Anda di halaman 1dari 11

PERANAN SULTAN AGUNG HANYOKROKUSUMO DALAM

MENGEMBANGKAN EKONOMI DAN BUDAYA KERAJAAN MATARAM ISLAM


TAHUN 1613-1645 M
Siti Hana Syaripah Muminin, Aah Syafa’ah dan Anwar Nuris
Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Ushuluddin dan Adab
IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Email : hanasyarifahmuminin@gmail.com HP : 085771815908.

ABSTRACT

THE ROLE OF SULTAN AGUNG HANYOKROKUSUMO IN DEVELOPING THE


ECONOMY AND CULTURE OF THE MATARAM KINGDOM IN 1613-1645

Mataram Islam is one of the kingdoms in the Java region, this kingdom has played a
large enough role since the 16th century. The ruler of the Islamic Mataram Kingdom who
played a very important role in expanding the territory and developing the economy and
culture of the Islamic Mataram kingdom was Sultan Agung Hanyokrokusumo. The purpose
of writing this thesis is to find out the policies and roles of Sultan Agung in developing the
economy and culture in the Islamic Mataram Kingdom.

The method used in this study is the Historical Research Method which goes through
four stages, namely heuristics, verification, interpretation, and historiography. As for this
writing, it focuses on the background of the establishment of this kingdom and the policies of
Sultan Agung regarding the economy and culture.

The conclusion of this study is that Sultan Agung succeeded in playing a role in
economic and cultural development in the kingdom he leads by making economic policies
and implementing all the policies he has made so that the stability of the country is
maintained. Not only making economic policies, Sultan Agung also succeeded in
implementing cultural policies by acculturating pre-existing cultures and integrating them
with Islamic law.

Keywords : Role, Sultan Agung, Policy, Economy, and Culture.

PENDAHULUAN

Keberadaan Kerajaan Mataram Islam merupakan kelanjutan dari kerajaan Pajang


yang berdiri dari tahun 1568-1582 yang dipimpi oleh Jaka Tingkir atau Sultan
Hadiwijaya. Awal berdirinya kerajaan Mataram ini juga tidak bisa dilepaskan dari adanya
perselisihan yang terjadi untuk memperebutkan kekuasaan atas Demak sepeninggal

1
Sultan Trenggono pada tahun 1546 antara Arya Panansang dengan Jaka Tingkir (sebagai
mertua dari Arya Panggiri putra dari Sunan Prawoto atau cucu dari Pangeran Trenggono).
Pada saat terjadi perselisihan Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Pamanahan, Ki
Juru Martani dan Ki Ageng Penjawi dibantu putra angkatnya Sultan Hadiwijaya yaitu
Ngabei Loring Pasar untuk menghadapi pemberontakan Arya Penangsang. Sebagai
hadiah atas terbunuhnya Arya Panansang, maka sultan Hadiwijaya kemudian
menghadiahkan daerah Mataram1 (Alas Mentaok) kepada Ki Ageng Pamanahan. Putra Ki
Ageng Pamanahan yang bernama Sutawijaya kemudian menjadi penerusnya. Namun
pada masa kepemimpinan Sutawijaya, Ia ingin melepaskan diri dari Kerajaan Pajang dan
membuat kesultanan baru di Mataram, Meskipun demikian, Sutawijaya tetap
menghormati Sultan Hadiwijaya sehingga beliau tidak mau memakai gelar sultan, tetapi
hanya bergelar Panembahan. Panembahan Senopati menjadi penguasa Mataram selama
15 tahun dari 1586-1601. Sepeninggal Panembahan Senopati selanjutnya tahta Mataram
diteruskan oleh Raden Mas Jolang atau Panembahan Seda Ing Krapyak yang berkuasa
selama 12 tahun dari tahun 1601-1613 M. Setelah Raden Mas Jolang meninggal
kekuasaan beralih ke Raden Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-
1645).

Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, Mataram mengalami


masa kemakmuran terutama dalam bidang ekonomi dan budaya. Kemajuan dalam
bidang ekonomi Sultan Agung memindahkan ibu kota kerajaan dari Kotagede ke Plered.
Kemajuan dalam sisi budaya adalah dengan melakukan adaptasi antara unsur budaya asli
Indonesia dengan agama Hindu dan Islam. Misalnya, perayaan Grebeg yang
disesuaikan dengan perayaan hari raya Idul Fitri atau kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Selain itu, Sultan Agung juga menciptakan Tahun Saka, Kitab filosofi sastra Gendhing.
Berkaitan dengan kejayaan dan keberhasilan kerajaan Mataram, Sultan Agung mencapai
puncak kebesaran kerajaannya pada tahun 1627. Saat itu Sultan Agung memerintah
selama 14 tahun. Sebagian besar dari 14 tahun itu diisi dengan perang besar, yang selalu
menghasilkan kemenangan gemilang bagi Sultan Agung, menambah kejayaan nama
besar dan pemerintahannya. Sultan Agung sebagai raja ketiga dari Mataram berhasil
menguasai wilayah-wilayah meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa
Barat.

1
Anang Haris Himawan, dalam Babad Pajang (Membuka Tabir Jejak Sejarah yang
Terabaikan) hlm 4-5.

2
Penghormatan kepada para ulama juga diberikan selama masa pemerintahannya
dimana para ulama juga ditempatkan pada posisi yang terhormat, yaitu sebagai anggota
resmi Dewan Parampara (penasihat tinggi kerajaan). Selain itu, sistem hukum agama
Islam didirikan dalam struktur pemerintahan kerajaan, dan gelar raja-raja Mataram
termasuk raja Pandita, artinya raja sebagai kepala pemerintahan juga kepala agama
(Islam). Selain peran Sultan Agung dalam perkembangan Islam, keberadaan ulama/Wali
yang hidup sezaman dengan Sultan Agung, seperti Sunan Kalijaga dan Panembahan
Ratu (keturunan Sunan Gunung Jati), terbukti sangat berperan. Sebagai elit agama atau
ulama, Wali sangat peduli terhadap dakwah dan pendidikan dengan melakukan transmisi
Islam dan pendidikan kepada masyarakat secara Islami. Komitmen dakwah inilah yang
memotivasi para wali untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan dakwah Islam di Jawa
dengan dukungan secara dari Sultan Agung. 2

Dalam konteks menghadapi tantangan tersebut, maka tidak ada cara lain kecuali
dengan memperbaiki dan meningkatkan perekonomian kerajaan melalui berbagai
kebijakan yang tepat dan menyebar luaskan ajaran agama Islam yang toleran dan
melahirkan akulturasi budaya, sehingga tercipta budaya Islam atas dasar budaya Jawa,
dari pemikiran di atas, maka penelitian ini topik utamaya adalah peranan Sultan Agung
dalam Mengembangkan Ekonomi dan Budaya di Kerajaan Mataram Islam tahun 1613-
1645 M.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang melalui beberapa tahapan,


Heuristik yang pertama adalah heuristik , heuristik merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk memulai penelitian sejarah, arti dari heuristik sendiri adalah
pengumpulan sumber. Heuristik juga dijabarkan sebagai penelusuran sumber-sumber
yang dijadikan sumber oleh peneliti sejarah, tujuannya untuk mempermudah penulis
agar dapat mempresentasikan keadaan pada saat itu, heuristik pun diartikan sebagai
tahapan awal bagi rekonstruksi sebuah peristiwa.3 Kedua, verifikasi atau kritik
merupakan tahapan mengkritik atau memverifikasi sumber yang telah dikumpulkan.
Validitas dan kredibilitas sumber kemudian diperiksa pada tahap kritik sumber, yang

2
A Nafelian “Politik Ekspansi Sultan Agung (1613-1645”), (Skripsi. FKIP. Universitas
Jember, . 2015.
3
Aditia Muara Padiatra, Ilmu Sejarah metode dan praktik. Gresik : 2020, hlm 22.

