Pendahuluan
Latar belakang
Perkembangan global saat ini telah membawa isu-isu antara lain demokratisasi, HAM,
Lingkungan Hidup, Kelangkaan Energi, Terorisme, Krisis Ekonomi Dunia dan
Pemanasan Global. Hal ini berpengaruh terhadap situasi keamanan di beberapa
kawasan dunia yang mengakibatkan ketidakstabilan keamanan kawasan. Jika
dicermati,kecenderungan perkembangan lingkungan strategis Global, Regional dan
Nasional dapat ditarik analisa, ancaman keamanan yang bersifat potensial meliputi
pemanasan global, berbagai macam pelanggaran di Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI), krisis finansial, Cyber Crime dan agresi militer asing.
Dari perkembangan konflik di dunia, nampaknya ada perkembangan baru yang perlu dicermati
oleh Indonesia. Konflik di kawasan Laut China Selatan dan bisa meluas ke kawasan Asia
Pasifik nampaknya hanya menunggu waktu. Dalam sebuah konflik, indonesia tidak bisa diam
dan menunggu tanpa melakukan perbaikan serta upgrade postur pertahanan. Ancaman masa
depan bukan hanya berupa ancaman nontradisional, tetapi ancaman tradisional mau tidak mau
akan menghantui negara-negara di kawasan.
Identifikasi persoalan yang dapat dirumuskan adalah
Persoalan tersebut penting untuk dibahas dan didiskusikan dalam essai ini karena saat
ini kerjasama antarnegara merupakan keniscayaan dan menjadi fenomena global
dengan berbagai kepentingan yang melatarbelakangi. Untuk itu penulis mencoba untuk
mendiskripsikan dalam tulisan ini dengan studi kepustakaan
Pembahasan
Data/fakta
Laporan lembaga kajian konflik, Institute for Policy Analysis of Conflict atau IPAC
berjudul The Expanding Role of the Indonesian Military menyoroti perkembangan TNI
selama beberapa bulan terakhir.
“Konsep ‘perang proksi’ milik TNI mengubah ancaman internasional menjadi bahaya
domestik dan karenanya membenarkan peran militer di ranah domestik. Semuanya,
mulai dari krisis asap sampai ke penyuaraan hak-hak LGBT menjadi bukti bahwa
musuh asing berupaya melemahkan Indonesia dari dalam,” kata Sidney Jones, Direktur
IPAC.
(http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160310_indonesia_militer_ipa
c)
vAnalisa
Terdapatnya trend yang menganggap kawasan Asia Pasifik pasca Cold War sebagai kawasan di
mana terjadi kompetisi tajam antara negara-negara besar dapat dikaitkan dengan perspektif
geopolitik ala geopolitikus ternama berasal Inggris bernama Sir Halford Mackinder. Tulisannya yang
berjudul The Geographic Pivot of History yang terbit tahun 1904, menyatakan bahwa daerah
pedalaman benua Eurasia merupakan daerah poros (pivot region) politik dan kekuatan dunia. Ia
kemudian mengusulkan adanya konsep The Heartland yang membentang mulai dari Laut Baltik dan
Laut Hitam di sebelah barat sampai sungai Yenisey di sebelah Timur. Sampai akhirnya Mackinder
pun berasumsi seperti ini “bahwa barang siapa yang menguasai Eropa Timur, ia akan
menguasai The Heartland (daerah jantung); barang siapa yang menguasai daerah jantung , ia akan
dapat menguasai benua Eurasia; dan barang siapa dapat menguasai Eurasia berarti ia akan dapat
menguasai dunia”.
