Anda di halaman 1dari 16

RELEVANSI DOKTRIN TNI AD KARTIKA EKA PAKSI DALAM MENJAWAB

ANCAMAN WILAYAH PERTAHANAN DARAT YANG SEMAKIN KOMPLEKS

Pendahuluan

Latar belakang

Perkembangan global saat ini telah membawa isu-isu antara lain demokratisasi, HAM,
Lingkungan Hidup, Kelangkaan Energi, Terorisme, Krisis Ekonomi Dunia dan
Pemanasan Global. Hal ini berpengaruh terhadap situasi keamanan di beberapa
kawasan dunia yang mengakibatkan ketidakstabilan keamanan kawasan. Jika
dicermati,kecenderungan perkembangan lingkungan strategis Global, Regional dan
Nasional dapat ditarik analisa, ancaman keamanan yang bersifat potensial meliputi
pemanasan global, berbagai macam pelanggaran di Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI), krisis finansial, Cyber Crime dan agresi militer asing.
Dari perkembangan konflik di dunia, nampaknya ada perkembangan baru yang perlu dicermati
oleh Indonesia. Konflik di kawasan Laut China Selatan dan bisa meluas ke kawasan Asia
Pasifik nampaknya hanya menunggu waktu. Dalam sebuah konflik, indonesia tidak bisa diam
dan menunggu tanpa melakukan perbaikan serta upgrade postur pertahanan. Ancaman masa
depan bukan hanya berupa ancaman nontradisional, tetapi ancaman tradisional mau tidak mau
akan menghantui negara-negara di kawasan.
Identifikasi persoalan yang dapat dirumuskan adalah

1. Keselarasan Doktrin Hanneg Antar Elemen Nasional

2. Dinamika Keamanan Lingkungan Strategis Di Kawasan

3. Kompetisi Modernisasi Alutsista

4. Skenario Ancaman Yang Paling Berbahaya

5. Pergeseran Potensi Konflik

6. Perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi

Persoalan tersebut penting untuk dibahas dan didiskusikan dalam essai ini karena saat
ini kerjasama antarnegara merupakan keniscayaan dan menjadi fenomena global
dengan berbagai kepentingan yang melatarbelakangi. Untuk itu penulis mencoba untuk
mendiskripsikan dalam tulisan ini dengan studi kepustakaan

Permasalahan. apakah DOKTRIN TNI AD KARTIKA EKA PAKSI masih RELEVAN


DALAM MENJAWAB ANCAMAN WILAYAH PERTAHANAN DARAT YANG
SEMAKIN KOMPLEKS ?
Adapun nilai guna dari penulisan esai ini adalah: pertama, Kegunaan Teoritis dimana
esai ini diharapkan dapat menyumbangkan pengembangan keilmuan untuk penulis
esai selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan kerjasama antar negara, kedua
kegunaan Praktis yaitu harapan penulis agar hasil tulisan esai ini dapat dijadikan
sebagai informasi bagi para Pasis maupun pembaca tentang bentuk-bentuk kerjasama
kawasan serta pengaruhnya terhadap Indonesia atau Asean . Sedangkan maksud
penulisan esai ini adalah untuk bahan diskusi tentang kerjasama antar negara di
kawasan dan tujuannya sebagai bahan acuan dan referensi bagi penulis untuk
mengetahui kerjasama antar negara di kawasan saat ini. Ruang lingkup pembahasan
dibatasi sesuai dengan identifikasi persoalan yang telah penulis kemukakan di atas.

Pembahasan

Data/fakta

Laporan lembaga kajian konflik, Institute for Policy Analysis of Conflict atau IPAC
berjudul The Expanding Role of the Indonesian Military menyoroti perkembangan TNI
selama beberapa bulan terakhir.

“Konsep ‘perang proksi’ milik TNI mengubah ancaman internasional menjadi bahaya
domestik dan karenanya membenarkan peran militer di ranah domestik. Semuanya,
mulai dari krisis asap sampai ke penyuaraan hak-hak LGBT menjadi bukti bahwa
musuh asing berupaya melemahkan Indonesia dari dalam,” kata Sidney Jones, Direktur
IPAC.
(http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160310_indonesia_militer_ipa
c)

vAnalisa

Terdapatnya trend yang menganggap kawasan Asia Pasifik pasca Cold War sebagai kawasan di
mana terjadi kompetisi tajam antara negara-negara besar dapat dikaitkan dengan perspektif
geopolitik ala geopolitikus ternama berasal Inggris bernama Sir Halford Mackinder. Tulisannya yang
berjudul The Geographic Pivot of History yang terbit tahun 1904, menyatakan bahwa daerah
pedalaman benua Eurasia merupakan daerah poros (pivot region) politik dan kekuatan dunia. Ia
kemudian mengusulkan adanya konsep The Heartland yang membentang mulai dari Laut Baltik dan
Laut Hitam di sebelah barat sampai sungai Yenisey di sebelah Timur. Sampai akhirnya Mackinder
pun berasumsi seperti ini “bahwa barang siapa yang menguasai Eropa Timur, ia akan
menguasai The Heartland (daerah jantung); barang siapa yang menguasai daerah jantung , ia akan
dapat menguasai benua Eurasia; dan barang siapa dapat menguasai Eurasia berarti ia akan dapat
menguasai dunia”.