3
meliputi kritik internal dan eksternal. Kritik internal bertujuan untuk melihat dan
mengkaji kebenaran isi sumber, yang meliputi kritik terhadap isi, bahasa, situasi,
gaya, dan gagasan. Kritik dilakukan dengan cara menelaah informasi dan
membandingkannya dengan informasi lain untuk memperoleh informasi yang akurat.
Kritik dilakukan untuk mengetahui keabsahan dan keaslian sumber. 4 Ketiga,
interpretasi Setelah kritik sumber, langkah selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi
adalah proses yang melibatkan analisis dan sintesis data untuk menjadikannya catatan
sejarah yang akurat.5 Interpretasi juga dapat diartikan sebagai pembayangan ataupun
pengilustrasian kejadian yang ada di masa lalu. 6 Pada tahap interpretasi, penulis
mencoba menggabungkan fakta sejarah berdasarkan sumber yang ada, setelah melalui
dua tahap kritik internal dan eksternal. Keempat, Historiografi merupakan tahap akhir
dari metode sejarah. Tahapan ini adalah akhir dari tahapan-tahapan yang sebelumnya
telah dilakukan, tujuannya untuk merangkai fakta-fakta yang sudah disaring. 7

Hasil dan Pembahasan

Berdirinya kerajaan Mataram Islam tidak terlepas dari perjalanan kerajaan


Pajang, Pajang dianggap sebagai pendahulu dari Mataram Islam. 8 Sebelum naik
menjadi raja Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya (1546-1586),Joko Tingkir atau
Mas Karebet harus berperang melawan Adipati Jopang yang bernama Arya
Penangsang. Berkat bantuan strategi yang diberikan oleh Danang Sutawijaya dan Ki
Ageng Pemanahan akhirnya Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) berhasil menang.
Setelah itu Joko Tingkir memberi hadiah berupa tanah Mentaok, kemudian tanah
tersebut dibangun sebuah Kadipaten oleh Ki Ageng Pemanahan di bawah kekuasaan
Pajang. Tanah mentaok sudah diterima kemudian Ki Ageng Pemanahan bersama dua
orang menantunya yakni Raden Dadap dan Tumenggung Mayang, orang tuanya yakni
Nyi Ageng Ngenis, penasehatnya yang bernama Ki Juru Mertani lalu ikut pula
anaknya Danang Sutawijaya beserta pasukannya. Setelah sampai di Mentaok mereka
mencari pohon beringin yang telah ditanam oleh Sunan Kalijaga sebelumnya. Pohon

4
M. Dien Madjid. “Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar”. (Jakarta: Kencana, 2014) hlm 223.
5
Anwar Sanusi. “Pengantar Ilmu Sejarah” , (Cirebon : Syekh Nurjati Press, 2013) hlm 138 .
6
Aditia Muara Padiatra, Ilmu Sejarah metode dan praktik. Gresik : 2020, hlm 30.
7
Ibid, hlm 78.
8
Fatimah Purwoko, “Sultan Agung Sang Pejuang dan Budayawan dalam Puncak Kekuasaan
Mataram”. Yogyakarta: Sociality. 2020. Hlm 25.

4
beringin tersebut kini dikenal oleh masyarakat dengan nama waringin sepuh dan
masih kokoh berdiri dekat pintu masuk makam Raja-raja Mataram Kotagede.9

Pada tahun 1577, Ki Ageng Pemanahan mulai bekerja keras membuka Alas
Mentaok untuk dijadikan wilayah permukiman yang tertata. Berkat bantuan para
petani Sela, Mentaok berhasil dibuka dan dijadikan permukiman baru. 10 Pada akhir
abad ke-16 permukiman tumbuh dan berkembang menjadi daerah yang makmur.
Wilayah ini juga tumbuh sebagai pusat kekuasaan yang kemudian diberi nama
Mataram. Daerah yang berpusat di Kotagede itu sangat makmur dan ramai dalam
perdagangan karena letaknya yang cukup strategis yakni terletak diantara Kali Opak
dan Kali Praga yang mengalir menuju Samudera Hindia. Dalam perkembangan
selanjutnya daerah tersebut menjadi daerah yang penting dan menggantikan
kedudukan Pajang.11