Melalui logika berpikir geopolitik Mackinder, kini regional Asia Pasifik merupakan kawasan poros
sekaligus The Heartland yang baru bagi pertarungan kepentingan-kepentingan global. Dalam hal
ini, sejak berakhirnya Perang Dingin, kawasan tersebut telah memperlihatkan kemajuan-kemajuan
berarti dalam pembangunan ekonomi. Ini antara lain dibuktikan oleh interaksi yang intensif, tidak
hanya dalam bidang perdagangan tetapi juga dalam arus investasi dan teknologi. Asia Pasifik kini
menjadi intergrated manufacturing region dengan Jepang maupun Cina sebagai motor
pertumbuhan ekonomi kawasan. (http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?
lang=id&id=19987&type=4#.WNhN3WjhDIU)
d. Kendala mispersepsi masyarakat. Artinya, di era reformasi saat ini, masih ada yang
mempersepsikan secara keliru dan berpandangan negatif terhadap kegiatan
pengelolaan potensi pertahanan yang dilakukan oleh TNI. Sebagian kecil kelompok
menyatakan bahwa pengelolaan potensi pertahanan merupakan wajah lain dari ”Binter”
yang dijadikan sebagai sarana agar supaya TNI masuk kembali dalam politik.
Pengelolaan potensi pertahanan yang tercermin dalam pemberdayaan wilayah
pertahanan yang didalamnya terdapat latihan dasar kemiliteran dinilai secara negatif
sebagai ”militerisasi” masyarakat. Upaya memberdayakan rakyat dalam komponen
cadangan dan komponen pendukung diartikan sebagai mobilisasi oleh sebagian pihak.
Persepsi keliru dan pandangan negatif ini cenderung menjadi kendala bagi TNI dalam
menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan sebagaimana yang diamanatkan
dalam UU Pertahanan Negara dan UU TNI.
UPAYA
Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Potensi Pertahanan
Dalam menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan, diperlukan kebijakan dan
strategi sehingga akan mampu menggali segala potensi sumber daya nasional yang
ada di setiap daerah / wilayah sehingga dapat ditransformasikan sebagai sumber dan
potensi pertahanan. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan kebijakan dan strategi
pengelolaan potensi pertahanan yang sangat penting sebagai pedoman dalam
mengelola potensi pertahanan.
2. Kebijakan Anggaran
a. Memperbarui berbagai materiil yang dimiliki oleh satuan TNI AD, khususnya yang
ada di Kodam, Korem, Kodim, dan Koramil sebagai sarana untuk melakukan
pengelolaan potensi pertahanan.
b. Membangun berbagai sarana gedung, markas, dan pusat-pusat latihan dasar
kemiliteran sehingga menunjang pengelolaan potensi pertahanan.
c. Memodernisasi sarana transportasi, sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana
akomodasi, dll sehingga dapat mendukung pengelolaan potensi pertahanan.
Kendala
Uapaya/langkah-langkah
Penutup
Kesimpulan
Saran.
F. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik benang merah kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengelolaan potensi pertahanan merupakan program dan kegiatan yang sangat
penting dilakukan untuk mendukung sistem pertahanan semesta. Sistem pertahanan
semesta yang bertumpu pada kekuatan kemanunggalan TNI-Rakyat dapat berhasil
digelar apabila terdapat pengelolaan potensi pertahanan dan pemberdayaan wilayah
pertahanan secara dini oleh Pemerintah. Dalam konteks UU TNI, TNI bertugas
membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan dan
pemberdayaan wilayah pertahanan.
2. Dalam menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan saat ini menunjukkan
bahwa banyak sekali kendala yang dihadapi oleh TNI, seperti kendala payung hukum /
piranti lunak, anggaran, sarana prasarana, mispersepsi masyarakat dan mispersepsi
pemerintah terhadap pengelolaan sumber daya pertahanan.
3. Kebijakan dan strategi yang harus ditetapkan untuk mengelola potensi pertahanan
dalam rangka mendukung sistem pertahanan semesta dilakukan dengan cara
melengkapi payung hukum, mengalokasikan anggaran, memenuhi sarana prasarana,
memberikan pemahaman terhadap masyarakat terhadap pengelolaan potensi
pertahanan, dan mensinkronkan RTRW Pemda dan RUTR TNI.
