Anda di halaman 1dari 4

Hukum moderen

Pengertian hukum modren

Istilah “Hukum Modern” muncul pada sekitar abad ke- 18 M/19 M di mana
masa itu tatanan kehidupan manusia mulai memasuki masa modern. 1 Masa modern ini
ditandai dengan berbagai perubahan sosial, terutama dari masyarakat urban menuju
masyarakat industri. Tonnies, sebagaimana dikutip oleh Madjid (1992: 141)
mengkontraskan hubungan-hubungan "natural dan organis" keluarga, desa dan kota kecil
(gemeinschaft) dengan kondisi yang "artifisial" dan "terisolasi" dari kehidupan kota dan
masyarakat industri (geselllschaft), di mana hubungan-hubungan asli dan natural manusia
satu sama lainnya telah dikesampingkan, dan setiap orang berjuang untuk
kepentingannya sendiri dalam suatu semangat kompetisi.

Ciri-ciri modernitas yang lain, terutama di dunia hukum, sebagaimana dijelaskan


oleh Rahardjo yaitu 2:

1. mempunyai bentuk tertulis;


2. hukum itu berlaku untuk seluruh wilayah negara; dan
3. hukum merupakan instrument yang dipakai secara sadar untuk mewujudkan
keputusan-keputusan politik masyarakatnya.

B .Karakteristik Hukum Modern


Hukum sebagaimana yang berlaku pada dunia sekarang ini, pada umumnya
termasuk hukum modern. Marc Galanter, sebagaimana dikutip oleh Prasetyo (2007: 198-
201) menyebut karakteristik hukum modern antara lain :

1
Di kalangan umat Islam, masa modern ini merupakan masa kebangkitan Islam. Rahman (1984: 311) menyebut
bahwa sejarah Islam di masa modern pada intinya adalah sejarah dampak Barat terhadap masyarakat Islam,
khususnya sejak abad ke-13 H/19 M. Banyak pengamat yang memandang Islam pada masa ini sebagai suatu
massa yang semi-mati yang menerima pukukan-pukulan destruktif atau pengaruh-pengaruh formatif dari Barat.
2
Rahardjo, Satjipto, , Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni. 1986) h 178-179
1. Uniform, terdiri atas peraturan-peraturan yang uniform dan tidak berbeda pula dengan
penerapannya. Penerapan hukum ini lebih cenderung bersifat teritorial daripada
personal. Artinya bahwa peraturan-peraturan yang sama dapat diterapkan bagi umat
segala agama, warga semua suku bangsa, daerah kasta dan golongan.
2. Transaksional; sistem hukum ini lebih cenderung untuk membagi hak dan kewajiban
yang timbul dari transaksi (perjanjian, kejahatan, kesalahan, dan lain-lain) dari pihak-
pihak yang bersangkutan daripada mengumpulkannya di dalam himpunan yang tak
berubah yang disebabkan oleh hal-hal menentukan di luar transaksi-transaksi tertentu.
Himpunan status hak dan kewajiban sebagaimana yang ada, lebih banyak didasarkan
atas fungsi atau kondisi duniawi daripada atas perbedaan kepatutan atau kehormatan
sakramental inheren.
3. Universal; cara-cara khusus pengaturan dibuat untuk memberikan contoh tentang
suatu patokan yang sahih bagi penerapannya secara umum daripada untuk
menunjukkan sifatnya yang unik dan intuitif.
4. Hierarki; terdapat suatu jaringan tingkat naik banding dan telaah ulang yang teratur
untuk menjamin bahwa tindakan lokal sejalan dengan patokan-patokan nasional. Hal
ini memungkinkan sistem itu menjadi uniform dan berlaku. Hierarki dengan supervisi
aktif badan bawahan semacam ini hendaknya dibedakan dari sistem hierarki dengan
pelimpahan fungsi kepada badan-badan bawahan yang memiliki diskresi penuh dalam
yurisdiksinya.
5. Birokrasi, untuk menjamin adanya uniformitas, sistem tersebut harus berlaku secara
impersonal dengan mengikuti prosedur tertulis untuk masing-masing kasus dan
memutuskan masing-masing kasus itu sejalan dengan peraturan yang tertulis pula.
6. Rasionalitas; peraturan dan prosedur dapat dipastikan dari sumber tertulis dengan
cara-cara yang dapat dipelajari dan disampaikan tanpa adanya bakat istimewa yang
non-rasional.
7. Profesionalisme; sistem tersebut dikelola oleh orang-orang yang dipilih melalui
persyaratan, yang dapat diuji untuk pekerjaan ini. Mereka adalah professional penuh,
bukannya orang-orang yang menangani secara sambil lalu.
8. Perantara; karena sistem itu menjadi lebih teknis dan lebih kompleks, maka ada
perantara professional khusus (yang berbeda dari sekedar professional biasa) di antara
mahkamah pengadilan dan orang-orang yang harus menanganinya itu.
9. Dapat diralat; tidak ada ketetapan mati dalam sistem prosedur itu. Sistem tersebut
berisi kode biasa untuk merevisi peraturan-peraturan dan prosedur, agar memenuhi
kebutuhan yang berubah-ubah atau untuk menyatakan kecenderungan yang berubah-
ubah.
10. Pengawasan politik; sistem demikian sangat berhubungan dengan negara yang
memiliki monopoli atas persengketaan di kawasannya.
11. Pembedaan; tugas untuk mendapatkan hukum dan menerapkannya pada kasus-kasus
konkrit dibedakan dari fungsi-fungsi kepemerintahan lainnya dalam hal personel dan
teknik.3
Apabila dicermati secara mendalam karakteristik-karakteristik hukum modern
tersebut dapat dilihat bahwa kesemua itu sesuai dengan karakteristik masyarakat dan
negara modern (modern state and society). Oleh karena itu, penulis akan melihat
masalah ini dengan perspektif perubahan sosial (social change) dari suatu kondisi kepada
kondisi yang lain, termasuk dalam hal ini perubahan masyarakat pada negara modern
(modern state), terutama perkembangan hukum Eropa Daratan.

