Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan

fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti

pengendalian fisik, intelektual, emosional, sosial, dan keterampilan.

Walaupun otak berada dalam ruang yang tertutup dan terlindungi oleh tulang-

tulang yang kuat namun dapat juga mengalami kerusakan. Salah satu

penyebab dari kerusakan otak adalah terjadinya trauma atau cedera kepala

yang dapat mengakibatkan kerusakan struktur otak, sehingga fungsinya juga

dapat terganggu (Black & Hawks, 2009).

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan

kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan penyebab terbesar terjadi

akibat kecelakaan lalu lintas.(Tobing, 2011).

Kematian sebagai akibat dari cedera kepala yang dari tahun ke tahun

semakin bertambah. Pertambahan angka kematian ini antara lain karena

jumlah penderita cedera kepala yang bertambah dan penanganan yang kurang

tepat atausesuai dengan harapan kita. Angka kejadian cedera kepala (58%)

laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini diakibatkan karena

mobilitas yang tinggi dikalangan usia produktif, sedangkan kesadaran untuk

menjaga kesalamatan di jalan masih rendah. Disamping penanganan penderita

yang belum benar dan rujukan yang terlambat (Smeltzer, 2002).

1
2

Pasien dengan cedera kepala dapat secara primer mengakibatkan

kerusakan permanen pada jaringan otak atau mengalami cedera sekunder

seperti adanya iskemik otak akibat hipoksia, hiperkapnia, hiperglikemia

atau ketidakseimbangan elektrolit (Arifin, 2008). Keadaan tersebut

diakibatkan oleh adanya penurunan cerebral blood flow pada 24 jam pertama

cedera kepala, meningkatnya tekanan intrakranial, dan menurunnya perfusi

jaringan serebral (Deem, 2006). Iskemik jaringan otak juga disebabkan oleh

peningkatan metabolisme otak karena peningkatan penggunaan glukosa pada

30 menit pertama post trauma yang kemudian kadar glukosa akan

dipertahankan lebih rendah dalam 5 – 10 hari (Madikians & Giza, 2006).

Peningkatan metabolisme glukosa berasal dari hiperglikolisis dari kekacauan

gradien ionik membran sel dan aktivasi energi dari pompa ionik pada jaringan

otak (Madikians & Giza, 2006). Peningkatan metabolisme otak mempunyai

konsekuensi pada peningkatan konsumsi oksigen otak, karena metabolisme

membutuhkan oksigen dan meningkatkan kadar karbondioksida. Jika

kebutuhan oksigen otak tidak terpenuhi maka metabolisme akan beralih dari

aerob ke metabolisme anaerob. Pada keadaan ini dihasilkan asam laktat yang

menstimulasi terjadinya nyeri kepala (Arifin, 2008).

Jumlah kecelakaan di Kabupaten Blora tahun 2013 sebanyak 394

kejadian, dengan rincian korban luka berat 197 korban, untuk korban luka

ringan 435 korban. Angka korban meninggal dunia 48 orang (Ms-infoblora |

Wawasan 09/02/2014).
3

Komplikasi lain yang terjadi pada cedera kepala adalah peningkatan

tekanan intrakranial, yaitu tekanan yang terjadi pada ruang serebral akibat

bertambahnya volume otak melebihi ambang toleransi dalam ruang kranium.

Hal ini dapat disebabkan karena edema serebri dan perdarahan serebral.

Salah satu gejala dari peningkatan tekanan intrakranial adalah adanya nyeri

kepala (Hickey, 2003). Nyeri kepala posttraumatik dikelompokkan menjadi

dua, yaitu: nyeri akut dan nyeri kepala kronik. Nyeri kepala akut terjadi

setelah trauma sampai dengan < 6 bulan, sedangkan nyeri kepala kronik dapat

terjadi setelah > 6 bulan pasca cedera kepala (NANDA, 2013).

