Anda di halaman 1dari 184

PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL

DALAM NOVEL LAILA MAJNUN





TESIS


Oleh

LELA ERWANY
077009013/LNG









S
E
K
O L
A
H
P
A
S
C
A
S
A R
J
A
N
A



SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL
DALAM NOVEL LAILA MAJNUN



TESIS



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara




Oleh

LELA ERWANY
077009013/LNG











SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Judul Tesis : PERILAKU MANUSIA DAN PROSES MENTAL
DALAM NOVEL LAILA MAJNUN
Nama Mahasiswa : Lela Erwany
Nomor Induk : 077009013
Program Studi : Linguistik
Konsentrasi : Analisis Wacana Kesusastraan


Menyetujui
Komisi Pembimbing


(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D) (Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si)
Ketua Anggota


Ketua Program Studi, Direktur,


(Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)



Tanggal lulus: 10 September 2009

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Telah diuji pada
Tanggal 10 September 2009
















PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D
Anggota : 1. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si
2. Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D
3. Prof. Ahmad Samin Siregar, S.S
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
ABSTRAK



Novel sebagai bagian bentuk sastra merupakan jagad realita yang di dalamnya
terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan dibuat manusia melalui tokoh-tokoh
ceritanya. Dalam novel Layla Majnun dapat dilihat kehadiran fenomena kejiwaan
yang dialami oleh tokoh utama cerita. Fenomena kejiwaan yang hadir di dalam novel
inilah yang dimunculkan kepermukaan dengan menggunakan teori psikologi sastra
dan Linguistik Fungsional Sistemik (LFS).
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pendekatan ini dipandang mampu mempertahankan keaslian teks
dengan menempatkan objek ke dalam bingkai psikologis dan proses mental.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi perilaku manusia yang
dilihat melalui tokoh Majnun, Layla, dan Syed Omri mengalami frustrasi dan
penyesuaian diri. Majnun dan Layla frustrasi karena cinta mereka tidak dapat
terwujud di dunia, cinta mereka terhalang karena kesombongan orang tua Layla dan
adat yang mengikat. Sedangkan Syed Omri mengalami frustrasi karena gagal
membahagiakan Majnun. Untuk mengatasi rasa frustrasi, mereka mengadakan
penyesuaian diri atau mekanisme pertahanan.
Analisis proses mental pada novel Layla Majnun terdapat 359 klausa dengan
rincian: proses mental persepsi 144 klausa atau 40,11%, proses mental afeksi 137
klausa atau 38,16%, dan proses mental kognisi 78 klausa atau 21,73%. Hasil
persentase di atas menunjukkan bahwa novel Layla Majnun ini banyak menggunakan
klausa aktivitas indra mata dan telinga dan klausa aktivitas hati. Ini sesuai dengan
tema novel Layla Majnun yang bercerita tentang cinta. Perasaan cinta yang ada
di hati diawali oleh pandangan mata dan mendengar hal-hal yang baik dari orang
yang dicintai. Aktivitas otak digunakan untuk membayangkan dan mengenang sang
kekasih yang akhirnya akan menambah rasa cinta yang mendalam terhadap orang
yang dicintai.

Kata Kunci: Perilaku Manusia, Proses Mental, Frustrasi, dan Penyesuaian Diri.





Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
ABSTRACT



Novel as a form of literary work is like the world describing the events and
behavior created and experienced by human beings through the characters in it. In
the novel by Layla Majnun, the existence of psychological phenomena experienced by
the main character of the study can be seen. This psychological phenomena is then
highlighted through he theory of literary psychology and Systemic Functional
Linguistic Theory.
This study employs the qualitative method with phenomenological approach
because this method is regarded being able to maintain the originality of the text by
including the objects to the psychological framework and mental process.
The result of this study shows that the representation of human behavior seen
through he characters of Majnun, Layla, and Syed Omri who are frustrated, and self-
adjustment. Majnun and Layla are frustrated because they can not materialize their
love in this world because of the arrogancy of Laylas parents and strictly binding
culture and tradition. Syed Omri becomes frustrated because he fails to make Majnun
happy. To overcome this frustration, Layla and Majnun do some self-adjusment or
mechanism of defence.
The result of mental process analysis done to the novel of Layla Majnun
reveals that there are 359 clauses related to mental process perception (40,11 %),
137 clauses related to mental process affection (38,16 %), and 78 clauses related to
mental process cognition (21,73 %). The percentage above shows that this novel of
Layla Majnun uses more clauses related to the activities of eyes, ears, and heart. This
matches the theme of the novel of Layla Majnun which tells about love. The feeling of
love grows in the heart is initiated through the sight and listening to the good things
said by the person who we love. Brain activity is used to imajine and remember the
one we love and eventually it will develop a deeper love for the one we love.

Keywords: Behavior by Human Beings, Mental Process, Frustrated and Self-
Adjustment.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,
karena atas rahmad dan hidayah-Nya, tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari
bahwa dalam menempuh perkuliahan dan penyelesaian tesis ini banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah selayaknyalah penulis
mengucapkan terima kasih dan menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada
pihak-pihak berikut ini.
1. Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H., Sp.A(K) selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, Medan.
2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
USU beserta Staf Akademik dan Administrasinya, yang telah memberi peluang
dan kemudahan kepada penulis sejak perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.
3. Instansi yang telah memberikan bantuan beasiswa BPPs. Selama menempuh
perkuliahan, penulis mendapat bantuan beasiswa dari BPPs Universitas
Sumatera Utara. Berkat beasiswa tersebut, penulis dapat menyelesaikan masa
studi sesuai jangka waktu yang telah ditentukan.
4. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister
Linguistik, sekaligus sebagai Pembimbing Utama. Di tengah-tengah kesibukan
beliau, bersedia memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat demi
kesempurnaan tesis ini. Dengan sikap keibuan dan pengayomannya beliau
memberikan arahan dan motivasi sehingga mendorong penulis menyelesaikan
tesis ini. Beliau juga adalah mantan Koordinator Kopertis Wilayah I yang telah
memberi izin tugas belajar kepada penulis. Untuk itu, jasa beliau tidak mungkin
penulis lupakan. Tidak lupa juga kepada Drs. Umar Mono, M.Hum selaku
Sekretaris Program Studi Linguistik yang telah memberikan kemudahan urusan
kepada penulis.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
5. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si selaku Komisi Pembimbing sekaligus
Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu dan kesabaran
kepada penulis. Beliau mengajarkan banyak hal yang berharga bagi penulis.
Dengan pengalaman dan pengetahuan beliau menambah wawasan keilmuan
penulis. Beliau juga sangat banyak memberikan bimbingan dan saran yang
bermanfaat untuk kebaikan tesis ini. Perhatian, motivasi, kesabaran, dan
ketelitian beliau dalam membimbing, memberikan semangat kepada penulis
untuk menyelesaikan tesis ini.
6. Prof. Syaifuddin, M.A., Ph.D selaku Penguji yang menjabat Dekan Fakultas
Sastra USU. Beliau sangat memotivasi penulis dari awal perkuliahan hingga
pembuatan tesis ini. Dukungan beliau terhadap tesis ini sangat besar dari
seminar hasil hingga ujian sidang tertutup.
7. Prof. Ahmad Samin Siregar, S.S selaku Penguji, sehingga tesis ini menjadi
sempurna karena ketelitian beliau.
8. Prof. Dr. Zainuddin, M.Pd selaku Koordinator Kopertis Wilayah I beserta Staf
Akademik dan Staf Administrasinya yang telah memberikan izin belajar dan
kemudahan urusan kepada penulis.
9. Tarmizi, S.H. M.Hum. selaku Rektor Universitas Amir Hamzah, rekan sejawat,
dan seluruh sivitas akademika, serta pihak Yayasan Universitas Tengku Amir
Hamzah yang telah memberikan kesempatan sekaligus dorongan dan motivasi
dalam menyelesaikan perkuliahan dan tesis ini.
10. Secara khusus, penulis sampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada
Ayahanda H. Lobai (Alm), Ibunda Hj. Dewi, Ayahanda Abdul Tambunan
(Alm), dan Ibunda Soun Munthe, yang selalu memberikan spirit dan doa yang
tulus buat kelangsungan hidup dan studi penulis. Dari mereka penulis dapat
lebih mengerti akan makna kehidupan dan dapat melihat sisi kehidupan dalam
berbagai atmosfir baik konsep maupun kenyataan. Semoga Allah senantiasa
mencurahkan kasih dan rahmad-Nya kepada mereka.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
11. Kakanda OK Saidin, S.H. M.Hum yang selama ini berperan sebagai pengganti
ayah bagi penulis dan Kakanda OK Muchtar, Dahliah, Syahril (Alm), Nurhayati
dan Nuraini yang selalu mengayomi penulis. J uga kepada Bang Asli, Bang
Bonar, Kak Awan, Mara Muda, Spd., Siti, Bina, Briptu Ruslan, Sahrudin, S.T.,
M.T., dan Khairuddin, M.Si., serta pihak ipar yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Mereka semua adalah orang yang dengan tulus dan ikhlas telah
memberikan bantuan baik berupa materi maupun moral sehingga penulis
mengerti akan hidup dan kehidupan. J uga kepada semua ponakan yang telah
memberikan sumbangsih.
12. Lebih dari itu, penulis juga secara khusus berterima kasih kepada suami tercinta
Mara Laut Tambunan, S.H., Ananda terkasih Syafriani Tio Sari, Oesman Bahari
Abdullah Tambunan, Fadlan Syarifuddin Tambunan, Fatimah Raudatul
Fadhilah, Zainab Alia Aqila, dan Maryam Syarbanu Azzakia yang telah
memberikan motivasi yang besar dan kekuatan mental sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini. Bersama mereka penulis merasakan hidup ini lebih
berarti. Mereka tiada hentinya berdoa. Untuk merekalah penulis melanjutkan
studi dan kepada mereka pulalah tesis ini penulis persembahkan.
13. J unaidi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Swasta Al-Hilal, rekan sejawat, dan
Pihak Yayasan Perguruan Al-Hilal yang telah memberi dorongan dan motivasi
untuk melanjutkan studi.
14. Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Linguistik, sekolah
Pascasarjana USU Angkatan 2007/2008. Khusus buat komunitas
Larukinagusroma yang terdiri dari personil Ruli, Kiki, Rina, Pak Gustaf, Kak
Rosita, dan Kak Ema yang telah banyak berpartisipasi dan ikut memberi warna
dalam kehidupan penulis.
15. Staf Administrasi Program Studi Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU dan
semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi kepada penulis selama
perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang mengatur dunia seorang
diri. Dia yang dalam kegelapan hatiku, menyinarkan cahaya yang tiada terlihat. Dia
yang menganugrahi manusia keteguhan hati untuk berdoa dan beribadah kepada-Nya.
Dia juga yang menganugrahi kepada diriku ilmu, kemudahan dan kemurahan,
sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat beriring salam, penulis sampaikan keharibaan nabi Muhammad
SAW beserta keluarganya yang syafaatnya kelak sangat diharapkan. Kepada Imam
Pemilik Zaman, penulis bertawassul agar senantiasa dalam penjagaannya.
Tesis ini berjudul Perilaku Manusia dan Proses Mental dalam novel Layla
Manun yang merupakan serangkaian kajian tentang psikologi sastra dan kajian
bahasa. Tesis ini membicarakan perilaku manusia yang frustrasi dan penyesuaian diri
yang dalam hal ini diwakili oleh manusia yang ada di dalam novel Layla Majnun
yaitu: Majnun, Layla, dan Syed Omri. Di dalam tesis ini juga dibahas mengenai
kajian bahasa, khususnya proses mental dengan menggunakan teori Linguistik
Fungsional Sistemik (LFS). Tesis ini juga membicarakan kaitan antara proses mental
dengan perilaku frustrasi dan penyesuaian diri.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini berlangsung bukan tanpa
hambatan. Akan tetapi, berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan tesis
ini dapat terselesaikan. Oleh sebab itu, sudah selayaknya penulis mengucapkan terima
kasih.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Tulisan ini diharapkan dapat memberi informasi yang berguna bagi pembaca,
khususnya tentang frustrasi tesis ini sudah penulis usahakan keilmiahannya, namun
penulis mengharapkan kritik dan saran demi untuk penyempurnaan lebih lanjut.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Wassalam.

Medan, 21 J uli 2009
Penulis,



Lela Erwany











Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
RIWAYAT HIDUP


Nama : Lela Erwany
Tempat, Tanggal Lahir : Empat Negeri, 8 J uni 1971
J enis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : J ln. Utomo, Desa Bakaran Batu, Kec. Batang Kuis
Kabupaten Deli Serdang
Pendidikan:
1. SD Inpres No. 014721 Empat Negeri, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten
Batu Bara (Tamat Tahun 1984).
2. SMP Negeri Simpang Dolok, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara
(Tamat Tahun 1987).
3. SMA Negeri Indra Pura, Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara (Tamat
Tahun 1990).
4. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra
Melayu (Tahun Masuk 1991, Tamat Tahun 1995).
5. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Tahun Masuk 2007, Tamat
Tahun 2009).
Pekerjaan:
1. Dosen Luar Biasa di Universitas Amir Hamzah, Medan (1997 2004).
2. Guru Bantu Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Swasta Al-Hilal, Medan
(2002-2005) dan menjadi Guru Tetap Yayasan Perguruan Al-Hilal (Sejak
Tahun 2005).
3. Dosen Kopertis Wilayah I dpk. UNHAM (Sejak Tahun 2005).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
DAFTAR ISI


Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
KATA PENGANTAR .. vi
RIWAYAT HIDUP .. viii
DAFTAR ISI .... ix
DAFTAR TABEL . xi
DAFTAR DIAGRAM ... xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii
DAFTAR ISTILAH....................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah .. 13
1.3. Tujuan Penelitian 13
1.3.1. Tujuan Umum . 13
1.3.2. Tujuan Khusus 13
1.4. Manfaat Penelitian . 14
1.4.1. Manfaat Teoritis . 14
1.4.2. Manfaat Praktis.... 14

BAB II KAJ IAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI .. 15
2.1. Kajian Pustaka 15
2.2 . Konsep 17
2.2.1. Perilaku .. 17
2.2.2. Proses Mental . 23
2.2.3. Novel .. 24
2.3. Landasan Teori .. 27
2.3.1. Teori Psikologi Sastra . 27
2.3.2. Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) 33

BAB III METODE PENELITIAN 37
3.1. Sumber Data 41
3.2. Pengumpulan Data .. 42
3.3. Keabsahan Data .. 43
3.4. Analisis Data .. 43
3.5. Tahapan Penelitian . 44
3.5.1. Tahap Persiapan .. 44
3.5.2. Tahap Pelaksanaan .. 44
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
3.5.3. Tahap Penyelesaian . 45

BAB IV GAMBARAN UMUM NOVEL LAILA MAJNUN. 46
4.1. Struktur Novel Laila Majnun... 46
4.1.1. Tema 46
4.1.2. Alur . 47
4.1.3. Karakter .. 52
4.1.4. Bahasa.. 59
4.1.5. Latar. 60
4.2. Hakikat Cinta Novel Laila Majnun. 62
4.3. Nizami Ganjavi sebagai Penyusun Layla Majnun dan
Penulis Kisah-kisah Cinta....................................................... 66

BAB V REPRESENTASI PERILAKU MANUSIA DALAM NOVEL
LAILA MAJNUN......................................................... 72
5.1. Frustrasi.. 72
5.1.1. Reaksi Agresif. 73
5.1.2. Reaksi Menghindar.. 80
5.1.3. Reaksi Kompromi 84
5.2. Penyesuaian Diri. 95
5.2.1. Regresi. 96
5.2.2. Berkhayal. 99
5.2.3. Pengalihan 102
5.2.4. Menutup Kelemahan 104
5.2.5. Peningkatan Diri.. 108

BAB VI ANALISIS PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA
MAJNUN..................................................................................... 112
6.1. Analisis Proses Mental 112
6.1.1. Mental Persepsi... 114
6.1.2. Mental Afeksi . 116
6.1.3. Mental Kognisi 119
6.2. Persentase Analisis Proses Mental 121

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. 126
7.1. SIMPULAN . 126
7.2. SARAN 128

DAFTAR PUSTAKA .. 130



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
DAFTAR TABEL


Nomor Judul Halaman
1. Refresentasi Perilaku Manusia dalam Novel LM .. 111
2. Persentase Analisis Proses Mental Novel LM ... 121













Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
DAFTAR DIAGRAM



Nomor Judul Halaman
1. Formulasi Bandura tentang Perilaku .. 20

2. Bahasa dan Konteks Sosial oleh Martin (Saragih, 2006: 3) .. 35


































Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
DAFTAR LAMPIRAN



Nomor Judul Halaman
1. Sinopsis.......................................................................... 133

2. Tabel Analisis Proses Mental ................................................ 146
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
DAFTAR ISTILAH



Agresif : Reaksi menyerang atau menyakiti. Perilaku ini terjadi
karena usaha untuk mencapai tujuan telah buntu.

Ahlulbait : Garis keturunan Nabi Muhammad SAW yang sampai
kepada duabelas Imam suci dalam kepercayaan mazhab
Syiah

Ahlul-Kisa : Keturunan nabi yang terdapat dalam hadist Kisa yang
mengacu kepada lima orang manusia suci yaitu, Nabi
Muhammad SAW, Imam Ali as, Syaidah Fathimah as,
Imam Hasan as, dan Imam Husain as.

Asy : Sup yang terbuat dari campuran tepung dan daging yang
dibuat pada hari ke-9 dan 10 Muharram dan diberikan
kepada peserta aza. Makanan ini adalah makanan khas
masyarakat Iran.

Asyuro : Tanggal 10 Muharram.

Aza Muharram : Acara duka yang digelar untuk memperingati syahidnya
Imam Husain as di Karbala pada tanggal 10 Muharram.

Baligh : Cukup umur atau dewasa.

Berkhayal : Melamun, reaksi ini terjadi ketika seseorang melakukan
kompensasi atas keinginan yang tidak tercapai.

Climax : Bagian alur cerita yang menunjukkan peristiwa mencapai
puncaknya.

Denoument : Bagian alur cerita yang menunjukkan pemecahan soal dari
semua peristiwa atau penyelesaian.

Ego : Bagian dari jiwa yang bereaksi terhadap kenyataan eksternal
yang dianggap seseorang sebagai diri.

Eros : Nafsu untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.
Perilaku yang ditujukan untuk kelangsungan dirinya sendiri
dan kesenangan.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Fenomena : Hal-hal yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat
diterangkan serta dinilai secara ilmiah.

Fenomenologi : Aliran pemikiran kesusastraan yang muncul di J erman pada
awal abad ke-20. Pada mulanya aliran ini adalah hasil dari
pemikiran falsafah yang dikemukakan oleh Edmund
Husserl.

Free-floating
anger
: Reaksi orang frustrasi kronis yang kemarahan atau rasa
permusuhan yang diungkapkan tidak pandang bulu.

Frustrasi : Rintangan terhadap dorongan atau kebutuhan. Frustrasi juga
diartikan sebagai proses tingkah laku yang terhalang.

Generating
circumtanses
: Bagian alur yang menunjukkan peristiwa yang bersangkut
paut mulai bergerak.

Id : Bagian dari jiwa yang tak disadari yang menyangkut
impuls-impuls yang naluriah, keturunan.

Kompromi : Menyerah pada suasana yang tidak mengenakkan agar
tujuan yang diimpikan tetap bisa terlaksana.

Libido : Keinginan atau hasrat yang harus dipuaskan.

Linguistik
Fungsional
Sistemik (LFS)
: Teori linguistik yang dipelopori oleh M.K.A. Halliday yang
berkebangsaan Australia yang memfokuskan perhatian
terhadap hubungan bahasa dan konteks.

Macan Ali : Gelar yang diberikan kepada Imam Ali as karena kekuatan,
keberanian dan kesederhanaannya.

Mazhab Syafii : Mazhab Islam terbesar yang berpedoman kepada fikih Imam
Syafii.

Mazhab Syiah : Mazhab mayoritas masyarakat Iran yang percaya kepada
kepemimpinan duabelas imam.

Menutup
Kelemahan
: Mengganti kelemahan dengan menunjukkan kelebihan.


Pengalihan : Perwujudan serangan yang ditujukan kepada objek sasaran
yang lain.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Peningkatan Diri : Tumbuhnya kesadaran akan hasrat pemenuhan dalam usaha
mencapai tujuan dan cita-cita yang dikehendaki.

Perilaku : Tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan.

Proses Mental : Kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indra, kognisi,
emosi, dan persepsi yang terjadi di dalam diri manusia.

Proyeksi : Penggantian kearah luar yang merupakan kebalikan dari
melawan diri sendiri.

Psikoanalisis : Sistem psikologi dan metode dalam perawatan
penyimpangan mental.

Psikologi : Studi ilmiah mengenai pikiran dan perilaku.

Psikologi Sastra : Kajian sastra yang dikaitkan dengan aktivitas kejiwaan.

Rasionalisasi : Proses merekayasa alasan agar terkesan logis untuk
mempertahankan harga diri.

Regrasi : Kembali ke perilaku atau ke tahap perkembangan yang
sebelumnya.

Ricing Action : Bagian alur yang menunjukkan keadaan mulai memuncak.

Scapegoating : Mencari kambing hitam atau mengalihan penyerangan ke
objek penyebab frustrasi karena ada rasa tidak berani
mengungkapkan rasa marah secara langsung.

Situation : Bagian alur yang menunjukkan pengarang mulai melukiskan
keadaan.

Sublimasi : Penggantian kepuasan karena kepuasan langsung dari
keinginan tidak mungkin terlaksana.

Suicide : Reaksi orang frustrasi dengan cara menyerang diri sendiri
sebagai objek pengganti kemarahan atau bunuh diri.

