harta benda yang berada dalam wilayah negara yang
mengakui.
2. Wakil-wakil dari negara yang diakui secara de facto secara hukum tidak berhak
atas kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewah diplomatik secara penuh.
3. Pengakuan de facto – karena sifatnya sementara – pada prinsipnya dapat ditarik
kembali.
4. Apabila suatu negara berdaulat yang diakui secara de jure memberikan
kemerdekaan kepada suatu wilayah jajahan, maka negara yang baru merdeka
itu harus diakui secara de jure pula.
4. Sifat – sifat Negara
Umumnya sepakat untuk mengatakan bahwa negara memiliki sifat memaksa, monopoli
dan mencakup semua. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan sifat – sifatnya,
sebagai berikut:

a) Sifat Memaksa
Negara memiliki sifat memaksa artinya bahwa negara memiliki hak atau
kewenangan untuk memaksakan berbagai peraturan yang dibuatnya untuk ditaati oleh
seluruh warganya. Untuk memaksakan berbagai peraturan yang dibuatnya pemerintah
negara memiliki sarana seperti tentara, polisi, hakim, jaksa, dan sebagainya. Negara
berhak menentukan sanksi bagi pelanggaran atas aturan yang dibuatnya, dari sanksi
yang ringan sampai sanksi yang sangat berat yaitu berupa pidana, bahkan hukuman
mati.
Berkenaan dengan sifat memaksa ini, dalam masyarakat yang telah tertanam
konsensus nasional yang kuat mengenai tujuan bersama yang hendak dicapai, biasanya
sifat memaksa ini tidak begitu menonjol. Sebaliknya di negara negara yang baru di mana
konsesus nasional tentang tujuan bersama itu belum begitu kuat, maka sifat paksaan
masih tampak.

b) Sifat Monopoli
Negara juga membawa sifat monopoli, yaitu sifat yang menunjukkan adanya hak
atau kewenangan negara untuk mengelola atau menentukan sesuatu tindakan tanpa
adanya hak atau kewenangan yang sama di pihak lain. Sifat monopoli yang dimiliki
negara menyangkut beberapa hal. Negara memiliki hak monopoli untuk menentukan
tujuan dari sebuah masyarakat, yaitu masyarakat dalam negara bersangkutan. Di
Indonesia sendiri tujuan masyarakat dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945.

c) Sifat Mencakup Semua


Dengan sifat ini maksudnya bahwa kekuasaan negara berlaku bagi semua wilayah
negara bersangkutan. Tidak ada warga masyarakat yang dapat mengecualikan dirinya
dari pengaruh kekuasaan negara. Berkenaan dengan itu bahwa peraturan yang dibuat
oleh negara pada prinsipnya berlaku bagi setiap wilayah negara tanpa kecuali. Ketika
peraturan dibuat, semua orang wajib menaatinya. Dan siapapun yang melakukan
pelanggaran akan dikenakan sanksi atau hukuman.

5. Tujuan dan Fungsi Negara


a. Tujuan
Tujuan negara merupakan sesuatu yang telah ditetapkan dan disepakati oleh
masyarakat, dan juga cara yang akan dilalui untuk menggapainya. Tujuan negara
merupakan arah atau pedoman untuk menjalankan pemerintahan bagi penyelenggara
Negara. Setiap warga Negara pasti mempunyai tujuan. Tujuan Negara Indonesia sesuai
dengan yang tercantum pada UUD 1945 pada alinea ke IV, Tujuan tersebut diwujudkan
di atas landasan (Pancasila). Adapun tujuan tesebut adalah:
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah bangsa Indonesia.
Hal – hal yang termasuk untuk wajib dilindungi adalah semua komponen yang
membentuk bangsa Indonesia, mulai dari rakyat, kekayaan alam, serta nilai-nilai
bangsa yang patut dipertahankan.
2) Memajukan kesejahteraan umum.
Kesejahteraan umum tidak hanya mencakup tentang kesejahteraan ekonomi
dan materi, namun kesejahteraan lahir dan batin. Terciptanya rasa aman, gotong
royong, saling menghormati dan menghargai hak dan kewajiban masing-masing
individu, masyarakat yang makmur dan adil sederajad.
3) Mencerdaskan segenap kehidupan bangsa.
Merupakan tugas negara, pemerintah, dan masing-masing individu untuk
berusaha meraih jenjang pendidikan yang terbaik. Karena dengan adanya
masyarakat yang cerdas, pembangunan dan kemajuan negara akan semakin mudah
dicapai.
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Perdamaian yang tercipta di masing-masing negara di dunia akan melahirkan
politik luar negeri yang bebas dan aktif.