Seiring perkembangan zaman, semakin lama saudagar-saudagar asing yang


datang ke Mataram semakin banyak, sehingga Mataram semakin ramai dan makmur.
Selanjutnya, Ki Ageng Pemanahan menjadi penguasa wilayah itu. Meskipun
demikian wilayah tersebut tetap berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang. Setelah
berkuasa kurang lebih 7 tahun, Ki Ageng Pemanahan menyebut dirinya sebagai Ki
Gede Mataram. Ki Ageng Pemanahan memilih gelar Ki Gede Mataram sebagai bukti
kesetiaanya terhadap Pajang. Di dalam Babad Tanah Jawi, dituturkan bahwa semula
Sultan Hadiwijaya merasa ragu untuk menyerahkan Mentaok kepada Ki Ageng
Pemanahan. Keraguan itu akibat ranalan Sunan Giri akan munculnya kerjaan yang
akan menandingi Pajang. 12 Selama menjadi penguasa, kedudukan Ki Gede Mataram
adalah pemilik tanah, sedangkan para petani berstatus sebagai buruh penyewaan.
Hubungan ini menyebabkan munculnya hubungan antar gusti kawula atau hubungan
antara priyayi dan wong cilik.13 Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1584 M dan
dimakamkan di sebelah barat Istana Mataram. Kemudian Ki Juru Mertani pergi ke
Pajang untuk mengabarkan berita kematian kepada Sultan Hadiwijaya. Selanjutnya,
Sultan Hadiwijaya mengangkat Danang Sutawijaya untuk menjadi penguasa Mataram

9
Ibid hlm 29
11
Agus Susilo dan Yeni Asmara, “Sultan Agung Hanyokrokusumo dan Eksistensi Kesultanan
Mataram”, Jurnal Diakronika STKIP Lubuk Linggau, 20 no. 02. 2020 : hlm 116
12
Fatimah,P. Opcit hlm 33
13
A, Nafelian, “Politik Ekspansi Sultan Agung (1613-1645)”, (Skripsi, FKIP, Universitas
Jember), 2015.

5
dengan julukan Panembahan Senopati. Setelah Ki Ageng Pemanahan wafat, Pajang
mengirim utusan untuk menanyakan kesetiaan Mataram. Hal tersebut dilakukan
mengingat setahun setalah mangkatnya Ki Ageng Pemanahan, Sutawijaya tidak
menghadap Sultan Hadiwijaya. Utusan dari Pajang tersebut tidak diperdulikan oleh
Sutawijaya, karena Sutawijaya memang ingin menjadikan Mataram sebagai kerajaan
merdeka, maka dari itu ia tidak mengindahkan undangan dari Pajang, ia lebih memilih
mempersiapkan Mataram menjadi sebuah kerajaan dengan membangun benteng dan
melatih tentara.14