Thanatos : Nafsu atau gairah untuk mati.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pengaruh Iran yang dulu terkenal dengan nama Persia, terhadap Indonesia
kebanyakan dalam bidang kebudayaan, kesusastraan, pemikiran, dan tasawuf. Pada
kenyataannya, kebudayaan bangsa Iran cukup berpengaruh terhadap seluruh dunia.
Masyarakat Iran, setelah menerima agama Islam, banyak menemukan keahlian dalam
semua cabang ilmu keislaman, yang tidak satu pun dari bangsa lainnya yang sampai
pada derajat tersebut.
Sejak berabad-abad lampau hingga kini, Iran memiliki peranan penting dalam
percaturan dunia internasional. Kawasan ini tidak hanya menjadi tempat kelahiran
bapak revolusi Islam, yaitu Imam Khomeni, tetapi sejak dahulu telah menjadi tanah
kelahiran filsuf dunia seperti Razi, Kharazmi, Khoja Nashiruddin Thusi, Firdausi,
Rumi, Hafiz, Athar, Sadi, Umar Khayam, Nizhami, dan Sanai (Iqbal, 2006: vii).
Dalam wacana kesusastraan, Iran telah mengukir sederet prestasi yang
prestisius. Salah satu tema sentral literatur sastra mereka adalah keadilan. Oleh karena
itu, wajar apabila banyak orang selalu jatuh hati kepada karya-karya sastra Iran. Sadi
penyair besar Iran pernah mengatakan bahwa janganlah sekali-kali menyakiti semut
karena binatang itu memiliki nyawa sedangkan nyawa adalah sesuatu yang sangat
berharga. Bangsa Iran telah menyemarakkan dunia dengan karya-karya sastra tinggi
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
dalam bidang moral, ilmu-ilmu dunia dan akhirat, seni dan budaya, serta spiritualitas.
Sastra Persia sudah menjadi sastra dunia internasional (Iqbal, 2006: ix).
Hamzah Fanshuri adalah nama yang tidak bisa dilupakan dalam hal ini. Ia
adalah seorang sufi dan penyair Indonesia yang turut berjasa dalam menyebarluaskan
konsep-konsep Wahdat al-Wujud di Aceh dan tanah Melayu. Hamzah Fanshuri
sangat menguasai bahasa Persia dan Arab. Dalam karya-karya prosanya, seperti Asrar
al-Arifin, Syarab al-Asyikiqin, al-Muntaha, dan Rubaiyat Hamzah, bertebaran kosa
kata Persia. Demikian pula, dalam karya karya itu, seringkali dikutip dialog burung-
burung dari kitab Mantiq ath-Thayr karya Athar.
Dengan demikian bisa menyimpulkan bahwa pengaruh budaya Iran sangat
kental dalam kebudayaan Indonesia. Setiap tahun, sebagian masyarakat Indonesia
kerap mengenal ritual Aza Muharam dengan memasak sajian khusus dan membagi-
bagikannya kepada masyarakat. Makanan ini mirip dengan makanan asy yang ada
di Iran. Di J awa, makanan ini dikenal dengan nama bubur suro sedangkan di Aceh
dengan nama kanji asyura. Masyarakat Minang, memiliki tradisi sendiri untuk
menghormati Asyura (10 Muharram), yakni perayaan tabuik atau tabut. Tabut adalah
upacara ritual keagamaan yang diadakan untuk memperingati syahidnya Imam
Husain cucu Rasulullah SAW di Karbala.
Sejarah mencatat bahwa, di samping orang-orang Arab dan orang-orang Islam
dari India, orang-orang Iran memiliki peranan yang penting dalam perkembangan
Islam di Indonesia dan negeri-negeri Timur J auh lainnya. Ada dugaan bahwa
sebagain besar raja di Aceh bermazhab Syiah. Dimungkinkan pada masa awal
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
perkembangan Islam di sini, fikih Syiahlah yang berlaku. Namun, dengan
berkembangnya mazhab Syafii, mazhab Syiah mulai terkikis dan sekarang pengaruh
fikih Syiah di Indonesia tidak terlihat lagi (Iqbal, 2006: 27).
Pengaruh bahasa Iran juga terekam dalam karya-karya sastra Melayu.
Sebagian besar karya sastra klasik Iran diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
Dalam kitab Sejarah Melayu dan buku-buku lainnya, ucapan dan perumpamaan raja-
raja Persia sering kali dikutip. Hal in juga membuktikan bahwa raja-raja Persia itu
sangat dikagumi masyarakat Melayu. Kosa kata seperti bandar dan nakhoda, sejak
berabad-abad lampau sudah menjadi bahasa Melayu (Indonesia).
Sebagian besar raja Melayu menggunakan gelar-gelar Persia seperti Malik,
Syah, dan Sultan. Gelar ini juga disandang oleh raja-raja di Malaysia dan Indonesia.
Misalnya saja, di Malaka Sultan Muzhafar Syah, Sultan Manshur Syah, dan
di Pahang Sultan Muhammad Syah.
Pengaruh Iran juga terlihat pada singgasana para sultan di kesultanan Islam
Malaka. Masyarakat Malaka suka memakai topi yang bernama dastar, persis topi
yang sering digunakan masyarakat Iran di zaman dahulu. Gedung resmi kesultanan
Melayu disebut dengan istana yang diambil dari bahasa Persia dan stempel
kesultanan disebut dengan Cap Muhur.
Kisah-kisah tentang keberanian, keadilan, dan kesederhanaan Imam Ali as
sangat berpengaruh terhadap kesusastraan dunia Islam. Demikian pula adanya kisah-
kisah keberanian Imam Ali as dalam literatur Indonesia menunjukkan pengaruh kuat
mazhab Syiah terhadap pemikiran-pemikiran dan ritual-ritual masyarakat Indonesia.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Kitab Sejarah Melayu mencatat bahwa pada tahun 1511 M, beredar sebuah hikayat
tentang Muhammad Hanafiah (Hikayat Muhammad Hanafiah), putra Imam Ali bin
Abi Thalib as, yang dibacakan di hadapan Kesultanan Islam Malaka, agar keberanian
mereka bertambah, sehingga para tentara Malaka itu terdorong untuk melawan tentara
Portugis dengan penuh keberanian.
Masyarakat Malaysia sangat menghormati Ahlulbait Rasulullah SAW.
Mereka menganggap Imam Ali as sebagai sumber keberanian. Dengan perantaraan
Imam Ali as, yang bergelar Asadullah (Singa Allah), mereka memohon pertolongan
kepada Allah SWT. Pada sejumlah bendera milik beberapa kesultanan lokal
di Malaysia, gambar Singa Ali melambangkan kebesaran dan keberanian. Ini dapat
dilihat pada bendera milik Kesultanan Islam Kelantan, Malaysia. Dalam literatur
Melayu, Buraq disebut sebagai kuda Rasulullah SAW. Di samping itu, mereka juga
meyakininya sebagai kuda Imam Husain as. Hal ini karena Buraqlah yang membawa
ruh suci Imam Husain as ke sisi Allah SWT setelah syahid di padang Karbala (Iqbal,
2006: 126).
Pada bendera Kesultanan Islam Cirebon dan dinding-dinding istana
kesultanan, yang di J awa Barat di kenal dengan nama Kasepuhan, terpampang
gambar Macan Ali. Pada pendapa istana ini, di pasang dua gambar Macan Ali,
untuk keselamatan Kesultanan itu dari segala musibah dan ekspansi para penjajah.
Gambar ini masih terpampang hingga sekarang.
Di samping itu, sewaktu Kesultanan Demak, J awa Tengah, bersama pasukan
Kesultanan Islam Cirebon, atas perintah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung J ati) dan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
di bawah komando Fatahillah, membebaskan Sunda Kelapa pada 22 J uni 1527 M,
yang kemudian kota itu diberi nama Jayakarta (artinya kemenangan yang besar).
Mereka membawa bendera yang terdapat simbol Kekuatan Allah SWT dan lima
orang dari Ahlul-Kisa. Simbol ini berupa nama Allah SWT dan kekuatan-Nya
dengan simbol Bismillah, surah al-Ikhlas, dan surah al-Fath. J uga terdapat inisial dari
nama Muhammad SAW dan Fatimah as, simbol kekuatan dan keberanian Amirul
Mukminin Ali as dengar gambar seekor singa, pedang Imam Ali as yang terkenal
dengan julukan Zulfikar (pedang yang bermata dua), dan dua ekor singa lainnya
sebagai simbol Imam Hasan as dan Imam Husain as ( Iqbal, 2006: 126-127).
Kedatangan Islam ke tanah Melayu telah membawa perkembangan baru
kepada wilayah ini. Masyarakat Melayu hidup di Indonesia, Malaysia, Brunai
Darussalam, di wilayah Patani (Thailand), Filipina, dan Srilanka. Pengaruh
kebudayaan Iran terhadap kebudayaan Melayu, pada hakikatnya adalah berada
di bawah pengaruh tradisi Islam yang datang dari negeri Arab dan Iran, yang warna
tradisi Irannya tampak lebih kuat. Pengaruh Syiah juga terlihat pada ritual
pembacaan doa untuk menghindar dari musibah (tolak bala), yang disebut dengan
J ampi Mantra, dan tradisi pembacaan doa ratib.
Sastra Islam datang bersamaan dengan kedatangan Islam ke alam Melayu.
Sastra Islam ini bertugas untuk menyokong pendakwaan dalam agama Islam. Sastra
Islam yang pertama berkembang di alam Melayu adalah sastra kitab. Kemudian
barulah sastra berbentuk legenda dan kisah nabi.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Di awal sudah dijelaskan bahwa agama Islam yang berkembang di alam
Melayu pada mulanya berasal dari ulama India dan Persia. Oleh karena itu, karya
sastra yang bercorak Islam banyak yang berasal dari Persia. J ika dalam puisi dikenal,
gazhal, nazam, bayt, qitah, dan lain-lain. Sedangkan dalam bentuk prosa dijumpai
dalam sastra berbingkai. Salah satu jenis sastra berbingkai adalah Hikayat Seribu Satu
Malam.
Hikayat Seribu Satu Malam merupakan sastra berbingkai karena di dalam
cerita itu terdapat cerita lain. Di dalam Hikayat Seribu Satu Malam terdapat kisah
utama tentang bagaimana Ratu Syahrazad menceritakan satu kisah setiap malam
selama seribu satu malam kepada Raja Syahriar, suaminya, untuk menunda hukuman
mati dari suaminya itu (Yuwono, 2007: 89).
Cerita-cerita yang terdapat di dalam Hikayat Seribu Satu Malam yang sangat
popular dan diingat oleh masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Melayu, adalah
Aladin, Ali Baba, Abu Nawas, Laila Majnun, dan lain-lain. Dalam kreativitas
penulisan cerita-cerita tersebut disajikan dalam berbagai bentuk, seperti cerita anak,
komik, dan humor. Akhirnya timbullah cerita dalam beberapa versi yang disesuaikan
dengan kultur budaya cerita itu tercipta. Cerita itupun sering didramakan dan
difilmkan. Dalam kesusastraan Melayu klasik, cerita Abu Nawas ini berubah versinya
menjadi cerita Pak Belalang.
Laila Majnun masuk ke alam Melayu melalui sastra berbingkai. Sikana (2007:
85), mengatakan:
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Salah satu genre sastra bawaan daripada Arab Parsi yang dikaitkan dengan
hikayat ialah sejenis penceritaan yang sambung bersambung dan berantai.
Genre ini terkenal dengan nama Hikayat Berbingkai, karena strukturnya
berbeza dari hikayat umum. Dapat juga dinyatakan ia bersifat sebagai cerita
dalam cerita yaitu ceritanya terjadi daripada satu cerita pokok dan
di dalamnya terdapat berbagai-bagai cerita yang lain, dikenali sebagai cerita
sisipan, cerita berakhir dengan kembali kepada cerita pokok.cerita yang
sedia dikenal oleh masyarakat ialah Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Kalilah
dan Dimnah, dan Hikayat Seribu Satu Malam.

Di Indonesia, Laila Majnun pernah ditulis oleh Hamka dan diterbitkan oleh
Balai Pustaka tahun 1932, tebalnya 74 halaman. Kemasyhuran kisah Laila Majnun ini
juga telah memberi inspirasi kepada sutradara kondang Indonesia, alm. Sjumandjaja,
untuk membuat cerita layar lebar. Tahun 1975, dibuatlah film dengan judul Laila
Majnun dengan bintang utama Rini S Bono sebagai Laila dan Ahmad Albar sebagai
Majnun. Film ini mengantongi penghargaan untuk kategori Aktor Pembantu bagi
Farouk Afero pada Festival Film Indonesia 1976 (Purwantari, 2004).
Laila Majnun (selanjutnya disebut LM) adalah salah satu kisah yang populer
dalam dunia Islam. Selama lebih dari seribu tahun beragam versi dari kisah tragis ini
telah muncul dalam bentuk prosa, puisi, dan lagu dalam hampir semua bahasa
di negara-negara Islam Timur Dekat. Meski demikian, sajak epik Nizami-lah yang
masih menjadi dasarnya.
Nizami, seorang penyair Persia, ditugaskan untuk menulis LM oleh penguasa
Kaukasia, Shirvanshah, pada tahun 1188 Masehi. Dalam pengantar aslinya pada puisi
tersebut, Nizami menjelaskan bahwa seorang utusan dari Syirvanshah menemuinya
dan memberinya sebuah surat yang ditulis tangan oleh sang raja sendiri. Syirvanshah
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
memuji Nizami sebagai penyair dengan keelokan kata-kata terhebat di dunia, lalu
meminta Nizami untuk menulis sebuah epik romantis yang diambil dari cerita rakyat
Arab; kisah mengenai Majnun yang telah melegenda, sang penyair yang gila cinta,
dan Laila gadis padang pasir yang kecantikannya sangat terkenal (Nizami, 2008: 8).
Sedangkan Dar (2003: 9) penerbit dari Bairut berkomentar, LM menempati
posisi penting dalam deretan kisah cinta abadi mayarakat Arab. Kisah ini dituturkan
secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga menjadi semacam legenda
yang menjadi buah bibir para juru kisah di setiap penjuru negeri Arab, kisah Qays dan
Layla bukan sekedar cerita fiksi. Ia memiliki batas-batas faktual yang biasanya
mempermainkan imajinasi untuk kemudian diubah menjadi sekadar cerita atau mitos.
Banyak pengarang yang menyandarkan setiap kisah cinta pada kisah ini. Mereka lalu
menisbatkan banyak syair-syair cintanya kepada Qays, syair-syair yang diucapkannya
untuk Layla.
Kepopuleran kisah Layla dan Majnun ini dirasakan juga di Indonesia. Dua
penerbit di Indonesia menerbitkan cerita tersebut, yaitu Ilman Books dan Navila pada
tahun 2002. Bahkan, buku terbitan Navila menjadi buku paling laris dengan mencetak
rekor memasuki cetakan ke-18 pada bulan Mei 2004. Sementara buku terbitan Ilman
Books telah memasuki periode cetakan ke-6 pada tahun 2004 (Purwantari, 2004).
Kisah Layla dan Majnun terus diterbitkan di Indonesia. Pada tahun 2002,
penerbit Oase menerbitkan Laila Majnun dan sampai Maret 2008 sudah memasuki
cetakan ke-10. Buku terbitannya terjual lebih dari 10.000 eksemplar dan mendapat
julukan National Best Seller. Begitu juga dengan percetakan Babul Hikmah yang
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
menerbitkan Laila Majnun tahun 2007 dan pada bulan J uli 2008 sudah memasuki
cetakan ke-3. Buku terbitannya mendapat julukan International Best Seller.
Amin (2008: 109) menyatakan:
Nizhami adalah sufi penyusun kisah-kisah cinta yang sangat monumental.
Karyanya yang sangat terkenal adalah Laila dan Majnun yang telah
diterjemahkan ke dalam hampir semua bahasa-bahasa dunia. Kisah Laila dan
Majnun ini mengisahkan kisah cinta anak manusia yang tak sampai yang
akhirnya sang laki-laki, yaitu Qais menjadi gila dikarenakan cintanya yang
amat besar dan tergila-gila kepada Laila. Kendatipun berbentuk cerita tak
urung karya-karya itu mengandung banyak pelajaran tersembunyi bagi para
penempuh jalan spiritual. Tingkatan pengajarannya berkisar pada pelajaran
yang diperuntukkan bagi orang-orang awam hingga yang dikhususkan bagi
para pengenal sebuah tarekat sufi.
Selanjutnya Colin (Nizami, 2008: 9) mengatakan, Nizami sungguh telah
menciptakan sesuatu yang khususuntuk rajanya, Shirvanshah. Keasliannya yang
menolok terletak pada caranya yang bagus sekali dalam melukiskan area kejiwaan
yang berhubungan dengan kompleksitas emosi manusia ketika dihadapkan kepada
cinta yang tidak mengenal hukum. Cahaya yang dibawa hati ketika sedang jatuh
cinta; gairah dari rasa kasih sayang; duka akibat perpisahan; kepedihan akibat
kesangsian dan kecemburuan; pahitnya cinta yang dikhianati; kesedihan yang
ditimbulkan oleh kehilangan. Bahasanya mungkin adalah bahasa Persia abad ke-12,
namun temanya adalah sesuatu yang menembus semua batasan ruang dan waktu.
Sehubungan dengan komentar Colin di atas mengenai area kejiwaan, karya
sastra memang erat hubungannya dengan psikologi. Sastra pada dasarnya
mengungkapkan kejadian. Namun kejadian tersebut bukanlah fakta sesungguhnya,
melainkan sebuah fakta mental pengarang. Pengarang mengolah fakta objektif
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
dengan menggunakan fakta imajinasi, sehingga tercipta mental imajinatif. Di dalam
karya sastra akan tercermin berbagai fakta imajinatif yang membutuhkan kecermatan
dalam penelitiannya.
Atar Semi (Endraswara, 2008: 7) menyatakan:
karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan
pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius)
setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan dalam bentuk tertentu secara
sadar (concious) dalam bentuk ciptaan karya sastra.

Pendapat Atar Semi di atas, mengingatkan kepada kita bahwa karya sastra itu
tidak bisa terlepas dari pengarangnya. Dalam menciptakan karyanya pengarang
menuangkan idenya melalui fakta imajinasi dan merealisasikannya dalam bentuk
tulisan. Setelah karya sastra tercipta, maka dalam memahami karya tersebut pembaca
juga mengalami proses kejiwaan.
Untuk merekam gejala psikologi tersebut diperlukan seperangkat teori ilmu
jiwa. Tidaklah mengherankan jika terlahir beraneka psikologi yang menyoroti
kepribadian. Sebagai contoh lahir Psikoanalisis yang dikembangkan oleh S. Freud
dan lahir pula pemikiran yang serupa dari Alfred Adler yang mengemukakan teori
Psikologi Individual. Teori kepribadian lain yang dikenal dengan nama Social
Learning Theory hasil pengamatan dan studi dari seorang pakar yang bernama Albert
Bandura tidak ketinggalan pula seorang psikolog kondang dari Amerika, yaitu
Abraham Maslaw yang merumuskan teorinya dengan sebutan Humanistic Theory of
Personalitiy. Kita mengenal pula tokoh besar lain dari negeri yang sama, yaitu
George Kelly, dengan rumusan teori Cognitive Theory of Personality.
Sastra dan psikologi memiliki esensi penelitian yang sama yaitu manusia, baik
dari segi watak maupun perilaku. Wilayah penelitian keduanya sering terfokus pada
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
masalah manusia yang berbeda. Psikologi terfokus pada manusia dalam dunia nyata,
sedangkan sastra terfokus pada manusia dalam dunia khayal.
Pemahaman manusia dalam sastra akan lengkap apabila ditunjang oleh
psikologi, begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa teori penelitian psikologi
sastra jelas merupakan gabungan dari teori sastra dan teori psikologi. Hukum-hukum
psikologi dicocokkan dengan dalil sastra sehingga membentuk kerangka analisis.
Namun yang perlu dicermati oleh peneliti sastra adalah yang paling dominan harus
teori sastra agar penelitian tetap berada dalam koridor sastra. Psikologi hanya sebagai
alat bantu saja untuk mengungkapkan perilaku manusia dalam karya sastra.
Novel LM dipilih dalam penelitian ini karena sangat menarik untuk dikaji.
Selain karena novel ini termasuk novel terlaris nasional dan internasional,
kelebihannya juga terletak pada ceritanya yakni penderitaan batin yang dialami oleh
Majnun sebagai tokoh utama. Penderitaan batin tersebut menimbulkan perilaku yang
menyimpang dari manusia normal. Hal ini disebabkan karena frustrasi yang
berkepanjangan yang dialami oleh Majnun. Majnun sangat mencintai Layla. Cintanya
kepada Layla tidak bisa disamakan dengan cinta siapa pun di dunia ini. Ia rela hidup
menderita demi mempertahankan cinta tersebut. Begitu juga dengan Layla. Cinta
mereka tidak bertepuk sebelah tangan, namun karena kesombongan orang tua Layla,
membuat cinta mereka terhalang. Majnun tetap setia pada cintanya, begitu juga
Layla. Namun karena Layla perempuan, dia tidak bisa berbuat seperti Majnun dalam
melampiaskan rasa cintanya. Adat dalam masyarakat Arab melarang perempuan yang
sudah baligh bermain-main di luar rumah. Ia harus memasuki masa pemingitan.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Layla lebih menderita dari Majnun. Akhirnya rasa cinta itu harus dibawa sampai
mati.
Penderitaan yang dialami oleh kedua tokoh utama ini akan sangat menarik
bila dikaji secara psikologi. Psikologi memberikan gambaran tentang aktivitas-
aktivitas individu, baik aktivitas secara motorik, kognitif, maupun secara emosional.
Aktivitas-aktivitas itu merupakan perilaku sebagai manifestasi hidup kejiwaan. J ika
dikaitkan dengan kejadian yang dialami oleh Layla dan Majnun, maka novel LM ini
sangatlah tepat apabila dikaji melalui pendekatan psikologi sastra, tepatnya analisis
frustrasi.
Dalam penelitian ini penulis hanya membahas tentang perilaku Layla dan
Majnun, dan Syed Omi sebagai tokoh yang mengalami frustrasi dalam cerita LM.
Perilaku tersebut juga hanya dibatasi pada perilaku frustrasi dan penyesuaian diri
mereka.
Di samping itu, penelitian ini juga membahas tentang proses mental dalam
novel LM. Proses mental dapat memperlihatkan kepada pembaca tentang keadaan
jiwa orang yang sedang jatuh cinta dan perilaku orang yang cintanya terhalang yang
dalam hal ini berkaitan dengan frustrasi dan penyesuaian diri.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
1.2. Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah, maka diperlukan suatu
rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah representasi dari perilaku manusia dalam novel LM?
2. Bagaimanakah perolehan proses mental dalam novel LM?


1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua tujuan yakin tujuan
umum dan tujuan khusus.
1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji fenomena kejiwaan tokoh
utama melalui novel LM. Pengkajian salah satu aspek dari karya sastra (novel) belum
memadai untuk memahami novel tersebut. Oleh karena itu, pengkajian terhadap
novel LM dari perspektif kejiwaan akan menambah pemahaman yang lebih luas lagi
tentang novel tersebut. Pengkajian semacam ini dilakukan untuk lebih memperkokoh
kritik sastra dan menambah wawasan dalam kajian sastra itu sendiri.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Mendeskripsi dan menganalisis perilaku manusia dalam Novel LM.
2. Mendeskripsi dan menganalisis proses dalam novel LM.


Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah penerapan teori psikologi
dalam kajian sastra.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan model penelitian psikologi sastra terhadap
kajian karya sastra yang lain.
3. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian
linguistik tentang fungsi eksperensial yang direalisasikan melalui analisis
proses mental.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi kepada penikmat dan pembaca
tentang fenomena kejiwaan tokoh utama dalam novel LM.
2. Hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang penyakit jiwa yang
disebabkan oleh frustrasi.




Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Pustaka
Pengkajian terhadap novel LM sebenarnya sudah banyak dilakukan terutama
yang berbentuk artikel. Melalui internet, penulis temukan lebih dari duapuluh kajian
yang membahas tentang kekuatan cinta Majnun. Melalui Pustaka Online Media
ISNET - Hosen (1997), memperlihatkan energi cinta Majnun terhadap Laila
diibaratkan seperti cinta Majnun terhadap Allah. Dalam echs Blog (2004) dibahas
mengenai cinta Majnun terhadap Laila hampir sama kisahnya denga kehidupan yang
dialaminya. Harian Kompas tanggal 23 Oktober 2004, membahas tentang
perbandingan naskah LM yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, Ilman Books, dan
Navila.
Dari pengamatan penulis, terdapat beberapa penelitian yang mirip dengan
penelitian ini. Margaretha Evi Yuliana (UNS, 2004) meneliti untuk skipsinya yang
berjudul Konflik Tokoh-Tokoh Utama Novel Ca-Bau-Kan karya Remi Sylado:
Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
konflik yang dialami tokoh utama dalam novel ini memengaruhi sikap dan tingkah
laku masyarakat dalam bentuk tindakan menyimpang dari norma-norma dalam
masyarakat.
Penelitian lain dilakukan oleh Astin Nugraheni (UMS, 2006) dengan judul
skripsinya Konflik Batin Tokoh Zaza dalam Novel Azelea Jingga Karya Naning
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Pranoto: Tinjauan Psikologi Sastra. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konflik
yang dialami tokoh utama harus dihadapkan pada dua pilihan yang berat antara
kesetian terhadap suami dan kenyataan pahit yang harus dihadapi karena suaminya
selingkuh.
Penelitan lain dilakukan oleh Tarmizi Ramadhan (Tarmizi Ramadhans Blog,
21 Nopember 2008) dengan judul Analisis Frustrasi Tokoh Utama Novel Nayla
Karya Djenar Maesa Ayu (Sebuah Kajian Psikologis). Kajian ini didasarkan pada
hasil kajian Siswantoro (2005: 62) dengan judul: A study on Frustrasion on Relfelcted
in Harry, the Major Character of The Snows of Kilimanjaro, a Fiction by Ernest
Hemingway: Psychological Approach. Dalam analisisnya peneliti mengungkapkan
penyebab frustrasi Nayla, wujud frustasi Nayla, dan self adjasment (penyesuaian diri)
Nayla.
Dari kajian di atas, penulis mencoba melakukan hal yang sama tentang
perilaku Laila dan Majnun dalam LM. Penulis juga akan menganalisis sebab-sebab
dan wujud frustrasi serta penyesuaian diri mereka.
Kajian tentang Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dalam karya sastra
sudah banyak dilakukan. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Rohani Ganie
(USU, 2008) dengan judul tesisnya Analisis Genre Narasi Hikayat Perang Sabil:
Pendekatan Linguistik Sistemik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses
yang mendominasi dalam hikayat itu adalah proses material. Hal ini disebabkan
banyaknya verba aksi dan tindakan yang digunakan dalam hikayat tersebut.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Penelitian lain dilakukan oleh Hesti Fibriasari (USU, 2008) dengan judul tesis
Representasi Makna Eksperensial dan Antarpersona dalam Pengantar Majalah
Femina dan Kartini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat makna
eksperensial yang digunakan pada pengantar majalah tersebut, yaitu: proses material,
proses mental, proses relasional, dan proses verbal. Namun, kajian fungsi pengalaman
atau eksperensial terrhadap novel LM ini, belum pernah dilakukan.
Dari uraian tentang hasil penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa
orisinilitas penelitian dengan judul Perilaku Manusia dan Proses Mental dalam novel
Laila Majnun dapat dipertanggungjawabkan.

2.2. Konsep
2.2.1. Perilaku
Psikologi merupakan ilmu tentang perilaku atau aktivitas-aktivitas individu.
Karya sastra masih ada hubungannya dengan psikologi. Woodwortth dan Marquis
(Walgito, 2003: 15) memberikan gambaran bahwa psikologi itu mempelajari
aktivitas-aktivitas individu atau perilaku individu. Perilaku atau aktivitas-aktivitas
tersebut dalam pengertian yang luas, yaitu perilaku yang menampak (overt
behaviour) dan atau perilaku yang tidak menampak (inert behaviour), demikian pula
aktivitas-aktivitas tersebut di samping aktivitas motorik juga termasuk aktivitas
emosional dan kognitif.
Menurut Tim (2005: 858) di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
perilaku bermakna tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
lingkungan. Ini menunjukkan bahwa perilaku yang ada pada individu tidak timbul
dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu
yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun
demikian, sebagian terbesar dari perilaku individu itu sebagai respon terhadap
stimulus eksternal.
Kaum behaviouris memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap
stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu atau
organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan
perilakunya. Hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis.
Aliran kognitif memandang perilaku individu merupakan respon dari
stimulus, namun dalam diri individu ada kemampuan untuk menentukan perilaku
yang diambilnya. Ini berarti individu dalam keadaan aktif. Hubungan stimulus dan
respon tidak secara otomatis, tetapi individu mengambil peranan dalam menentukan
perilakunya. Woodworth dan Schlosberg membuat kaitan antara stimulus, organisme,
dan perilaku sebagai respon diformulasikan dengan formulasi: S-R-O. Ini berarti
dalam memberikan respon organisme itu ikut aktif ambil bagian. Formulasi tersebut
dapat disajikan dalam bentuk lain yaitu dengan formulasi: R = f(S,O), dengan
pengertian R =respon, f =fungsi, S =stimulus, dan O =organisme. Ini berarti bahwa
respons itu bergantung atau merupakan fungsi dari stimulus dan organisme yang
bersangkutan. Selanjutnya, apa yang ada dalam diri individu itu berperan
memberikan respons adalah apa yang telah dipelajari oleh organisme yang
bersangkutan. Oleh karena itu, formasi yang semula berbentuk R = f(S,O),
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
disempurnakan atau diubah menjadi R =f(S,A), dengan catatan A =anteseden
(Walgito, 2003: 15-16).
Di samping formulasi tersebut, masih terdapat formulasi-formulasi lain yang
semuanya itu memberikan gambaran tentang perilaku organisme. Lewin (Walgito,
2003: 16) memberikan formulasi mengenai perilaku itu dengan bentuk B =f(E,O),
dengan keterangan B =behaviour, f =fungsi, E =environment, dan O =organisme.
Formula tersebut memberikan pengertian bahwa perilaku (behaviour) itu merupakan
fungsi atau bergantung pada lingkungan (stimulus) dan organisme yang
bersangkutan.
Pada dasarnya formulasi yang dibuat oleh Lewin, tidak berbeda dengan
formulasi Woordworth dan Schlosberg, yaitu bahwa perilaku itu bergantung pada
lingkungan (stimulus) dan organisme yang bersangkutan. Dengan formulasi di atas
hubungan antara E dan O tidak tampak dengan jelas, yaitu bagaimana bentuk
hubungannya.
Paparan di depan menunjukkan perilaku itu muncul sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus dan organisme. Pengaruh perilaku belum nampak dalam
formulasi di atas. Bandura (Walgito, 2003: 17) mengemukakan suatu formulasi
mengenai perilaku, dan sekaligus dapat memberikan informasi tentang peran perilaku
itu terhadap lingkungan dan terhadap individu atau organisme yang bersangkutan.
Formulasi itu dapat digambarkan dengan diagram berikut:

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
B

E P
Diagram 1. Formulasi Bandura tentang Perilaku
Dengan pengertian B =behaviour, E =environment, P =person. Dalam hal ini
Bandura sendiri menggunakan pengertian person, bukan organisme.
Perilaku, lingkungan, dan individu, itu sendiri saling berinteraksi satu dengan
yang lain. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi individu itu
sendiri. Di samping itu perilaku juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula,
lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa perilaku manusia bisa dipengaruhi oleh
lingkungan dan faktor dari diri individu itu sendiri. Melalui novel LM, penulis akan
melihat perilaku Majnun yang gila disebabkan oleh faktor lingkungan, yaitu orang tua
Laila yang menolak menyatukan mereka dalam ikatan perkawinan, dan faktor internal
yang datangnya dari diri Majnun sendiri yang tidak mau berhenti mencintai Laila.
Penolakan dari orang tua Laila membuat Majnun frustrasi. Ia meninggalkan
kehidupan dunia dengan menyendiri di hutan. Dalam menjalani kehidupan, Majnun
menghadapi berbagai konflik atau pertentangan batin, baik pertentangan terhadap
dirinya sendiri maupun reaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Dari berbagai
fenomena yang dialami Majnun, muncul kekuatan mental dan pemahaman baru
tentang cara memaknai kehidupan. Perubahan sikap dan perilaku pun terjadi terhadap
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
diri Majnun karena terus dirundung berbagai konflik. Ia akhirnya menyendiri di hutan
sebagai reaksi menghindar dari situasi yang menyebabkan frustrasi. J adi, novel LM
ini sangat menarik bila dikaji dengan pendekatan psikologis, khususnya dalam
analisis perilaku dan frustrasi.
2.2.1.1. Frustrasi
Katz B. dan Lehner G.F.J . (Sundari, 2005: 46) mengatakan bahwa frustasi
merupakan rintangan terhadap dorongan atau kebutuhan. Kebutuhan dan dorongan
manusia banyak sekali jumlahnya. Wajarlah semua itu tidak dapat dipenuhi secara
bersama-sama, bahkan ada pula kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi secara wajar.
Frustrasi bisa juga diartikan sebagai suatu proses di mana tingkah laku
terhalang. Oleh karena kebutuhan, manusia bertindak atau berbuat atau bertingkah
laku untuk mencapai tujuan yakni melayani kebutuhan yang sesuai dengan dorongan.
Frustrasi juga merupakan suatu keadaan perasaan disertai proses rintangan (Sundari,
2005: 46).
Kebutuhan atau dorongan manusia yang sangat mendasar itu menimbulkan
seseorang bertingkah laku atau berbuat dalam bentuk apa pun untuk mencapai tujuan
sering mendapat halangan atau kekecewaan. Maka dapat dikatakan bahwa dalam
mengalami frustrasi sangat tergantung pada tanggapan masing-masing terhadap
situasi atau keadaan dan cara-cara mengekspresikan frustrasi tersebut. Misalnya
sesuatu keadaan atau situasi membuat dua orang sama-sama frustrasi, sebenarnya
mereka mempunyai dasar pengalaman yang berbeda sehingga tingkah laku mereka
selanjutnya akan berbeda. Hal ini dapat dilihat dari novel LM dan novel Romeo dan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Juliet. Tokoh utama dalam kedua novel tersebut sama-sama mengalami frustrasi
akibat cinta yang terlarang, namun mereka mengalami latar budaya yang berbeda,
sehingga tingkah laku mereka dalam menghadapi frustrasi itu juga berbeda.
Perasaan-perasaan frustrasi itu bermacam-macam kualitas dan kuantitasnya.
J arak dan dalamnya suatu keputusasaan, kemarahan ataupun kasih sayang kadang-
kadang merupakan peristiwa yang menyenangkan serta membantu memberikan
kekuatan dan memberikan rangsang.
Menurut Sarwono (2000: 59), frustrasi adalah suatu keadaan dalam diri
individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat
adanya halangan atau rintangan dalam usaha mencapai kepuasan atau tujuan tersebut.
Floyd L. Ruch (Siswantoro, 2005: 101) mengelompokkan frustrasi ke dalam tiga
katagori, yaitu reaksi agresi/menyerang (aggressive reactions), reaksi menghindar
(withdrawal reactions), dan reaksi kompromi (compromise reactions).
2.2.1.2. Penyesuaian Diri
Takdir setiap diri manusia adalah bahwa dia harus menyesuaikan diri dengan
harapan orang lain. Sudah menjadi nasib manusia, bahwa dirinya harus selalu
menyesuaikan diri dengan keinginan orang lain. Penyesuaian diri itu dimulai sejak
seseorang dilahirkan, ketika pertama sekali berinteraksi dengan anggota keluarga.
Wujud penyesuaian diri itu adalah dengan cara ia menerima perlakuan anggota
keluarganya terhadap dirinya.
Di sisi lain, manusia juga dilengkapi oleh usaha peningkatan diri, karena tidak
hanya cukup merasa puas dengan menerima sesuatu yang ada pada diri dalam kondisi
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
statis. Di dalam masyarakat modern seseorang harus berjuang untuk sukses. Oleh
karena itu, seseorang yang telah mampu menyesuaikan diri adalah orang yang tidak
hanya mampu memenuhi aturan standar kelompok masyarakat tertentu, tetapi juga
berupaya secara kompetitif dengan yang lain untuk sebuah tempat terhormat
(Siswantoro, 2005: 115).
Selanjutnya Bonner (Siswantoro, 2005: 116-121) menjelaskan bahwa
penyesuaian diri dapat dilakukan dengan cara lain yakni reaksi diri (self defence)
yang dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu penekanan (repression),
berkhayal (fantasy), menutup kelemahan (compensation), dan peningkatan diri (self
enhancement).
2.2.2. Proses Mental
Halliday (Saragih, 2006: 28) menjelaskan, Satu unit pengalaman yang
sempurna direalisasikan dalam klausa yang terdiri atas tiga unsur, yaitu proses
(process), partisipan (participant) dan sirkumstan (circumtance). Proses menunjuk
kepada kegiatan atau aktivitas yang terjadi dalam klausa yang menurut tata bahasa
tradisional dan formal disebut kata kerja atau verba. Partisipan dibatasi sebagai orang
atau benda yang terlibat dalam proses tersebut. Sirkumstan adalah lingkungan tempat
proses yang melibatkan partisipan terjadi. Inti dari satu pengalaman adalah proses.
Dikatakan demikian, karena proses menentukan jumlah dan kategori partisipan.
Proses juga menentukan sirkumstan secara tidak langsung.
Dalam perspektif LSF (Linguistik Sistemik Fungsional), proses mental
menunjukkan kegiatan atau aktivitas yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
persepsi yang terjadi di dalam diri manusia, seperti melihat, mengetahui, menyenangi,
membenci, menyadari, mendengar, dan lainnya. Proses mental terjadi di dalam diri
(inside) manusia dan mengenai mental (psychological aspects) kehidupan (Saragih,
2006: 31). Secara semantik, proses mental menyangkut pelaku manusia saja atau
maujud lain yang berperilaku manusia, seperti tingkah laku hewan dalam cerita fabel.
Proses mental adalah proses mengindra, dengan kehadiran partisipan seorang
manusia atau mirip manusia yang terlibat dalam proses melihat, merasa, atau berfikir,
dan juga dapat melibatkan lebih dari satu partisipan. Dalam hal ini, proses mental
mempunyai dua partisipan, yang pertama manusia atau seperti manusia, yang
dinamakan sebagai pengindra. Partisipan kedua dapat berupa benda ataupun fakta
adalah partisipan yang diindra dinamakan fenomena.
Proses-proses mental dikategorikan ke dalam tiga jenis pengelompokan:
(1) persepsi, (2) afeksi, dan (3) kognisi (Sinar, 2008: 33). Proses mental persepsi
ditandai dengan aktivitas mata, seperti melihat, Proses mental afeksi ditandai dengan
aktivitas hati, seperti mencintai, sedangkan proses mental kognisi ditandai dengan
aktivitas otak, seperti ingat.
2.2.3. Novel
Di Indonesia, istilah novel dikenal sejak kemerdekaan, karena para sastrawan
dan intelektual berorientasi ke Inggris dan Amerika. Inggris dan Amerika mengenal
istilah novel sebagai salah satu karya fiksi. Sebelum jaman kemerdekaan bangsa
Indonesia memakai istilah roman. Sedangkan dalam kesusastraan Melayu klasik lebih
dikenal dengan istilah hikayat.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Istilah roman digunakan pada waktu itu karena sastrawan Indonesia pada
umumnya berorientasi ke negeri Belanda, yang lazim menamakan bentuk novel
dengan sebutan roman. Istilah ini juga dipakai di Perancis dan Rusia, serta sebagian
negara Eropa (Semi, 1988: 32).
Sumardjo dan Saini (1991: 29) menegaskan bahwa istilah novel sama dengan
istilah roman. Kata novel berasal dari Italia yang kemudian berkembang di Inggris
dan Amerika Serikat. Sedangkan istilah roman berasal dari genre romance dari abad
pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan.
Berdasarkan asal usul istilah di atas memang ada sedikit perbedaan antara
roman dan novel yakni bahwa novel lebih pendek ceritanya dibandingkan dengan
roman. Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat dan
pemusatan kehidupan yang tegas, sedangkan roman dikatakan sebagai
menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas yang biasanya melukiskan
peristiwa dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan meninggal dunia. Namun,
tidaklah perlu dibedakan antara novel dan roman. Saat sekarang ini, dalam pengertian
novel sudah tercakup pengertian roman.
Sebuah karya sastra seperti novel tidak akan sama betul dan mungkin tidak
akan pernah sama dengan kehidupan. J ika sebuah novel sama dengan kehidupan
tanpa olahan pengarangnya mungkin karya tersebut tidak akan dibaca orang, karena
kering tanpa bumbu. Sama halnya dengan membaca buku ilmiah. J adi, sebuah karya
sastra atau novel tidak boleh terlalu asing dengan kehidupan manusia. Novel harus
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
memuat tentang kehidupan manusia yang diolah dengan fakta imajinasi
pengarangnya.
Novel sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita yang
di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia
(tokoh). Secara spesifik realita psikologis misalnya kehadiran fenomena kejiwaan
tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri
dan lingkungan. Fenomena yang hadir di dalam novel baru memiliki arti, kalau
pembaca mampu memberikan interpretasi dan ini berarti ia memiliki bekal teori
tentang psikologi yang memadai (Siswantoro, 2005: 29).
Dengan demikian, novel sebagai sebuah karya sastra dapat merekam gejala
kejiwaan yang terungkap lewat perilaku tokoh. Perilaku ini menjadi data atau fakta
empiris yang harus dimunculkan oleh peneliti atau pembaca. Peneliti harus memiliki
teori-teori psikologi yang memadai di dalam usaha memaknai perilaku tokoh. Tanpa
pengetahuan psikologi yang memadai, kegiatan analisis hanya akan berhenti sebatas
kerangka atau bingkai general semata, yakni analisis psikologi tanpa mampu
menjelaskan secara tajam gejala psikologi seperti apa yang diidap tokoh.
Orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam sebuah roman atau
drama dengan memanfaatkan pertolongan pengetahuan psikologi. Andai kata ternyata
tingkah laku tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan apa yang diketahuinya tentang jiwa
manusia, maka dia telah berhasil menggunakan teori-teori psikologi modern untuk
menjelaskan dan menafsirkan karya sastra. Bila tokoh Hamlet menunjukkan tingkah
laku yang kemudian oleh Freud dinyatakan sebagai ciri-ciri jenis kepribadian tertentu
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
yang bertingkah laku tertentu di dalam lingkungan tertentu, tidaklah berarti bahwa
pujangga Shakespeare mengenal teori-teori Freud, melainkan memang berarti
Shakespeare mempunyai pengamatan yang tajam dan mendalam tentang hakikat atau
kodrat manusia (Hardjana, 1991: 6).

2.3. Landasan Teori
2.3.1. Teori Psikologi Sastra
Psikosastra atau psikologi sastra adalah kajian sastra yang dikaitkan dengan
aktivitas kejiwaan. Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi. Sastra
berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, dan esai yang dapat diklasifikasikan ke
dalam seni. Sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang ilmu jiwa yang
menekankan perhatian pada manusia, terutama pada perilaku manusia dan proses
mental (Siswantoro, 2005: 29). Hal ini dapat dipahami karena perilaku merupakan
fenomena yang dapat diamati dan tidak abstrak. Sedangkan jiwa merupakan sisi
dalam manusia yang tidak teramati tetapi bisa dicermati melalui pancaindra.
Meski berbeda, sastra dan psikologi, keduanya memiliki titik temu atau
kesamaan. Keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian.
Dalam karya sastra dapat dilihat rekaman kejiwaan yang terungkap lewat perilaku
tokoh. Perilaku ini menjadi data atau fakta empiris yang harus dimunculkan oleh
pembaca atau peneliti sastra. Perilaku manusia sangat beragam, tetapi memiliki pola
atau keterulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang
ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
tertentu. Misalnya perilaku yang berhubungan dengan fenomena frustrasi atau
kecemasan. Pemahaman fenomena kejiwaan ini dapat dilakukan lewat perilaku
seperti apa yang diucapkan dan diperbuat penanggung frustrasi. Ucapan dan
perbuatan tadi menjadi bahan observasi dan seterusnya diidentifikasi sebagai kategori
represi, agresi, proyeksi, atau kategori lain. Demikian pula perilaku seseorang yang
menanggung gejala jiwa tak normal dapat dipilah-pilah ke dalam kategori histeria,
fobia, depresi, dan lain-lain (Siswantoro, 2005: 26).
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sabagai aktivitas
kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya.
Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya tak akan lepas dari kejiwaan masing-
masing. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan
dilengkapi dengan kejiwaannya. Pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar
pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra (Endraswara, 2003:
96).
Pada dasarnya, psikologi sastra akan ditopang oleh tiga pendekatan sekaligus,
yaitu:
1. Pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologi tokoh dalam karya sastra,
2. Pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek psikologis pembaca
sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang
dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya sastra.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
3. Pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika
melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat baik penulis sebagai pribadi
maupun wakil masyarakatnya (Roekhan, 1990: 88).
Dari pendapat Roekhan di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan psikologi
sastra adalah pendekatan yang menumpukan analisis pada aspek kejiwaan, yaitu
aspek kejiwaan tokoh yang terdapat dalam karya sastra, aspek kejiwaan pengarang,
dan aspek kejiwaan pembaca.
Hal ini sejalan juga dengan pendapat Wellek dan Austin (1989: 90) ada tiga
cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra,
yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami
unsur-unsur kejiwaan tokoh fiksional dalam karya sastra, c) memahami unsur-unsur
kejiwaan pembaca.
Kajian terhadap psikologi sastra memang agak tertinggal dibandingkan
dengan kajian sastra lainnya. kajian ini baru diminati banyak orang sekitar tahun
1980-an. Harus diakui, khususya di Indonesia, analisis psikologi sastra lebih lambat
perkembangannya dibandingkan dengan sosiologi sastra. Ada beberapa indikator
yang juga merupakan penyebabnya, di antaranya: a) psikologi sastra seolah-olah
hanya berkaitan dengan manusia sebagai individu, kurang memberikan peranan
terhadap subjek transindividual, sehingga analisis dianggap sempit, b) dikaitkan
dengan tradisi intelektual, teori-teori psikologi sangat terbatas, sehingga para sarjana
kurang memiliki pemahaman terhadap bidang psikologi sastra, c) berkaitan dengan
masalah pertama dan kedua, relevansi analisis psikologis pada gilirannya kurang
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
menarik minat, khususnya di kalangan mahasiswa, yang dapat dibuktikan dengan
sedikitnya skripsi dan karya tulis yang lain yang memanfaatkan pendekatan psikologi
sastra (Ratna, 2004: 341).
Psikosastra tidak bermaksud untuk memecahkan masalah psikologis praktis.
Secara definitif, tujuan psikosastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang
terkandung dalam suatu karya. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa analisis
psikosastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan
hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak
langsung. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya, masyarakat dapat
mengalami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang
terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004:
342-343).
Kehadiran manusia dalam sastra sulit dibantah. Manusia secara psikologis
adalah mini dunia. Oleh sebab itu, mempelajari manusia dalam sastra sama halnya
mengitari dunia. Wajah dunia baik mikrokosmos maupun makrokosmos, selalu ada
dalam sastra. Maka, para peneliti psikologis akan tertarik pada wajah dunia ini.
Wajah dunia ini memang bisa dilihat dengan berbagai kacamata keilmuan sastra,
namun secara psikologis dipandang lebih menukik pada esensi manusia itu sendiri
(Endraswara, 2008: 10).
Psikologi sastra sebagai grand theory, bernaung di bawahnya beberapa teori
seperti teori psikoanalisis, teori kognitif, teori psikologi behaviouristik, teori
psikologi humanistik, teori psikologi eksistensial, dan lain-lain.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Psikologi behaviouristik adalah psikologi yang menitikberatkan pandangan
pada perilaku manusia. Gagasan tokoh psikolog Skinner sampai saat ini masih
cemerlang. Gagasan dia berfokus pada kondisional manusia. Kejiwaan manusia amat
terbuka sehingga bisa terpengaruh yang lain. Itulah sebabnya tindakan (behaviour)
seorang bisa tergantung rangsang psikologisnya (Endraswara, 2008: 56).
Psikologi behavioristik berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia
adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Perilaku manusia disikapi
sebagai respon yang akan muncul jika ada stimulus tertentu yang berupa lingkungan.
Akibatnya, perilaku manusia dipandang selalu dalam bentuk hubungan karena
stimulus tertentu akan memunculkan perilaku yang tertentu pula pada manusia.
Disadari atau tidak, dunia penelitian psikologi sastra awal adalah teori Freud.
Meskipun tidak harus dinyatakan dia sebagai pencetus teori, namun perkembangan
berikutnya memang agak tersendat. Teori analisis psikologi Freud banyak
mengilhami para pemerhati psikologi sastra. Dia membedakan kepribadian menjadi
tiga, yaitu id, ego, dan super ego. Isi id adalah dorongan-dorongan primitif yang
harus dipuaskan, salah satunya adalah libido.
Freud adalah seorang ahli penyakit jiwa, karena itu pandangannya tentang
tingkah laku manusia condong pada masalah atau penyakit yang dihadapi individu.
Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku individu bersumber dari id yang
dikuasai oleh nafsu atau libido. Id berisi insting-insting dasar alami yang dibawa oleh
individu sejak lahir. Adapun ego berfungsi menghubungkan keinginan atau
dorongan-dorongan id untuk berhubungan dengan sekitarnya. Baik atau buruk
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
tingkah laku yang dinampakkan untuk memenuhi dorongan id, dikontrol oleh super
ego (hati nurani). Super ego itu berisi norma-norma, etika yang diperoleh individu
dari masyarakat sekitar terutama orang tuanya.
Menurut Freud, perilaku individu merupakan dorongan dari energi psikis yang
disebut eros (nafsu untuk hidup dan mempertahankan kehidupan) yang bersumber
dari libido-seksual. Energi psikis lain adalah thanotos (nafsu untuk mati). Dorongan
terakhir ini banyak ditunjukkan oleh individu-individu yang frustrasi, yaitu
pernyataan hasrat-hasrat yang sangat meluap akibat rintangan dari sekitarnya (Faisal
dan Andi, TT: 206).
Selanjutnya, Freud (Faisal dan Andi, TT: 206) merumuskan perilaku sebagai
respon atau jawaban terhadap suatu stimuls atau rangsangan. Respon tersebut sifatnya
sangat subjektif bergantung pada pemenuhan dorongan-dorongan eros dan thonatos,
yang keduanya berasal dari dorongan libido.
Psikologi eksistensialisme menggunakan sebuah metode filosofis yang
disebut fenomenologi. Fenomenologi adalah kajian yang teliti dan lengkap terhadap
fenomena, dan pada dasarnya merupakan temuan filosof Edmund Husserl. Fenomena
adalah semua muatan kesadaran, hal, kualitas, hubungan, kejadian, pikiran, citra,
memori, fantasi, perasaan, tindakan, dan seterusnya yang semuanya dialami.
Fenomenologi adalah sebuah upaya yang memungkinkan pengalaman-pengalaman
itu bisa berbicara, sehingga mampu menampakkan diri dan menggambarkan gaya
yang sebisa mungkin tidak bias (Boeree, 2008: 441).
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Kaum eksistensialis kadang juga dipenuhi dengan kematian. Saat menghadapi
kematianlah kehidupan ini baru bisa dipahami. Sepertinya, manusia adalah makhluk
yang sadar akan kematiannya sendiri. Menolak kematian berarti menolak kehidupan.
Sebagian besar manusia, menjalani hidup ini dengan melibatkan sebuah penolakan
atas kemanusiaan, dasein, dengan kecemasan, rasa bersalah, dan kematian. J ika orang
sudah tidak lagi hidup secara autentik berarti dia tidak lagi menjadi tetapi hanya
mengada. Karena itulah bila hidup adalah sebuah gerakan, maka hidup telah
berhenti (Boeree, 2008: 443).
Ada banyak cara untuk menjadi hidup ini tidak autentik. Ini bisa dilihat dari
sikap orang yang mengabaikan kebebasannya sendiri dan menjalani hidup
berdasarkan kompromi-kompromi dan bertuan pada harta. Orang sibuk mengurusi
putusan moral yang akan dibuat. Hidup secara autentik berarti sadar akan kebebasan
dan tugas dalam menciptakan diri sendiri, juga sadar akan adanya kecemasan, rasa
bersalah, dan kematian. J adi dituntut untuk bisa menerima segalanya dalam sebuah
perilaku penegasan diri. Teori ini dipergunakan untuk memecahkan masalah pertama.
2.3.2. Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)
Teori LSF ini dikembangkan oleh ahli bahasa Prof. M.A.K. Halliday, guru
besar dari Universitas Sydney, Australia. Guru beliau langsung ketika belajar
di Universitas London adalah seorang ahli bahasa J .R. Firth. Teori yang dikemukakan
oleh Firth ini adalah kombinasi dari beberapa teori linguistik Saussure (Swiss),
Hjemslev (Copenhegen), Malinowski (Inggris) dan aliran Praha yang kemudian dapat
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
melahirkan suatu teori yang distingtif. Halliday melanjutkan teori Firth dan sedikit
dipengaruhi Boas, Hymes, dan Bloomfield dari Amerika (Sinar, 2008: 14).
Menurut teori LSF, bahasa adalah fenomena sosial, yaitu bahasa cenderung
sebagai alat berbuat (doing) sesuatu daripada mengetahui (knowing). Bahasa
merupakan sistem jaringan yang terdiri atas pilihan-pilihan arti. Beberapa pokok
pikiran penting teori LSF dibagi menjadi lima penegasan utama, yaitu (1) bahasa
adalah sistem, (2) bahasa adalah fungsional, (3) bahasa adalah membuat makna-
makna, (4) bahasa adalah sistem semiotik sosial, (5) penggunaan bahasa adalah
kontekstual (Sinar, 2008: 19).
Dalam perspektif LSF, bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yakni sistem
bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Teori ini memiliki dua
konsep dasar yaitu (1) bahasa merupakan fenomena sosial yang terwujud sebagai
semiotik sosial, (2) bahasa merupakan teks yang konstrual (saling menentukan dan
merujuk) dengan konteks sosial (Saragih, 2006: 1).
Konsep pertama memiliki pengertian bahwa sebagai semiotik lazimnya,
bahasa terjadi dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi. Namun, berbeda dengan
semiotik biasa, semiotik sosial bahasa memiliki unsur lain yaitu bentuk. Dengan
demikian bahasa dalam interaksi sosial terdiri atas tiga unsur yaitu: arti, bentuk, dan
ekspresi. Hubungan ketiganya dapat dikatakan sebagai arti (semantic atau discourse
semantics) direalisasikan bentuk (lexicogrammar) dan bentuk ini akan dikodekan
oleh ekspresi (phonology graphology). Dengan kata lain, dalam pandangan LSF
bahasa terdiri dari tiga strata, yakni semantik, tata bahasa, dan fonologi (dalam bahasa
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
lisan) dan grafologi (dalam bahasa tulisan). Sifat hubungan arti dan bentuk adalah
alamiah (natural) dengan pengertian hubungan itu dapat dirujuk kepada konteks
sosial, sementara hubungan antara arti dan ekspresi adalah arbitrer.
Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis, yaitu semiotik denotatif dan
semiotik konotatif. Sistem semiotik denotatif memiliki arti dan ekspresi. Dalam
pemakaian bahasa semiotik denotatif terbentuk dalam hubungan antar strata (level)
aspek bahasa yang terdiri atas arti (semantics), tata bahasa (lexicogrammar) dan
bunyi (phonology) atau tulisan (graphology).
Sistem semiotik konotatif hanya memiliki arti dan tidak memiliki bentuk.
Dalam pemakaian bahasa, semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa
dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya (context of culture)
dan konteks situasi (register). Sistem semiotik konotatif menunjukkan bahwa
ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya direalisasikan oleh konteks situasi,
selanjutnya, konteks situasi direalisasikan oleh bahasa. Representasi semiotik
denotatif dan konotatif bahasa dapat digambarkan dalam tataran berikut:
Ideologi
Budaya
Situasi
Semantik Tata Bahasa Fonologi
Diagram 2. Bahasa dan Konteks Sosial oleh Martin (Saragih, 2006: 3)
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Konsep kedua menetapkan bahwa LSF berfokus pada kajian teks atau wacana
dalam konteks sosial. Teks dibagi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks
sosial. Bahasa yang fungsional memberi arti kepada pemakai bahasa. Dengan
demikian, teks adalah unit arti atau unit semantik bukan unit tata bahasa
(grammatical unit), seperti kata, frase, klausa, paragraf, dan naskah. Sebagai unit arti
teks direalisasikan oleh berbagai unit tata bahasa (Saragih, 2006: 3-4).
Metafungsi bahasa diartikan sebagai fungsi bahasa dalam pemakaian bahasa
oleh penutur bahasa. Metafungsi bahasa itu mencakup tiga fungsi bahasa dalam
kehidupan manusia, yaitu memaparkan atau menggambarkan pengalaman (ideational
meaning), mempertukarkan pengalaman (interpersonal meaning), dan merangkai
pengalaman manusia (textual meaning). Ketiga fungsi bahasa itu dikemukakan oleh
Halliday (Sinar, 2008: 20). Dalam setiap interaksi antarpemakai bahasa, penutur
menggunakan bahasa untuk memapar, mempertukarkan, dan merangkai atau
mengorganisasikan pengalaman.
Seorang pemakai bahasa merealisasikan pengalamannya (pengalaman bukan
linguistik) menjadi pengalaman linguistik. Pengalaman bukan linguistik dapat berupa
kenyataan dalam kehidupan manusia atau kejadian sehari-hari, seperti pohon
tumbang, angin berhembus, dan lain-lain. Pengalaman bukan linguistik ini
direalisasikan ke dalam pengalaman linguistik yang terdiri atas tiga unsur, yaitu
proses, partisipan, dan sirkumtans (sircumtance). Realisasi ini harus dilakukan
pemakai bahasa karena hanya pengalaman linguistik ini yang dapat dipertukarkan
(Saragih, 2006: 7). Teori ini dipergunakan untuk menganalisis masalah kedua.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitan ini mengunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi
kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti untuk menggambarkan secara cermat
sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok), fenomena, dan tidak terbatas pada
pengumpulan data melainkan meliputi analisis dan interpretasi.
Tugas fenomenologi adalah menerangkan fenomena sebagai dunia yang hidup
(lived world) seperti yang diserap secara indrawi. Untuk sampai pada tataran tersebut
harus ada keterlibatan antara subjek dengan objek, yaitu emphatic. Hal ini bisa terjadi
sebab tidak ada selubung antara subjek dan objek. Subjek yang berkesadaran
memainkan peran sentral di dalam menangkap objek selaku fenomena. Sedang objek
yang tampak kepada subjek adalah realita itu sendiri. Hubungan antara subjek dan
objek tanpa adanya perantara memungkinkan penangkapan fenomena sebagai realita
murni. Ini sejalan dengan aliran filsafat modern yang dibangun oleh Edmund Husserl
sebagai dasar fenomenologi (Siswantoro, 2005: 9).
Di dalam fenomenologi, kesadaran adalah intensional dan seluruh kesadaran
adalah kesadaran akan sesuatu. Ini berarti kesadaran tidak pasif, tidak sekadar sebagai
lembar kertas yang berisi registrasi atau daftar catatan objek-objek. Kesadaran
bersifat aktif yang di dalamnya terjadi proses berfikir. J adi ketika berpikir, di dalam
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
kesadaran, pikiran sebetulnya tertuju pada objek tertentu. Oleh sebab itu, intensional
menurut Husserl adalah tertuju ke arah objek, ke arah realitas.
Pandangan Husserl tentang intensional dan realita adalah karena kesadaran
ditandai oleh intensionalitas, fenomena harus dimengerti sebagai apa yang
menampakkan diri. Menyatakan kesadaran bersifat intensional sebetulnya sama
artinya dengan menyatakan realitas menampakkan diri. Dua ucapan ini seakan dua
sisi mata uang logam yang sama. Intensionalitas dan fenomena adalah korelatif
(Bertens, 1983: 101).
Deskripsi di atas menunjukkan bahwa korelasi atau saling ketergantungan
antara kesadaran yang intensional dan fenomena sebagai realita yang tampak
mempertegas pengertian tentang hubungan yang tidak terpisahkan antara subjek yang
berpikir dengan objek yang dimaksud atau dituju. Selain itu, korelasi berlaku bagi
kesadaran dan realita karya sastra seperti novel, puisi, atau drama. Menangkap realita
di dalam novel sebagaimana yang tampak adalah membiarkan kesadaran tertuju
kepada fenomena itu sehingga akan tertengkap realita yang esensial yang tidak
berubah dan tidak membias (Siswantoro, 2005: 10).
Sebuah teks novel, misalnya memiliki beraneka interpretasi yang hadir
di alam pikiran pembaca sebagai produk tindak membaca. Namun interpretasi tidak
mengejawantah secara mandiri, lepas dari faktor lain, katakanlah faktor gejala atau
fenomena yang muncul di alam kesadaran pembaca. Memang tidak dapat diingkari
bahwa tindak membaca begitu sentral di dalam kegiatan sastra yang merupakan
prasyarat bagi proses interpretasi.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Dalam metode fenomenologi, pembaca selaku subjek menjadi sentral sebab
penampakan realita atau fenomena yang pada ujungnya bermuara kepada pemberian
makna, interpretasi dan penilaian atas sebuah karya sastra merupakan hasil olah
tindak berfikir lewat proses membaca. Pembaca tidak hadir dengan kepala kosong
pada saat menggeluti teks. Alam kesadarannya diendapi dengan beragam teori yang
terkait dengan dunia sastra dan akan naik ke permukaan pada waktunya ketika terpicu
oleh rangsang di luar. Endapan teori di kesadaran ini dikenal dengan label
pengetahuan latar yang pada saat dibutuhkan memberi kontribusi di dalam pewarnaan
interpretasi dan penangkapan realita teks (Siswantoro, 2005: 12).
Berbanding dengan pendekataan-pendekatan lain, fenomenologis begitu yakin
bahwa pendekatan merekalah lebih cocok karena berhasil mempertahankan keaslian
sebuah karya atau teks dengan membawa kemampuan akal untuk masuk ke dalamnya
tanpa menggugat struktur-struktur asal kepengarangan seorang penulis. Melihat
kepada situasi ini, sebagai kesimpulannya, pembaca akan menerima teks sebagai
sebuah ciptaan tentang kebenaran mutlak dalam suatu kesadaran (Sikana, 2009: 345).
Pada akhirnya, pembaca berperan sentral di dalam proses penangkapan
fenomena yang kehadirannya di dalam sebuah teks tidak sebatas oleh penampakan
tunggal. Tugas analisis adalah menggugah penampakan realita atau menjelaskan
fenomena yang muncul dari sekian ragam potensi fenomena dalam perspektif
pengetahuan latar yang mengendap di alam kesadarannya.
Untuk sampai ke titik fenomena yang pasti dan tidak berubah dalam novel
LM, penulis memanfaatkan prinsip-prinsip fenomenologi Husserl. Pertama, peneliti
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
selaku subjek adalah pelaku yang berkesadaran dan yang menentukan penampakan
fenomena pada teks yang menjadi objek pengamatan. Dalam novel LM, fokus utama
perhatian terarah kepada pemahaman fenomena psikologis, tokoh utama menjadi
objek pengamatan untk bisa diperoleh pemahaman, pikiran, perasaan, ataupun motif
yang menjadi latar perilakunya.
Dalam proses pencerapan fenomena, peneliti sebagai subjek yang
berkesadaran telah memiliki seperangkat teori psikologi yang telah mengendap
di alam pikiran. Pengetahuan latar ini mengantar peneliti kepada pengenalan
fenomena kejiwaan secara intensional, artinya penampakan fenomena secara natural
yang ada dalam novel LM. Pada tahap ini peneliti bersikap netral, peneliti
menundukkan diri di depan objek yang diamati sambil melakukan tindak berfikir
untuk mengenal fenomena psikologis yang muncul di alam kesadaran.
Kedua, yaitu prinsip reduksi yakni tindak melakukan pemfokusan perhatian
atas objek yang diamati di dalam upaya memperoleh kepastian fenomena. Hubungan
timbal balik antara subjek dan objek yang tidak terpisahkan itu dipertajam lagi
dengan tindak reduksi. Pada tahapan ini, tindak berpikir penaliti tidak lagi bergerak
leluasa di dalam ruang kesadaran, namun mulai tertuju kepada gejala fenomena
tertentu.
Untuk sampai pada konstitusi (penampakan fenomena), seterusnya peneliti
melakukan pembingkaian. Tindak pembingkaian merujuk kepada aktivitas
pemfokusan pemahaman dengan jalan menempatkan objek ke dalam bingkai
psikologis. Ini berarti fenomena lain yang tidak relevan dan inheren dipinggirkan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
keluar dari bingkai sehingga menjauh dari kesadaran. Yang tinggal adalah fenomena
tunggal yaitu fenomena psikologis.
Ketiga, penangkapan realita psikologis pada tahap ini belum cukup, sebab
masih terlalu umum. Lewat proses konstitusi, yakni penampakan fenomena di dalam
kesadaran, terjadi proses koherensi, yakni titik temu antara pengetahuan latar yang
terendap di kesadaran dengan realita di dalam objek yang dicermati. Dengan kata
lain, lewat konstitusi, peneliti berusaha mempertemukan realita psikologis yang
muncul di dalam teks dengan timbunan teori di alam kesadaran. J adi, pada tahap ini,
peneliti telah mampu menangkap fenomena yang alamiah, objektif, dan tidak
membias.

3.1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer adalah novel LM dengan karakteristik sebagai berikut:
J udul buku : Laila Majnun
Penyusun : Nizami Ganzavi
Penyadur : Sholeh Gisymar
Penerbit : Babul Hikmah
Tahun Terbit : 2008
Cetakan : Ketiga
Ukuran buku : 21 X 14 cm
Tebal buku : xvi +180 halaman
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Warna Kulit : Merah J ambu
Desain Kulit : Ornamen bunga dengan tulisan tinta perak
Sedangkan data sekunder berupa data pendukung, diperoleh dari buku-buku,
internet, dokumen, dan catatan lain. J uga dari diskusi-diskusi, seminar-seminar dan
jurnal ilmiah.

3.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik studi dokumentasi atau
kajian pustaka. Teknik ini digunakan karena sumber data yang bersifat tertulis lebih
dominan. Teknik ini diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Dengan bekal pengetahuan, wawasan, kemampuan, dan kepekaan yang
dimiliki, peneliti membaca sekritis-kritisnya, secermat-cermatnya, dan seteliti-
telitinya seluruh sumber data yang ada atau terkumpulkan.
2. Setelah melaksanakan dan menyelesaikan langkah (1) tersebut, peneliti
melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap data dan
membuat tanda bagian-bagian yang diangkat menjadi data dan dianalisis lebih
lanjut.
3. Hasil penyimakan terhadap sumber data tersebut kemudian dicatat untuk
digunakan dalam penyusunan laporan penelitian.
Dengan ketiga langkah tersebut dapat diperoleh data penghayatan dan
pemahaman arti atau makna tentang perilaku dan proses mental terhadap novel LM
secara mendalam dan mencukupi.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
3.3. Keabsahan Data
Keabsahan data diperiksa dengan lima cara sebagai berikut:
1. Keabsahan data diperiksa dengan cara membaca dan menelaah semua sumber
data penelitian sehingga diperoleh penghayatan dan pemahaman yang
memadai.
2. Keabsahan data diperiksa dengan cara membaca dan memilah berbagai
sumber data tentang psikologi, perilaku, dan proses mental. Pemilahan
dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan kebutuhan.
3. Keabsahan data diperiksa dengan cara mengamati secara cermat dan
berkesinambungan, sungguh-sungguh, tekun, teliti, dan terperinci berbagai
fenomena yang berhubungan dengan masalah dan data penelitian.
4. Keabsahan data diperiksa dengan cara mengecek kepada teman sejawat. Hal
ini dilakukan dengan berdiskusi dan bertukar pikiran tentang berbagai
permasalahan penelitian.
5. Keabsahan data diperiksa dengan cara triangulasi sumber dan metode.

3.4. Analisis Data
Analisis data dilakukan terus menerus dari awal hingga akhir penelitian
dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Dalam analisis data, peneliti bergantung pada data penelitian. Dalam hal ini
pereduksian, penyajian, dan penyimpulan data merupakan hasil pembacaan
dan pemahaman peneliti atas sumber data.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
2. Analisis data tidak dikerjakan per sumber data, tetapi perbutir masalah yang
telah dirumuskan.

3.5. Tahapan Penelitian
3.5.1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini ada empat kegiatan yang dikerjakan oleh peneliti, yaitu:
1. Pembuatan draf proposal penelitian. Dalam draf ini dikemukakan pokok-
pokok pikiran tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
2. Pengajuan draf proposal kepada dosen pengasuh mata kuliah Kapita Selekta
Penulisan Tesis. Draf proposal lalu diseminarkan kepada teman-teman dan
diberi komentar. Dari kegiatan ini peneliti banyak memperoleh masukan.
3. Pengkonsultasian draf proposal kepada pembimbing untuk memperoleh
masukan yang cukup berarti dalam memperbaiki dan menyempurnakan draf
proposal.
4. Seminar proposal penelitian. Masukan-masukan dari seminar ini
dipergunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan proposal.
3.5.2. Tahap Pelaksanaan
Setelah tahap persiapan selesai, selanjutnya dikerjakan tahap pelaksanaan.
Ada tiga kegiatan yang dikerjakan dalam tahap ini, yaitu:
1. Mengumpulkan data dari berbagai sumber data. Kegiatan ini dikerjakan sesuai
dengan teknik pengumpulan data.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
2. Analisis data penelitian. Kegiatan ini dikerjakan sesuai dengan analisis data.
3. Konsultasi kepada para pembimbing tentang hasil pengumpulan data dan
analisis data untuk memperoleh berbagai masukan. Masukan ini dipakai untuk
memperkaya dan memperlengkap data penelitian pada satu pihak dan pihak
lain untuk memperbaiki dan menyempurnakan hasil analisis data.
3.5.3. Tahap Penyelesaian
Setelah tahap pelaksanaan penelitian selesai dikerjakan, berikutnya adalah
tahap penyelesaian. Tahap ini meliputi tiga macam kegiatan, yaitu:
1. Penulisan laporan penelitian secara utuh. Penulisan Bab I, II, dan III
memanfaatkan berbagai masukan dari pembimbing dan hadirin para undangan
seminar proposal. Penulisan Bab IV dan seterusnya memanfaatkan masukan
dari pembimbing.
2. Perbaikan dan penyempurnaan laporan penelitian. Perbaikan dan
penyempurnaan ini dikerjakan dengan memanfaatkan masukan dari para
penguji dalam seminar hasil dan ujian meja hijau.
3. Penggandaan laporan penelitian.


Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
BAB IV
GAMBARAN UMUM NOVEL LAILA MAJNUN

4.1. Struktur Novel Laila Majnun
Struktur novel merupakan unsur intrinsik yang membangun novel tersebut.
Pengkajian tentang struktur novel dinamakan kajian struktural atau kajian formalistik
dengan menggunakan pendekatan struktural atau pendekatan formalistik.
Berhubungan dengan pendekatan struktural, Sikana (2009: 5) mengatakan:
Pendekatan struktural mempunyai beberapa konsep yang tersendiri.
Pertama, para pengamal pendekatan ini meletakkan karya sastra sebagai
sebuah dunia yang mempunyai rangka dan bentuknya yang tersendiri. Ibarat
sebuah rumah yang mempunyai tiang, atap, dinding, lantai, dan sebagainya,
begitulah juga karya sastera mempunyai aspek, bagian atau komponen yang
membina dirinya.
Komponen-komponen karya sastera ialah tema, plot, perwatakan,
bahasa, latar dan sudut pandangan. Komponen ini biasanya terdapat pada
bentuk fiksyen atau cereka seperti novel, cerpen, dan drama.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menemukan srtuktur novel LM yang
dapat membantu pemahaman untuk kajian selanjutnya. Struktur novel LM ini
meliputi tema, alur atau plot, karakter atau perwatakan, bahasa, dan latar.
4.1.1. Tema
Tema adalah gagasan, ide atau pikiran yang mendasari suatu karya sastra.
Tema sebuah karya sastra bisa tentang kehidupan, alam sekitar, dan segala hal yang
terjadi dan dialami. Pengarang selalu peka pada perubahan yang berlaku di sekitarnya
yang membuat ia menanggapi dengan pikiran yang selanjutnya dituangkan dalam
sebuah karya sastra.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Berbicara tentang tema, jelas terlihat perbedaan antara tema tradisional
dengan tema karya sastra modern. Dalam cerita-cerita klasik, yaitu cerita-cerita
tradisional, terdapat tema-tema: a. kebaikan mengalahkan kejahatan, b. dalam
kesusahan orang ingat akan Tuhan, c. orang sabar pasti selamat, dan lain-lain. Para
pengarang modern justru sering menentang tema-tema tradisional tersebut. Mereka
tidak setuju dengan dasar-dasar tradisional itu, sebab sekarang dapat disaksikan
dengan kepala sendiri bahwa banyak sekali kejahatan yang mengalahkan kebaikan,
para koruptor kaya-raya dan serba mewah, sedangkan orang jujur terkapar dan
menderita (Tarigan, 1991: 125).
J ika dilihat, novel LM ini tergolong ke dalam cerita tradisional, oleh sebab itu,
temanya pun bersifat tradisional juga. Adapun yang menjadi tema dalm novel LM ini
adalah cinta yang terhalang atau kasih tak sampai. Berkaitan dengan tema ini, cinta
memang tak habis-habisnya untuk dibicarakan, mulai dari manusia diciptakan hingga
sampai detik ini. Lagi pula, cinta adalah tema karya sastra yang bersifat universal
yang berlaku di sepanjang jaman dan di setiap tempat.
4.1.2. Alur
S. Tasrif (Lubis, 1981: 17) menjelaskan alur dalam setiap cerita dapat dibagi
ke dalam lima bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu kejadian).
2. Generating circumtanses (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak).
3. Ricing action (keadaan mulai memuncak).
4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya).
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa).
Berdasarkan pendapat S. Tasrif di atas, maka alur cerita novel LM dapat
diungkapkan sebagai berikut:
1. Situation
Pada tahap ini pengarang mulai melukiskan keadaan keluarga Qays. Syed
Omri adalah ayah Qays yang sangat menantikan kelahiran Qays. Di usia senjanya
barulah dia mendapatkan Qays. Tentu saja kelahiran Qays banyak membawa
perubahan dalam hidupnya. Ia sangat gembira dan menjadi seorang yang lebih
dermawan. Pada bagian ini juga dikisahkan tentang pertemuan Qays dengan Layla
di sekolahnya, gadis yang membuatnya tergila-gila. Ini dapat dilihat pada petikan
novel berikut:
Qays sendiri sejak pertamakali melihat pancaran cahaya keindahan itu,
jiwanya langsung bergetar. Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan
hebat, hingga merobohkan sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu.
Qays belum pernah melihat keindahan yang menakjubkan di bumi seperti
keindahan paras Layla. Dan Qays benar-benar telah jatuh hati pada Layla,
sang mawar jelita (hlm. 9).

2. Generating circumtanses
Generating circumtanses adalah peristiwa yang bersangkut paut mulai
bergerak. Ketika Qays dan Layla asyik memadu cinta, tanpa disadari, mereka telah
menjadi pembicaraan banyak orang. Akhirnya, kabar itu sampai kepada ayah Layla.
Mendengar anak gadisnya menjadi buah bibir orang banyak, akhirnya untuk
menghindari aib keluarga maka Layla dipingit.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Ayah Layla pindah ke lembah Nejd. Layla yang sudah jauh dari Qays merasa
tersiksa. Hasrat hatinya ingin bertemu dengan Qays. Rasa cintanya kepada Qays
semakin mendalam. Sejak perpisahan itu jiwa Qays juga terguncang. Dia merasa
bersalah karena dirinya Layla dipingit. J iwanya sangat merindukan Layla, akhirnya ia
mengembara mencari Layla sambil melantunkan syair-syair cintanya. Orang yang
melihatnya ada yang sedih dan ada pula yang menganggapnya gila. Hal ini dapat
dilihat pada kutipan novel berikut ini:
Namun Qays tidak mempedulikan penilaian orang atas dirinya, ia terus
berjalan, bersyair dan berbicara, memuji kecantikan Layla. Qays juga tidak
peduli pada anak-anak kecil sering mengikuti langkah dan menirukan tingkah
lakunya. Lama-kelamaan mereka lupa akan nama Qays, mereka hanya
mengenal lelaki itu sebagai Majnun, si gila (hlm. 29).

3. Ricing action
Ricing action adalah keadaan mulai memuncak. Qays semakin hari semakin
menderita. Ia tidak betah lagi tinggal di rumahnya. Setiap hari kerjanya mengembara
mencari Layla. Ayahnya sangat kasihan melihat penderitaan Majnun. Segala tabib
dan orang pandai di datangkan untuk mengobati Majnun. Namun, penyakit majnun
tidak sembuh juga. Penyakit karena cinta memang tidak ada obatnya kecuali mereka
dipertemukan.
Salah satu cara yang dipercaya Syed Omri untuk mengobati anaknya adalah
dengan berdoa di Kabah. Ia membawa Majnun ke Mekah dan mereka berdoa di sana.
Majnun bukannya berdoa ingin melupakan Layla, namun ia meminta agar cintanya
kepada Layla makin ditambahkan. Syed Omri tidak bisa berbuat apa-apa.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Syed Omri berusaha untuk meminangkan Layla untuk Majnun. Namun,
dengan kasar ditolak oleh ayah Layla. Ia tidak ingin menikahkan anaknya dengan
orang gila. Naufal juga berusaha untuk menyatukan Majnun dengan Layla. Untuk itu,
ia relah berperang melawan kabilah ayah Layla. Ia sudah memenangkan peperangan
itu, namun ayah Layla tidak mau memberikan Layla untuk Majnun, si gila.
Menikahkan Layla dengan Majnun sama dengan menikah dengan kehinaan dan aib.
Mendengar pengakuan orang tua malang itu Naufal menjadi terharu. Ia tidak sanggup
membunuh musuh yang tidak berdaya. Majnun sangat kecewa mendengarkan
keputusan Naufal yang dilihat dari kutipan novel berikut:
Aku tidak sanggup menikahkan puteriku dengan keburukan dan
menerima kutukan dari negeriku! Seekor anjing lebih baik daripada manusia
iblis, karena gigitan seekor anjing dapat disembuhkan, namun luka karena
ulah manusia tidak ada obatnya, luka yang membusuk itu akan meninggalkan
bekas selamanya.
Mendengar perkataan lelaki tua malang itu, Naufal menjadi terharu,
kebimbangan menguasai hatinya Bagaimana mungkin ia sanggup
membunuh musuh yang sudah terluka dan tak berdaya. Bagaimana mungkin
ia sanggup menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat. Pantang baginya
memerangi musuh yang sudah tidak berdaya (hlm. 100).

4. Climax
Climax adalah peristiwa-peristiwa mencapai puncaknya. Kegilaan Majnun
semakin memuncak ketika ia mengetahui kabar pernikahan Layla dengan Ibnu Salam.
Dia menuduh Layla tidak setia. Padahal, walaupun Layla sudah menikah dengan Ibnu
Salam, namun ia tidak mau disentuh oleh Ibnu Salam. Dia mengatakan bahwa
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
pernikahan ini adalah keinginan ayahnya bukan keinginannya. J adi, tubuh dan
cintanya hanya untuk Majnun seorang. Hal ini didukung oleh kutipan berikut:
Dengan suara menyayat, yang terdengar lebih menyedihkan dari
sangkakala maut, Layla berkata, Apakah engkau berharap bisa memilikiku?
Wahai tuan sadarilah, perkawinan ini adalah keinginan ayahku, bukan
keinginanku sendiri! Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang sangat aku
benci, lebih baik darahku menodai pedangmu. Aku tidak ingin mengkhianati
cintaku, tidak ingin mengotori jiwaku, hingga noda hitam akan selalu melekat
di keningku. Tuan, janganlah engkau berusaha mendapatkan sebuah hati yang
ditakdirkan untuk mengalami penderitaan. Dalam hati ini telah terukir satu
nama, dan ia tidak bisa digantikan oleh yang lain, walau emas dan permata
ditaburkan untuk menyilaukan pandangan mata. Namun, jiwa yang penuh
cinta tidak akan terlena oleh kemewahan dunia! (hlm. 110).

5. Denoument
Denoument adalah pengarang memberikan pemecahan soal dari semua
peristiwa. Pemecahan masalah ini berakhir dengan kematian, yaitu kematian Ibnu
Salam, Layla, dan Majnun. Sebelumnya, pengarang melukiskan tentang kematian
Ibnu Salam yang membawa perubahan pada diri Layla. Sekarang Layla bebas
menentukan nasibnya. Dalam tradisi Arab, seorang janda yang ditinggal mati oleh
suaminya, mempunyai hak penuh untuk menentukan jalan hidupnya dan pilihan
pasangan hidupnya. Ia tidak lagi tanggung jawab orang tuanya.
Ketika Layla mengakhiri masa berkabungnya, ia bertemu dengan Majnun.
Namun, Majnun tidak sanggup melihat pesona wajah Layla. Pesona yang
memabukkan itu membuat hati Majnun bergejolak dan ia lari ke dalam hutan dan
tidak pernah kembali lagi. Melihat kejadian itu, Layla menjadi terpukul. Ia merasa
hidupnya sudah tidak berguna lagi. Akhirnya ia meninggal dunia.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Kabar kematian Layla sampai ke telinga Majnun. Majnun berlari dan
bersimpuh di pusara Layla. Setiap hari ia menangis dan meratap di atas pusara itu.
Tidak ada lagi yang dapat dipertahankannya di dunia ini setelah kematian Layla.
Semakin lama suara Majnun semakin melemah, sampai akhirnya ia pun
meninggalkan dunia fana ini. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
Semakin lama suara Majnun semakin lemah. Sayap-sayap kematian
telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian.
Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia
fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan.
Wajah Majnun seperti terlihat sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas
batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah pekuburan yang
menyimpan jasad kekasihnya (hlm. 178).

4.1.3. Karakter
Karakter merupakan hal yang paling penting dalam karya sastra karena tanpa
karakter, ia bukan suatu rangkaian cerita tetapi termasuk ke dalam bentuk paparan.
Karakter juga ikut membedakan antara karya sastra yang berbentuk cerita dengan
puisi. Dengan adanya karakter para tokoh, cerita menjadi lebih hidup dan menarik.
Tokoh utama atau sentral dari sebuah cerita, biasanya ada yang disebut
dengan tokoh antagonis dan protagonis. Antagonis mewakili tokoh jahat, sedangkan
protagonis mewakili tokoh yang baik. Di dalam fungsinya sebagai sumber nilai,
cerita rakyat selalu memenangkan tokoh protagonis yang menjadi tokoh teladan.
Ada beberapa jalan yang dapat menuntun sampai kepada sebuah karakter,
yaitu:
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
1. Melalui yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya terutama sekali bagaimana
ia bersikap dalam situasi kritis. Watak seseorang memang kerapkali tercermin
dengan jelas pada sikapnya dalam situasi gawat, karena ia tidak bisa berpura-
pura, ia akan bertindak secara spontan menurut karakternya.
2. Melalui ucapan-ucapannya. Dari yang diucapkan seorang tokoh cerita, kita
dapat mengenali apakah ia orang tua, orang yang berpendidikan tinggi atau
rendah, suku, jenis kelamin, orang berbudi halus atau kasar, dan sebagainya.
3. Melalui penggambaran fisik tokoh. Penulis sering membuat deskripsi
mengenai bentuk tubuh dan wajah tokoh-tokohnya. Yaitu tentang cara
berpakaian, cara bicara, sifat, dan sebagainya.
4. Melalui pikiran-pikirannya. Melukiskan yang dipikirkan oleh seorang tokoh
adalah suatu cara paling penting untuk membentangkan perwatakannya.
Dengan cara ini pembaca apat mengetahui alasan-alasan tindakannya.
5. Melalui penerangan langsung. Dalam hal ini, penulis membentangkan panjang
lebar watak tokoh secara langsung (Sumardjo dan Saini, 1991: 65-66).
Dari uraian di atas kita dapat melihat watak atau karakter dari tokoh-tokoh
yang terdapat dalam novel LM. Banyak tokoh yang berperan dalam cerita ini, tetapi
penulis tidak menganalisis semua karakter tokoh. Dalam hal ini, penulis membatasi
hanya pada karakter tokoh utamanya yang paling banyak memegang peranannya
dalam cerita ini, yaitu Syed Omri, Qays atau Majnun, Layla, Ayah Layla, dan Ibnu
Salam.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
1. Syed Omri
Syed Omri adalah ayah Qays. Syed Omri adalah seorang lelaki tua yang
menjadi pemimpin kabilah bani Amir. Ia adalah seorang yang berwibawa. Namanya
sangat tersohor sampai ke negeri lain. Ia seorang yang hartawan dan dermawan. Ia
juga adalah seorang yang gagah berani. ia juga menjadi penegak keadilan bagi orang-
orang yang tertindas. Syed Omri adalah sahabat yang menyenangkan bagi kaum
saudagar, hartawan, dan pangeran. Ia juga pelindung dan tempat berkeluh kesah bagi
fakir miskin dan tempat berseminya harapan musafir kelana yang sesat arah dan
tujuan. Ini kelebihan yang dimilikinya sehingga ia menjadi tokoh protagonis yang
selalu diagung-agungkan orang. Ini dapat dilihat melalui penerangan langsung yang
dibuat oleh penulisnya, seperti pada kutipan berikut:
Walau sudah tua, namun kekuasaan Syed Omri begitu disegani
laksana kekuasaan seorang raja, kata-katanya menjadi sabda dan perintahnya
adalah titah yang tak seorang pun berani melawan. Demikian besar pengaruh
kewibawaan Syed Omri, hingga namanya tersohor bukan hanya di negerinya
sendiri, tapi sampai ke negeri-negeri lain. Harta kekayaannya pun melimpah,
bak kekayaan Nabi Sulaiman. Meski tujuh turunan menikmati hasil
kekayaannya, niscaya harta itu tak akan berkurang
Syed Omri menjadi kawan yang menyenangkan bagi kaum saudagar,
hartawan dan pangeran, ia juga pelindung dan tempat berkeluh kesah bagi
fakir miskin, tempat berseminya harapan bagi musafir kelana yang sesat arah
dan tujuan. Pintu hartanya selalu terbuka untuk orang yang membutuhkan. Ia
juga menjadi penegak keadilan bagi orang-orang tertindas yang meminta
pengayoman (hlm. 1-2).

Syed Omri juga adalah orang yang penuh dengan cinta kasih. Ia sangat
menyayangi anaknya. Semua usaha dilakukannya demi kesembuhan anaknya. Ia
sangat menderita melihat penderitaan anaknya.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
2. Qays atau Majnun
Sebelum menjadi gila, namanya adalah Qays. Qays adalah seorang pemuda
tampan dan cerdas, tubuhnya kuat dan suaranya merdu. Qays digambarkan sebagai
seorang pria yang sempurna. Banyak perempuan yang jatuh hati padanya. Namun,
cintanya hanya pada Layla seorang.
Demi Allah, cintaku pada Layla tulus, jiwaku selalu merindu,
pikiranku selalu mengenang dan lidahku tak pernah kelu menyebut namanya.
Layla laksana minuman yang menyegarkan dan menghilangkan dahaga
kalbuku. Cintaku pada Layla adalah cinta yang suci, tidak tercampur dengan
nafsu walau sebutir debu. Meskipun orang-orang mengusir dan menyia-
nyiakan diriku. (hlm. 93).

Petikan di atas menunjukkan bahwa cintanya kepada Layla adalah cinta yang
suci. Ia menempatkan cinta untuk cinta bukan cinta untuk nafsu. Karena
mempertahankan cintanya membuat ia menjadi gila. Cinta yang terhalang membuat
jalan hidupnya berubah. Perilakunya berubah menjadi liar. Dia tidak lagi
menghiraukan dirinya, badannya menjadi kurus dan tak terurus, sehingga orang
menyebutnya majnun yang artinya gila. Ini dapat dilihat dari pembicaraan ayah Layla
dengan salah satu ketua kabilah Arab berikut ini:
Tangan pemuda itu selalu memegang kepala, berusaha menyabuti
rambutnya. J iwa pemuda itu begitu kacau.
Dia mengembara setiap hari, terkadang melonjak-lonjak, menari atau
bersujud mendekap bumi. Pendek kata ia berbuat hanya menuruti suara
jiwanya. Pemuda itu larut dalam nyanyian cinta, yang dinyanyikan dengan
nada-nada indah, menyuarakan apa yang ada dalam jiwanya. Seribu hati yang
mendengar syair pemuda gila itu pasti akan terpengaruh. Dia terus-menerus
berbicara karena pemuda gila itu selalu menyebut nama Layla. (hlm. 51).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Penyebab kegilaan Majnun dapat kita lihat melalui pembicaraannya dengan
Naufal berikut:
Wahai, waktu terus berlalu, sedang Layla masih jauh dari sisiku.
Kapan waktu akan berpihak pada kami, menyatukan dua hati yang telah lama
berpisah? Wahai Layla, orang tuamu menyalahkan diriku karena aku gila.
Tetapi tahukah mereka bahwa aku menjadi gila karena berpisah denganmu?..
Makhluk dunia telah merenggut sesuatu yang telah diberikan Surga
padaku. Saat aku jatuh sakit, mereka menjauhkan Layla dari sisiku. Saat aku
keinginan seperti burung tersiram air, mereka mencampakkanku seperti
melempar anjing. Tidak ada sorang pun yang bersedia menolongku. Aku
merangkak di padang pasir gersang hingga darah membasahi sekujur tubuh,
namun tidak ada yang peduli, bahkan mereka memanggilku orang gila. Aku
tidak peduli apapun anggapan orang, karena hanya satu tujuanku, yaitu
berjumpa dengan Layla. (hlm. 90-91).

Dari petikan di atas, dapat dilihat bahwa kegilaan Majnun sebenarnya
disebabkan perpisahannya dengan Layla. Tradisi menganggap aib, jika ada orang
yang membicarakan tentang anak gadisnya, sehingga Layla harus dipingit. Keluarga
Layla juga menolak pinangan Majnun. Walaupun gila, sebenarnya Majnun adalah
tokoh protagonis. Banyak orang yang menyukai syair-syair Majnun dan banyak orang
yang memuji-muji kesetiaan Majnun. Majnun adalah lambang cinta abadi.
3. Layla
Layla adalah seorang gadis yang cantik lembut dan anggun. Rambutnya ikal
mayang, bibir berkilauan bak batu rubi, matanya hitam bercahaya. Ia adalah seorang
gadis yang sempurna dan diimpikan banyak pria. Ia juga seorang yang cerdas dan
pandai bersyair. Layla adalah kekasih Qays dan istri dari Ibnu Salam. Kesempurnaan
Layla membuat Qays menjadi tergila-gila. Ini dapat dilihat dari penggambaran fisik
tokoh berikut ini:
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Di antara anak-anak dari berbagai kabilah, terlihat seorang gadis
cantik berusia belasan tahun. Waahnya anggun mempesona, lembut sikapnya
dan penampilannya amat bersahaja. Gadis itu bersinar cerah seperti mentari
pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata
rusa. Rambutnya hitam, tebal bergelombang.
Gadis yang menjadi buah bibir dan penghias mimpi pemuda itu
bernama Layla. Ya, bukankah Layla berarti malam, seperti warna rambutnya?
Bila seorang pemuda menatap parasnya, pasti jiwa si pemuda akan gelisah
dan wajah lembut itu akan tetap terkenang sampai ajal menjelang (hlm. 8).

Kesempurnaan diri Layla juga dapat kita lihat melalui pembicaraan Majnun
dengan Naufal berikut:
Duhai sahabatku, engkau belum pernah menyaksikan gadis yang
kecantikannya membuat matahari menjadi malu untuk bersinar. Segala
musibah akan menyingkir jika melihat pipinya yang bulat dan berwarna
kemerahan. Awan pun akan berubah menjadi hujan jika melihat cahaya
matanya. Bila kakinya melangkah, laksana ranting pepohonan menggerakkan
dedaunan hijau, begitu gemulai. Suaranya bagai desir angin yang
menyejukkan. Bila ia tertawa, seluruh makhluk akan ikut bergembira, namun
bila ia bersedih maka bumi pun akan menangis. Bila Allah menakdirkan
engkau melihatnya walau sekejap, niscaya engkau akan mengingatnya
sepanjang hayatmu (hlm. 91).

Pada bait berikutnya dijekaskan juga mengenai kesempurnaan Layla. J ika
Layla mengusap mata orang buta, maka telapak tangannya yang lembut akan berubah
laksana mukjizat yang membuat si buta dapat melihat kembali. Orang yang melihat
wajahnya akan merasa tenang dan damai. Layla dapat menjadi penawar segala duka.
Sihir dari segala sihir tidak akan mampu menyentuhnya, dan mantra-mantra tidak
akan melenakannya. Wajarlah jika Majnun tergila-gila padanya.


Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
4. Ayah Layla
Watak yang bertentangan dengan tokoh utama dalam cerita ini menjadi tokoh
antagonis adalah ayah Layla. Wataknya yang keras pada pendiriannya ditambah lagi
dengan rasa sakit hati akibat nama anaknya yang selalu disebut oleh orang gila,
membuat amarah tokoh ini memuncak dan dengan tegas menolak lamaran anaknya
yang diajukan oleh ayah Qays. Hal ini dapat dilihat dari penerangan langsung yang
dibuat pengarang dan dari ucapannya berikut:
Ayah Layla adalah seorang yang keras pendirian. Kata-kata Syed
Omri menyinggung harga dirinya. Lalu ia menjawab dengan meninggikan
suara, J odoh manusia tidak tergantung pada kehendak kita, tapi pada Surga,
tempat semua kekuatan, kebenaran dan kejujuran diberikan.Tawaran baik
berupa persahabatan yang engkau sampaikan, sungguh enak di dengar telinga,
bahkan bagi yang lain akan terdengar menyejukkan hati. Namun,
sesungguhnya kata-kata itu bagai tali yang menyeret kami mendekati bara
api.
Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan bagai rembulan,
namun penyakit yang ia derita tidak mungkin dapat disembunyikan. Tuan
tidak dapat membohongi atau menutup-nutupi kenyataan ini. Dan maaf beribu
maaf, sebaiknya lupakanlah apa yang telah tuan ucapkan. Apalah guna
berangan-angan, jika hanya akan menyesatkan akal dan pikiran! (hlm. 33).