Melalui logika berpikir geopolitik Mackinder, kini regional Asia Pasifik merupakan kawasan poros
sekaligus The Heartland yang baru bagi pertarungan kepentingan-kepentingan global. Dalam hal
ini, sejak berakhirnya Perang Dingin, kawasan tersebut telah memperlihatkan kemajuan-kemajuan
berarti dalam pembangunan ekonomi. Ini antara lain dibuktikan oleh interaksi yang intensif, tidak
hanya dalam bidang perdagangan tetapi juga dalam arus investasi dan teknologi. Asia Pasifik kini
menjadi intergrated manufacturing region dengan Jepang maupun Cina sebagai motor
pertumbuhan ekonomi kawasan. (http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?
lang=id&id=19987&type=4#.WNhN3WjhDIU)

1. Keselarasan Doktrin Hanneg Antar Elemen Nasional


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
tugas Menhan menetapkan kebijakan tentang Penyelenggaraan Pertahanan Negara
berdasarkan kebijakan umum yang ditetapkan Presiden, sedangkan Panglima TNI
sebagai pengguna segenap komponen pertahanan negara dalam penyelenggaraan
operasi militer berdasarkan undang-undang.
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,
mengamanatkan bahwa TNI berperan sebagai alat pertahanan negara yang dalam
menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Kedudukan dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer di bawah Presiden,
sedangkan dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan adminstrasi, TNI
dibawah koordinasi Dephan. Pengelolaan Sishankamrata pada masa lalu dilaksanakan
oleh TNI, karena Panglima TNI masih merangkap sebagai Menhankam dan
implementasi pelaksanaannya di daerah dilaksanakan oleh PTF di Daerah yang
dibentuk melalui Keputusan Menhankam Nomor : Kep/012/VIII/1988 tanggal 31
Agustus 1988 tentang Penyelenggara Tugas dan Fungsi Dephan di Daerah, dan Surat
Keputusan Menhankam Nomor : Skep/1357/VIII/1988 tentang Pokok-Pokok Mekanisme
Pelaksanaan Program dan Anggaran dalam rangka PTF Dephan di Daerah.
Tugas Dephan selaku pengemban fungsi pemerintahan di bidang pertahanan, termasuk
didalamnya adalah mengelola sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.
Struktur organisasi Dephan saat ini belum menjangkau untuk melaksanakan
pengelolaan sumber daya nasional dan penyiapan ketiga komponen pertahanan secara
optimal diseluruh tanah air. Dengan demikian, Dephan memerlukan kepanjangan
tangan untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya nasional tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menhankam Nomor : Kep/012/VIII/1988 Kodam ditunjuk
sebagai PTF Dephan di daerah. Dengan adanya beberapa undang-undang baru di era
reformasi, pelaksanaan tugas Kodam sebagai PTF Dephan menjadi rancu dengan
tugas TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan yang tidak lagi menyentuh fungsi
pemerintah. Kerancuan ini disebabkan belum tegasnya dan belum dipahaminya bahwa
pertahanan negara adalah fungsi pemerintah. Artinya dengan wacana yang
berkembang saat ini belum dipahami benar bahwa peran TNI dalam pertahanan adalah
alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan
kebijakan dan keputusan politik negara.
Dari kaca mata ini maka penunjukan Kodam sebagai PTF Dephan di daerah
dapat dipandang sebagai keputusan politik pemerintah kepada TNI untuk
melaksanakan tugas sesuai UU Nomor 34 Tahun 2004 pasal 7 ayat 2 huruf ‘b’ butir 8
yang berbunyi: “memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya
secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta”.

D. Kendala Pengelolaan Potensi Pertahanan

Dalam prakteknya, upaya penyelenggaraan potensi pertahanan yang dilakukan oleh


TNI, khususnya TNI AD, mengalami beberapa kendala, antara lain :

a. Kendala payung hukum. Artinya, pengelolaan potensi pertahanan menghadapi


ketidakjelasan payung hukum. Ketidakjelasan payung hukum dimaksud adalah belum
dijabarkannya UU Pertahanan Negara dan UU TNI yang mengatur mengenai
pengelolaan potensi pertahanan. Untuk melaksanakan pengelolaan potensi
pertahanan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI mengamanatkan agar merumuskan
payung hukum turunan, berupa UU Komponen Cadangan, UU Komponen Pendukung,
UU Latsarmil, UU Bela Negara, UU Mobilisasi dan Demobilisasi, serta UU Pendidikan
Kewarganegaraan. Padahal, UU tersebut merupakan ”roh” dari sistem pertahanan
keamanan rakyat semesta (sishankamrata) sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
Sampai saat ini, UU tersebut masih dalam proses penggodokan antara Pemerintah dan
DPR sehingga belum dapat disahkan menjadi UU. Padahal, payung hukum tersebut
sangat diperlukan bagi Kodam dan Korem di seluruh Indonesia untuk melaksanakan
pengelolaan potensi pertahanan. Lamanya proses pengesahan UU tersebut
menunjukkan bahwa pengelolaan potensi pertahanan belum menjadi skala prioritas
bagi semua pihak, khususnya DPR (Komisi I DPR) sebagai lembaga legislasi nasional.