perubahan pada suatu masyarakat sebagai perubahan yang didasari dengan aturan-
aturan primer (primary rules) menuju aturan-aturan sekunder (secondary rules). Aturan-
aturan primer berhubungan dengan aksi-aksi yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan oleh individu-individu, sedangkan aturan-aturan sekunder berhubungan dengan
penafsiran, penetapan, penerapan dan perubahan aturan-aturan primer.

Konsep hukum modern dalam pandangan Max Weber yakni memiliki ciriciri sebagai berikut:

1. Aturan-aturan hukum memiliki suatu kualitas normatif yang umum dan lebih abstrak.

2. Hukum modern adalah hukum positif, hasil keputusan yang diambil secara sadar.

3. Hukum modern diperkuat oleh kekuasaan yang memaksa dari negara dalam bentuk
sanksi yang diberikan dengan sengaja, dikaitkan dengan aturanaturan hukum yang
dapat berlaku melalui pengadilan-pengadilan, bilamana terjadi atas pelanggaran
aturan-aturan tersebut.

3
Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul Halim, , Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum (StudiPemikiran Ahli
Hukum Sepanjang Zaman), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007)h198-201
4. Hukum modern adalah sistematis, aturan-aturannya, prinsip-prinsipnya, konsep-
konsepnya dan doktrin-doktrinnya yang berbeda-beda. Serta bagian hukum prosedural
dan hukum material yang bermacam-macam, berhubungan satu sama lain sedemikian
rupa sehingga merupakan suatu sistem pemikiran normatif yang logis, rasional, atas
dasar di mana semua problem praktis yang bersifat hukum, pada prinsipnya dapat
dipecahkan menurut hukum.

5. Hukum modern adalah sekular, substansinya sama sekali terpisah dari pertimbangan
keagamaan dan etis, artinya kesahian tidak lagi tergantung dari kebenaran moralnya
dan prosedur-prosedurnya dibebaskan dari artiarti magis dan telah menjadi upaya
rasional untuk mencapai maksudmaksud yang rasional.4

Salah satu konsep hukum modern yang dituliskan oleh Max Weber adalah bahwa Hukum
modern adalah sekular, substansinya sama sekali terpisah daripertimbangan keagamaan dan
etis.
Dari segi peristilahan sekularisasi didefinisikan sebagai proses yang menuju pada keadaan
yang sekuler atau proses netralisasi dari setiap pengaruh agama. 5Yaitu paham yang ingin
memisahkan atau menetralisasi semua bidang ke-hidupan, seperti politik dan kenegaraan,
ekonomi, hukum, sosial-budaya dan ilmu pengetahuan-teknologi dari pengaruh agama.6

4
Yesmin Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, dan Pelaksanannya Dalam Penegakan Hukum di
Indonesia), (Bandung: Widya Padjajaran, 1988), h. 2-3.
5
15Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Study tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi HukumIslam, Implementasinya pada
Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta:Bulan Bintang, 2003), h. 102.
6
Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Study tentang Prinsip-prinsipnya..., h. 13.

Anda mungkin juga menyukai