Berdasrkan latar belakang diatas maka penulis ingin melaporkan

Asuhan Keperawatan dengan Judul ”Pengelolaan keperawatan nyeri dengan

riwayat cidera kepala pada klien di dukuh Gendongan RT 03 / RW 04desa

Kedungrejo Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menggambarkan pengelolaan keperawatan nyeri dengan

riwayat cidera kepala pada klien di dukuh Gendongan RT 03 / RW 04

desa Kedungrejo Kecamatan Tunjungan Kabupaten Blora.

2. Tujuan Khusus

Menggambarkan :

a. Pengkajian nyeri pada klien dengan riwayat cidera kepala.

b. Perumusan masalah keperawatan nyeri pada klien dengan riwayat

cidera kepala.
4

c. Perumusan tujuan dan rencana tindakan keperawatan nyeri pada klien

dengan riwayat cidera kepala.

d. Pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan keperawatan nyeri

pada klien dengan riwayat cidera kepala.

e. Evaluasi asuhan keperawatan nyeri pada klien dengan riwayat cidera

kepala.

C. Manfaat Penulisan

Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis

dalam keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan

keperawatan nyeri pada klien dengan riwayat cidera kepala, juga diharapkan

menjadi informasi bagi tenaga kesehatan lain terutama dalam pentingnya

pengelolaan keperawatan pendidikan kesehatan tentang perawatan pasien di

rumah bagi penderita trauma kepala.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nyeri Pada Cidera Kepala

1. Pengertian

Nyeri akibat cidera kepala menurut The Internasional Association

for the Study of Pain(IASP, dalam NANDA, 2013) adalah pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat

kerusakan jaringan yng aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal

kerusakan sedemikian rupa.

Menurut Dr. Swarningasih, Sp.S. ( 2013).

Nyeri akibat cedera kepala tergantung pada tempat dan jenis


kerusakan yang terjadi pada otak. Di samping itu, nyeri akibat cidera
kepala juga dipengaruhi oleh kepribadian penderita, ambang rasa
nyeri, serta faktor psikologis.Nyeri kepala pascatrauma dapat terjadi
pada semua jenis cedera kepala. Ini meliputi cedera kepala berat
maupun ringan. Nyeri kepala biasanya dirasakan penderita segera
setelah cedera kepala atau saat kesadaran penderita pulih kembali.
Mulanya keluhan nyeri kepala terasa sangat berat dan terus-menerus
sampai beberapa hari. Kemudian nyeri berangsur berkurang. Setelah
satu atau dua minggu, nyeri kepala hanya timbul sesekali saja. Gejala
ini dapat berlangsung beberapa minggu atau menentu sampai bertahun-
tahun. Nyeri kepala biasanya hilang dalam waktu 6-12 bulan.Nyeri
kepala yang berlangsung lebih delapan 8 minggu setelah cedera kepala
atau setelah penderita sadar kembali disebut nyeri kepala pascatrauma
menahun atau kronik.
2. Pengelompokan Nyeri

Nyeri kepala post trauma dikelompokkan menjadi nyeri kepala

akut dan nyeri kepala kronik. Nyeri kepala akut yaitu pengalaman sensori

dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan

jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan

5
6

sedemikian rupa (IASP). Awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas

ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi

dan berlangsung < 6 bulan. Sedangkan nyeri kepala kronik adalah nyeri

kepala yang berlangsung > 6 bulan post trauma.(NANDA, 2013).

3. Mekanisme Nyeri Trauma Kepala

Cedera kepala dapat secara primer mengakibatkan kerusakan

permanen dari jaringan otak atau juga dapat mengalami cedera sekunder

seperti adanya iskemik otak akibat hipoksia, hiperkapnia, hiperglikemia

atau ketidakseimbangan elektrolit (Arifin, 2008). Keadaan tersebut

diakibatkan oleh adanya penurunan cerebral blood flow pada 24 jam

pertama cedera kepala, meningkatnya tekanan intrakranial, dan

menurunnya perfusi jaringan serebral (Deem, 2006). Iskemik jaringan

otak juga disebabkan oleh peningkatan metabolisme otak karena

peningkatan penggunaan glukosa pada 30 menit pertama post trauma yang

kemudian kadar glukosa akan dipertahankan lebih rendah pada 5 – 10 hari

(Madikians & Giza, 2006). Peningkatan metabolisme glukosa berasal dari

hiperglikolisis dari kekacauan gradian ionik membran sel dan aktivasi

energi dari pompa ionik pada jaringan otak (Madikians & Giza, 2006).

