Bab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari kata latin yaitu adolescene yang berarti
tumbuh kearah kematangan fisik, sosial, dan psikologis (Sarwono, 2012). Pada
umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak
menuju ke masa dewasa yang terjadi pada usia 12 tahun hingga 21 tahun (Dewi,
2012). Menurut Piaget, secara psikologis masa remaja merupakan masa individu
tidak lagi merasa berada di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan
masa remaja merupakan masa individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa
dan berada pada tingkatan yang sama (Hanifah, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa peralihan atau masa
transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa yang berlangsung pada usia
12 tahun hingga 21 tahun dengan adanya perubahan fisik, sosial, dan psikologis,
dimana secara psikologis remaja mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa
dan berada pada tingkatan yang sama.
10
11
Menurut (Sarwono, 2012) ada tiga tahap perkembangan remaja dalam proses
penyesuaian diri menuju dewasa, antara lain:
Masa remaja awal berada pada rentang usia 10-13 tahun ditandai dengan
adanya peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan pematangan fisik,
sehingga intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini sebagian besar
pada penilaian kembali dan restrukturisasi dari jati diri. Pada tahap remaja
awal ini penerimaan kelompok sebaya sangatlah penting (Aryani, 2010).
Masa remaja madya berada pada rentang usia 14-16 tahun ditandai dengan
hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, dimana timbulnya keterampilan-
keterampilan berpikir yang baru, adanya peningkatan terhadap persiapan
datangnya masa dewasa, serta keinginan untuk memaksimalkan emosional dan
psikologis dengan orang tua (Aryani, 2010).
Masa remaja akhir berada pada rentang usia 16-19 tahun. Masa ini merupakan
masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapain lima
hal, yaitu:
2) Ego lebih mengarah pada mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang
lain dalam mencari pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang permanen atau tidak akan berubah lagi.
Menurut Sekarrini (2012) tanda seks primer pada remaja adalah sebagai
berikut:
1) Remaja Perempuan
2) Remaja Laki-laki
Perubahan fisik pada remaja yang cepat dan terjadi secara berkelanjutan
menyebabkan para remaja sadar dan lebih memperhatikan bentuk tubuhnya serta
adanya keinginan untuk membandingkan dengan teman-teman sebaya lainnya.
Jika perubahan tidak berlangsung secara lancar maka akan memberikan pengaruh
terhadap perkembangan psikis dan emosi remaja tersebut yang dapat
menimbulkan adanya cemas berlebih, terutama pada remaja perempuan bila tidak
dipersiapkan untuk menghadapinya (Jose RL, 2010).
Peningkatan emosional pada remaja dikenal dengan masa storm and stress,
dimana remaja bisa merasakan sangat sedih kemudian bisa kembali bahagia
dengan cepat atau sering juga disebut emosional yang bergejolak dan kurang
stabil. Hal tersebut terjadi karena perubahan hormon yang terjadi pada masa
remaja. Jika dilihat dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan
tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari kondisi
sebelumnya (Sekarrini, 2012). Selain keadaan emosi yang tidak stabil, remaja
15
Kauma juga menambahkan bahwa akibat masih labilnya emosi remaja, remaja
memiliki kecenderungan untuk meniru, mencari perhatian, mencari idola, mulai
tertarik pada lawan jenis, dan selalu ingin mencoba hal- hal baru (Sekarrini,
2012).
Pemikiran masa remaja cenderung abstrak, logis, serta idealis. Remaja lebih
mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan apa yang orang
lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung lebih banyak mencaritahu
mengenai kehidupan sosial serta menginterpretasikan (Jahja, 2012). Dengan
kekuatan baru dalam penalaran yang dimiliki remaja menjadikan dirinya mampu
membuat pertimbangan dan melakukan perdebatan sekitar topik-topik mengenai
kehidupan manusia, kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan keadilan (Endah,
2015).
2.2 Pengetahuan
a. Tahu (know)
b. Memahami (Comprehension)
c. Aplikasi (Aplication)
d. Analisis (Analysis)
e. Sintesis (Synthesis)
f. Evaluasi (Evaluation)
a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Umur
d. Minat
e. Pengalaman
g. Informasi
Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang disertai oleh hasrat seksual,
baik dengan lawan jenis ataupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2012). Bentuk
perilaku seksual bermacam-macam, diantaranya mulai dari perasaan tertarik
sampai adanya tingkah laku berkencan, bercumbu, hingga bersenggama dengan
suatu objek baik berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri
(Sarwono, 2012). Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seks yang
dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi sebelumnya menurut
hukum, agama, dan kepercayaan masing- masing individu. Perilaku seksual
pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak
yang merugikan remaja itu sendiri (Sarwono, 2012).
Terdapat bentuk perilaku seksual yang beraneka ragam, baik yang termasuk dalam
tindakan yang tidak berhubungan badan maupun yang melakukan hubungan
badan (sexual intercourse) (Sarwono, 2012). Objek seksual dapat berupa orang,
baik dengan lawan jenis ataupun yang sejenis, orang dalam khayalan atau diri
sendiri. Bentuk perilaku seksual diantaranya ada yang dapat dilakukan oleh diri
sendiri yang meliputi masturbasi, hingga yang dilakukan bersama pasangan
seperti berkencan, bercumbu, bersenggama (Sarwono, 2012). Berikut adalah
bentuk- bentuk perilaku seksual pranikah, antara lain (Sarwono, 2012):
8. Oral Genital Seks merupakan hubungan oral sex sebagai rangsangan dengan
mulut pada organ sex.
Menurut Syafrudin sebagian besar remaja merasakan bahwa orang tua mereka
menolak memulai pembicaraan mengenai seks pranikah, sehingga mereka
mencari jalan lain dengan memanfaatkan sumber informasi yang lainnya
seperti teman atau media massa. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar remaja sangat membutuhkan informasi mengenai seksual dan
reproduksi, namun seringkali remaja memperoleh informasi yang tidak akurat
mengenai seksual dan reproduksi dari teman-teman mereka melainkan bukan
dari petugas kesehatan, guru, atau orang tua (Ririn, 2011).
b. Perubahan hormonal
Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah adanya
perubahan hormonal. Remaja cenderung memiliki dorongan seks yang kuat
terhadap lawan jenis. Sebagian besar remaja kurang mampu melakukan
pengontrolan diri yang baik dan akan menyebabkan disalurkan melalui
kanalisasi yang tidak tepat (Sarwono, 2012).
c. Sikap
Sikap remaja yang mempengaruhi perilaku seksual yang tidak sehat seperti
sikap permisif, kurang adanya kontrol diri, tidak dapat mengambil keputusan
terkait kehidupan seksual yang sehat, serta tidak dapat bersikap arsetif
terhadap ajakan teman ataupun pacar (Sarwono, 2012).
22
a. Peran keluarga
Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan remaja. Pola
asuh orang tua sebagai salah satu faktor penyebab perilaku menyimpang pada
remaja salah satunya perilaku seksual (Sekarrini, 2012). Orang tua sebaiknya
membimbing dengan cara komunikasi yang terbuka terkait kepentingan hidup
remaja agar dapat menjadi dewasa dan melewati masa remaja dengan
terhindar dari perilaku yang menyimpang (Sekarrini, 2012).
a. Dampak psikologis
Dampak psikologis yang biasanya terjadi pada remaja akibat seksual pranikah
diantaranya perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah, dan
berdosa.
b. Dampak fisiologis yang biasanya terjadi pada remaja akibat seksual pranikah
diantaranya kehamilan tidak diinginkan serta tindakan aborsi. Kehamilan
Tidak Diinginkan (KTD) merupakan suatu kehamilan yang keberadaanya
tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut
(Soetjiningsih, 2007). Bagi remaja yang mengalami KTD umumnya
merasakan cemas, rasa malu, bersalah, rasa berdosa yang berkepanjangan,
serta adanya perasaan tidak berharga sehingga muncul perasaan minder dan
tidak berdaya (Aliyah, 2009).
Angka tindak aborsi berdasarkan hasil survei tercatat adanya 2.000.000 kasus
aborsi per tahun. Dimana dampak yang ditimbulkan dari tindakan aborsi
tersebut adalah adanya pendarahan, infeksi, kemandulan, bahkan kematian
(Aliyah, 2009). Meningkatnya kasus KTD serta aborsi di kalangan remaja
yang disebaBKan oleh perilaku seksual yang beresiko bahkan kecenderungan
sexual psychopath seharusnya menjadi perhatian serius untuk ditemukan
solusi dalam penanganannya (Syamsu Yusuf, 2009).
c. Dampak sosial
Dampak sosial yang biasanya terjadi akibat perilaku seksual yang dilakukan
sebelum waktunya diantaranya dikucilkan, putus sekolah pada remaja
perempuan yang hamil, serta adanya perubahan peran menjadi ibu. Sebagian
besar warga masyarakat mengejek dan menolak keadaan tersebut (Sarwono,
2012). Secara psikologis remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan
akan merasa tertekan, takut, bingung, malu, dan berbagai emosi dalam dirinya.
Sehingga, mereka cenderung menggugurkan kandungan (aborsi) daripada
harus memberikan bayinya untuk dilakukan adopsi (Sarwono, 2012).
25
d. Dampak fisik
1. Tidak tertular penyakit seksual dan tidak merusak kesehatan orang lain
Salah satu dampak akibat hubungan seksual sebelum menikah apalagi jika
dilakukan dengan berganti-ganti pasangan adalah dapat menularkan penyakit
seksual Human Deficiency Virus/ Acquired Immune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS), serta dapat mengakibatkan infeksi saluran reproduksi. Sebagian
besar remaja tidak mengetahui pasangannya telah berhubungan dengan siapa
saja, pasangannya tertular HIV atau tidak. Infeksi saluran reproduksi biasanya
terjadi pada remaja yang sudah melakukan hubungan seksual aktif pada usia di
bawah 20 tahun serta dapat berkembang menjadi keganasan yaitu kanker
serviks (Wardani, 2013).
Hamil merupakan salah satu akibat yang harus dijalani karena hubungan
seksual yang dilakukan. Jika kehamilan tersebut terjadi sebelum menikah
maka akan menyebabkan tekanan bagi seseorang yang hamil, baik di keluarga
ataupun di masyarakat. Sebagian besar remaja memilih jalan untuk melakukan
tindakan aborsi dengan segala risiko yang akan dijalani seperti adanya
perdarahan, kemandulan bahkan kematian, hal tersebut dilakukan hanya untuk
menghilangkan perasaan tertekan akibat hamil di luar nikah (Soetjiningsih,
2004).
26
5. Mampu menyesuaikan diri dengan nilai- nilai sosial dan norma yang ada di
lingkungan sekitar
Sebagian besar remaja akan mengambil nilai sosial, nilai moral, serta taat pada
norma yang berasal dari orang tua, agama, budaya, dan masyarakat umum
dalam mengendalikan perilaku dan emosinya sehingga akan membentuk
27
konsep moral yang positif, akan terbentuk identitas dan citra diri remaja.
Sehingga diperlukan kontrol diri dari remaja itu sendiri untuk membentuk
konsep diri, identitas, serta citra diri yang positif (Khairunnisa, 2013).
2.3 Sikap
Pada awalnya, istilah sikap (attitude) digunakan untuk menunjuk status mental
individu. Sikap individu sifatnya masih tertutup karena selalu diarahkan kepada
suatu hal atau objek tertentu. Oleh karena itu, manifestasi sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat diperkirakan dari perilaku yang tertutup
tersebut (Sunaryo, 2004).
a. Menerima (Receiving)
b. Merespon (Responding)
c. Menghargai (Valuing)
a. Pengalaman pribadi
Individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap
seseorang yang dianggap penting. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya
motivasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang
dianggap penting tersebut.
c. Pengaruh kebudayaan
d. Media massa
Informasi yang didapatkan melalui surat kabar maupun radio atau media
komunikasi lainnya merupakan informasi yang lebih bersifat faktual dan
disampaikan secara objektif, sehingga berpengaruh terhadap sikap
konsumennya.
Konsep moral dan ajaran lainnya dari lembaga pendidikan dan lembaga agama
sangat menentukan sistem kepercayaan. Sehingga konsep tersebut dapat
mempengaruhi sikap seseorang.
f. Faktor emosional
Sikap merupakan suatu pernyataan yang didasari oleh emosi seseorang yang
berfungsi sebagai penyaluran emosi yang dirasakan serta pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego.
30
Menurut (Azwar S, 2010) sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang
yaitu:
a. Komponen kognitif
b. Komponen afektif
c. Komponen konatif
orang tua seharusnya memiliki sikap terbuka terkait masalah seksual, sehingga
bisa menjadi tempat remaja mencari informasi terkait seksual. Sikap dan
perilaku orang tua juga berperan penting sebagai teladan bagi remaja dalam
menyikapi hubungan seksual pranikah.
31
Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku
remaja, sehingga perlu adanya keterampilan remaja dalam melakukan
penolakan terhadap ajakan teman yang mengarah ke hal atau kegiatan yang
bersifat negatif. Selain itu, remaja harus mampu memilih teman yang
membawa pengaruh positif dalam bergaul, sehingga remaja dapat bersikap
bijaksana terkait hubungan seksual pranikah.
Menurut Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton ada beberapa komponen
dari asertivitas, antara lain:
a. Compliance
b. Duration of Reply
c. Loudness
Berbicara dengan lebih keras dan tegas namun tidak berteriak merupakan
salah satu sikap asertif. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara
terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain.
e. Affect
f. Latency Of Response
Adanya jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita
untuk mulai berbicara. Adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab
secara umum lebih asertif dibandingkan tidak terdapat jeda.
33
1) Kontak Mata
Jika kita memandang teman bicara kita maka akan membantu dalam
penyampaian pesan serta dapat meningkatkan efektifitas pesan. Akan
tetapi jangan terlalu membelalak atau menundukkan kepala.
2) Ekspresi Muka
3) Jarak Fisik
4) Sikap Badan
Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan
membuat pesan lebih bersifat asertif. Sementara sikap badan yang
tidak tegak dan terlihat malas akan memberikan penilaian mudah
mudur atau melarikan diri dari masalah.
5) Isyarat Tubuh
Diharapkan remaja mampu memahami manfaat yang positif dari media sosial
terkait pesan-pesan seksualitas yang mendidik. Media sosial dapat
dimanfaatkan sebagai sumber informasi mengenai materi pendidikan
seksualitas. Dengan adanya informasi yang positif melalui media sosial maka
akan membawa dampak positif pula pada sikap dan perilaku remaja.
Menurut (BKKBN, 2004) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait upaya-
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau menghindari seksual pranikah :
2. Remaja harus memahami bahwa seks bukan satu- satunya cara untuk
mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan.
35
3. Remaja harus memiliki komitmen, motivasi, serta pengendalian diri yang kuat
agar tidak melakukan seks pranikah, sebaiknya remaja perlu meningkatkan
kemampuan untuk menolak setiap ajakan untuk melakukan seksual pranikah.
5. Mencari sumber informasi yang tepat, baik dari orang tua, sekolah, ataupun
media cetak serta internet.
Menurut (Hidayat, 2013) skala Likert dapat digunakan untuk mengukur sikap,
persepsi, serta pendapat seseorang mengenai masalah ataupun hal lainnya yang
ada di masyarakat atau yang dialami, dikenal sebagai summated ratings method.
Skala pengukuran Likert menggunakan pernyataan-pernyataan dengan
menggunakan empat alternatif jawaban atas pernyataan tersebut. Subjek yang
diteliti dapat memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang ada. Empat
jawaban yang dikemukakan Likert diantaranya sangat setuju, setuju, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju. Sikap seseorang dapat diukur dan diintepretasikan, yaitu:
Bimbingan merupakan salah satu program yang termasuk dari bidang pendidikan
yang bertujuan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Menurut
Tolbert, bimbingan merupakan seluruh kegiatan atau program dalam lembaga
36
pendidikan yang bertujuan untuk membantu individu agar dapat menyusun dan
melaksanakan rencana serta penyesuaian diri dalam kehidupan sehari-hari
(Hikmawati, 2014). Tujuan dari pelayanan bimbingan agar sesama manusia
mampu mengatur kehidupan sendiri, menjamin perkembangan diri sendiri
semaksimal mungkin, bertanggung jawab sepenuhnya atas arah hidup seseorang
itu sendiri, menggunakan kebebasan sebagai manusia secara dewasa dengan
berpedoman pada cita- cita dan potensi yang ada di dalam diri seseorang, serta
dapat menyelesaikan segala tugas secara optimal (Winkel, 2006).
Secara umum tujuan dari layanan bimbingan kelompok adalah untuk mencari
solusi ataupun mengembangkan langkah-langkah strategis dalam menangani
permasalahan yang menjadi topik masalah yang dibahas dalam kelompok,
sehingga dapat meningkatkan suatu hubungan yang baik antar anggota kelompok,
meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar individu, mampu
mengembangkan sikap dan tindakan nyata untuk dapat mencapai tujuan yang
diinginkan dalam kelompok, serta dapat meningkatkan pemahaman dalam
berbagai situasi dan kondisi lingkungan (Hallen, 2005).
37
Menurut (Prayitno, 2008) bahwa tujuan dari bimbingan kelompok dibagi menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus, diantaranya:
1. Tujuan umum
Secara umum tujuan dari bimbingan kelompok adalah untuk membantu siswa
mencari solusi dari masalah yang dialami melalui prosedur kelompok. Selain
itu juga dapat mengembangkan pribadi masing- masing anggota kelompok
melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan kelompok tersebut,
baik suasana menyenangkan ataupun yang menyedihkan.
2. Tujuan Khusus
e. Melatih siswa agar memiliki sikap tenggang rasa terhadap orang lain.
2. Karyawisata
3. Diskusi kelompok
Siswa yang tergabung dalam kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari
empat sampai dengan enam siswa dan mendiskusikan berbagai permasalahan
yang dialami. Maslaah-maslaah yang mungkin dapat didiskusikan dalam
kelompok seperti maslah pergaulan, kesusahan dalam belajar, masalah
pengisian waktu luang, masalah hubungan dengan persahabatan, masalah
39
4. Homeroom
hubungan saling percaya serta akrab antara guru ataupun konselor dengan peserta
didik. Sedangkan adapun manfaat yang didapatkan dari metode homeroom
tersebut bagi siswa adalah terciptanya suasana yang harmonis di lingkungan
kelompok ataupun kelas, sekolah, dan sosial, dapat menicptakan suasana akrab
antara sesama peserta didik, serta dapat menimbulkan rasa kerjasama dan
gotongroyong antara peserta didik (Salahudin A, 2010).
Adapun tujuan yang akan dicapai dengan menggunakan metode homeroom adalah
sebagai berikut (Wiendi, 2014):
f. Adanya hubungan yang baik dan sehat dengan peserta didik lain dalam
satu kelompok.