Melihat kesimpulan di atas, maka dapat diformulasikan rekomendasi sebagai berikut :
1. Kepada Pemerintah, diharapkan segera mendesak kepada DPR untuk
menyelesaikaan dan merampungkan aturan UU yang mengatur tentang pengelolaan
potensi pertahanan, seperti UU Komponen Cadangan, UU Komponen Pendukung, UU
Latsarmil, UU Bela Negara, UU Mobilisasi dan Demobilisasi, dll.
2. Kepada DPR, khususnya kepada Komisi I DPR untuk segera menyetujui dan
mengesahkan aturan UU yang mengatur tentang pengelolaan potensi pertahanan,
seperti UU Komponen Cadangan, UU Komponen Pendukung, UU Latsarmil, UU Bela
Negara, UU Mobilisasi dan Demobilisasi, dll.
3. Kepada Pemerintah Daerah, diharapkan setiap tahunnya mengalokasikan anggaran
dalam APBD untuk pembiayaan pengelolaan potensi pertahanan yang dilakukan oleh
satuan TNI di daerahnya masing-masing.
4. Kepada DPRD, agar supaya bersama-sama dengan Pemda membuat Perda tentang
pengelolaan potensi pertahanan di wilayahnya masing-masing sehingga menjadi
payung hukum yang kuat, mengikat, dan sah.
5. Kepada Masyarakat, agar supaya memahami dan menyadari bahwa pengelolaan
potensi pertahanan merupakan tugas pemerintah (baik pusat dan daerah) dimana TNI
hanya membantu pemerintah, sehingga tidak perlu dikhawatirkan apalagi dicurigai
untuk melakukan militerisasi masyarakat.
Catatan Kaki
Lihat naskah UUD 1945, khususnya pada bagian pembukaan/preambule, dan pasal 30
ayat (1) dan (2).
Lihat UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, khususnya pada Bab I, pasal
1, ayat (2).
Lihat UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, khususnya pasal 7 ayat (1) dan (2).
Lihat daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2009 yang dikeluarkan oleh
DPR RI, dimana UU dimaksud masih antri untuk dibahas sehingga bisa dipastikan
masih akan berlangsung lama proses pengesahannya apalagi saat ini sedang terjadi
proses pergantian anggota DPR yang baru. http://dpr-mpr.go.id/prolegnas/uu/html.
DAFTAR PUSTAKA
1. UUD 1945
2. UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
3. UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI
4. Buku Putih Pertahanan RI, Departemen Pertahanan RI, Jakarta, 2003
5. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Dephan RI, Kebijakan Bidang Potensi
Pertahanan Tahun 2007, Makalah yang disampikan dalam Rapim Dephan RI Tahun
2007.
6. Jon Mackie, The Making Defence Strategy, London, Free Press, 2005
7. Antony Sallart, Weapon Don’t Make War, Boston, Aufresgh Press, 2007.
Pada 30 Juni 2015 lalu bangsa Indonesia berduka atas jatuhnya pesawat
Hercules milik TNI Angkatan Udara yang menewaskan ratusan
penumpangnya di Medan. Calon Panglima TNI, Jendral Gatot Nurmantyo
setelah lulus fit and proper tes DPR pada 1 Juli kemarin menegaskan akan
merombak sistem alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Kekuatan
militer Indonesia yang saat ini nomor 18 di dunia harus terus berbenah dan
berkembang. TNI AD sempat membuat sorotan media setelah
memenangkan lomba menembak di Autralia bulan Mei silam. Apalagi
senjata militer RI yang digunakan pada ajang tersebut diproduksi dalam
negeri yakni Pindad. Sehingga militer Amerika Serikat dan Australia yang
ikut dalam lomba tersebut sempat meminta agar senjata yang digunakan
TNI AD dibongkar. Tentu ini sebagai bentuk kecemburuan atas prestasi
militer TNI yang secara kekuatan jauh dibawah AS. Namun disisi lain
dengan tragedi jatuhnya pesawat TNI AU di Medan beberapa waktu lalu
menandakan bahwa sistem alutsista di negeri ini harus diperbarui. Bahkan
setelah kecelakaan yang menewaskan beberapa tentara AU, Presiden
memerintahkan menteri pertahanan untuk merombak system alutsista.