Peningkatan metabolisme otak menyebabkan peningkatan konsumsi

oksigen otak karena metabolisme membutuhkan oksigen dan

meningkatkan kadar karbondioksida. Jika kebutuhan oksigen otak tidak

terpenuhi, maka metabolisme akan beralih dari aerob ke metabolisme


7

anaerob. Pada keadaan ini dihasilkan asam laktat yang menstimulasi

terjadinya nyeri kepala (Arifin, 2008).

4. Komplikasi Cidera Kepala

Komplikasi lain yang terjadi pada cedera kepala adalah

peningkatan tekanan intrakranial, yaitu tekanan yang terjadi pada ruang

serebral akibat bertambahnya volume otak melebihi ambang toleransi

dalam ruang cranium yang disebabkan karena edema serebri dan

perdarahan serebral. Salah satu gejala dari peningkatan tekanan

intrakranial adalah adanya nyeri kepala (Hickey, 2003). Nyeri kepala

posttraumatik dikelompokkan menjadi dua yaitu nyeri kepala akut dan

nyeri kepala kronik. Nyeri kepala akut terjadi setelah trauma sampai

dengan 7 hari, sedangkan nyeri kepala kronik dapat terjadi setelah 3 bulan

pasca cedera kepala (Perdossi, 2010).

Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) (2010)

mengkategorikan nyeri kepala post trauma kepala menjadi nyeri kepala

akut dan nyeri kepala kronik.

a. Nyeri kepala akut post trauma kepala

Nyeri kepala akut post trauma kepala dikategorikan menjadi nyeri

kepala akut post trauma berkaitan dengan trauma kepala sedang

sampai berat dan nyeri kepala akut post trauma kepala ringan.

1) Nyeri kepala akut post trauma kepala berkaitan dengan trauma

kepala sedang sampai berat.

Pada kategori nyeri kepala ini mempunyai kriteria sebagai berikut:


8

a) Nyeri kepala, tidak khas.

b) Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala atau

sesudah pasien pulih kembali.

c) Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala /

Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak

trauma.

d) Terdapat trauma kepala dengan sekurang-kurangnya satu

keadaan di bawah ini:

(1) Hilang kesadaran selama > 30 menit.

(2) Glasgow Coma Scale (GCS) < 13.

(3) Amnesiapost trauma berlangsung > 48 jam.

(4) Imaging menggambarkan adanya lesi otak traumatic

(hematoma serebri, intraserebral, subarachnoid, kontusio

dan atau fraktur tulang tengkorak).

2) Nyeri kepala akut post trauma kepala berkaitan dengan trauma

kepala ringan.

Kategori nyeri kepala ini mempunyai kriteria sebagai berikut:

a) Nyeri kepala, tidak khas.

b) Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala.

c) Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala /

Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak

trauma.

d) Terdapat trauma kepala dengan semua keadaan berikut ini :


9

(1) Tidak disertai hilangnya kesadaran, atau kesadaran

menurun < 30 menit.

(2) Glasgow Coma Scale (GCS) >13.

(3) Gejala dan atau tanda-tanda diagnostik dari trauma kepala

ringan.

b. Nyeri kepala kronik post trauma kepala

Nyeri kepala kronik post trauma kepala dikategorikan menjadi nyeri

kepala kronik post trauma berkaitan dengan trauma kepala sedang

sampai berat dan nyeri kepala kronik post trauma kepala ringan.