Tujuan Negara menurut para ahli :


 Menurut Roger H Soltau tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya
berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.
 Menurut Harold J Laski tujuan Negara adalah menciptakan keadaan dimana
rakyatnya dapat mencapai keinginan keinginan secara maksimal.
 Menurut Plato tujuan Negara adalah memajukan kesusilaan manusia sebagai
perseorangan atau sebagai makhluk sosial.
 Menurut Ibnu Khaldun tujuan Negara untuk mengusahakan kemaslahatan agama
dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat.
 Menurut Aristoteles tujuan Negara adalah kesempurnaan warganya yang
berdasarkan atas keadilan.
 Menurut John Locke tujuan Negara adalah untuk memelihara dan menjamin
terlaksananya hak-hak asasi manusia

b. Fungsi
Fungsi Negara adalah sebagai lembaga yang mewujudkan cita – cita dan harapan
masyarakat di dalamnya.
a) Melaksanakan ketertiban dan keamanan.
Negara mengatur ketertiban masyarakat supaya tercipta kondisi yang stabil juga
mencegah bentrokan – bentrokan yang terjadi dalam masyarakat. Dengan tercipta
ketertiban segala kegiatan yang akan dilakukan oleh warga negara dapat
dilaksanakan
b) Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Negara berfungsi untuk berusaha sebaik-baiknya menciptakan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat.
c) Pertahanan.
Negara berfungsi mempertahankan kelangsungan hidup suatu bangsa dari
setiap ancaman dan gangguan yang timbul dari dalam maupun datang dari luar
negeri. Ancaman dan gangguan tersebut mungkin berupa serangan (Invasi) dari luar
negeri maupun golongan – golongan dari dalam negeri yang ingin memecah belah
persatuan dan kesatuan bangsa.
d) Menegakkan keadilan.
Negara berfungsi menegakkan keadilan bagi seluruh warganya meliputi seluruh
aspek kehidupan (idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam). Upaya yang
dilakukan antara lain menegakkan hukum melalui badan-badan peradilan.