b. Kendala anggaran. Artinya, pengelolaan potensi pertahanan menghadapi kendala


alokasi anggaran yang serba terbatas, minim dan kurang mencukupi. Alokasi anggaran
TNI dalam APBN yang masih relatif kecil belum mampu secara optimal membiayai
pengelolaan potensi pertahanan. Sementara itu, pemerintah daerah di era otonomi
daerah saat ini kurang peduli dan kurang perhatian terhadap masalah pengelolaan
potensi pertahanan. Pemerintah Daerah menganggap bahwa masalah pengelolaan
potensi pertahanan merupakan masalah pertahanan negara yang dalam UU Otonomi
Daerah (UU No 32/2004) merupakan tugas Pemerintah Pusat, sehingga tidak perlu ada
alokasi anggaran dalam APBD setiap tahunnya bagi pengelolaan potensi pertahanan di
daerah. Padahal, sangat jelas ditegaskan dalam UU TNI, bahwa dalam konteks
pengelolaan potensi pertahanan, TNI hanya membantu pemerintah saja, sehingga
pemerintah (pusat dan daerah) harus memahami dan membiayai program tersebut
secara rutin setiap tahunnya dalam APBD.

c. Kendala sarana prasarana. Artinya, dalam menyelenggarakan pemberdayaan


wilayah pertahanan, TNI mengalami hambatan terbatasnya sarana prasarana yang
dimiliki. Sarana transportasi, sarana informasi, sarana komunikasi, dan sarana lainnya
yang dimiliki oleh TNI sangat terbatas sehingga kurang mendukung pengelolaan
potensi pertahanan. TNI memerlukan sarana prasarana yang memadai dalam
menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran, melatih rakyat dalam upaya bela
negara, membentuk satuan-satuan komponen cadangan dan komponen pendukung
pertahanan negara.

d. Kendala mispersepsi masyarakat. Artinya, di era reformasi saat ini, masih ada yang
mempersepsikan secara keliru dan berpandangan negatif terhadap kegiatan
pengelolaan potensi pertahanan yang dilakukan oleh TNI. Sebagian kecil kelompok
menyatakan bahwa pengelolaan potensi pertahanan merupakan wajah lain dari ”Binter”
yang dijadikan sebagai sarana agar supaya TNI masuk kembali dalam politik.
Pengelolaan potensi pertahanan yang tercermin dalam pemberdayaan wilayah
pertahanan yang didalamnya terdapat latihan dasar kemiliteran dinilai secara negatif
sebagai ”militerisasi” masyarakat. Upaya memberdayakan rakyat dalam komponen
cadangan dan komponen pendukung diartikan sebagai mobilisasi oleh sebagian pihak.
Persepsi keliru dan pandangan negatif ini cenderung menjadi kendala bagi TNI dalam
menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan sebagaimana yang diamanatkan
dalam UU Pertahanan Negara dan UU TNI.

e. Kendala Mispersepsi Pemerintah Daerah. Artinya, di era desentralisasi dan otonomi


daerah saat ini, berbagai kebijakan pemerintah daerah, baik Propinsi, Kabupaten /
Kota, khususnya kebijakan penyusunan RTRW seringkali tidak pernah melibatkan
satuan TNI di daerah, baik Kodam, Korem maupun Kodim. Masih terdapat mispersepsi
di kalangan pemerintah daerah dimana penyusunan RTRW dianggap tidak ada
kaitannya dengan TNI. RTRW selalu dinilai dari aspek pembangunan ekonomi dan
kurang memperhatikan aspek pertahanan. Padahal, satuan TNI di daerah juga selalu
menyusun RUTR Pertahanan yang sebenarnya perlu diselaraskan dengan RTRW
Pemda.

UPAYA
Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Potensi Pertahanan
Dalam menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan, diperlukan kebijakan dan
strategi sehingga akan mampu menggali segala potensi sumber daya nasional yang
ada di setiap daerah / wilayah sehingga dapat ditransformasikan sebagai sumber dan
potensi pertahanan. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan kebijakan dan strategi
pengelolaan potensi pertahanan yang sangat penting sebagai pedoman dalam
mengelola potensi pertahanan.

1. Kebijakan Payung Hukum


“Melengkapi payung hukum (berupa UU dan Peraturan Pemerintah) yang
mengatur secara tegas dan detail tentang teknis, prosedur dan mekanisme peran TNI
dalam membantu pemerintah menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan”.
Strategi yang dirumuskan untuk mencapai kebijakan tersebut adalah, antara lain :
a. Mempercepat pengesahan RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara menjadi
UU melalui proses legislasi untuk membentuk kekuatan nyata yang dapat demobilisasi
menghadapi ancaman militer.

b. Mempercepat pengesahan RUU Komponen Pendukung Pertahanan Negara menjadi


UU untuk memberikan koridor, rambu-rambu serta peluang bagi tiap-tiap elemen
sumber daya nasional atas kontribusinya terhadap kepentingan pertahanan.
c. Mempercepat pengesahan RUU Latihan Dasar Kemiliteran menjadi UU terhadap
semua warga negara atau terbatas pada warga negara yang memerlukan persyaratan
tertentu untuk menjadi anggota komponen cadangan.
d. Mempercepat pengesahan RUU Bela Negara menjadi UU, dimana dalam
penyusunannya melibatkan instansi TNI, Dephan dan instansi terkait.
e. Merevisi UU Mobilisasi dan Demobilisasi yang disesuaikan dengan UU Haneg dan
UU TNI.