1) Nyeri kepala kronik post trauma kepala berkaitan dengan trauma

kepala sedang sampai berat.

Pada kategori nyeri kepala ini mempunyai kriteria sebagai berikut:

a) Nyeri kepala, tidak khas.

b) Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala atau

sesudah pasien pulih kembali.

c) Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan sejak trauma.

d) Terdapat trauma kepala dengan sekurang-kurangnya satu

keadaan dibawah ini:

(1) Hilang kesadaran selama > 30 menit.

(2) Glasgow Coma Scale (GCS) < 13.

(3) Amnesia post trauma berlangsung > 48 jam.


10

(4) Imaging menggambarkan adanya lesi otak traumatic

(hematoma serebri, intraserebral, subarachnoid, kontusio

dan atau fraktur tulang tengkorak).

2) Nyeri kepala kronik post trauma kepala berkaitan dengan trauma

kepala ringan Kategori nyeri kepala ini mempunyai kriteria sebagai

berikut :

a) Nyeri kepala, tidak khas.

b) Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala.

c) Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma.

d) Terdapat trauma kepala dengan semua keadaan berikut ini:

(1) Tidak disertai hilangnya kesadaran, atau kesadaran

menurun < 30 menit.

(2) Glasgow Coma Scale (GCS) >13.

(3) Gejala dan atau tanda-tanda diagnostik dari trauma kepala

ringan.

5. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan individu. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang

dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan

membuat tingkatannya (Smeltzer dan Bare, 2002).

Salah satu cara pengukuran nyeri menurut (Smeltzer dan Bare,

2002) adalah dengan menggunakan skala intensitas nyeri numerik :


11

Gambar 2.1.Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10(Smeltzer & Bare, 2002)

Dari gambar Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10 (Smeltzer &

Bare, 2002), di dalam buku Tamsuri (2007) menjelaskan keterangan

gambar seperti diatas sbagai berikut.

Keterangan:

- 0 : Tidak nyeri.

- 1-3 : Nyeri ringan (pasien dapat berkomunikasi dengan baik).

- 4-6 : Nyeri sedang (pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan

lokasi  nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah

dengan baik).

- 7-9 : Nyeri berat terkontrol (pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah    tapi masih respons terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan

teknik relaksasi dan distraksi).

- 10 : Nyeri berat terkontrol (Pasien tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul).
12

B. Pengkajian Nyeri Cidera Kepala

Pengkajian nyeri pasca trauma kepala Menurut (Awalluddin, 2009).

Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe, lokasi dan keparahan

cederadan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ vital.

1. Aktifitas dan istirahat

Gejala :merasa lemah, lelah, kaku hilang keseimbangan.

Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemipareses, ataksia cara berjalan

tidak tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi,

kehilangan tonus otot.

2. Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi

jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia

disritmia).

3. Integritas ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian.

Tanda : Cemas,mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi.

4. Eliminasi

Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi.

5. Makanan/cairan

Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera makan.

Tanda : muntah, gangguan menelan.


13

6. Neurosensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,

vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan

dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, Perubahan status mental,

Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tidak simetris,

Genggaman lemah tidak seimbang, Kehilangan sensasi sebagian

tubuh.

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya

lama.

Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri, nyeri

yang hebat, merintih.

8. Pernafasan

Tanda :Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi,

mengi.

9. Keamanan

Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.

Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, Kulit : laserasi, abrasi,

perubahan warna, tanda batle disekitar telinga, adanya aliran

cairan dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan

rentang gerak, Demam.