Tahun 2015 ini TNI mendapat anggaran sebsar Rp 96 triliun dari APBN
termasuk untuk pembelian alutsista. Proses modernisasi militer Indonesia
yang sudah dijalankan sejak tahun 2004 sampai saat ini sudah
menunjukkan peningkatan kekuatan militer Indonesia. Hal ini merupakan
buah dari komitmen pemerintah Indonesia yang tidak ingin harga diri
bangsa Indonesia dilecehkan oleh negara lain. Dan komitmen ini meski
belum berjalan sempurna sudah berada pada jalur yang cukup tepat untuk
membawa perubahan berarti di kekuatan militer Indonesia. Jika dulu
sebelum tahun 2004, kondisi militer Indonesia sangatlah memprihatinkan
karena kebanyakan alutsista TNI sudah dalam kondisi tua dan sudah
memerlukan peremajaan segera. Keadaan semakin parah ketika tahun
1999-2005 militer Indonesia menerima sanksi embargo dari Amerika dan
sekutunya yang membuat banyak sekali alutsista TNI akhirnya mangkrak
karena kekurangan suku cadang. Pesawat tempur Indonesia adalah salah
satu yang paling parah ketika embargo militer Indonesia pada tahun 1999-
2005 tersebut. Ketika itu, pesawat tempur Indonesia yang kebanyakan
adalah buatan Amerika tidak bisa terbang karena tidak adanya suku
cadang. Pesawat tempur F-16 Falcon hanya beberapa unit yang bisa
terbang, itupun dengan mengorbankan pesawat F-16 lain untuk
‘dikanibalisasi’ untuk diambil bagiannya dan dijadikan sparepart bagi
pesawat F-16 yang masih bisa terbang. Pesawat tempur lain seperti F-5
yang juga buatan Amerika juga mengalami nasib yang tidak jauh beda.
Praktis pesawat tempur andalan Indonesia ketika itu hanyalah 2 skuadron
Hawk-109/209 yang baru tiba dari Inggris. Pesawat tempur Hawk-109/209
ini bahkan pernah hampir bentrok dengan pesawat tempur F/A-18 Hornet
milik Australia yang memprovokasi Indonesia. Alutsista TNI AU untuk
periode tahun 2015-2020 ini pada awalnya masih akan didominasi
kedatangan alutsista TNI terbaru yang dibeli pada masa pemerintahan
Presiden SBY tahun 2009-2014 lalu. Sebagai contoh adalah kedatangan
beberapa jenis pesawat tempur Indonesia yang sudah dipesan
sebelumnya dari luar negeri. Diantaranya adalah 24 unit pesawat tempur
F-16 setara Block 52 dari Amerika yang baru 5 unit saja yang tiba di
Indonesia. Sisanya sebanyak 19 unit akan datang kembali sepanjang
tahun 2015 ini. Alutsista TNI AU lainnya yang merupakan bagian dari
pembelian di era pemerintahan SBY tahun 2009-2014 adalah pesawat
tempur anti gerilya EMB-314 Super Tocano dari Brazil. Dari 16 unit yang
dipesan Indonesia, baru 8 unit yang tiba sampai tahun 2014 lal dan sisanya
akan datang ditahun 2015-2016 ini. Meski datangnya di era pemerintahan
Jokowi, alutsista TNI AU ini dibelinya dimasa pemerintahan SBY. Lalu apa
saja alutsista TNI terbaru untuk TNI AU yang akan dibeli oleh
pemerintahan Presiden Jokowi tahun 2015-2020? Alutsista TNI
terbaru yang pasti dibeli dimasa pemerintahan Presiden Jokowi adalah
alutsista pengganti pesawat tempur F-5 TNI AU. Sebanyak satu skuadron
pesawat tempur F-5 akan segera diganti oleh pesawat tempur canggih
dimana kandidatnya adalah F-16 Block 60, Su-35 BM dan Gripen E/F.
Kemungkinan kepastian apa alutsista TNI terbaru pengganti F-5 ini akan
diumumkan pada tahun 2015 ini. Selain pengganti F-5, ada juga
kemungkinan pesawat tempur Indonesia akan ditambah lagi dengan
pengadaan satu skuadron pesawat tempur setelah pengganti F-5
diumumkan. Namun penambahan pesawat tempur Indonesia setelah
pengganti F-5 ini masih sebatas prediksi penulis saja. Bisa saja prediksi
penambahan alutsista TNI ini baru direalisasikan di tahun 2020 ketas nanti.
Kekuatan Alutsista Setelah disetujui sebagai Panglima TNI, Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo memuji pemahaman
para anggota Komisi I DPR terhadap tugas TNI dan ancaman yang harus
dihadapi. Terkait masalah alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang
menjadi sorotan banyak pihak menyusul jatuhnya pesawat Hercules di
Medan, Gatot menyatakan pihaknya sudah berkomitmen bersama Komisi I
DPR bahwa alutsista harus menggunakan pesawat udara baru. Sebuah
analisis yang dipublikasikan Global Fire Power belum lama ini memberikan
evidence yang obyektif untuk menunjukkan peta kekuatan militer negara-
negara di seluruh dunia. Berdasarkan uji data yang mendukung kekuatan
militer, daya tahan, stamina dan survival yang mendukungnya, Indonesia
berada pada tempat terhormat, di urutan ke 18, menduduki puncak
klasemen di kawasan ASEAN, bahkan mengungguli kekuatan Australia
yang ada di posisi ke 24 ranking militer seluruh dunia. Urutan 10 besar
ranking militer se dunia dipegang secara berturut-turut : AS, Rusia, China,
India, Inggris, Turki, Korsel, Perancis, Jepang dan Israel. Kemudian urutan
11 sampai dengan 20 besar adalah Brasil, Iran, Jerman, Taiwan, Pakistan,
Mesir, Italia, Indonesia, Thailand dan Ukraina. Ranking negara ASEAN
yang lain adalah Filipina ada di posisi ke 23, Malaysia posisi ke 27, Jumlah
penduduk: 253,609,643 Tenaga kerja : 129,075,188 Personil aktif :
476.000 Personil aktif Reserve: 400.000 Reaching military age annualy :
4.455.139 Kekuatan Di darat Tank tempur utama, light tank dan tank
penghancur Termasuk jg pengangkut personel lapis baja (APC) dan
Infantry Fighting kendaraan (model APC). TanK: 468 UNIT Lapis baja
(AFVs): 1,089 Self-propelled senjata (SPGs): 37 Artileri: 80 MLRS: 86
Kekuatan Udara Jumlah pesawat tempur termasuk pesawat sayap tetap
dan rotary. Jumlah pesawat: 405 Pesawat tempur/sergap: 30 Pesawat
bersayap tetap: 52 Pesawat Transportasi : 187 Pesawat latih: 104 Pesawat
lain: 148 Helikopter serbu : 5 Kekuatan Angkatan Laut Jumlah kapal
perang dan beberapa material yg lainnya. Kapal perang: 171 Kapal induk:
0 Fregat: 6 Kapal perusak: 0 Kapal Corvette: 26 Kapal selam: 2
Pertahanan pantai : 21 Mine Warfare: 12 KEUANGAN (dalam USD)
Terlepas dari kekuatan memanfaatkan militer dalam jumlah, perang masih
didorong oleh pembiayaan sebanyak apapun. Anggaran pertahanan:
$6,900,000,000 External debt : $223,800,000,000 Reserves of foreign
exchange and gold : $83,450,000,000 PPP: $1,285,000,000,000 Sumber
GFP 2015.