f. Merevisi UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (UU Otonomi


Daerah) yang mengatur klausul tentang bidang pertahanan dan keamanan yang
menjadi urusan Pemerintah Pusat. Pasal tersebut perlu diberi penjelasan lebih detail
karena realitas saat ini menunjukkan bahwa sebagian Pemerintah Daerah cenderung
kurang peduli dengan masalah pertahanan dan keamanan karena dianggap sebagai
urusan Pusat (TNI). Dengan adanya revisi, pengelolaan potensi pertahanan sudah
selayaknya menjadi tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah pusat maupun
daerah, sehingga perlu ada alokasi APBD untuk pengelolaan potensi pertahanan.
g. Menyusun PP, Perpres, dan Permen, sebagai penjabaran dari UU Komponen
Cadangan dan Pendukung Pertahanan Negara, yang mengatur pola pembinaan dan
prosedur pemberdayaan unsur-unsur dalam komponen cadangan dan pendukung yang
berkekuatan hukum dan kekuatan moral yang mengikat semua departemen/instansi
terkait.
h. Menyusun Juklak/juknis/jukmin pembinaan Komponen Cadangan dan Pendukung
Pertahanan Negara dalam membantu pemerintah/Dephan sesuai dengan pasal 7 (2b)
UU TNI sebagai pedoman dan timbul keseragaman dan keselarasan dalam
pelaksanaan di lapangan.

i. Menyusun dokumen Postur Komponen Cadangan dan Pendukung Pertahanan


Negara, baik dalam jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
j. Merumuskan model pemberdayaan wilayah pertahanan yang berlaku nasional,
mengakomodasi isu-isu kritis di masing-masing wilayah, melibatkan seluruh komponen
masyarakat, dan dapat digladikan atau dilatihkan pada masyarakat, dalam rangka
mencapai sistem pertahanan semesta.

2. Kebijakan Anggaran

“Memberikan pemahaman dan penyadaran kepada pemerintah dan Pemerintah Daerah


bahwa masalah pengelolaan potensi pertahanan dan pemberdayaan wilayah
pertahanan negara merupakan tanggungjawab bersama sehingga harus ada alokasi
anggaran dalam APBD setiap tahunnya untuk membiayai program pengelolaan potensi
pertahanan”.
Strategi yang ditempuh untuk mencapai kebijakan tersebut adalah, antara lain :
a. Mengalokasikan anggaran rutin dalam APBN dan APBD bagi TNI untuk pembinaan
sumber daya pertahanan negara.
b. Mengalokasikan anggaran operasional dalam APBN dan APBD bagi TNI untuk
pembinaan sumber daya pertahanan negara.
c. Mengalokasikan anggaran pembinaan dalam APBN dan APBD bagi TNI untuk
membina sumber daya pertahanan negara.

3. Kebijakan Sarana Prasarana

Memenuhi sarana prasarana yang ada di lingkungan TNI, khususnya Kodam-Kodam


dan Korem-Korem di daerah yang mengemban fungsi sebagai PTF Dephan, sehingga
dapat menunjang pelaksanaan tugas dalam menyelenggarakan pelatihan dasar
kemiliteran, pendidikan bela negara, dan membentuk satuan-satuan komponen
cadangan dan komponen pendukung pertahanan negara.
Strategi yang dijalankan untuk mencapai kebijakan tersebut adalah, antara lain :

a. Memperbarui berbagai materiil yang dimiliki oleh satuan TNI AD, khususnya yang
ada di Kodam, Korem, Kodim, dan Koramil sebagai sarana untuk melakukan
pengelolaan potensi pertahanan.
b. Membangun berbagai sarana gedung, markas, dan pusat-pusat latihan dasar
kemiliteran sehingga menunjang pengelolaan potensi pertahanan.
c. Memodernisasi sarana transportasi, sarana komunikasi, sarana kesehatan, sarana
akomodasi, dll sehingga dapat mendukung pengelolaan potensi pertahanan.

4. Kebijakan Sinergitas Masyarakat


“Melakukan sosialisasi secara rutin kepada seluruh komponen masyarakat
tentang program pengelolaan potensi pertahanan yang merupakan amanat UU
Pertahanan Negara dan UU TNI dan memberikan pemahaman bahwa pengelolaan
potensi pertahanan pertahanan bukan sebagai sarana bagi TNI masuk dalam politik,
melainkan sebagai upaya mendukung sistem pertahanan semesta.
Strategi yang ditetapkan untuk mencapai kebijakan tersebut adalah, antara lain :
a. Menyelenggarakan dialog / diskusi dengan para tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh pemuda, tokoh adat, dll mengenai pengelolaan potensi pertahanan sehingga
terwujud persepsi yang sama.
b. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat di berbagai lapisan, termasuk di
kalangan masyarakat kampus dan mahasiswa tentang pengelolaan potensi pertahanan
sehingga terrcapai kesamaan pandangan.
c. Menggelar seminar / workshop dengan unsur LSM, Ormas, dan tokoh intelektual
tentang bagaimana mengelola potensi pertahanan di wilayahnya masing-masing
sehingga tercapai kesadaran tentang pentingnya mengelola potensi pertahanan.
d. Melakukan sosialisasi melalui media cetak dan media elektronik kepada masyarakat
agar supaya mereka menyadari dan memahami bahwa pengelolaan potensi
pertahanan bukanlah program TNI namun merupaakan program pemerintah sehingga
masyarakat dapat menerimanya dengan tulus iklhas.