5. Ibnu Salam
Ibnu Salam adalah suami Layla. Ia seorang pemuda terhormat keturunan
bangsawan. Wajahnya tampan, tubuhnya kekar, manis tutur katanya, baik, sopan,
ramah, tidak sombong, dan memiliki kemauan yang kuat. Ia juga adalah seorang yang
penyabar dan penuh kasih sayang. Ini dapat kita lihat melalui penggambaran fisik
tokoh berikut:
Ibnu Salam, nama pemuda itu, pemuda terhormat dari kalangan
bangsawan. Manis tutur katanya, baik budi bahasanya, sopan dan tidak
sombong, serta memiliki kemauan yang kuat. Ia tidak akan pernah kesepian,
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
karena selalu saja ada orang yang bersedia menemani. Senyum yang selalu
tersungging di bibirnya, semakin menambah pesona pemuda bertubuh kekar
itu (hlm. 80).

4.1.4. Bahasa
Bahasa merupakan media atau alat yang digunakan dalam karya sastra. Tanpa
bahasa karya sastra tidak akan pernah terwujud. Semi (1988: 12) mengatakan bahwa,
Bahasa yang dimaksud di sini adalah bunyi-bunyi bahasa yang sugestif yang dipakai
sebagai pola yang sistematis untuk mengkomunikasikan segala perasaan dan pikiran.
Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang
lebih penting ialah penggunaan pilihan kata itu mengusik dan meninggalkan kesan
kepada sensitivitas pembaca. Nilai konotasi yang lebih luas dari pengertian denotasi
amat penting. Setiap kata yang dipilih boleh diasosiasikan kepada berbagai
pengertian. Dalam sastra, bahasa memancarkan berbagai pengertian yang tidak
terbatas, dari sepatah kata dapat menjangkau imajinasi pembaca dan meninggalkan
berbagai kesan sesuai dengan daya tangkap seseorang.
Pada dasarnya, keindahan novel LM tidak terlepas dari gaya bahasa yang
digunakan penyusunnya. Seorang pencinta yang demikian rumit, berliku, dan susah
dipahami, tergambar dengan jelas melalui bahasanya. Penggambaran tokoh Majnun
sebagian besar didominasi oleh perasaan jiwa dan ungkapan syairnya yang membuat
pembaca terharu.
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel ini, benar-benar membuat pembaca
terbuai, di mana semua dilukiskan dengan sempurna. Kekayaan dan kedermawanan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Syed Omri, kecantikan Layla, ketampanan Majnun, keperkasaan Naufal, semua
digambarkan dengan gaya bahasa yang sangat menarik.
LM juga mengedepankan bahasa yang berkerangka spiritual. Pembaca bisa
menemukan pesan moral dalam novel ini. Novel ini juga menggunakan bahasa yang
santun, sehingga tidak tertutup kemungkinan untuk semua kalangan bisa
membacanya. Untuk keindahan bahasanya, penyusun banyak menggunakan gaya
bahasa perumpamaan, seperti pemakaian kata ibarat, umpama, laksana, dan seperti
yang dapat dilihat pada kutipan berikut, Gadis itu bersinar cerah seperti mentari
pagi, tubuhnya laksana pohon cemara, dan bola matanya hitam laksana mata rusa
apalagi bila menatap pipinya nan seperti rembulan menyinari gurun Arab, tentu
jantung mereka akan berhanti berdetak. Laksana Zulaikha yang terpesona melihat
ketampanan Yusuf (hlm. 8).
4.1.5. Latar
Latar bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu, tetapi juga hal-
hal yang hakiki dari suatu wilayah, pemikiran rakyat, gaya hidup dan lain-lain.
Hudson (Sudjiman, 1992: 44) membedakan latar menjadi dua bagian yaitu latar sosial
dan latar fisik sebagai berikut, Latar belakang sosial mencakup penggambaran
masyarakat, kelompok-kelompok sosial, sikap, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa,
dan lain-lain yang melatari peristiwa. adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah
tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.
Kedua macam latar yang diuraikan oleh Hudson di atas, terdapat dalam novel
LM. Latar sosial keadaan masyarakatnya dalam novel LM tergambar dari kelompok
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
sosial masyarakat yang bersifat kesukuan yang dipimpin oleh seorang ketua kabilah.
Kelompok kabilah ini hidup berpindah-pindah dan mata pencaharian utama mereka
adalah berdagang. Dalam satu kabilah terdiri dari beberapa golongan, ada golongan
saudagar, bangsawan, dan rakyat jelata. Gambaran masyarakatnya dapat dilihat pada
kutipan berikut, Syed Omri menjadi kawan yang menyenangkan bagi kaum
saudagar, hartawan, dan pangeran, ia juga pelindung dan tempat berkeluh-kesah bagi
fakir-miskin, tempat berseminya harapan bagi musafir kelana yang sesat arah dan
tujuan (hlm. 2).
Latar sosial mengenai adat dan kebiasaan, terdapat adat pemingitan dan adat
berkabung. Seorang anak perempuan yang sudah mengalami masa pubertas, maka ia
harus dipingit di dalam rumah. Tidak boleh keluar rumah dan bercengkrama dengan
pemuda kecuali ada muhrimnya yang ikut menemani. Anak gadis tersebut menjadi
hak mutlak orang tuanya. Artinya, dia akan menikah dengan orang yang menjadi
pilihan ayahnya. Anak perempuan tersebut tidak berhak menentukan pilihan dan
menolak keinginan ayahnya. Ia akan bebas dari masa pemingitan sampai orang
tuanya menikahkannya.
Adat berkabung terjadi, jika suaminya meninggal, seorang istri harus
menjalani masa berkabung selama dua tahun. Dalam masa berkabung ini, seorang
janda yang ditinggal mati suaminya tidak boleh keluar rumah. Dia harus tetap
memakai kerudung hitam tanda berkabung dan harus menampakkan kesedihan
dengan meratap dan menangis. Sehabis masa berkabung, si janda tersebut bebas
menentukan nasibnya. Artinya, dia bebas menentukan calon suaminya yang baru,
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
tidak terikat kepada pilihan orang tuanya. Kedua adat ini dapat dilihat melalui tokoh
Layla dalam novel LM.
Mengenai latar fisik mencakup tentang sekolah, rumah, istana, penjara,
pusara, dan kereta yang ditarik oleh unta. Latar daerah meliputi, lembah Hijaz,
lembah Nejd, Mekkah, dan Madinah. Sedangkan latar fisik tentang alam meliputi,
lembah, taman bunga, air terjun, gunung, bukit, gua, gurun, dan hutan rimba.

4.2. Hakikat Cinta Novel Laila Majnun
Cinta merupakan istilah yang sulit untuk didefinisikan. Namun, cinta
merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang fundamental. Secara sederhana
cinta dapat diartikan sebagai rasa kasih sayang. Cinta juga dapat dikatakan sebagai
paduan rasa simpati antara dua makhluk. Rasa simpati ini tidak hanya berkembang
di antara pria dan wanita, akan tetapi bisa juga di antara pria dengan pria, atau wanita
dengan wanita. Contoh yang mudah dimengerti untuk hal ini dapat dilihat pada
hubungan cinta kasih antara seorang ayah dengan anak lelakinya dan seorang ibu
dengan anak gadisnya.
Cinta memang sangat terikat dengan kehidupan manusia. Tidak pernah
terlintas dalam pikiran orang bahwa cinta itu tidak penting. Semua orang haus akan
cinta. Banyak orang tidak henti-hentinya menonton film cinta, baik yang berakhir
dengan bahagia maupun sebaliknya. Tiada bosan-bosannya orang setiap hari
mendengarkan lagu-lagu cinta. Kendatipun demikian, hampir setiap orang tidak
pernah berpikir tentang apa dan bagaimana cinta itu.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Cinta memang bersifat universal. Cinta bisa hadir di mana dan kapan saja,
berkaitan dengan apa dan siapa saja. Begitu banyak buku yang ditulis mengenai cinta.
Membaca kisah bertemakan cinta akan membuka diri dan pengalaman. Cinta nyaris
sama dengan kehidupan itu sendiri, karena ia mencakup hubungan manusia dengan
manusia, manusia dengan makhluk hidup lain, dan manusia dengan penciptanya.
Melihat novel LM sebagai kisah cinta antar dua manusia, dapat memberikan
kenikmatan dan pencerahan. Di dalamnya dapat dilihat perjuangan yang bukan saja
menembus batas harga diri, status sosial, tetapi juga pengorbanan harta dan nyawa.
Penderitaan yang ditimbulkan oleh cinta yang penuh halangan, bukan saja pencinta
dan orang yang dicinta tetapi juga orang lain yang ada di sekitar pencinta.
Dalam LM dapat dilihat bentuk cinta orang tua kepada anak. Ayah Majnun
yang sangat menyayangi anaknya dan ayah Layla yang mencintai anaknya pula.
Perjalanan Majnun mencintai Layla, perasaan Layla terhadap Majnun, syair-syair
cinta mereka, pilihan hidup mereka, secara keseluruhan menggambarkan berbagai sisi
kehidupan. Pada akhirnya kisah ini menghadirkan nilai-nilai kemanusiaan yang
menjadi nilai kehidupan itu sendiri (Nizami, 2008: 6).
Melalui novel LM ini juga dapat dilihat tentang tidak mampu dan sulitnya
mendefinisikan cinta karena cinta telah melampaui kata-kata. Logika tidak bisa
memahami cinta karena cinta berada di luar batas kata-kata. Cinta tidak bisa
dikatakan tetapi hanya bisa dirasakan dan dialami. Makanya, orang yang
menghandalkan rasio akan menganggap orang yang dimabuk cinta sebagai orang gila.
Rasio memang terlalu kerdil untuk memahami cinta yang suci.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Majnun gila karena mencintai Layla dan Layla meninggal karena mencintai
Majnun. Ini pelajaran berharga. Banyak orang melihat masalah cinta ini sebagai
masalah dicintai bukan masalah mencintai, yaitu masalah kemampuan orang untuk
mencintai. Selama ini, orang selalu mempermasalahkan bagaimana supaya ia dicintai,
atau bagaimana supaya ia menarik orang lain. Dan untuk mengejar tujuan itu, orang
menempuh beberapa jalan. Yang laki-laki biasanya akan berusaha untuk menjadi
sukses, sedangkan yang wanita berusaha membuat dirinya lebih menarik, lebih
cantik, lebih merangsang, dan sebagainya. Namun, Majnun dan Layla tidak demikian.
Mereka menempatkan cinta untuk cinta, bukan cinta untuk nafsu. Pada dasarnya,
cinta itu suci dan harus dijaga kesuciannya. Inilah yang menjadi prinsip mereka.
LM adalah simbol cinta sejati, walaupun kisah ceritanya berakhir dengan
tragis. Cinta sejati tidak bakal berakhir, sekalipun sang pencinta sudah mati,
sesungguhnya cinta sejati akan terus hidup abadi. Cinta sejati tidak mengharapkan
balasan cinta. Cinta sejati menyangkut masalah mencintai bukan dicintai. Atau
dengan kata lain, cinta sejati mencintai demi kekasihnya bukan demi dirinya. Apapun
akan dikorbankan demi kekasihnya. Pengorbanan tidak dipandang sebagai bentuk
kepedihan, sebab bagi seseorang yang benar-benar mencintai, kepedihan dan obatnya
adalah satu dan sama.
LM melukiskan pandangan terhadap takdir yang menimpa Layla dan Majnun,
sangat berbeda dengan pandangan Barat tentang makna tragedi dan derita.
Penderitaan para pencinta tidak dapat dikatakan sebagai tragis dan diinterpretasikan
dari sudut pandang moralitas konvensional. Penderitaan pencinta dapat
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
menghancurkan belenggu sifat manusia dan membuat mereka bebas dari diri yang
terikat dengan dunia fana. Kematian adalah pintu gerbang menuju dunia sejati, ke
Rumah yang dihasrati jiwa pencari. Inilah yang diuangkapkan Nizami dalam LM
dengan menggunakan metafora-metafora yang brillian dan dinamis.
Layla menyatakan dengan jelas bahwa di dalam cinta, kedekatan yang terlalu
dekat sangatlah berbahaya bagi seorang pencinta. Majnun meniadakan nafsu dalam
dirinya; mengatasi rasa lapar, egoisme, dan kepemilikan. Ia menjadi penguasa cinta
dalam keagungan. Tidak setiap peristiwa jatuh cinta dapat mencapai keadaan yang
mulia ini. Cinta yang tiada abadi hanyalah permainan indra dan cepat musnah
bagaikan masa muda. Sedangkan cinta mereka adalah cinta abadi. Tidak terpenuhinya
cinta mereka di dunia adalah ciri khas dari mistisisme jamannya.
Novel LM ini juga merupakan alegori perjalanan seorang sufi untuk sampai
kepada Tuhan membawa kita pada proses mencintai. Kecintaan telah membawa
Majnun (hamba) dengan sukarela menanggalkan egonya, memandang dirinya dan
penciptanya sebagai sebuah kesatuan tak terpisahkan, hingga mencapai fase
peniadaan diri. Dengan mencintai Layla, Majnun sebenarnya sedang mencintai
Tuhan. Artinya, cinta Majnun terhadap Layla adalah metafora dari cinta Majnun
terhadap Tuhan. Kaum sufi menganggap bahwa Majnun dan Layla adalah kisah
kecintaan seorang pencinta dengan Tuhannya, Kekasihnya. Majnun adalah pencinta,
sementara Layla adalah Tuhan yang kecintaannya tersembunyi (Nizami, 2008: 255).
J adi, Novel LM bisa diibaratkan seperti cinta manusia kepada Tuhan. J ika
manusia diibaratkan seperti Majnun berarti manusia harus bermohon agar diizinkan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
mencintai Allah. Manusia tidak berharap Allah akan membalas cintanya. Hati yang
satu-satunya milik manusia sudah dimiliki oleh Allah. Berarti apa yang menjadi
kemauan Allah adalah kemauan manusia. Manusia berbuat atas kehendak Allah.
Manusia tidak mempunyai keinginan karena sudah sampai pada tahap peniadaan diri,
yang tinggal hanyalah keinginan-keinginan atau kehendak Allah.
Sosok Layla menjadi simbol yang merepresentasikan Yang Terkasih (Yang
Rahasia dan tak tersentuh) dan sosok Majnun merepresentasikan seorang pencinta.
Dalam ajaran agung para sufi, hubungan antara pencinta dan Kekasih, juga antara
hamba dan Tuhan, hanya bisa terjalin melalui cinta.

4.3. Nizami Ganjavi sebagai Penyusun Layla Majnun dan Penulis Kisah-kisah
Cinta

Nizami Ganjavi adalah seorang sufi dan penyair epik Persia terkemuka
di abad pertengahan. Nizami berasal dari Ganje (Kota Ganje terletak tidak jauh dari
Kota Bakou di wilayah Azerbaijan dekat Rusia dan Iran Barat Laut), lahir pada tahun
1155 M, sementara ada yang mengatakan Nizami lahir pada tahun 1162 M. Ibu
Nizami berasal dari suku Kurdi, dan leluhur ayahnya berasal dari Irak. Karena itu,
tidaklah mengherankan jika latar belakang dan suasana lingkungan dalam dua
kisahnya yang terkenal Laila Majnun dan Khusrau dan Syirin, mengambil latar
belakang gurun sahara Arab, dan pegunungan Kurdi di Iran bagian barat. Nizami
wafat pada tahun 1222 M atau 1223 M, dan dimakamkan di Ganje, tempat
kelahirannya (Amin, 2008: 108).
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Nizami dianggap sebagai penulis yang membawa gaya tutur realistis ala
percakapan sehari-hari ke dalam kisah epik di Persia. Sejak kecil ia diasuh oleh
pamannya karena ia yatim piatu. Sepanjang hidupnya ia menikah tiga kali. Istrinya
pertama, Afaq, adalah seorang gadis budak pemberian Fakhruddin Bahramsyah,
penguasa Iran. Afaq, istri yang paling dicintainya meninggal setelah Nizami
menyelesaikan roman Khusrau dan Syirin. Anehnya, dua istri Nizami berikutnya juga
meninggal secara tiba-tiba setelah ia menyelesaikan karya-karyanya. Sehingga ia
sempat meratap kepada Tuhan, YaAllah, kenapa setiap karyaku harus
mengorbankan seorang istri! (Nizami, 2009: 235).
LM adalah karyanya yang paling termasyhur. Kemasyhuran kisah LM
memberikan banyak ilham bagi banyak seniman, baik pelukis, pemusik, maupun
novelis dalam menciptakan beragam karya seni yang menggambarkan kisah cinta tak
sampai, namun cinta itu sendiri mentransformasikan sang pencinta ke dalam
persatuan mistik dengan sang kekasih. J ejak-jejak Nizami sangat terasa dalam
kesusastraan Islam. Karya-karyanya mempengaruhi perkembangan puisi Persia,
Arab, Turki, Kurdi, Urdu, dan bangsa-bangsa lainnya, termasuk Indonesia. Bahkan
kisah Romeo dan Juliet yang ditulis William Shakespeare pun dipengaruhi oleh LM.
Nizami sangat menguasai berbagai macam ilmu pada zamannya, seperti
Matematika, hukum Islam, filsafat Yunani, dan kedokteran. Nizami mulai menempuh
jalan sufi di masa mudanya, tapi tidak banyak yang diketahui tentang pendidikannya
ini. Nizami sendiri mengisyaratkan bahwa ia telah mencapai tataran dan tingkat
ketinggian spiritual tertentu, karena ia menyinggung-nyinggung fakta bahwa ia diajar
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
oleh Khidhir sang pembimbing spriritual misterius dan bahwa ia dilindungi oleh
sembilan puluh sembilan Nama Terindah Allah (al-asma al-husna) (Bayat dan
Muhammad, 2007: 151).
Nizami adalah sufi penyusun kisah-kisah yang sangat monumental. Karyanya
yang sangat terkenal adalah Laila Majnun dan Khusrau dan Syirin. Ketika kisah-
kisah ini mulai tersebar luas, orang-orang pun mengetahui dan mengenal
pengarangnya. Dikatakan bahwa Nizami adalah syaikh sufi dan yang dimaksud
kekasih dalam berbagai kisahnya sesungguhnya adalah Allah melalui kisah-kisah ini,
orang-orang mengetahui bahwa pencarian sang penempuh jalan spiritual untuk
bersatu dengan sang kekasih adalah suatu upaya yang menyebabkan lenyapnya
identitas terbatas sang pencinta dalam wujud tak terbatas Sang Kekasih. J adi kekasih
yang sesungguhnya harus dicari adalah Allah, Zat Pencipta alam ini (Amin, 2008:
109-111).
Enam karya utama Nizami, termasuk LM, digubah dalam gaya puisi yang
dikenal sebagai matsnawi berupa bait-bait sajak berirama. Kendatipun berbentuk
kisah, tak urung karya-karya itu mengandung banyak pengajaran tersembunyi bagi
para penempuh jalan spiritual. Tingkatan pengajarannya berkisar dari pelajaran yang
diperuntukkan bagi orang-orang awam hingga yang dikhususkan bagi para pengenal
sebuah tarekat sufi. Karya Nizami terkenal karena gaya bahasanya yang halus dan
kosa katanya yang asli sehingga susah diungkapkan dalam terjemahan.
Dalam karyanya yang berjudul Sumber Segenap Rahasia, Nizami menuturkan
kisah-kisah yang belum pernah sama sekali diceritakan sebelumnya. Ia menggubah
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
karya ini dalam bentuk sekitar dua ribu dua ratus enam puluh bait sajak dengan gaya
bahasa yang baru dan orisinal. Ia menulis kisah ini sewaktu berusia kira-kira tiga
puluh tahun.
Khusrau dan Syirin ditulisnya dalam enam ribu lima ratus bait sajak. Kisah ini
tidak kalah dramatisnya dengan LM yang menceritakan tentang putri Syirin yang
jatuh cinta kepada seorang raja Persia bernama Khusrau, tangan nasib memisahkan
mereka berdua sehingga sang raja pun belajar tentang makna hakiki cinta. Kepedihan
cinta yang gagal dan kematian orang-orang yang dimabuk cinta membuat kisah-kisah
ini menyayat hati para pembacanya.
Karya Nizami yang ketiga dan paling terkenal adalah LM yang berjumlah
enam ribu lima ratus bait sajak. LM sesungguhnya merupakan kisah cinta klasik yang
dikisahkan secara lisan di tanah Arab sejak Dinasti Umayyah berkuasa. Diyakini oleh
banyak orang, cerita ini didasarkan pada kisah nyata tentang seorang pemuda
bernama Qays putra Al-Mulawwah, penguasa bani Amir di Arabia.
Dari tradisi lisan, kisah tersebut kemudian masuk ke dalam khasana sastra
Persia, dan Nizami menuliskannya pada abad 12 dalam bahasa Persia. Versi Nizami
sangat terkenal, karena selain tetap mempertahankan suasana kehidupan suku Badui
Arab, tenda-tenda kabilah di gurun, pada saat yang sama Nizami juga memasukkan
semesta peradaban Persia ke dalam kisah tersebut. Kegersangan dan kekakuan kisah
lama diolah Nizami dengan deskripsi mengenai angkasa bertabur bintang dan
matahari yang bersinar, atau rahasia-rahasia terdalam dari ruh manusia, dalam sebuah
bahasa yang luar biasa kaya, penuh dengan citraan-citraan yang memesona. Nizami
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
membebaskan kisah tersebut dari batasan-batasan peristiwa aksidental dengan
menaikkannya ke maqam spiritual, memperkayanya dengan warna, aroma, dan suara,
diracik dengan permata, bunga-bunga, anggur dan bebuahan (Nizami, 2009: 11).
Zia Inayat Khan (Nizami, 2009: 5) mengatakan bahwa Layla dan Majnun
merupakan figur penting bagi para penyair sufi, sebagaimana Krishna bagi para
penyair Hindu. Majnun bermakna keterserapan ke dalam pikiran, Layla bermakna
malam yang remang-remang. Dari awal hingga akhir, kisah ini merupakan ajaran
tentang jalan penghambaan yaitu pengalaman jiwa yang mencari Tuhannya.
Tiga karya Nizami lainnya yang berbentuk matsnawi adalah Haft Paikar
(Tujuh Keindahan), Syarafnameh (Surat Kemuliaan), Eghbalnameh (Surat
Keberuntungan). Yang pertama terdiri atas tujuh fabel tentang kehidupan Bahram,
seorang raja Iran. Yang kedua dan ketiga menuturkan berbagai pertempuran dan
penaklukan yang dilakukan oleh Alexander Agung (Iskandar).
Selain enam karya di atas, Nizami juga menulis sebuah diwan, atau kumpulan
puisi (ghazal dan qasidah). Sebagian besar karya ini tampaknya hilang. Hal ini biasa
terjadi pada kebanyakan syekh sufi awal, yang tertinggal dari Nizami adalah ajaran-
ajarannya. Dengan sendirinya, hal ini mengingatkan sang penempuh jalan spiritual
akan ihwal kefanaan kehidupan dunia ini (Bayat dan Muhammad, 2007: 151-153).
Nizami, melalui karya-karya dengan tema cintanya ingin mengajarkan tentang
cinta sejati. Sesungguhnya seorang sufi mempunyai banyak cara untuk mengingatkan
para pengikutnya untuk mencintai Sang Penciptanya. Tidak hanya perilaku-perilaku
sufi semata-mata, akan tetapi, yang dilakukan Nizami dakam rangka berdakwa. Demi
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
untuk menjernihkan jiwa dan hati manusia, bisa dilakukan melalui karya simbolik.
Sebenarnya ini tidak lazim dilakukan oleh para sufi, namun Nizami sebagai penutur
cinta-cinta sufistik ini, membuktikan bahwa mengajak kepada kebaikan menuju
kepada Tuhan, bisa dilakukan dengan banyak cara. Tujuan utamanya adalah satu,
yaitu mengabdikan diri kepada Tuhan, karena sesungguhnya manusia diciptakan
Allah semata-mata hanya untuk mengabdi kepada-Nya.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
BAB V
REPRESENTASI PERILAKU MANUSIA DALAM NOVEL LAILA MAJNUN

5.1. Frustrasi
Manusia bisa mengalami frustrasi ketika keinginannya terganjal untuk bisa
diwujudkan atau direalisasikan. Halangan in bisa berasal dari keterbatasan fisik atau
psikis. Sebagai contoh, seorang anak lelaki yang ingin menjadi TNI tetapi
keinginannya terhalang karena terhambat oleh tinggi tubuhnya yang tidak memenuhi
syarat. Contoh lain, seseorang yang ingin masuk PNS, namun tidak terwujud karena
tidak lulus ujian. J adi, hambatan tubuh atau pun jiwa bisa menjadi sumber frustrasi.
Seseorang yang mengalami frustrasi akan bereaksi secara tidak sadar untuk
mengurangi tekanan batin yang menimbulkan rasa sakit atau stres. Dengan bereaksi,
sebenarnya berusaha mempertahankan harga diri dari kenyataan yang dihadapi. Ruch
(Siswantoro, 2005: 101) mengatakan:
Lapis ego yang mengalami frustrasi merasa sakit atau pepat dan segera
melakukan reaksi pertahanan. Sebagaimana kita berusaha menghindari
pukulan fisik ke arah tubuh kita, demikian pula kita merespon secara defensif
terhadap kritik atau olok-olok yang ditujukan ke arah kita. Pada saat
seseorang menjalani hidup, ia membentuk dalam dirinya persiapan pertahanan
dari fisik secara ekstensif yang akan bereaksi secara defensif mekanistis
dalam upaya menyesuaikan ego yang didera frustrasiReaksi mekanistis
dapat dibagi menjadi tiga bentuk pokok perilaku dalam upaya penyesuaian
(1) reaksi agresif, (2) reaksi menghindar atau menarik diri, (3) reaksi
mengganti atau kompromistis.