14

Pada pasien yang mengalami cidera kepala berat, walaupun setelah

perawatan di rumah sakit kebanyakan akan mengalami berbagai komplikasi

yaitu gejala yang terdiri atas nyeri kepala, pusing, dizziness, iritabilitas,

mudah lelah, ansietas, gangguan memori, penurunan konsentrasi dan

insomnia. Komplikasi yang lain bisa terjadi kejang, kerusakan saraf, infeksi,

masalah komunikasi, perubahan perilaku, perubahan emosional, penyakit

degeneratif otak. Keluhan nyeri kepala sangat mengganggu aktivitas sehari-

hari, maka harus dilakukan pengkajian P.Q.R.S.T, yaitu :

P (provoking,precipiting), dengan pengertian :

Meliputi penyebab munculnya nyeri, dan dari data ini didapatkan juga

faktor yang mengurangi nyeridan pencegahannya.

Q (quality), dengan pengertian :

Deskripsi nyeri yang dirasakan klien, seperti tertusuk-tusuk, merasa

tertekan, terbakar, dsb.

R (region, radiation), dengan pengertian :

Lokasi nyeri, dan karakteristik nyeri yang lokal atau menyebar.

S (severity)dengan pengertian :

Tingkat keparahan dari nyeri, dapat dikaji dengan skala nyeri

T (time), dengan pengertian :

Waktu terjadinya nyeri

Sehingga dari pengkajian nyeri secara kompleks diharapkan dapat

mengurangi rasa nyeri.(Awalluddin, 2009).


15

Pengkajian pasien dengan nyeri kepala akut dapat dilakukan melalui

respon verbal maupun nonverbal pasien seperti peningkatan tekanan darah,

nadi, jumlah pernapasan dan dilatasi pupil. Sering kali juga disertai perubahan

postur, perubahaan perilaku seperti meringis, menangis, mengerang,

mengerutkan dahi, dan meningkatnya tensi otot (Barker, &Ellen, 2002).

C. Perumusan Masalah

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien yang memiliki

riwayat cidera kepala :

Nyeri kepala kronik pasca trauma kepala berhubungan dengan cedera

fisik dan peningkatan tekanan intrakranial (NANDA, 2013).

D. Perencanaan

1. Tujuan/kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x

60 menit, menurut Nursing Outcame Clacification(NOC, 2013) :

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen

nyeri.

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

2. Intervensi manajemen nyeri menurut Nursing Intervention Clasification

(NIC, 2013) :
16

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.

Rasional : Pendekatan dengan komunikasi terapeutik memudahkan

dalam pengkajian data pasien secara lengkap.

b. Observasi reaksi nonferbal dari ketidaknyamanan.

Rasional : Pengkajian data objektif penting guna mendukung data

subjektif untuk menentukan rencana tindakan yang tepat bagi klien.

c. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.

Rasional : Nyeri yang terdiri dari berbagai macam tipe memerlukan

proses penanganan yang berbeda.

d. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.

Rasional : Penentuan faktor pendukung bagi klien dapat mengurangi

ketidaknyamanan nyeri yang sedang dirasakan.

e. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

Rasional : Suhu ruangan yang tinggi dan lingkungan yang tidak

mendukung akan menambah ketidaknyamanan nyeri yang dirasakan

klien.

f. Ajarkan teknik non farmakologi.

Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi, distraksi, napas

dalam, dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukan keefektifan

dalam mengurangi nyeri.


17

g. Tingkatkan istirahat.

Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan anjurkan

untuk memposisikan diri yang nyaman menurut klian.

Rasional : Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga

meningkatkan kenyamanan.

h. Tingkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan klien.

Rasiona : Peningkatan pengetahuan dapat memampukan klien dan

keluarga tentang perawatan klien, serta dapat mencegah kemungkinan

komplikasi.

i. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan

berkurang.

E. Implementasi

Tindakan keperawatan nyeri pasca cidera kepala yang dapat dilakukan

perawat terdiri dari dua jenis, menurut (Potter dan Perry, 2006) yaitu :

1. Tindakan Farmakologis

Merekomendasikan petunjuk untuk pengobatan, mengombinasikan

obat-obatan analgesik dan obat-obatan anjuran medis yang efektif untuk

mengontrol nyeri klien.