5. Kebijakan Sinergitas Pemerintah Daerah


“Melakukan sinkronisasi dalam penyusunan RTRW Pembangunan Pemda
dengan RUTR Pertahanan TNI di masing-masing daerah sehingga akan akan tercapai
proses pembangunan wilayah yang berbasis pada pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach).
Strategi yang dipergunakan untuk mencapai kebijakan tersebut adalah, antara lain :
a. Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Daerah, khususnya Bapeda, dalam
menyusun RTRW harus memperhatikan RUTR Pertahanan yang dibuat oleh TNI di
masing-masing wilayah.
b. Memberikan pemahaman kepada DPRD, khususnya panitia khusus yang membahas
Perda RTRW, untuk mengajak diskusi dan dialog dengan satuan TNI di wilayahnya
masing-masing ketika membahas penggodokan Perda RTRW.
c. Mengusulkan kepada Pemerintah Daerah, khususnya Gubernur, Bupati dan
Walikota, agar supaya ada perwakilan dari unsure TNI dalam membahas RTRW
sehingga dapat disinkronkan dengan RUTR TNI.

2. Dinamika Keamanan Lingkungan Strategis Di Kawasan

Kendala

Uapaya/langkah-langkah
Penutup

Kesimpulan

Saran.

[KESELARASAN DOKTRIN HANNEG ANTAR ELEMEN NASIONAL

F. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik benang merah kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengelolaan potensi pertahanan merupakan program dan kegiatan yang sangat
penting dilakukan untuk mendukung sistem pertahanan semesta. Sistem pertahanan
semesta yang bertumpu pada kekuatan kemanunggalan TNI-Rakyat dapat berhasil
digelar apabila terdapat pengelolaan potensi pertahanan dan pemberdayaan wilayah
pertahanan secara dini oleh Pemerintah. Dalam konteks UU TNI, TNI bertugas
membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan dan
pemberdayaan wilayah pertahanan.
2. Dalam menyelenggarakan pengelolaan potensi pertahanan saat ini menunjukkan
bahwa banyak sekali kendala yang dihadapi oleh TNI, seperti kendala payung hukum /
piranti lunak, anggaran, sarana prasarana, mispersepsi masyarakat dan mispersepsi
pemerintah terhadap pengelolaan sumber daya pertahanan.
3. Kebijakan dan strategi yang harus ditetapkan untuk mengelola potensi pertahanan
dalam rangka mendukung sistem pertahanan semesta dilakukan dengan cara
melengkapi payung hukum, mengalokasikan anggaran, memenuhi sarana prasarana,
memberikan pemahaman terhadap masyarakat terhadap pengelolaan potensi
pertahanan, dan mensinkronkan RTRW Pemda dan RUTR TNI.
Melihat kesimpulan di atas, maka dapat diformulasikan rekomendasi sebagai berikut :
1. Kepada Pemerintah, diharapkan segera mendesak kepada DPR untuk
menyelesaikaan dan merampungkan aturan UU yang mengatur tentang pengelolaan
potensi pertahanan, seperti UU Komponen Cadangan, UU Komponen Pendukung, UU
Latsarmil, UU Bela Negara, UU Mobilisasi dan Demobilisasi, dll.
2. Kepada DPR, khususnya kepada Komisi I DPR untuk segera menyetujui dan
mengesahkan aturan UU yang mengatur tentang pengelolaan potensi pertahanan,
seperti UU Komponen Cadangan, UU Komponen Pendukung, UU Latsarmil, UU Bela
Negara, UU Mobilisasi dan Demobilisasi, dll.
3. Kepada Pemerintah Daerah, diharapkan setiap tahunnya mengalokasikan anggaran
dalam APBD untuk pembiayaan pengelolaan potensi pertahanan yang dilakukan oleh
satuan TNI di daerahnya masing-masing.
4. Kepada DPRD, agar supaya bersama-sama dengan Pemda membuat Perda tentang
pengelolaan potensi pertahanan di wilayahnya masing-masing sehingga menjadi
payung hukum yang kuat, mengikat, dan sah.
5. Kepada Masyarakat, agar supaya memahami dan menyadari bahwa pengelolaan
potensi pertahanan merupakan tugas pemerintah (baik pusat dan daerah) dimana TNI
hanya membantu pemerintah, sehingga tidak perlu dikhawatirkan apalagi dicurigai
untuk melakukan militerisasi masyarakat.

Catatan Kaki

Lihat naskah UUD 1945, khususnya pada bagian pembukaan/preambule, dan pasal 30
ayat (1) dan (2).
Lihat UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, khususnya pada Bab I, pasal
1, ayat (2).
Lihat UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI, khususnya pasal 7 ayat (1) dan (2).
Lihat daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2009 yang dikeluarkan oleh
DPR RI, dimana UU dimaksud masih antri untuk dibahas sehingga bisa dipastikan
masih akan berlangsung lama proses pengesahannya apalagi saat ini sedang terjadi
proses pergantian anggota DPR yang baru. http://dpr-mpr.go.id/prolegnas/uu/html.
DAFTAR PUSTAKA
1. UUD 1945
2. UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
3. UU No. 34 Tahun 2004 Tentang TNI
4. Buku Putih Pertahanan RI, Departemen Pertahanan RI, Jakarta, 2003
5. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Dephan RI, Kebijakan Bidang Potensi
Pertahanan Tahun 2007, Makalah yang disampikan dalam Rapim Dephan RI Tahun
2007.
6. Jon Mackie, The Making Defence Strategy, London, Free Press, 2005
7. Antony Sallart, Weapon Don’t Make War, Boston, Aufresgh Press, 2007.