Uraian di atas menegaskan bahwa lapis ego yang mengalami frustrasi akan
beraksi sebagai usaha pertahanan yang dapat dilakukan lewat tiga kategori bentuk
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
pokok perilaku, yaitu (1) reaksi agresif, (2) reaksi menghindar, dan (3) reaksi
kompromi. Melalui novel LM, penulis akan menganalisis ketiga perilaku ini terhadap
Majnun, Syed Omri, dan Layla yang mengalami frustrasi.
5.1.1. Reaksi Agresif
Agresif merupakan reaksi menyerang atau menyakiti. Perilaku ini terjadi
ketika usaha untuk mencapai tujuan telah buntu. Beoree (2008: 240) mengatakan,
selain frustrasi, hal-hal lain bisa menyebabkan agresi (petinju yang dibayar mahal
bisa menyebabkan agresi) dan frustrasi bisa menyebabkan hal-hal lain selain agresi
(impotensi sosial mengarah pada depresi).
Sejalan dengan pendapat di atas, Ruch (Siswantoro, 2005: 101) menegaskan:
Perilaku agresif merupakan reaksi terhadap frustrasi. Ketika ini
mengemuka, individu yang bersangkutan bisa saja menyerang penghalang
yang menghambat dirinya atau menyerang sasaran pengganti penghalang.
Biasanya tindakan agresi bisa merupakan teknik penyesuaian yang baik.
Memang bisa saja tindakan ini untuk sesaat mengurangi ketegangan pikiran
atau kepepatan jiwa yang menyertai frustrasi. Lama-lama tindak agresi ini
tidak disukai masyarakat, atau akan beroleh hukuman, dan rasa bersalah dari
diri individu.

Dari kedua uraian di atas, dapat dilihat bahwa seseorang yang frustrasi bisa
melakukan tindak menyerang, baik terhadap objek penghalang penyebab frustrasi,
maupun terhadap objek pengganti. J ika tindakan ini terjadi dalam waktu yang lama,
akan mendapat respon yang tidak baik, seperti hukuman masyarakat dan rasa bersalah
pada pelaku itu sendiri.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Sejalan dengan pendapat di atas, perlakuan penyerangan tentara kabilah
Naufal yang motifnya ingin membantu Majnun mendapatkan Layla dapat
diketegorikan dalam tindak agresif. Ini dapat dilihat pada kutipan novel berikut:
Namun usaha Naufal itu sia-sia, ayah Layla bersikeras menolak,
mereka memilih berperang daripada kehilangan nama baik. Perundingan
berakhir, Naufal menghunus pedang dan siap bertempur.
Sejurus kemudian pertempuran sengit tak bisa dielakkan. Dentingan
pedang beradu dengan perisai dari kuningan, terdengar keras, ditingkahi suara
desing anak panah. Padang peperangan seperti gemuruh lautan, saat ombak
besar menghempas ke bibir pantai. Anak panah, laksana burung, berterbangan
dari kedua belah pihak, berusaha meminum aliran kehidupan dengan
paruhnya yang terbuka. Pedang yang berkilat, memenggal kepala-kepala
lawan. Bumi berubah menjadi merah, menakutkan. Bau anyir menyebar, dan
burung pemakan bangkai beterbangan di angkasa, siap untuk berpesta.
.....
Pasukan Naufal sudah berada di atas angin. Majnun yang sejak
kemarin hanya melihat saja pertempuran itu dari tenda, tiba-tiba muncul
di tengah-tengah pertempuran, sorot matanya terlihat mengerihkan. Dia
menerobos dengan liar di antara dua pasukan yang sedang bergelut dengan
maut. Pakaiannya ditanggalkan satu persatu, dan dengan pandangan yang
menggila dia berteriak mencela, Mengapa harus terjadi pertempuran, padahal
keduanya adalah sahabatku (hlm. 96-98).

Dari kutipan novel di atas dapat dilihat bahwa tindakan agresif yang dilakukan
Majnun adalah melalukan penyerbuan dengan peperangan. Dalam peperangan itu
banyak yang menjadi korban. Namun, atas penyerangan yang dilakukan, akhirnya
Majnun menyesal. Sebenarnya Majnun tidak ingin ada tindak kekerasan. Dengan
berperang melawan ayah Layla berarti pintu untuk masuk ke rumah Layla sudah
terkunci dan kuncinya sudah dicampakkan. J adi, penyerangan yang dilakukan oleh
tentara Naufal menyebabkan ia merasa bersalah pada dirinya sendiri, dengan
mengatakan, Mengapa harus terjadi pertempuran, padahal keduanya adalah
sahabatku (hlm. 98).
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Agresi dibagi ke dalam (1) scapegoating, yaitu mencari kambing hitam,
(2) free-floating anger, yaitu marah tanpa pandang bulu, (3) suicide, yaitu
menyalahkan diri atau bunuh diri. Scapegoating adalah pengalihan menyerang ke
objek penyebab frustrasi karena ada rasa tidak berani untuk mengungkapkan rasa
marah secara langsung. Kelegahan akan diperoleh dengan menyerang orang lain yang
dianggap lemah. Free-floating anger adalah reaksi orang frustrasi kronis yang
kemarahan atau rasa permusuhan yang diungkapkan tidak pandang bulu meski
terhadap suasana yang netral. Suicide adalah reaksi orang yang frustrasi dengan cara
menyerang diri sendiri sebagai objek pengganti kemarahan atau usaha bunuh diri atau
sekedar ancaman bunuh diri (Siswantoro, 2005: 102).
J ika dilihat dalam novel LM, ketiga pembagian agresi di atas, dilakukan oleh
Majnun. Scapegoating atau mencari kambing hitam, dapat dilihat pada sikap Majnun
yang kurang baik terhadap ayahnya. Padahal ia tahu bahwa ayahnya sangat
mencintainya. Segala usaha telah dilakukan ayahnya untuk kesembuhannya. Ia
menyuruh Majnun berdoa di Ka,bah untuk kesembuhannya. Menurut kepercayaan
umat Islam, semua doa yang diminta akan terkabul. Meminta doa di Kabah adalah
satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk kesembuhannya. Namun, Majnun
menyia-nyiakan kesempatan itu. Majnun malah meminta supaya cintanya kepada
Layla semakin bertambah.
Perilaku lain dapat dilihat ketika ayahnya memintanya kembali ke rumahnya.
Ayahnya merasa bahwa ajalnya akan tiba. Dia ingin menyerahkan kekuasaannya
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
kepada Majnun. Ia ingin Majnun kembali menjadi manusia yang bermartabat.
Namun, Majnun dengan bahasa yang halus menolak semua itu seperti berikut:
Bagiku dunia telah lenyap. Aku tidak melihat apapun selain Layla,
semua yang aku miliki telah hilang, kecuali kenanganku pada Layla. Ayah,
ibu, rumah, semua hilang dalam kesuraman yang tidak bisa ditembus oleh
cahaya. Aku menangis karena kasih sayangmu. Tapi apa gunanya air mata,
meskipun itu di atas batu nisan seorang ayah? Kesengsaraan tidak pernah
diketahui oleh orang yang sudah mati. Engkau mengatakan malam kematian
segara akan menjemputmu! Lalu apa aku harus menangis, meminta belas
kasihmu, agar engkau tetap hidup? Sedang aku akan mati dalam
kesengsaraan, dan tidak seorang pun yang akan menangisi kepergianku (hlm.
122).

Dari nada bicaranya, Majnun terlihat putus asa. Kesengsaraan tidak pernah
diketahui oleh orang yang sudah mati, ini mengisyaratkan bahwa ia menganggap
dirinya sudah mati. Setidaknya ia sudah membunuh mati semua rasa keduniawian
yang ada dalam dirinya. Yang tinggal hanya kenikmatan menyebut nama Layla. Hal
ini membuat hati ayahnya remuk redam. Ayahnya menjadi kambing hitam dalam
perilaku Majnun karena ia tidak bisa melampiaskannya kepada ayah Layla yaitu
orang yang telah menyebabkan Majnun frustrasi.
Free-floating anger atau marah tanpa pandang bulu dapat dilihat dari
kematian pasukan Naufal dan pasukan ayah Layla. Mereka sesungguhnya tidak
memiliki hubungan langsung dengan Majnun. Frustrasi yang kronis dan
berkepanjangan membawa pelaku pada tindak gelap mata dan bisa membunuh
seseorang. Frustrasi yang kronis inilah yang membuat Majnun mau menerima
tawaran Naufal untuk berperang atau menyerang pasukan ayah Layla.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Suicide atau menyalahkan diri (bunuh diri) ditandai dengan kematian Majnun.
Kematian Majnun sebenarnya adalah bentuk penyerangan yang dilakukannya
terhadap dirinya sendiri. Dia merasa tidak ada gunanya lagi dia hidup di dunia karena
Layla yang merupakan belahan jiwanya sudah tiada lagi. Harapan dan gairah untuk
hidup sudah tidak ada lagi, hilang bersama wafatnya Layla. Tindakan bunuh diri yang
dilakukan oleh Majnun adalah menyakiti tubuhnya dengan cara membentur-
benturkan kepalanya, tidak makan, dan tidak minum, hingga tubuhnya menjadi
lemah. Dan akhirnya Majnun meninggal dunia.
Dari hasil analisa dijumpai perilaku agresi Syed Omri yang meliputi
scapegoating atau mencari kambing hitam dan suicide atau menyalahkan diri atau
bunuh diri. Syed Omri merasa kecewa karena usahanya untuk melamar Layla ditolak
mentah-mentah oleh ayah Layla. Ayah Layla menganggap Majnun gila dan dia tidak
menginginkan orang-orang Arab berbicara bahwa ia mengawinkan anaknya dengan
orang gila.
Syed Omri sangat malu dan sakit hati mendengar kata-kata ayah Layla. Belum
pernah ada seorangpun yang berani menolak permintaannya dan sekarang ayah Layla
telah menghinanya. Syed Omri memikul beban yang sangat berat. Ia tidak mau marah
kepada ayah Layla karena ia seorang yang bermartabat. Lalu ia membujuk Majnun
untuk meninggalkan dan melupakan Layla.
Bujukan yang ditujukan kepada Majnun sebenarnya adalah upaya pengalihan
penyerangan terhadap objek penyebab frustrasi. Syed Omri beranggapan bahwa tidak
ada gunanya membalas sakit hatinya pada ayah Layla. Ini hanya akan merendahkan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
martabatnya sebagai seorang kepala kabilah yang disegani. Sebagai gantinya ia
menyerang Majnun (objek yang dianggap lemah) dengan cara membujuk. Bentuk
kemarahannya terhadap Majnun direalisasikan dengan bahasa lemah lembut. Ini
dapat dilihat dari petikan novel berikut:
Setelah usaha meminang Layla hanya membuahkan hasil yang
menyakitkan hati, akhirnya Syed Omri berusaha merayu dan membujuk
Majnun agar melupakan gadis pujaannya. Karena pantang bagi Syed Omri
menelan ludah kembali, aib baginya jika harus merengek dan memohon belas
kasihan pada orang yang pernah menolak lamarannya.
Dengan suara yang letih karena menanggung beban berat, Syed
Omri berkata pada Majnun, Wahai puteraku tersayang, cahaya mata pelipur
duka, engkau telah dilenakan dengan cinta buta (hlm. 35).

Perilaku Syed Omri yang menyalahkan diri sendiri dapat dilihat dari
kegagalan-kegagalan Syed Omri untuk menyembuhkan penyakit putranya. Semua
tabib telah diundang dan memohon doa di Kabah juga sudah dilakukan tetapi tidak
membuahkan hasil. Ia menganggap semua usahanya sia-sia belaka, seperti kutipan
berikut:
Hati Syed Omri semakin sedih, hidupnya terasa hampa, tiada lagi
harapan yang tersisa. Setelah ibadah haji selesai, ia segera pulang ke Hijaz.
Lelaki itu seperti kehilangan kekuatan untuk mendinginkan bara dalam
hatinya. Sirna sudah semua, tiada lagi pelipur lara di hati. Cahaya yang dia
banggakan telah berubah menjadi kegelapan, mimpi telah menjadi bayang-
bayang mengerikan (hlm. 47).

Perilaku agresi Layla juga berupa scapegoating dan suicide. Layla merasa
sangat kecewa karena ayahnya menikahkan ia dengan Ibnu Salam. Ia tidak berani dan
tidak berhak menolak keputusan ayahnya. Demi baktinya kepada orang tua, dia harus
menuruti kemauan orang tuanya. Akhirnya, ia mengalihkan kemarahannya kepada
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Ibnu Salam yang dianggapnya sebagai objek yang lemah. Bentuk kemarahan itu
direalisasikan dengan keengganannya melayani Ibnu Salam sebagai seorang suami.
Walaupun ia sudah menjadi istri Ibnu Salam, namun raga, hati dan cintanya hanya
untuk Majnun. Hal ini didukung oleh kutipan novel berikut:
Gadis itupun berjanji, hanya Majnun yang dapat memiliki hati dan
cintanya. Sekuat tenaga akan ia jaga tubuh dan hatinya. Ia tidak ingin dunia
menuduhnya sebagai pengkhianat. Tidak, ia tidak akan mengkhianati cinta,
tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays.
.
Saat Ibnu Salam menyusul ke tempat tidur, ia melihat Layla
menampakkan punggung, membelakangi dirinya. Ibnu Salam mencoba
menyapa istrinya dengan lembut, namun istrinya tidak menjawab, hanya isak
tangisnya yang terdengar (hlm. 109-110).

Bentuk suicide yang dilakukan Layla dapat dilihat dari pembicaraannya
dengan sang pertapa. Ia menyalahkan dirinya dengan mengatakan bahwa dirinya
adalah penyebab penderitaan Majnun. Layla yang menyebabkan Majnun lebih suka
tinggal di gurun dan dia juga yang menjadi penyebab kegilaan Majnun terlihat dalam
kutipan berikut ini:
Mendengar penuturan sang pertapa, Layla menangis sesunggukan, lalu
berteriak lantang, J angan engkau katakan lagi! Cukup sudah. Kata-katamu
membuat batinku semakin perih. Akulah penyebab kesedihannya, aku gadis
yang dia cari. Akulah yang menyebabkan dirinya lebih suka tinggal di gurun
pasir, daripada diam di istana ayahnya. Tetapi wahai pertapa, sesungguhnya
kami berdua sama-sama merasakan kesedihan, sama-sama mwrasakan luka,
dan luka kami takkan pernah sembuh, kecuali kami dipertemukan. Tangan
takdir telah membimbingnya untuk berkelana dan teriakannya memenuhi
gurun pasir dengan perasaan ketakutan. Sementara takdir menghukumku
hingga terbelenggu di sini (hlm. 149-150).


Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
5.1.2. Reaksi Menghindar
Reaksi lain selain tindak agresif adalah tindak menghindar dari situasi yang
menyebabkan frustrasi. Wujud menghindar bisa berupa tindakan fisik atau psikis.
Dengan menghindar, seseorang akan dapat melupakan beban yang menghimpit
perasaannya walaupun hanya sesaat. Perilaku yang tercermin dari proses menghindar
ini bisa berupa menutup diri dari keramaian, misalnya mengurung diri di rumah atau
mengasingkan diri ke tempat yang sunyi.
Perilaku sebagai reaksi menghindar yang dilakukan Majnun adalah dengan
bersembunyi ke dalam gua. Ia meninggalkan semua kemewahan dunia yang
ditawarkan keluarga maupun kerabatnya. Dia mengasingkan diri dari keramaian.
Majnun tidak takut sama sekali baik gangguan dari udara, tanah, gua, maupun
lembah. Untuk menghibur hatinya yang gunda gulana, dia berteman dengan binatang
buas. Harimau, serigala dan singa berada di sekelilingnya. Heina dan anak rusa
terlihat akrab. Burung pipit dan elang berputar-putar di langit menaungi tempat
peristirahatannya. Binatang-binatang itu tidak pernah menyakitinya bahkan
menganggap Majnun sebagai raja. Kemanapun Majnun pergi mereka setia menemani.
Rekasi menghindar yang dilakukan Majnun ini memang tidak bisa
membuatnya melupakan penyebab frustrasinya. Keterasingannya di dalam hutan
hanya dapat menghiburnya sesaat saja. Dia tidak dapat melupakan Layla karena
kekuatan cinta telah memperbudaknya. Hanya Layla yang dapat mengobati sakit
gilanya. Layla merupakan tujuan akhir hidupnya.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Namun, perilaku Majnun yang menyendiri di hutan ini dapat membuatnya
lega. Setidaknya, dia tidak lagi berteman dengan manusia yang hanya bisa
menyakitinya saja. Ini dapat dilihat melalui percakapan Majnun dengan ibunya
berikut ini:
Seperti burung terpenjara dalam sangkar yang membelenggu,
jiwaku telah lama menanggung penjara kehidupan. J anganlah ibu memintaku
untuk tinggal di rumah, karena aku tidak mendapat kedamaian di sini.
Wahai ibu, lebih baik aku berkelana dan tinggal di gua bersama
binatang buas, daripada tinggal di lingkungan manusia yang hanya menambah
kesedihan dan keputusasaanku (hlm. 145-146).

Dialog di atas dibingkai oleh peristiwa kerinduan Majnun kepada ibunya. Ia
pulang ke rumahnya untuk mengetahui keadaan ibunya setelah ayahnya meninggal.
Ibunya sangat terkejut melihat keadaan diri Majnun yang kumal dan tidak terurus.
Betapa daun hijau ini telah layu dan tubuhnya menjadi lemah, rona kemerahan telah
memudar dari pipi, serta matanya menjadi cekung (hlm. 144). Ibunya sangat kasihan
melihatnya. Sambil menasehati Majnun, ia berurai air mata. Dialog di atas merupakan
rentetan dari dialog-dialog sebelumnya yang diutarakan ibu Majnun. Ia meminta
Majnun untuk kembali tinggal di rumah. Namun, pikiran liar Majnun menuntun ia
berujar, J anganlah ibu memintaku untuk tinggal di rumah, karena aku tidak
mendapat kedamaian di sini. Ini berarti bahwa dengan mengasingkan diri di hutan
Majnun mendapat kedamaian dan kebahagiaan.
Berkali-kali Majnun menghindar dari keramaian dengan menyendiri di hutan.
Ini bisa terjadi karena Majnun manusia. Manusia bersifat labil. Ketika ia mengetahui
Layla dipingit, maka ia pergi mengembara ke hutan. Ayahnya yang kasihan melihat
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
keadaan anaknya yang menderita berusaha mencari Majnun dan membawanya
kembali ke rumah. Ia mencari tabib yang bisa mengobati Majnun. Namun, tak
berhasil. Ia kembali lagi menghindar ke hutan.
Ayahnya mencarinya kembali karena ia akan melamar Layla untuk Majnun.
Majnun merasa terhibur. Ia kembali lagi ke rumahnya. Namun, setelah usaha
peminangan itu gagal, akhirnya Majnun kembali lagi ke hutan.
Musim haji telah tiba, Syed Omri teringat bahwa meminta doa di depan
Kabah akan dikabulkan Allah. Ia kembali menyuruh orang-orangnya untuk mencari
Majnun ke hutan. Setelah bertemu maka mereka menunaikan ibadah haji. Sekembali
dari Mekah, Majnun ditahan oleh ayahnya beberapa saat di rumahnya. Majnun tidak
betah tinggal di rumahnya yang penuh dengan kemewahan dan iapun kembali lagi ke
hutan.
Naufal yang merasa kasihan melihat keadaan Majnun berusaha menghibur
Majnun dengan berjanji akan menyatukannya dengan Layla. Majnun bersemangat
mendengar kata-kata Naufal. Ketulusan Naufal membuat Majnun bersedia mengikuti
kehendaknya. Bahkan, ketika naufal mengajaknya meninggalkan hutan belantara
menuju istananya, Majnun tidak membantah. Naufal berhasil mengembalikan Majnun
seperti manusia yang bermartabat. Tubuhnya mulai sehat kembali. Namun, ketika
Naufal gagal membawakan Layla untuknya, ia kembali lagi menghindar ke hutan.
Sampai akhirnya ia rindu kepada ibunya dan kembali ke rumah dan terjadilah seperti
dialog di atas.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Majnun tidak merasa tenteram tinggal di rumah. Akhirnya, ia kembali lagi ke
hutan. Setelah pertemuan itu, ibu Majnun menjadi menderita. Kata-kata Majnun telah
menghancurkan hatinya. Ia menyusul suaminya dalam kesunyian tanah pekuburan.
Sejak ibunya meninggal, Majnun tak pernah kembali lagi ke rumahnya. Ia terus
mengembara di hutan, sampai akhirnya ajal datang menjemputnya.
Dari deskripsi data di atas, dapat dilihat bahwa Majnun lebih banyak tinggal
di hutan daripada tinggal di rumahnya. Dia memang lebih memilih hidup terasing
dari keramaian. Memang keterasingan adalah bagian hidup manusia. Sebentar atau
lama, orang pernah mengalami hidup dalam keterasingan, disadari atau tidak. Sudah
tentu dengan kadar dan sebab yang berbeda satu sama lain. Keterasingan yang
dialami Majnun adalah atas kemauannya sendiri. Ini merupakan wujud dari
perilakunya menjalani reaksi menghindar untuk mengurangi rasa frustrasinya.
Tindak menghindar yang dilakukan oleh Syed Omri adalah dengan duduk
sendiri di kegelapan malam. Ia memikirkan anaknya yang pergi meninggalkan rumah.
Ia tidak tega melihat penderitaan anaknya. Sebagai seorang ketua kabilah, Syed Omri
tidak mau mengecewakan kabilahnya dengan menampakkan rasa sedihnya. Ia punya
tanggung jawab yang besar terhadap kabilahnya, makanya dia tidak bisa bebas
mengekspresikan bentuk menghindarnya. Itulah sebabnya ia hanya bisa menghindar
dari keramaian ketika malam hari, disaat semua orang tertidur lelap. di kegelapan
malam yang sepi, ia duduk sendiri sambil mengeluh, Mengapa puteraku pergi
meninggalkan rumah? Kemana pengembara yang tidak punya harapan itu berteduh?
(hlm. 118).
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Untuk mengurangi rasa frustrasinya, Layla juga melakukan tindak
menghindar. Ia duduk menyendiri dan sorot matanya menampakkan kepasrahan. Ia
pasrah pada nasib yang menimpanya, yaitu nasib yang telah memisahkan dirinya
dengan Majnun. Ia menghindar dari keramaian yang dapat dilihat dari kutipan
berikut:
Di antara segala hiruk-pikuk kegembiraan, Layla duduk menyendiri.
Wajahnya memancarkan duka, sorot matanya menampakkan kepasrahan, dan
desah ketakberdayaan terdengar dari nafasnya. Seolah awan hitam sedang
menutupi parasnya yang lembut. Dadanya bergejolak oleh beban berat, setitik
air mata menetes dari matanya yang jernih.
Layla seperti pohon dengan daun-daunnya yang layu, jatuh dalam
pelukan debu. Ia tidak bisa merasakan kebahagiaan yang ada di depannya,
bahkan untuk berpura-purapun tiada lagi kesanggupan (hlm. 109).