18

2. Tindakan Nonfarmakologis

Tindakan pengontrolan nyeri nonfarmakologis digunakan untuk

mendukung terapi farmakologis yang telah diberikan. Jenis tindakan

nonfarmakologis antara lain adalah :

a) Membangun hubungan terapeutik rawat-klien.

b) Bimbingan antisipasi

c) Relaksasi.

d) Imajinasi terbimbing.

e) Distraksi.

f) Psikoterapi.

F. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan. Tugas selama

tahap ini termasuk pencatatan pernyataan evaluasi dan revisi rencana tindakan

keperawatan dan intervensi. Lebih lanjut, pernyataan evaluasi memberikan

informasi yang penting tentang pengaruh intervensi yang direncanakan pada

keadaan kesehatan pasien (Nursalam, 2011).

Sesuai teori kriteria hasil pada diagnosa nyeri kronik yang

berhubungan dengan cidera kepala adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 60 menit diharapkan nyeri dapat berkurang atau

hilang dengan kriteria hasil klien dapat mengontrol nyeri, skala nyeri

berkurang, pasien tampak rileks dan tidak meringis kesakitan.


19

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M.Z. (2008). Korelasi antara Kadar Oxygen Delivery Dengan Length

ofStay pada Pasien Cedera Kepala Sedang, Program Pendidikan

BedahDasar Bagian Bedah FK Unpad.

Arifin. M.Z. (2008). Kadar Laktat Darah Arteri pada Penderita Cedera

KepalaRingan, Sedang dan Berat di RS Hasan Sadikin. Fakultas

KedokteranUNPAD

Awalluddin sibuea, 2009.Perbedaan Koagulopati Pada Cedera Kepala Berat

Dengan Perdarahan dan Tanpa Perdarahan Otak Berdasarkan CT Scan

Kepala.http://scholar.google.co.ic/scholar?

q=cidera+kepala+berat&hi=id&btn6=TelusuriDiakses tanggal 17 April

2014 Jam 18.45 WIB.

Barker & Ellen. (2002). Neuroscience Nursing A, Spectrum of Care. Second

Edition. St.Louis Missouri: Mosby-Year Book, Inc.

Black, M. J., & Hawks, H.J. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical

Management for Positive Outcomes. 8th Edition. St Louis

Missouri:Elsevier Saunders.

Deem, S. (2006). Management of Acute Brain Injury and Associated Respiratory

Issues, Symposium Papers, Journal Respiratory Care, 51 (4), 357-367.

Doenges, Marilynn E (2002).Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC.

Dr.Swarningasih, Sp.S. (2013).http://nusaduapost.com/nyeri-kepala-pasca-

traumaDiakses tanggal 5 Mei 2014 Jam 19.00 WIB.


20

Hickey, V.J. (2003). The Clinical Practice Of Neurological and

NeurosurgicalNursing, 4 th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins.

Info Blora (2014).http://www.infoblora.com/2014/02/meski-jalan-rusak-

kecelakaan-lalu.htmlDiakses : Tgl 09-04-2014. Jam 07:42 WIB.

Madikians, A., & Giza, C.C. (2006). A Clinician’s Guide to the Pathophysiology

of Traumatic Brain Injury. Indian Journal of Neurotrauma, 5 (1), 9-17.

NANDA& NIC-NOC (2013). Buku Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan

Profesionaledisi Revisi jilid 1. Yogyakarta: MediaAction.

Perdossi. (2010). Konsensus Nasional III, Diagnostik dan Penatalaksanaan

NyeriKepala, Kelompok Studi Nyeri Kepala. Surabaya : Airlangga

UniversityPress.

Kozier, Fundamental Of Nursing, Potter dan Perry, 2006. Fundamental

Keperawatan.Vol 2.Jakarta : EGC

Sjahrir, H. (2004). Mekanisme Terjadinya Nyeri Kepala Primer dan Prospek

Pengobatannya, USU digital liberary.

Smeltzer S. C., Bare G. B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8

Volume 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai