Anda di halaman 1dari 3

HASIL RESUME MAKALAH "Sejarah Al Quran kajian penulisan dan pengajarannya "

Dosen pengampu : Mukhammad Zainul Muttaqin MH

Oleh : Faiq Afif Auliya

Nim : 126103213317

A. Sejarah pengajaran Alquran


1. Periode makkah ~ Dalam periode ini awal mula sejarah pengajaran al-quran di mana dalam periode
ini Alquran pertama kali diturunkan Allah melalui perantara malaikat jibril kepada nabi Muhammad SAW
di gua Hira dengan surat pertama yaitu Al alaq ayat 1-5, nabi mulai dakwah menitikberatkan pada
aqidah dan keimanan, dan juga pengajaran Alquran pertama kali pada sahabat assabiqunal awwalun
pada tahun ini.

2. Periode Madinah ~ Dalam periode ini nabi dan para sahabat hijrah dari Mekah ke Madinah di
Madinah Rasulullah mendirikan masjid (quba) sebagai tempat pengajaran Alquran, periode ini terjadi
cepat akan tetapi menuai hasil yang gemilang.

B. Pembukuan Alquran masa Abu bakar As Siddiq


Setelah wafatnya Rasulullah SAW Banyak kaum muslim yang murtad dan kembali ke ajaran nenek
moyang mereka, banyaknya orang yang membangkang dan adanya nabi palsu. Abu bakar berhasil
memerangi kaum pembangkang tersebut akan tetapi terkait dengan nabi palsu umat muslim harus
berperang melawan 40.000 pengikut musaylamah (nabi palsu). Para penghafal Alquran banyak yang
gugur dalam peperangan tersebut dan sahabat Umar radhiyallahu'anhu pun merasa khawatir tentang
kondisi dan nasib Al-Qur'an di masa yang akan datang sehingga ia mengusulkan kepada Abu bakar untuk
mengumpulkan Al-Qur'an. Dalam proses itu Abu bakar dibantu oleh Zaid bin Tsabit. Pada akhirnya
mereka menemukan ayat terakhir surat at-taubah dan pengumpulan mushaf pun berlangsung sekitar 1
tahun, dari 12 Hijriyah sampai 13 Hijriyah.

C. Pembukuan Al Qur'an masa Utsman bin Affan


Pertama kali yang dilakukan Khalifah Utman adalah membentuk satu tim ahli untuk melaksanakan
tugas penulisan Alquran. mayoritas ulama  berpendapat ada empat orang, yaitu Zaid bin Tsabit dari
Anshar. Kemudian dari Quraisy, yaitu Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits.
Mereka semua adalah orang-orang yang berilmu dan teliti. Selain itu, ada pula yang berpendapat 5
orang dan 12 orang.

Setelah membentuk tim, Utsman mengutus seseorang kepada Ummul Mukminin Hafshah binti Umar bin
Khathab radhiyallahu anhuma. Ia meminta sebuah mushaf Alquran yang dibukukan  di zaman Abu Bakar.
Tim penulis pun menjadikan mushaf tersebut sebagai acuan dalam menjalankan tugas mereka.
Kemudian mereka menulis ulang berdasarkan perintah Utsman. Khalifah Utsman sendirilah yang
mengawasi proses kodifikasi Alquran ini. Utsman berkata pada tim panitia. Orang-orang yang memiliki
catatan langsung dari Rasulullah sallallhu alaihi wasallam mendatangi tim tersebut dan mengujinya
dengan pedoman mushaf dari zaman Abu Bakar.

Setelah selesai Mushaf Utsmani ditulis, Zaid bin Tsabit membacanya berkali-kali sebelum mushaf itu
disalin. Khalifah Utsmani juga ikut mengoreksi dan membacanya untuk memperkuat validitas mushaf
induk tersebut.

Setelah selesai Mushaf Utsmani dibuat, Utsman bin Affan mengirim beberapa salinan dari mushaf induk
ke wilayah-wilayah dalam kekuasaannya. Para ulama berbeda pendapat berapa jumlah mushaf yang
ditulis Utsman. Pendapat yang mahsyur menyebutkan bahwa mushaf Alquran diperbanyak menjadi
lima. Di kirim ke Makkah, Madinah, Kufah, Syam, dan satu lagi dipegang oleh Utsman sendiri. itulah yang
kemudian dikenal dengan mushaf Al Imam.

Selain itu, ada juga pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa mushaf tersebut digandakan menjadi
enam. Empat di antaraya dikirim ke Makkah, Syam, Kufah, dan Bashrah, satu di Madinah. Mushaf itu
dinamakan Al Madani Al’Aam.  Dan satu lagi dipegang Utsman. Setiap mushaf yang dikirim itu disertai
dengan pengajar yang mengajarkan kaum muslimin cara membacanya berdasarkan hadits-hadits shahih
dan mutawir.

Kemudian Utsman memerintahkan agar mushaf yang berbeda dihilangkan denga cara dibakar atau
dicuci dengan air sampai tinta-tintanya hilang. Hal ini bertujuan agar kaum muslimin bersatu dalam satu
mushaf.

D. Penggunaan tanda baca dalam Al Qur'an


Seiring perkembangan zaman pergerakan umat Islam semakin luas akhirnya banyak yang masuk Islam
dari kalangan selain Arab seperti Persia dan juga Badui, sementara Al-Qur’an belum diberi tanda baca
sehingga orang-orang selain Arab banyak melakukan kesalahan dalam membaca Al-Qur’an, maka Al-
Qur’an mulai diberi tanda baca berupa titik (nuqath I‟rab) oleh Abû al-Aswad ad-Duâli. Pemberian tanda
titik ini kemudian dikenal dengan nuqath i‟râb yaitu tanda yang berfungsi sebagai perubah struktur
kalimat atau kedudukan suatu kalimat secara gramatikal. Pola tanda baca fatẖ ah ditandai dengan titik di
atas huruf, tanda baca dhammah titik tersebut berada di depan huruf tersebut dan tanda baca kasrah
titik tersebut diletakkan di bawah huruf. Jika tanda tanwîn maka dibentuk dengan dua titik pada huruf
tersebut, mereka kemudian menamakan tanda titik itu dengan syaka. Tanda-tanda seperti itu dibedakan
warnanya dengan huruf aslinya yaitu warna merah sebab ketika Abû al-Aswad membacakan kepada
salah seorang dari kabilah Abdul Qais itu dengan menyediakan tinta.

Al-Khalîl membuat tanda baca fataẖ ah dengan alîf yang membentang, tanda dlammah dengan wâwu
yang kecil, tanda baca kasrah dengan ya yang kecil, tanda tasydîd ditandai dengan kepala syîn sedangkan
tanda sukûn dengan kepala khâ. Ibn Jinniy menyebutkan bahwa harakat itu adalah sebagian dari huruf
mad (tanda panjang)dan lîyn (bunyi suara diayun ketika harakatfatẖ ah berhadapan dengan huruf yâ)
yang bersumber dari tiga huruf yaitu alîf, wâwu dan yâ. Demikian juga al-Khalîl menambahkan tanda
hamzah washal ditandai dengan kepala shâd, sedangkan untuk tanda baca isymâm dan roum sebagian
ulama memandang tidak diberi tanda di antaranya Abû Dâud, mereka beralasan karena tidak ada
bentuk tulisannya kecuali harus melihat dari bibir seorang guru secara langsung agar lebih detail dan
lebih tepat pengucapannya.

Anda mungkin juga menyukai