Sultan Agung merupakan putra sulung dari Panembahan Hanyokrowati raja


Kerajaan Mataram Islam, ibunya ialah Ratu Adi dari Pajang sebagai garwa padmi. 15
Pengangkatan Pangeran Rangsang sebagai raja Mataram sepeninggal ayahnya cukup
unik karena awalnya yang diangkat menjadi pengganti Panembahan Senopati justru
Raden Mas Martapura oleh Ki Adipati Mandaraka dan Pangeran Purbaya dua
penasihat sekaligus sesepuh kerajaan. Raden Mas Martapura bahkan keluar dari
tempat upacara untuk dielu-elukan dan duduk di kursi kerajaan dari emas. Akan tetapi
atas bisikan Ki Adipati Mandaraka, Raden Mas Martapura hanya menjabat sebagai
raja selama satu hari satu malam kemudian mempersilakan Raden Mas Rangsang
untuk duduk di kursi kerajaan setelah itu berlangsung pengangkatan raja baru yang
akan memakai nama Sultan Agung Senapati ing Alaga Ngabdur Rachman. Mereka
yang merasa tidak setuju sempat ditantang oleh Ki Adipati Mandaraka akan tetapi
semua menyetujuinya. Dengan demikian janji Panembahan Hanyokrowati pun
terpenuhi. Raden Mas Martpura diangkat menjadi pengganti sebentar, kemudian
jabatannya diletakan kembali. 16 Secara trah Sultan Agung lebih tinggi derajatnya dari
Adipati Martapura, karena Sultan Agung adalah putra yang dilahirkan oleh putri dari

14
Fatimah, P. Op Cit.
15
Garwa padmi adalah sinonim dari kata permaisuri yang artinya istri utama dari seorang raja
yang sedang berkuasa, keturunan dari seorang garwa padmi kelak akan menjadi pengganti raja.
16
Babad Tanah Jawa halaman 370 menerangkan bahwa Panembahan Senopati pernah berjanji
kepada Ratu Lungayu (istri pertama Panembahan Senopati) kelak Raden Mas Wuryah akan diangkat
sebagai raja akan tetapi menjelang wafatnya beliau berwasiat kepada Adipati Mandaraka bahwa Mas
Rangsanglah yang harus menggantikan beliau agar kerajaan lebih tersohor lagi karena Mas Rangsang
dianggap lebih mampu dan Mas Wuryah pun pada saat itu memiliki kekurangan yang menyebabkan
beliau kurang mampu untuk memimpin kerajaan terlebih usia mereka pada saat itu terpaut 12 tahun,
lebih tua Mas Rangsang.

6
Pajang, sedangkan Raden Mas Martapura adalah putra yang dilahirkan oleh putri dari
Ponorogo, ,menurut Panembahan Senopati trah dari Pajang kedudukannya lebih tinggi
daripada trah dari Ponorogo.17

Babad menyatakan, garis keturunan Kerajaan Mataram dapat diketahui dengan


keterangan sebagai berikut: "dari garis ayah yang dimulai dari Nabi Adam, selama
beberapa generasi yang menurunkan Raja Brawijaya V sebagai Raja Majapahit.
Keturunan salah satunya adalah Bondan Kejawen, selanjutnya Bondan Kejawen
memiliki putra Ki Getas Pendawa. Ki Getas Pendawa mempunyai anak bernama Ki
Ageng Sela, yang mempunyai putra juga bernama Ki Ageng Ngenis, yaitu ayah Ki
Ageng Pamanahan, sedangkan Ki Ageng Pamanahan adalah ayah Senopati pendiri
Kerajaan Mataram". Kedua, menurut "garis ibu silsilah ini dimulai dari Sheh Wali
Lanang, yang hidup segenerasi dengan Bondan Kejawen. Putra Sheh Wali Lanang
adalah Sunan Giri I yang dikenal juga dengan Prabu Setmata yang mempunyai anak
Sunan Giri II atau Sunan Kedul. Sunan Giri II juga mempunyai anak laki-laki
bernama Pangeran Saba yang kawin dengan Putri Ki Ageng Sela dan dikenal dengan
Nyai Ageng Saba. Perkawinan Pangeran Saba dengan Putri Ageng Sela menurunkan
anak bernama Juru martani dan seorang putri yang diambil istri oleh Ki Ageng
Pamanahan yang melahirkan Sutowijoyo (Senopati), dan dari Senopati inilah raja-raja
Mataram dimulai.