B. Konstitusi
1. Konstitusi dan Undang – Undang Dasar
Kata “Konstitusi” yang berarti pembentukan, berasal dari kata “constituer” (Perancis)
yang berarti membentuk.
Sedangkan istilah “undang – undang dasar” merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
“grondwet”. “Ground” berarti dasar, dan “wet” berarti undang – undang. Jadi Grondwet
sama dengan undang-undang dasar.
Hukum memiliki pengertian yang lebih luas di bandingkan dengan undang-undang.
Kaidah hukum bisa tertulis dan bisa tidak tertulis, sedangkan undang-undang menunjuk
pada aturan hukum yang tertulis. Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi disamakan
pengertiannya dengan hukum dasar, yang berarti sifatnya tertulis dan tidak tertulis.
Berikut ini pengertian yang menggambarkan perbedaan antara undang-undang dasar
dan konstitusi: Bahwa undang-undang dasar adalah suatu kitab atau dokumen yang
memuat aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau
dasar-dasar yang sifatnya tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan
suatu negara. Sedangkan konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum
dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar, yang sifatnya tertulis
maupun tidak tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu negara.
(Soehino, 1958:182).
Menurut James Bryce, konstitusi adalah suatu kerangka masyarakat politik (negara),
diorganisir dengan dan melalui hukum. (Stong, 2008:15).
Dalam pengertian luas, konstitusi juga mencakup kebiasaan ketatanegaraan sebagai
suatu kaidah yang sifatnya tidak tertulis.
Suatu konstitusi dapat bersifat kaku atau bisa juga supel tergantung pada apakah
prosedur untuk mengubah konstitusi itu sudah sama dengan prosedur membuat undang –
undang di negara yang bersangkutan atau belum. Dengan demikian, sifat dari konstitusi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
 Konstitusi yang bersifat kaku (rigid), hanya dapat diubah melalui prosedur yang berbeda
dengan prosedur membuat undang – undang pada negara yang bersangkutan;
 Konstitusi yang bersifat supel (flexible), sifat supel disini diartikan bahwa konstitusi
dapat diubah melalui prosedur yang sama dengan prosedur membuat undang – undang
pada negara yang bersangkutan.
Konstitusi dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu:
a) Konstitusi tertulis
Konstitusi tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan (menjelaskan) kerangka dan
tugas – tugas pokok dari badan – badan pemerintahan serta menentukan cara kerja dari
badan – badan pemerintahan tersebut. Konstitusi tertulis ini dikenal dengan sebutan
undang – undang dasar.
b) Konstitusi tidak tertulis
Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang ada dan
dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara. Konstitusi tidak
tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.

Konstitusi suatu negara pada umumnya memuat atau berisi tentang hal – hal berikut:
1) Gagasan politik, moral, dan keagamaan, serta perjuangan bangsa. Contohnya,
pernyataan Konstitusi Jepang 1947 dan Pembukaan UUD Republik Indonesia 1945.
2) Ketentuan organisasi negara, memuat ketentuan-ketentuan mengenai pembagian
kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, maupun dengan badan –
badan negara yang lain.
3) Ketentuan hak – hak asasi manusia, memuat aturan – aturan yang menjamin dan
melindungi hak – hak asasi manusia bagi warga negara pada negara yang bersangkutan.
4) Ketentuan prosedur mengubah undang – undang dasar, memuat aturan – aturan
mengenai prosedur dan syarat dalam mengubah konstitusi pada negara yang
bersangkutan.
5) Ada kalanya konstitusi memuat larangan mengenai mengubah sifat – sifat tertentu dari
undang – undang dasar.

Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terulangnya hal – hal yang telah diatasi dan
tidak dikehendaki lagi, seperti timbulnya seorang diktator. Sebagai contoh, UUD Negara
Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme yang sudah ditetapkan dalam UUD
sebab bila menjadi negara kesatuan, dikuatirkan akan muncul seorang Hitler yang baru.
Pembentukan konstitusi atau undang – undang dasar pada setiap negara berbeda –
beda. Ada yang sengaja dibentuk, ada yang secara revolusi, pemberian dari penguasa,
maupun dengan cara evolusi.

2. Unsur – Unsurnya
Menurut Savornin Lohman ada 3 (tiga) unsur yang terdapat dalam konstitusi yaitu:
Konstitusi sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak sosial), sehingga menurut
pengertian ini, konstitusi – konstitusi yang ada merupakan hasil atau konklusi dari
kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur
mereka.
Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak – hak asasi manusia, berarti perlindungan
dan jaminan atas hak – hak manusia dan warga negara yang sekaligus penentuan batas –
batas hak dan kewajiban baik warganya maupun alat – alat pemerintahannya.
Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan pemerintahan. (Lubis,
1982:48).

Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri, yang menyatakan bahwa materi muatan
konstitusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
 Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan warga negara,
 Pengaturan tentang susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar,
 Pembatasan dan pembagian tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. (Chaidir,
2007:38).

