Kerajaan Kalingga (abad ke-7), Sanjaya (abad ke-8), dan Syailendra (abad ke-8 dan
abad ke-9) terdapat di Jawa Tengah. Pada masa berdirinya kerajaan-kerajaan itu, banyak
terdapat hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang berwujud sebagai karya-karya budaya.
Candi Borobudur dan Candi Prambanan merupakan peninggalan yang tak ternilai. Begitu
hebat serta tinggi nilai budayanya, sehingga mengundang kekaguman siapa saja yang
melihatnya. Di samping itu, penggunaan teknologi juga cukup mengagumkan, contoh yang
sederhana adalah perekat yang digunakan, yang selain tahan lama dan sukar ditembus air,
juga aman terhadap cendawan. Bangunan yang hebat dan mengagumkan itu hanya dapat
terwujud dengan kerja keras atas dasar gotong royong. Disamping itu, adanya bangunan yang
hebat dan mengagungkan itu juga dilandasi oleh jiwa keagamaan, yaitu ketaatan serta rasa
pengabdian yang mendalam kepada agama.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai dalam
satu kerajaan. Empu prapanca menulis negarakertagama. Dalam kitab tersebut telah terdapat
istilah pancasila. Empu tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita
jumpai seloka persatuan nasional yaitu bhineka tunggal ika, yang berbunyi lengkapnya
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda, namun satu
jua adanya sebab tidak ada agama yang memiliki Tuhan yang berbeda. Hal itu menunjukkan
adanya realitas kehidupan agama pada saat itu, yaitu agama Hindu dan Budha. Bahkan salah
satu bawahan kekuasaannya yaitu Pasai justru telah memeluk agama Islam. Toleransi positif
dalam bidang agama dijunjung tinggi sejak masa bahari yang telah silam. Hal ini pula
menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah ada, tepatnya sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang ratu dan
mentri-mentri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita
mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut: “Saya baru akan berhenti berpuasa
makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jika Gurun,
Seram, Tanjung. Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah
dikalahkan”. Dalam Pancasila, rasa itu termasuk dalam nilai-nilai pada sila Persatuan
Indonesia.
Selain itu dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk
senantiasa mengadakan hubungan bertetangga dengan baik dengan kerajaan Tiongkok,
Ayodya, Champa dan Kamboja, Menurut prasasti Brumbung, dalam tata pemerintah kerajaan
Majapahit terdapat semacam penasehat seperti Rakryan I Hino, I sirikan, dan I Halu yang
bertugas memberikan nasehat pada raja, hal ini sebagai nilai demokratis yang merupakan
cerminan sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, telah terbina dalam dalam sistem pemerintahan, ini terbukti
dengan adanya perangkat kerajaan seperti Rakryan,yang tugasnya memberi nasehat kepada
Raja.
Wilayah kekuasan Majapahit terbentang dari semenanjung malayu (Malaysia) sampai
Irian Barat melalui Kalimantan Utara. Dalam sejarah Indonesia masa kekuasaan Kerajaan
Majapahit merupakan suatu masa yang paling mengesankan, karena dalam masa ini di
Indonesia terdapat suatu kerajaan besar yang disegani oleh banyak negara asing dan
membawa keharuman nama Indonesia sampai jauh keluar wilayah Indonesia.
Dalam kitab Negarakertagama karangan dari Mpu Prapanca (1365) disebutkan di
dalamnya terdapat istilah Pancasila, disini Pancasila diartikan sebagai lima perintah
kesusilaan (Pancasila Krama) yang berisi lima larangan, yakni sebagai berikut :
Dilarang melakukan kekerasan.
Dilarang mencuri.
Dilarang berjiwa dengki.
Dilarang berbohong.
Dilarang mabuk karena minuman keras.