Adapun kelemahan dari metode bimbingan homeroom adalah tidak akan berjalan
lancar jika bimbingan tersebut dilakukan tidak dalam bentuk kelompok, selain itu
kelemahan dari metode bimbingan dengan teknik homeroom adalah sulitnya
mengatur peserta didik hingga berada pada kondisi yang nyaman sehingga mampu
mengikuti proses bimbingan dengan efektif. Selain itu adanya persepsi yang
buruk dari para siswa mengenai peserta didik yang sering memasuki ruang
bimbingan di sekolah, ada anggapan bahwa peserta didik yang sering memasuki
ruang bimbingan di sekolah merupakan siswa yang bermasalah (Ali M, 2011).
5. Tindak lanjut yang dilakukan setelah adanya hasil dari kegiatan bimbingan
kelompok.
43
Secara umum hal yang harus dimiliki oleh pemimpin kelompok yaitu
kemampuan dalam mengelola kelompok agar terciptanya dinamika kelompok.
Apabila dinamika kelompok berjalan dengan baik maka akan tercapainya
tujuan umum maupun tujuan khusus yang telah ditetapkan dalam bimbingan
kelompok.
b. Anggota kelompok
Pola komunikasi remaja sangatlah unik dank has. Dimana remaja cenderung
menggunakan ungkapan dan terminology yang seringkali menurut pandangan
orang- orang dewasa tanpa aturan dan menyimpang dari kaidah berbahasa
sehingga sulit dipahami oleh orang lain diluar komunitas mereka. Pola
komunikasi yang berbeda antara remaja dengan orang sekitarnya dapat
44
A. Tahap Awal
Pada tahap awal dilakukan kegiatan sosialisasi ke masing- masing kelas terkait
adanya kegiatan Bimbingan kelompok dengan teknik homeroom. Kegiatan
sosialisasi tersebut dipimpin oleh mahasiswa sebagai peneliti menyampaikan
maksud dan tujuan dari adanya kegiatan bimbingan kelompok tersebut. Seluruh
siswa diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti kegiatan bimbingan
kelompok.
46
B. Tahap Kegiatan
Cara permainan rangkaian nama adalah dengan menggunakan bola dan lagu
sebagai perantara salah satu anggota kelompok yang menjadi urutan pertama
dalam menyebutkan nama panggilan serta kegemaran, kemudian setelah orang
pertama menyebutkan nama dan kegemaran dilanjutkan dengan memutar bola
disertai lagu ke anggota kelompok lainnya hingga lagu berhenti dan bola
berada di orang kedua dalam anggota kelompok. Dimana orang kedua tersebut
menyebutkan nama dan kegemaran orang sebelumnya kemudian dilanjutkan
dengan menyebutkan nama dan kegemarannya sendiri. Begitu selanjutnya
hingga seluruh anggota kelompok menyebutkan nama dan kegemaran masing-
masing (Esti, 2005).
2. Tahap Peralihan
3. Tahap kegiatan
4. Tahap pengakhiran
e. Doa penutup.
Seksual pranikah saat ini merupakan suatu masalah yang dialami remaja di
Indonesia, hal tersebut diakibatkan karena remaja saat ini begitu mudah
mengiyakan ajakan lawan jenis untuk melakukan hubungan seks sebelum
menikah dengan alasan karena suka sama suka dan saling mencintai satu sama
lain. Remaja tidak pernah berfikir kerugian apa yang akan diterimanya jika
melakukan hubungan seksual di luar pernikahan (Ririn, 2010).
Solusi yang dapat dilakukan untuk pencegahan seksual pranikah antara lain
dengan melakukan penyuluhan oleh pihak sekolah terutama pihak guru
pembimbing yang lebih dapat memberikan pengetahuan sekaligus memberikan
konseling kepada siswa, baik berupa bimbingan individu ataupun bimbingan
kelompok terkait dampak yang ditimbulkan dari seksual pranikah (Gendys, 2013).