3. KOMPETISI MODERNISASI ALUTSISTA

Pada 30 Juni 2015 lalu bangsa Indonesia berduka atas jatuhnya pesawat
Hercules milik TNI Angkatan Udara yang menewaskan ratusan
penumpangnya di Medan. Calon Panglima TNI, Jendral Gatot Nurmantyo
setelah lulus fit and proper tes DPR pada 1 Juli kemarin menegaskan akan
merombak sistem alat utama sistem persenjataan atau alutsista. Kekuatan
militer Indonesia yang saat ini nomor 18 di dunia harus terus berbenah dan
berkembang.  TNI AD sempat membuat sorotan media setelah
memenangkan lomba menembak di Autralia bulan Mei silam. Apalagi
senjata militer RI yang digunakan pada ajang tersebut diproduksi dalam
negeri yakni Pindad. Sehingga militer Amerika Serikat dan Australia yang
ikut dalam lomba tersebut sempat meminta agar senjata yang digunakan
TNI AD dibongkar. Tentu ini sebagai bentuk kecemburuan atas prestasi
militer TNI yang secara kekuatan jauh dibawah AS. Namun disisi lain
dengan tragedi jatuhnya pesawat TNI AU di Medan beberapa waktu lalu
menandakan bahwa sistem alutsista di negeri ini harus diperbarui. Bahkan
setelah kecelakaan yang menewaskan beberapa tentara AU, Presiden
memerintahkan menteri pertahanan untuk merombak system alutsista.
Tahun 2015 ini TNI mendapat anggaran sebsar Rp 96 triliun dari APBN
termasuk untuk pembelian alutsista. Proses modernisasi militer Indonesia
yang sudah dijalankan sejak tahun 2004 sampai saat ini sudah
menunjukkan peningkatan kekuatan militer Indonesia. Hal ini merupakan
buah dari komitmen pemerintah Indonesia yang tidak ingin harga diri
bangsa Indonesia dilecehkan oleh negara lain. Dan komitmen ini meski
belum berjalan sempurna sudah berada pada jalur yang cukup tepat untuk
membawa perubahan berarti di kekuatan militer Indonesia. Jika dulu
sebelum tahun 2004, kondisi militer Indonesia sangatlah memprihatinkan
karena kebanyakan alutsista TNI sudah dalam kondisi tua dan sudah
memerlukan peremajaan segera. Keadaan semakin parah ketika tahun
1999-2005 militer Indonesia menerima sanksi embargo dari Amerika dan
sekutunya yang membuat banyak sekali alutsista TNI akhirnya mangkrak
karena kekurangan suku cadang. Pesawat tempur Indonesia adalah salah
satu yang paling parah ketika embargo militer Indonesia pada tahun 1999-
2005 tersebut. Ketika itu, pesawat tempur Indonesia yang kebanyakan
adalah buatan Amerika tidak bisa terbang karena tidak adanya suku
cadang. Pesawat tempur F-16 Falcon hanya beberapa unit yang bisa
terbang, itupun dengan mengorbankan pesawat F-16 lain untuk
‘dikanibalisasi’ untuk diambil bagiannya dan dijadikan sparepart bagi
pesawat F-16 yang masih bisa terbang. Pesawat tempur lain seperti F-5
yang juga buatan Amerika juga mengalami nasib yang tidak jauh beda.
Praktis pesawat tempur andalan Indonesia ketika itu hanyalah 2 skuadron
Hawk-109/209 yang baru tiba dari Inggris. Pesawat tempur Hawk-109/209
ini bahkan pernah hampir bentrok dengan pesawat tempur F/A-18 Hornet
milik Australia yang memprovokasi Indonesia. Alutsista TNI AU untuk
periode tahun 2015-2020 ini pada awalnya masih akan didominasi
kedatangan alutsista TNI terbaru yang dibeli pada masa pemerintahan
Presiden SBY tahun 2009-2014 lalu. Sebagai contoh adalah kedatangan
beberapa jenis pesawat tempur Indonesia yang sudah dipesan
sebelumnya dari luar negeri. Diantaranya adalah 24 unit pesawat tempur
F-16 setara Block 52 dari Amerika yang baru 5 unit saja yang tiba di
Indonesia. Sisanya sebanyak 19 unit akan datang kembali sepanjang
tahun 2015 ini. Alutsista TNI AU lainnya yang merupakan bagian dari
pembelian di era pemerintahan SBY tahun 2009-2014 adalah pesawat
tempur anti gerilya EMB-314 Super Tocano dari Brazil. Dari 16 unit yang
dipesan Indonesia, baru 8 unit yang tiba sampai tahun 2014 lal dan sisanya
akan datang ditahun 2015-2016 ini. Meski datangnya di era pemerintahan
Jokowi, alutsista TNI AU ini dibelinya dimasa pemerintahan SBY. Lalu apa
saja alutsista TNI terbaru untuk TNI AU yang akan dibeli oleh
pemerintahan Presiden Jokowi tahun 2015-2020? Alutsista TNI
terbaru yang pasti dibeli dimasa pemerintahan Presiden Jokowi adalah
alutsista pengganti pesawat tempur F-5 TNI AU. Sebanyak satu skuadron
pesawat tempur F-5 akan segera diganti oleh pesawat tempur canggih
dimana kandidatnya adalah F-16 Block 60, Su-35 BM dan Gripen E/F.
Kemungkinan kepastian apa alutsista TNI terbaru pengganti F-5 ini akan
diumumkan pada tahun 2015 ini. Selain pengganti F-5, ada juga
kemungkinan pesawat tempur Indonesia akan ditambah lagi dengan
pengadaan satu skuadron pesawat tempur setelah pengganti F-5
diumumkan. Namun penambahan pesawat tempur Indonesia setelah
pengganti F-5 ini masih sebatas prediksi penulis saja. Bisa saja prediksi
penambahan alutsista TNI ini baru direalisasikan di tahun 2020 ketas nanti.
Kekuatan Alutsista Setelah disetujui sebagai Panglima TNI, Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo memuji pemahaman
para anggota Komisi I DPR terhadap tugas TNI dan ancaman yang harus
dihadapi. Terkait masalah alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang
menjadi sorotan banyak pihak menyusul jatuhnya pesawat Hercules di
Medan, Gatot menyatakan pihaknya sudah berkomitmen bersama Komisi I
DPR bahwa alutsista harus menggunakan pesawat udara baru. Sebuah
analisis yang dipublikasikan Global Fire Power belum lama ini memberikan
evidence yang obyektif untuk menunjukkan peta kekuatan militer negara-
negara di seluruh dunia. Berdasarkan uji data yang mendukung kekuatan
militer, daya tahan, stamina dan survival yang mendukungnya, Indonesia
berada pada tempat terhormat, di urutan ke 18, menduduki puncak
klasemen di kawasan ASEAN, bahkan mengungguli kekuatan Australia
yang ada di posisi ke 24 ranking militer seluruh dunia. Urutan 10 besar
ranking militer se dunia dipegang secara berturut-turut  : AS, Rusia, China,
India, Inggris, Turki, Korsel, Perancis, Jepang dan Israel. Kemudian urutan
11 sampai dengan 20 besar adalah Brasil, Iran, Jerman, Taiwan, Pakistan,
Mesir, Italia, Indonesia, Thailand dan Ukraina. Ranking negara ASEAN
yang lain adalah Filipina ada di posisi ke 23, Malaysia posisi ke 27,  Jumlah
penduduk: 253,609,643 Tenaga kerja : 129,075,188 Personil aktif :
476.000 Personil aktif Reserve: 400.000 Reaching military age annualy :
4.455.139 Kekuatan Di darat Tank tempur utama, light tank dan tank
penghancur Termasuk jg pengangkut personel lapis baja (APC) dan
Infantry Fighting kendaraan (model APC). TanK: 468 UNIT Lapis baja
(AFVs): 1,089 Self-propelled senjata (SPGs): 37 Artileri: 80 MLRS: 86
Kekuatan Udara Jumlah pesawat tempur termasuk pesawat sayap tetap
dan rotary. Jumlah pesawat: 405 Pesawat tempur/sergap: 30 Pesawat
bersayap tetap: 52 Pesawat Transportasi : 187 Pesawat latih: 104 Pesawat
lain: 148 Helikopter serbu : 5 Kekuatan Angkatan Laut Jumlah kapal
perang dan beberapa material yg lainnya. Kapal perang: 171 Kapal induk:
0 Fregat: 6 Kapal perusak: 0 Kapal Corvette: 26 Kapal selam: 2
Pertahanan pantai : 21 Mine Warfare: 12 KEUANGAN (dalam USD) 
Terlepas dari kekuatan memanfaatkan militer dalam jumlah, perang masih
didorong oleh pembiayaan sebanyak  apapun. Anggaran pertahanan:
$6,900,000,000 External debt : $223,800,000,000 Reserves of foreign
exchange and gold : $83,450,000,000 PPP: $1,285,000,000,000 Sumber
GFP 2015.