engketa kawasan beberapa negara di Laut Cina Selatan, khususnya konflik atas Kepulauan
(disingkat: Kep) Spratly dan Kep Paracel ternyata memiliki referensi panjang. Berbagai
literatur menyatakan bahwa perebutan keduanya semenjak dulu memang melibatkan banyak
negara, antara lain Inggris, Prancis, Jepang, Vietnam dan Cina. Tampaknya kini lebih banyak
lagi peserta yang masuk lingkaran sengketa, terutama sejak Komisi PBB tentang Batas Landas
Kontinen pada Mei 2009 menetapkan pengajuan klaim untuk rak kontinental diperpanjang di
luar 200 mil garis pantai. Akibatnya Vietnam, Malaysia, dan lain-lain baik secara terpisah atau
bersama-sama mengajukan perpanjangan. Ini memicu protes Cina.
Dalam materi kuliah umumnya yang berjudul “Jati Diri Kebangsaan”, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo
yang didampingi Rektor Unair Prof. Dr. Moch. Nasih, MT, S.E., Ak, menyampaikan bahwa, kita
semua harus memahami apa sebenarnya ancaman bangsa Indonesia ke depan. Hal ini penting
untuk memberikan warning bagi generasi muda, bahwa ke depan bangsa ini seperti apa.
"Yang ditakuti oleh negara-negara lain itu bukan tentaranya tapi rakyatnya, karena apabila rakyatnya
bersatu maka akan menjadi kekuatan yang besar bagi suatu negara," kata Panglima TNI dalam
keterangannya, Rabu (11/11).
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo juga menyampaikan tentang pergeseran peta konflik
dunia pada masa depan. Di prediksi seiring dengan habisnya sumber energi fosil, konflik yang
terjadi berlatar belakang penguasaan energy fosil, maka konflik masa depan akan bermotif
penguasaan sumber pangan, air bersih dan energi hayati yang semuanya berada satu lokasi yaitu di
daerah ekuator.
Dihadapkan pada kondisi geografis Indonesia yang memiliki potensi vegetasi sepanjang tahun dan
kekayaan alamnya maka Indonesia merupakan sumber energi, sumber pangan dan sumber air
bersih yang akan menjadi incaran kepentingan nasional negara-negara asing di masa depan.
"Agar Indonesia ke depan tidak memburuk karena kehabisan sumber energy hayati, pangan,
sumber air, maka harus adanya revolusi mental dengan menjalankan dan mengamalkan Pancasila
dari sila pertama sampai kelima dengan benar, berdemokrasi sesuai dengan Pancasila maka
kemakmuran dan keadilan akan bisa terwujud di Indonesia, ucap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Mengakhiri kuliah umumnya, Panglima TNI berpesan kepada para mahasiswa agar kalian harus
bermimpi yang setinggi-tingginya, mimpi atau cita-cita bisa terwujud apabila selalu konsisten dalam
bermimpi dan berdoa, mimpi dan berdoa harus konsisten, selanjutnya harus fokus, optimis untuk
meraih mimpi tersebut dan yang lebih penting adalah melakukan eksen untuk meraihnya.
Sementara itu, Rektor Unair Prof. Dr. Moch Nasih, MT, S.E., Ak, merasa bersyukur atas kedatangan
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ke kampus Unair dan memberikan kuliah umum,
sehingga mahasiswa mendapat pandangan, wawasan dan inspirasi, dan dapat diterapkan serta
dapat meningkatkan pengabdian mahasiswa kepada bangsa dan Negara, khususnya dalam
pemahaman masalah Jati Diri Kebangsaan.