Dapat di kemukakan bahwa unsur – unsur yang terdapat dalam konstitusi modern
meliputi ketentuan tentang:
a) Struktur organisasi negara dengan lembaga-lembaga negara di dalamnya;
b) Tugas/wewenang masing – masing lembaga negara dan hubungan tata kerja antara satu
lembaga dengan lembaga lainnya;
c) Jaminan hak asasi manusia dan warga negara;

3. Perubahan Konstitusi
 UUD 1945 (Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
Konstitusi atau Undang Undang Dasar yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945
hasil rancangan BPUPKI dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut
UUD 1945, MPR terdiri dari DPR, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan yang mempunyai
tugas dan wewenang menetapkan UUD , GBHN, memilih dan wakil presiden serta
mengubah UUD. Lembaga tinggi selain MPR, yaitu presiden yang menjalankan
pemerintahan, DPR yang membuat Undang-Undang, Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
dan Mahkamah Agung (MA). Pada masa ini terbukti bahwa konstitusi belum dijalankan
secara murni dan konsekuen, sistem ketatanegaraan masih berubah-ubah.

 UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) (Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
Terjadi agresi oleh Belanda pada tahun 1947 dan 1948, dengan keinginan untuk
memecah belah NKRI menjadi negara federal agar mudah dikuasai oleh Belanda.
Sehingga disepakati untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag
Belanda.
Pada 1949 konstitusi Indonesia berubah dari UUD 1945 menjadi UUD RIS, maka
berubah pula bentuk Negara Kesatuan menjadi negara Serikat (federal) yaitu negara
yang tersusun dari negara-negara bagian. Sistem pemerintahan presidensial berubah
menjadi parlementer. Namun pada konstitusi RIS ini juga belum dibentuk sesuai amanat
UUD RIS. Tidak berumur panjang karena isi konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat
dan bukan kehendak politik rakyat Indonesia melainkan dari pihak Belanda dan PBB.

 UUD Sementara (UUDS) ( Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)


Bentuk negara konstitusi ini yaitu negara kesatuan. Negara kesatuan ditegaskan
dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950. Penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi 17
Agustus 1945, serta di dalamnya juga menjalankan otonomi atau pembagian
kewenangan di daerah-daerah Indonesia.
Sistem pemrintahannya adalah sistem parlementer. Tugas eksekutif dipertanggung
jawabkan oleh Menteri kepada DPR. Kepala negara sebagai pucuk pemerintahan.

 UUD 1945 (Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 )


Periode ini diberlakukan kembali atas dasar Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Dekrit Presiden diperbolehkan karena negara dalam keadan bahaya oleh karena itu
Presiden perlu mengambil tindakan untuk menyelamatkan bangsa dan negara.
Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah sistem ketatanegaraan, Presiden
berfungsi sebagai kepala pemerintahan dibantu menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada presiden. Sistem pemerintahan berubah menjadi presidensial.
Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun
1966. Lembaga- lembaga negara yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak
berdasar konstitusional akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan
terjadilah G30SPKI.
Terjadi pergantian kepemimpinan pada periode ini, dari Presiden Soekarno
digantikan Soeharto yang didasari oleh Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kemudian
dilaksanakan Pemilu yang kedua tahun 1972.
Pemerintah Orde Baru dimulai, pemilu dilaksanakan lima tahun sekali,
pembangunan nasional dibangun dengan baik namun terjadi kediktatoran luar biasa
sehingga sistem demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak berjalan dengan baik.

 UUD 1945 (Periode 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002)


Dalam melakukan perubahan UUD 1945, MPR menetapkan lima kesepakatan, yaitu:
a) Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945;
b) Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c) Mempertegas sistem pemerintahan presidensial;
d) Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memuat hal-hal normatif akan dimaksukkan kedalam pasalpasal (batang tubuh);
e) Melakukan perubahan dengan cara adendum.

Pada periode ini UUD 1945 mengalami perubahan hingga keempat kali. Seiring
dengan perubahan UUD 1945 yang terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka
naskan resmi UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya
ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu, kedua , ketiga dan keempat, sehingga
menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara.