4. SKENARIO ANCAMAN YANG PALING BERBAHAYA


Kementerian Pertahanan menyebut terorisme dan radikalisme
sebagai ancaman yang paling potensial mengganggu stabilitas
dalam negeri Indonesia. Pernyataan itu akan Kemhan tuangkan
pada buku putih pertahanan tahun 2016.

Pada pertemuan dengan sejumlah atase pertahanan negara lain


di Jakarta, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menuturkan,
pemerintah mengklasifikasikan ancaman pertahanan dalam dua
bentuk, nyata dan yang belum nyata.

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat tersebut berkata, ancaman


nyata yang saat ini sedang dihadapi Indonesia adalah terorisme
dan radikalisme. "Itu ancaman nomor satu dan terjadi di mana-
mana," ujarnya Kamis (21/1).
Tidak hanya Indonesia, menurut Ryamizard, terorisme dan
radikalisme saat ini juga mengancam keamanan global. Ia
mengatakan, kerja sama antarnegara merupakan kunci melawan
aksi teror.

Ryamizard menuturkan, penduduk dunia tidak perlu khawatir


dengan kemungkinan meletusnya aksi teror. Ia menilai, wabah
ketakutan yang meluas sebenarnya adalah tujuan dari rentetan
aksi kelompok teror dan radikal.

