Nim : 126103213317
2. Periode Madinah ~ Dalam periode ini nabi dan para sahabat hijrah dari Mekah ke Madinah di
Madinah Rasulullah mendirikan masjid (quba) sebagai tempat pengajaran Alquran, periode ini terjadi
cepat akan tetapi menuai hasil yang gemilang.
Setelah membentuk tim, Utsman mengutus seseorang kepada Ummul Mukminin Hafshah binti Umar bin
Khathab radhiyallahu anhuma. Ia meminta sebuah mushaf Alquran yang dibukukan di zaman Abu Bakar.
Tim penulis pun menjadikan mushaf tersebut sebagai acuan dalam menjalankan tugas mereka.
Kemudian mereka menulis ulang berdasarkan perintah Utsman. Khalifah Utsman sendirilah yang
mengawasi proses kodifikasi Alquran ini. Utsman berkata pada tim panitia. Orang-orang yang memiliki
catatan langsung dari Rasulullah sallallhu alaihi wasallam mendatangi tim tersebut dan mengujinya
dengan pedoman mushaf dari zaman Abu Bakar.
Setelah selesai Mushaf Utsmani ditulis, Zaid bin Tsabit membacanya berkali-kali sebelum mushaf itu
disalin. Khalifah Utsmani juga ikut mengoreksi dan membacanya untuk memperkuat validitas mushaf
induk tersebut.
Setelah selesai Mushaf Utsmani dibuat, Utsman bin Affan mengirim beberapa salinan dari mushaf induk
ke wilayah-wilayah dalam kekuasaannya. Para ulama berbeda pendapat berapa jumlah mushaf yang
ditulis Utsman. Pendapat yang mahsyur menyebutkan bahwa mushaf Alquran diperbanyak menjadi
lima. Di kirim ke Makkah, Madinah, Kufah, Syam, dan satu lagi dipegang oleh Utsman sendiri. itulah yang
kemudian dikenal dengan mushaf Al Imam.
Selain itu, ada juga pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa mushaf tersebut digandakan menjadi
enam. Empat di antaraya dikirim ke Makkah, Syam, Kufah, dan Bashrah, satu di Madinah. Mushaf itu
dinamakan Al Madani Al’Aam. Dan satu lagi dipegang Utsman. Setiap mushaf yang dikirim itu disertai
dengan pengajar yang mengajarkan kaum muslimin cara membacanya berdasarkan hadits-hadits shahih
dan mutawir.
Kemudian Utsman memerintahkan agar mushaf yang berbeda dihilangkan denga cara dibakar atau
dicuci dengan air sampai tinta-tintanya hilang. Hal ini bertujuan agar kaum muslimin bersatu dalam satu
mushaf.
Al-Khalîl membuat tanda baca fataẖ ah dengan alîf yang membentang, tanda dlammah dengan wâwu
yang kecil, tanda baca kasrah dengan ya yang kecil, tanda tasydîd ditandai dengan kepala syîn sedangkan
tanda sukûn dengan kepala khâ. Ibn Jinniy menyebutkan bahwa harakat itu adalah sebagian dari huruf
mad (tanda panjang)dan lîyn (bunyi suara diayun ketika harakatfatẖ ah berhadapan dengan huruf yâ)
yang bersumber dari tiga huruf yaitu alîf, wâwu dan yâ. Demikian juga al-Khalîl menambahkan tanda
hamzah washal ditandai dengan kepala shâd, sedangkan untuk tanda baca isymâm dan roum sebagian
ulama memandang tidak diberi tanda di antaranya Abû Dâud, mereka beralasan karena tidak ada
bentuk tulisannya kecuali harus melihat dari bibir seorang guru secara langsung agar lebih detail dan
lebih tepat pengucapannya.