 UUD 1945 (Periode 10 Agustus 2002 – Sekarang )


Setelah mengalami perubahan hingga keempat kalinya, nuansa dan kehidupan
berdemokrasi lebih terjamin. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga
ekskutif (pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga
Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara
tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya.
Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih secara langsung
oleh rakyat. Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945 setelah
perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat dilaksanakan secara merata
di daerah – daerah.
Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur lebih
lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga rakyat
dapat menentukan secara demokrtis akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan
kehendak rakyat. Jaminan terhadap hak – hak asasi manusia dijamin lebih baik dan
diurai lebih rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin.
Keberadaan partai politik tidak dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada kebebasan
untuk mendirikan partai politik dengan berasaskan sesuai dengan kehendaknya asalkan
tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan
umum yang jujur dan adil.

4. Peranan Konstitusi
Secara umum dapat dikatakan bahwa konstitusi disusun sebagi pedoman dasar dalam
penyelenggaran kehidupan negara agar berjalan tertib, tertur, dan tidak terjadi tindakn yang
sewenang-wenang dari pemerintaahn terhadap rakyatnya. Menurut CF. Strong(2008-16),
tujuan kostitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-
hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.

Sedangkan menurut Lord Bryce, motif yang mendasari pembentukan konstitusi adalah
sebagai berikut (Chaidir, 2007:30):
a) The desire of the citizens to secure their own rights when threatened, and to restrain
the action of the ruler;
b) The desire on the part either of the ruled, or of the ruler wishing to please his people, to
set out of the form of the existing system in government, hither to in an indenifite form,
in positive terms in order that in future there shall be no possibility of arbitrary action.
c) The desire of those creating a new political community to secure the method of
government in a form which shall have permanence and be comprehensible to the
subjects.
d) The desire to secure effective joint action by hither to separate communities, which at
the same time wish to retain certain rights and interest to themselves separately

Menurut Hafizah (2013), dasar negara dan konstitusi mempunyai keterkaitan secara:
 Filosofis
Secara filosofis, konstitusi bangsa Indonesia selalu didasarkan pada filosofi-filosofi
bangsa. Pancasila telah diletakkan sebagai dasar negara yang kuat oleh para pendiri
negara. Pancasila merupakan perwujudan dari bangsa Indonesia sendiri dan mewariskan
landasan konstitusional, yang kemudian disahkan pada tanggal 18 Agustus dalam sidang
PPKI.
 Yuridis
Secara yuridis, konstitusi atau UUD Indonesia mengandung pokok pikiran dasar
negara yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal perundang undangan.
 Keterkaitan secara Sosiologi
Konstitusi sebaiknya dapat memuat seluruh nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat karena merupakan prinsip dasar dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

Pada umumnya, konstitusi mempunyai tujuan untuk membatasi kekuasaan


penyelenggara negara agar tidak dapat berbuat sewenang-wenang serta dapat
menjamin hak-hak warga negara. Tujuan konstitusi ini merupakan suatu gagasan yang
dinamakan dengan konstitusionalisme. Maksud dari konstitusionalisme adalah suatu
gagasan yang memandang pemerintah (penyelenggara pemerintahan) sebagai suatu
kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat.
Negara-negara Asia dan Afrika pada dasarnya menerima konstitusionalisme, seperti
Filipina dan Indonesia yang memiliki UUD sebagai suatu dokumen yang bermakna khas
dan juga merupakan salah satu atribut yang melambangkan kemerdekaannya. Adapun
negara – negara yang menganut ajaran (paham) komunisme pada umumnya menolak
konstitusionalisme disebabkan negara berfungsi ganda, yaitu :
o Mencerminkan kemenangan-kemenangan yang sudah dicapai dalam perjuangan
ke arah tercapainya masyarakat komunis serta merupakan pencatatan formal,
dan
o UUD memberikan kerangka dan dasar hukum untuk mengupayakan
terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan (masyarakat tanpa kelas).

Anda mungkin juga menyukai