"Ketakutan itulah yang mereka tunggu. Jadi kalau ada kelompok


radikal, dimatikan saja, jangan dipelihara lagi," ucapnya.
Selain aksi teror, menurut Ryamizard, pemerintah wajib awas
terhadap wabah penyakit. Ia berkata, virus ebola yang
menjangkiti ribuan penduduk Afrika dan menyebar ke berbagai
negara itu tergolong sebagai ancaman pertahanan yang nyata.

"Itu jangan dianggap remeh. Ebola tidak ada obatnya. Bahkan


dokter dan perawat yang mengobati pasien terjangkit ebola juga
meninggal," ucapnya.
Pada buku putih pertahanan yang masih disusun Kemhan,
bencana alam, perompakan, pencurian sumber daya alam,
perang siber dan kejahatan narkotika juga tergolong sebagai
ancaman potensial terhadap stabilitas negara.

Untuk menanggulangi seluruh ancaman tersebut, Kemhan


menempatkan bela negara sebagai salah satu strategi utama.

Ditemui pada kesempatan serupa, Direktur Jenderal Strategi


Pertahanan Kemhan Mayor Jenderal Yoedhi Swastono berkata,
bela negara dilaksanakan untuk menggalang kewaspadaan
warga negara terhadap tindakan-tindakan menyimpang.

"Bela negara bukan untuk menghadapi negara lain, melainkan


ancaman yang muncul dari dalam negara sendiri, misalnya
radikalisme dan terorisme," ujarnya. (bag)
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160121144439-20-105825/buku-putih-
kemhan-terorisme-ancaman-paling-berbahaya/

5. pergeseran potensi konflik

engketa kawasan beberapa negara di Laut Cina Selatan, khususnya konflik atas Kepulauan
(disingkat: Kep) Spratly dan Kep Paracel ternyata memiliki referensi panjang. Berbagai
literatur menyatakan bahwa perebutan keduanya semenjak dulu memang melibatkan banyak
negara, antara lain Inggris, Prancis, Jepang, Vietnam dan Cina. Tampaknya kini lebih banyak
lagi peserta yang masuk lingkaran sengketa, terutama sejak Komisi PBB tentang Batas Landas
Kontinen pada Mei 2009 menetapkan pengajuan klaim untuk rak kontinental diperpanjang di
luar 200 mil garis pantai. Akibatnya Vietnam, Malaysia, dan lain-lain baik secara terpisah atau
bersama-sama mengajukan perpanjangan. Ini memicu protes Cina.

Dalam materi kuliah umumnya yang berjudul “Jati Diri Kebangsaan”, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo
yang didampingi Rektor Unair Prof. Dr. Moch. Nasih, MT, S.E., Ak, menyampaikan bahwa, kita
semua harus memahami apa sebenarnya ancaman bangsa Indonesia ke depan. Hal ini penting
untuk memberikan warning bagi generasi muda, bahwa ke depan bangsa ini seperti apa.
"Yang ditakuti oleh negara-negara lain itu bukan tentaranya tapi rakyatnya, karena apabila rakyatnya
bersatu maka akan menjadi kekuatan yang besar bagi suatu negara," kata Panglima TNI dalam
keterangannya, Rabu (11/11).

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo juga menyampaikan tentang pergeseran peta konflik
dunia pada masa depan. Di prediksi seiring dengan habisnya sumber energi fosil, konflik yang
terjadi berlatar belakang penguasaan energy fosil, maka konflik masa depan akan bermotif
penguasaan sumber pangan, air bersih dan energi hayati yang semuanya berada satu lokasi yaitu di
daerah ekuator.

Dihadapkan pada kondisi geografis Indonesia yang memiliki potensi vegetasi sepanjang tahun dan
kekayaan alamnya maka Indonesia merupakan sumber energi, sumber pangan dan sumber air
bersih yang akan menjadi incaran kepentingan nasional negara-negara asing di masa depan.

"Agar Indonesia ke depan tidak memburuk karena kehabisan sumber energy hayati, pangan,
sumber air, maka harus adanya revolusi mental dengan menjalankan dan mengamalkan Pancasila
dari sila pertama sampai kelima dengan benar, berdemokrasi sesuai dengan Pancasila maka
kemakmuran dan keadilan akan bisa terwujud di Indonesia, ucap Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Mengakhiri kuliah umumnya, Panglima TNI berpesan kepada para mahasiswa agar kalian harus
bermimpi yang setinggi-tingginya, mimpi atau cita-cita bisa terwujud apabila selalu konsisten dalam
bermimpi dan berdoa, mimpi dan berdoa harus konsisten, selanjutnya harus fokus, optimis untuk
meraih mimpi tersebut dan yang lebih penting adalah melakukan eksen untuk meraihnya.

Sementara itu, Rektor Unair Prof. Dr. Moch Nasih, MT, S.E., Ak, merasa bersyukur atas kedatangan
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ke kampus Unair dan memberikan kuliah umum,
sehingga mahasiswa mendapat pandangan, wawasan dan inspirasi, dan dapat diterapkan serta
dapat meningkatkan pengabdian mahasiswa kepada bangsa dan Negara, khususnya dalam
pemahaman masalah Jati Diri Kebangsaan.

Anda mungkin juga menyukai