Sultan Agung telah berhasil menaklukan berbagai wilayah, secara tidak


langsung Sultan Agung juga menguasai tanah-tanah dari wilayah yang telah
ditaklukan, sebagai Raja Mataram Sultan Agung kemudian membuat kebijakan-
kebijakan ekonomi agar stabilitas negara tetap terjaga, diantara kebijakan-kebijakan
ekonomi yang telah dibuat sebagian besar untuk pengelolaan tanah adapun beberapa
kebijakannya adalah pendistribusian tanah dengan membagi tanah menjadi 4 wilayah
yakni Kutagara, Negara Agung, Mancanegara dan Pasisiran, Sultan menunjuk pejabat
atau wakil di masing-masing wilayah untuk membantu mengurusi tanah kekuasaan di
wilayah masing-masing. Membuat kebijakan fiskal yakni kebijakan pemerintah yang
dapat mempengaruhi perekonomian melalui pemasukan dan pengeluaran pemerintah.
Kemudian Sultan Agung juga membuat lembaga keuangan kerajaan.

17
Soetjipto, A, “Babad Tanah Jawi” Jogja Laksana, hlm 372.

7
Terkait kebudayaan, Sultan Agunng juga membuat kebijakan dengan diadakannya
kembali upacara grebeg mulud atau sekaten yang dahulu pernah dilaksanakan pada
masa pemerintahan Demak, Upacara ini biasanya dilengkapi dengan gamelan.
Upacara yang diadakan di kerjaan Demak Bintara selalu diiringi dengan sebuah
gamelan yang dibuat oleh Sunan Giri yang kemudian oleh keturunan Sunan Gunung
Jati dibawa ke Cirebon. Sehingga terciptalah gamelan Kyai Guntur Sari dan Kyai
Guntur Madu pada tahun 1566 atas perintah Sultan Agung. Gamelan ini akan terus
ditabuh selama 7 hari. Hitungan hari tersebut mulai dari tanggal 5 hingga 12 setiap
bulan Rabiulawal pada waktu upacara Sekaten sebagai tanda memperingati kelahiran
Nabi Muhammad. Perayaan Grebeg, menyesuaikan dengan hari besar Islam, yakni
hari raya Idul Fitri yang disebut Grebeg Poso, dan Maulid Nabi yang disebut Grebeg
Mulud. Pada saat perayaan Maulid Nabi/ Grebeg Mulud maka Gamelan Sekaten akan
dibunyikan.18

Sedekah Raja pada saat sekaten juga mengalami perubahan pada masa Sultan
Agung. Perubahan terjadi dari awalnya berupa nasi tumpeng berbentuk gunungan
dengan sembilan tingkatan dilengkapi berbagai macam lauk pauk diperintahkan untuk
membuat Gunungan yang lebih besar dengan bahan makanan lebih banyak mulai dari
lauk pauk, sayur mayur, buah-buahan, berbagai jenis kue, hingga hasil tani
masyarakat.Gunungan ini nantinya akan diiring oleh prajurit kraton menuju ke masjid
dan didoakan olch penghulu. Penghulu akan menerangkan tentang tujuan dari upacara
tersebut adalah untuk kesejahteraan dan keselamatan rakyat, Raja serta seluruh
kerajaan. Akhirnya gunungan tersebut akan di bawa ke alun-alun dan dibagian kepada
seluruh yang mengikuti upacara.19

Masa pemerintahan Sultan Agung juga dikenal dengan penanggalan Jawanya


atau kalender tahun saka, karena pada zaman itu dimulai penanggalan baru yakni
tahun saka. Perubahan penanggalan terjadi tepat pada 1 Sura tahun Alip 1555,
tepatnya tanggal 1 Muharram 1043 Hijriyah, dan bertepatan dengan 8 Juli 1633, hari
Jumat legi. Penghitungannya tidak menambahkan penghitungan matahari seperti
tahun Saka, melainkan diubah berdasarkan perjalanan bulan yang digunakan pada
penghitungan tahun Hijriyah karena perubahan ini maka yang awalnya satu tahun

18
Ibid, hlm 133.
19
Al-Bayan, Gerakan Dakwah Sultan Agung, Jurnal Sultan Agung dan Gerakan Dakwah, Vol
24 No. 01, hlm 128.

8
terdiri dari 365 hari berubah menjadi 354 hari. Tahun Jawa perhitungannya dimulai
dari tahun yang digunakan dalam kalender saka yaitu 1555 saka, dengan demikian
tahun Jawa dimulai dari tahun 1556 bukan tahun satu atau pertama, tidak juga dimulai
dari tahun Nabi Muhammad SAW hijrah.

Perubahan tahun ini juga menunjukan bahwa Sultan Agung yang saat itu menjabat
sebagai sebagai Raja Jawa Islam merupakan keturunan dari kesultanan Islam Demak
ditunjukan dengan Tahun Hijriyah dan Raja Hindu Majapahit ditujukan dengan Tahun
Saka.

Adanya penanggalan Jawa merupakan salah satu hasil dari proses akulturasi
budaya yang terjadi di masyarakat yakni pola akulturasi dialogis yakni kebudayaan baru
yang datang tidak serta merta menghapus kebudayaaan lama yang sudah ada. Tetapi
terjadi dialog diantara kebudayaan tersebut. Dengan menggabungkan unsur dari
penanggalan tahun saka dan penanggalan hijriyah menjadi bentuk baru dalam kalender
Jawa.20

Kesimpulan
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang telah dibuat Sultan Agung Hanyokrokusumo antara
lain melakukan pendistribusian tanah, menerapkan kebijakan fiskal dan pembuatan lembaga
keuangan. Sedangkan terkait kebijakan budaya adalah dilanjutkannya upacara Sekaten, Grebeg
Mulud, dan dibuatnya kalender Jawa Saka . Adapun peranan Sultan Agung di bidang ekonomi
adalah ekonomi kerajaan menjadi stabil, ada lapangan pekerjaan untuk rakyat. Sedangkan peranan
di bidang budaya adalah munculnya kebudayaan baru bagi masyarakat Jawa khususnya, dakwah
Islam jadi semakin mudah diterima oleh masyarakat yang dulunya cenderung sinkretis.

Ainun Haerda, dkk, “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa pada Masa Kekuasaan Sultan
20

Agung di Kerajaan Mataram Islam”, Jurnal Konstelasi Ilmiah Mahasiswa UNISSULA (KIMU), hlm
132.

9
DAFTAR PUSTAKA

Graaf, D. (1989). Puncak Kekuasaan Mataram. jakarta: PT Pustaka Grafitipers Anggota IKAPI

Hatmosuprobo, S. (1980). Palungguh pada Jaman Kerajaan Mataram. Pembinaan Pengajaran


Sejarah IKIP Sanata Dharma.

Himawan, Harris A, dkk. (2020). Babad Pajang (Membuka Tabir Jejak Sejarah yang
Terabaikan). Jakarta Pusat: Litbang Lektur Khazanah Keagamaan, dan Managemen
Organisasi

Moedjanto, G. (1987). Konsep Kekuasaan Jawa ; Penerapannya oleh Raja-raja Mataram.


Kansius.

Muara Padiatra, Aditia, Ilmu Sejarah Metode dan Praktik. 2020. Gresik : CV. Jendela Sastra
Indonesia Perss.

Munawar, Zaid. (2021). Tanah, Otoritas Politik dan Stabilitas Ekonomi Kerajaan Mataram
Islam. Diakronika. Vol. 21 No. 01.

Munawar,Zaid. (2020). Pengelolaan Pajak di Kerajaan Mataram Islam Masa Sultan Agung.
Juspi (Jurnal SPI) UNU Surakarta. Vol.4 No.2.

10
Nafelian,A. (2015). Politik Ekspansi Sultan Agung (1613-1645). Skripsi. FKIP. Universitas
Jember.

11

Anda mungkin juga menyukai