5.1.3. Reaksi Kompromi
Ada kalanya frustrasi tidak dapat dikurangi hanya dengan perilaku agresif dan
menghindar saja. Ada cara lain yang dapat dilakukan, yaitu dengan tindak kompromi.
Tindak kompromi ditandai dengan individu yang menanggung frustrasi harus
menyerah pada suasana yang tidak mengenakkan sebagai akibat frustrasi sehingga
tujuan yang diimpikan tetap bisa terlaksana. Ini berarti individu harus menurunkan
derajat ambisi dan hasrat atau menerima tujuan lain yang bisa mengganti tujuan
semula. Siswantoro (2005: 107-113) membagi reaksi kompromistis menjadi tiga
bagian, yaitu sublimasi, proyeksi, dan rasionalisasi atau pembenaran.
5.1.3.1. Sublimasi
Sublimasi adalah penggantian kepuasan karena kepuasan langsung dari
keinginan tidak mungkin terlaksana. Keterbatasan dan ketidakmampuan fisik untuk
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
melakukan keinginan tersebut membuat seseorang frustrasi. Dengan tidak tercapainya
kepuasan langsung tersebut, dicarilah sasaran lain untuk memperoleh kepuasan. Ini
berarti, memilih tujuan pengganti sebagai alternatif lain dalam upaya mengarahkan
energinya. Meskipun tujuan ini tidak pernah memberi kepuasan yang sama persis
seperti tujuan awal yang dikehendaki, namun tujuan tersebut mampu memberi saluran
untuk mencurahkan hasrat keinginan yang terhalang (Ruch dalam Siswantoro, 2005:
107-108).
Memang kepuasan langsung atas kebutuhan atau keinginan tertentu sering
tidak bisa terwujud karena sasaran yang hendak dicapai tidak terjangkau. Tindakan
yang diupayakan untuk menjangkau sasaran tersebut hanya membangkitkan rasa
tidak menyenangkan atau rasa bersalah. Di dalam suasana seperti ini, biasanya
seseorang bisa saja mengupayakan sarana lain untuk memperoleh kepuasan seperti
memilih sasaran alternatif lain. Sasaran alternatif ini dapat memberikan kepuasan dan
dapat mengurangi beban frustrasi yang diderita.
Sublimasi bisa juga berarti memperhalus atau memperindah. Memperhalus
yang dimaksudkan adalah memperhalus dorongan-dorongan yang bersifat egoistis
atau nafsu yang kurang sehat. Contohnya, seorang yang gagal dalam percintaan,
mencurahkan kasih sayangnya untuk mengasuh anak-anak yatim piatu (Sundari,
2005: 56-57).
Sejalan dengan kedua pendapat di atas, maka perilaku Majnun yang berbentuk
sublimasi dapat dilihat pada kecintaannya terhadap binatang buas. Ia mengalihkan
energi cintanya pada binatang tersebut. Setiap binatang yang terkena sasaran
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
pembunuhan oleh pemburu selalu dilindunginya. Ini dapat dilihat dari peristiwa
berikut:
Saat melewati hutan, Majnun menyaksikan seekor rusa terjerat dalam
perangkap. Sang pemburu berusaha menangkap dan mengarahkan pisau ke
leher rusa. Sebelum pisau menyentuh leher, tiba-tiba Majnun berteriak
mengejutkan si pemburu.
Majnun berkata, bebaskan rusa yang jatuh dalam perangkapmu,
karena sesungguhnya keindahan adalah hidup dan kebebasan. Hatimu pasti
sekeras pualam, sehingga berusaha membunuh mata besar dan hitam yang
bersinar menyenangkan bak mata Layla. Tahanlah pukulan yang kejam itu
sahabatku, karena lehernya lebih pantas untuk dilingkari untaian emas.
Lihatlah tubuhnya yang ramping, kepolosan dan kelembutan yang terpancar
dari wajahnya. Wahai, janganlah engkau melakukan perbuatan kejam,
mengalirkan darah dari musuh yang tidak bersalah (hlm. 102-103).

Peristiwa ini terjadi sesaat setelah Naufal gagal menyerahkan Layla kepada
Majnun. Majnun lalu meninggalkan medan pertempuran dengan mengendarai kuda,
dengan pakaian yang compang-camping. Ia berlari membawa hatinya yang sudah
menjadi debu. Harapannya untuk bersatu dengan Layla sudah hancur. Ia memacu
kudanya seperti berlomba dengan angin.
Pada saat dan dalam keadaan jiwa seperti itulah Majnun bertemu dengan
seorang pemburu yang sedang berusaha menangkap seekor rusa. Majnun merasa
bahwa rusa itu tidak boleh disakiti, karena rusa itu sama dengan Layla. Bola matanya
yang besar, hitam dan bersinar, tubuhnya yang ramping, kepolosan, dan kelembutan
yang terpancar dari wajah rusa itu mengingatkan Majnun pada Layla. Majnun
bahagia ketika ia dapat menyelamatkan leher rusa itu dari pisau. Majnun mencintai
kebebasan rusa itu dengan mengatakan keindahan adalah hidup dan kebebasan.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Kata-kata ini diucapkan oleh Majnun karena sesungguhnya dirinya bebas, namun
jiwanya terikat pada Layla yang membuat ia merasa dirinya mati.
Perilaku Syed Omri dalam bentuk sublimasi bisa dilihat dari peristiwa ia
membawa Majnun berdoa di Kabah dan bersedekah. Alternatif ini dipilih Syed Omri
untuk menyembuhkan anaknya karena ia percaya Mekkah adalah kota suci dan
Rasulullah selalu memanjatkan doa di sana. Syed Omri juga percaya akan keberkahan
air zam-zam yang dapat mengobati segala penyakit. Syed Omri juga percaya dengan
bersedekah dapat mengurangi beban penderitaan batinnya yang dapat dilihat dari
kutipan novel berikut:
Kebetulan saat itu adalah bulan Dzulhijjah, bulan haji. Pada bulan haji,
di Mekkah berkumpul pedagang, kepala suku dan orang-orang bijaksana,
mereka berdoa dan memuji kepada Dzat Yang Maha Suci. Beribu-ribu orang
berkumpul di Kabah yang agung, memuji kebesaran Tuhan dan memohon
berkah.
Syed Omri menuruti nasehat mereka untuk menunaikan haji,
memohon rahmat, ampunan dan kebaikan Yang Maha Mendengar dan Maha
Menyembuhkan, agar putera kesayangannya memperoleh kesembuhan. Lelaki
itu segera menyiapkan unta-unta pilihan, di tiap leher unta diberi lonceng,
di punggungnya dilekati tas berisi dinar dan dirham (hlm. 43).

Perilaku Layla yang berbentuk sublimasi adalah ketika ia mencurahkan segala
keluh-kesahnya kepada seorang pertapa. Ia menceritakan beban yang menghimpit
hatinya dan derita cintanya kepada orang yang tidak dikenalnya. Ini semua ia lakukan
untuk mengurangi rasa frustrasinya. Dengan menceritakan semua derita yang
dialaminya beban frustrasinya bisa berkurang. Ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
Layla berkata kepada orang itu, Tuan, apakah engkau bersedia
menahan langkahmu untuk mendengar keluh-kesahku? Maukah tuan
menolongku dengan meringankan beban kesedihan yang menusik dadaku?
Sudikah tuan mendengar kisah, yang tidak memiliki hubungan apapun dengan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
anda, bahkan mungkin cerita ini tidak enak untuk didengar? Kisah tentang
seorang yang bernasib malang, hidup dalam kebingungan antara cinta dan
takut (hlm. 149).

Peristiwa di atas terjadi setelah Layla membaca surat Majnun. Ia diliputi
kegelisahan karena Majnun sudah tidak percaya lagi padanya. Padahal, hanya Majnun
seorang yang ia cintai. Untuk Majnun, ia melakukan apa saja demi mempertahankan
cintanya, termasuk untuk tidak melayani suaminya. Ia tetap setia pada Majnun.
Namun, sekarang Majnun tidak mempercayainya lagi, karena ia sudah menikah. Hati
Layla sangat kacau, nyeri, dan pedih. Dalam kegalauan inilah ia pergi ke luar rumah
untuk meringankan beban penderitaannya, hingga ia berjumpa dengan seorang
pertapa yang mau mendengarkan jeritan hatinya.
5.1.3.2. Proyeksi
Ruch (Siswantoro, 2005: 110-111) mengemukakan bahwa:
Kadang-kadang ketika pikiran dan perasaan seseorang ternyata tidak bisa
diterima orang lain, orang yang bersangkutan tidak hanya menekan pikiran-
pikiran itu tetapi juga berusaha meyakinkan diri sendiri secara tidak sadar
bahwa orang lain memiliki pikiran dan perasaan yang sama-sama tidak dapat
diterima orang lain seperti yang ia miliki. Dengan reaksi proyeksi seperti ini,
orang tersebut mengarahkan rasa agresifnya ke orang lain ketimbang diri
sendiri. Sebagai contoh adalah seorang suami yang tidak setia terhadap
istrinya, tetapi menuduh istrinya justru yang tidak setia terhadap dirinya.
Menuduh istrinya tidak lagi setia merupakan tindakan yang benar-benar
berlawanan dengan fakta.

Penjelasan di atas menerangkan bahwa kadang-kadang ketika seseorang
merasa pikiran-pikiran dan perasaan yang diungkapkan ternyata tidak bisa diterima
oleh pihak lain, maka dia tidak hanya menekannya tetapi juga meyakinkan dirinya
secara tidak sadar bahwa orang lain juga memiliki perasaan atau pikiran yang sama
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
terhadap dirinya. Dengan reaksi proyeksi seperti ini, si individu dapat mengarahkan
perasaan agresifnya terhadap orang lain daripada terhadap dirinya. J adi, kesalahan itu
ditimpakan kepada orang lain. Sebuah contoh refleksi proyeksi adalah seorang suami
yang tidak setia kepada istrinya, balik menuduh istrinya yang tidak setia.
Ana Freud, menyebut proyeksi sebagai penggantian ke arah luar. Mekanisme
ini merupakan kebalikan dari melawan diri sendiri. Mekanisme ini merupakan
kecenderungan untuk melihat hasrat atau keinginan yang tidak bisa diterima oleh
orang lain. Dengan kata lain, hasrat masih ada, akan tetapi tidak lagi menjadi hasrat
yang dimilikinya. Contoh, seorang wanita yang merasakan adanya dorongan seksual
yang rancu terhadap teman wanitanya. Bukannya mengaku perasaan ini sebagai
perasaan normal, malah dia ngotot memprotes kehadiran orang lesbian di dalam
komunitasnya (Boeree, 2008: 415-416).
Reaksi proyeksi memungkinkan si individu menyalahkan orang lain dan
benda-benda yang dipandang sebagai penyebab kegagalannya. Sebenarnya kegagalan
itu adalah karena perilakunya sendiri. Dalam konteks ini, contoh konkritnya adalah
seorang siswa yang gagal dalam melaksanakan UN, menuduh gurunya yang tidak
pandai mengajar. Padahal sebenarnya, dia yang tidak mau belajar. Contoh lain adalah
seorang pemain bola kaki yang tidak dapat menciptakan gol, menuduh bola yang
sialan itu sebagai penyebab kegagalannya.
Dari uraian di atas, peneliti mencari refleksi proyeksi pada tokoh Majnun.
Majnun yang frustrasi menyalahkan Naufal yang telah gagal mendapatkan Layla
untuknya. Padahal kegagalan itu adalah karena penyakit gila yang dialami Majnun.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Ayah Layla tidak mau menyerahkan Layla kepada Naufal walaupun ia sudah kalah
perang karena ia mengetahui bahwa Layla akan diserahkan Naufal kepada Majnun.
Sebenarnya sumber kegagalan itu adalah bahwa orang awam menganggap Majnun
telah gila dan gila adalah penyakit yang sangat memalukan. Tidak ada orang tua yang
rela anaknya dikawinkan dengan orang gila. Walaupun bersikeras dikatakan bahwa
Majnun tidak gila, dia hanya tergila-gila cinta Layla, namun masyarakat awam tidak
mempercayainya. Padahal, Naufal sudah berusaha menyembuhkan Majnun dari
penyakitnya.
Setelah beberapa bulan bersama Naufal, Majnun telah sembuh dari gilanya.
Majnun menunjukkan perubahan, ia mulai mau berpakaian dan makan, sehingga
tubuhnya kembali sehat dan wajahnya bercahaya. Sejak bersama Naufal, Majnun
merasakan harapannya kembali bersinar. Meski sudah kembali seperti Qays yang
dulu, namun orang tetap menganggapnya gila. Yang mereka tahu Majnun telah gila
dan orang gila tidak berhak mendapat kebahagiaan. J adi, sumber kegagalan itu ada
pada diri Majnun.
Refleksi proyeksi ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Tetapi ingat, aku tidak mau dikhianati. Aku tidak akan memberikan
anakku pada iblis, aku tidak akan menyerahkan anakku ke dalam pelukan
lelaki gila yang akan menodai kebanggaan dan kehormatan kabilahku. Aku
tidak mau menikahkan Layla pada kehinaan dan aib. Aku tidak akan
mengorbankan kemasyhuran kabilahku, tidak pula akan menodai nama baik
Layla (hlm. 99).

Kehormatan orang Arab adalah lebih baik diliputi nasib sengsara daripada
menyerahkan kehormatan kepada orang gila. Seluruh wilayah Arab mengetahui
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
kebajikan Layla, kecantikannya menyatu dengan pesona yang menyenangkan. Lebih
baik ayah Layla menjadi Ruh yang bergentayangan daripada menanggung nama yang
dibenci semua orang. Dia tidak sanggup menikahkan putrinya dengan keburukan dan
menerima kutukan dari negerinya. Seekor anjing lebih baik dari manusia iblis, karena
gigitan anjing dapat disembuhkan, namun luka karena ulah manusia tidak ada
obatnya dan luka yang membusuk ini akan meninggalkan bekas selamanya.
Sebenarnya inilah yang membuat Naufal menjadi terharu. Perasaan bimbang
menguasai hatinya. Ia telah berjanji kepada Majnun akan meminangkan Layla
untuknya, tetapi ia tidak tega mendengar kata-kata orang tua yang sudah kalah perang
itu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang sudah terluka dan tidak berdaya.
Bagaimana mungkin ia sanggup menyakiti lelaki tua yang sudah sekarat. Pantang
baginya memerangi musuh yang tidak berdaya.
Sebenarnya Naufal telah memenangkan peperangan itu. Secara hukum,
seharusnya ayah Layla menyerahkan Layla pada Naufal. Namun, karena kata-kata
ayah Layla sangat menyentuh hatinya, akhirnya Naufal tidak mengambil Layla. Dia
menemukan bentuk cinta lain dalam peperangan itu, yaitu cinta seorang ayah kepada
anaknya dan cinta seorang lelaki pada martabat kabilahnya. Makanya Naufal berujar,
Biarlah takdir yang menentukan (hlm. 100).
Ketika Majnun mendengar keputusan Naufal, dia sangat marah kepada
Naufal,
kemarin, wahai temanku yang murah hati! Engkau menjanjikan
hari-hari akan berakhir dengan kebahagiaan, tetapi sekarang engkau telah
membiarkan rusa berlari menjauh. Engkau tinggalkan aku dalam keadaan
terhina di hadapan kekasihku (hlm. 100-101).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
5.1.3.3. Rasionalisasi
Rasionalisisasi atau pembenaran sebagai kategori reaksi kompromi adalah
proses merekayasa alasan agar berkesan logis atas situasi tertentu yang jika dibiarkan
tanpa alasan mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat atau harga diri. Ruch
(Siswantoro, 2005: 112) mengkategorikan rasionalisasi ke dalam empat tipe, yaitu:
Tipe pertama adalah sikap kategori anggur masam yang digambarkan
lewat cerita binatang, yaitu seekor rubah yang berupaya menggapai
segerombol anggur yang menggantung di atas kepalanya, tetapi usahanya sia-
sia. Karena gagal menggapainya, ia dengan kesal berkata anggur itu terlalu
asam. Tipe kedua adalah pecinta yang ditolak dan kemudian dengan kesal
karena kecewa berucap gadis yang ia cintai memiliki cacat. Tipe ketiga
adalah filsafat kategori jeruk manis yang diajukan J .M. Barrie, yang
mengatakan, melakukan pekerjaan yang tidak disukai memang tidak
menyenangkan, tetapi berupaya menyukai pekerjaan yang sedang dilakukan
merupakan rahasia kebahagiaan. Tipe keempat adalah pelaku kejahatan
yang mengaku tindak kejahatan yang ia kerjakan berdasarkan motivasi
mulia.

Dari pendapat Ruch di atas, dapat dipahami bahwa rasionalisasi dapat
mewujudkan diri lewat beberapa manifestasi seperti, (1) tipe anggur masam,
(2) tipe pencinta yang ditolak, (3) tipe jeruk manis, dan (4) tipe pelaku
kejahatan. Rasionalisasi ini sebenarnya dijadikan dalih untuk membenarkan tindakan
penyelamatan harga diri dari rasa malu, rendah diri, dan lain-lain karena kegagalan.
Rasionalisasi merujuk pada rekayasa alasan agar berkesan logis, namun
sesungguhnya keliru. Rasionalisasi merupakan manifestasi perilaku yang aneh agar
perilaku tersebut tampak logis dan dibenarkan oleh diri sendiri dan orang lain. Dalam
konteks ini, kesalahan, penilaian yang kurang tepat akan sesuatu, serta kegagalan
seseorang bisa dibenarkan lewat rasionalisasi.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Peneliti menghubungkan konsep rasionalisasi dengan perilaku Majnun yang
frustrasi yang disebabkan oleh kegagalan mewujudkan keinginan bersatu dengan
Layla dalam cinta dan kasih sayang. Majnun lalu berkata, cinta adalah rahmad dari
Surga, dan menjadi berkah bagi jiwa. Karena Langit yang menuntunku, maka cintaku
pada Layla tulus dan suci. Bagaimana mungkin aku akan melepaskan diri, sedang
Surga telah menunjuk dan mengilhamkan cinta padaku (hlm. 47).
Dari pernyataan Majnun di atas, dapat dilihat bahwa ia membenarkan
perilakunya yang gila karena mencintai Layla berdasarkan motivasi yang mulia. Ia
mengatakan bahwa cinta adalah rahmad dari Surga dan Langit telah menuntunnya
mencintai Layla. Sedangkan yang dimaksudkan Majnun dengan Surga dan
Langit itu adalah Allah. jadi, Majnun mencintai Layla karena kehendak Allah,
makanya cintanya tulus dan suci. Berdasarkan motivasi yang mulia ini, maka
rasionalisasi yang dilakukan Majnun termasuk dalam kategori pelaku kejahatan.
Untuk membenarkan tindakan kegilaannya, Majnun berdalih bahwa apa yang
dilakukannya dalam mencintai Layla adalah takdir dari Allah. Majnun sudah
ditakdirkan untuk mencintai Layla. Majnun tidak mau merubah takdir yang telah
ditentukan untuknya. Dan mencintai Layla dianggapnya sebagai suatu yang mulia.
Inilah bentuk rasionalisasi yang dilakukan Majnun.
Bentuk rasionalisasi yang dilakukan oleh Layla juga adalah tipe atau kategori
pelaku kejahatan. Sebenarnya tidak wajar seorang wanita yang sudah bersuami
mencintai lelaki lain. Supaya orang menganggap hal ini wajar, maka Layla berdalih
dengan mengatakan bahwa cintanya kepada Majnun adalah cinta yang suci dan tidak
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
terbatas. Bumi tidak akan mampu menampung cinta mereka dan hanya surga yang
mampu menyatukan cinta mereka. Ini dapat dilihat dari petikan novel berikut:
Tetapi entah mengapa, cinta Layla pada pemuda itu tidak pernah sirna.
Ia tidak peduli pada keadaan Qays. Ia berharap kelak pemuda itu dapat
menyuntingnya. Perasaan Layla dihinggapi semangat menyala-nyala. Ya,
suatu saat cinta mereka akan bersatu. Sejemput perasaan aneh menyelinap
dalam hati Layla. Cinta kami demikian suci dan tak terbatas. Bumi tak akan
mampu menjadi altar untuk mewadahi cinta kami. Hanya surga, ya hanya
surga yang mampu mempersatukan cinta kami, kata hati Layla (hlm. 170).

Sedangkan bentuk rasionalisasi yang dilakukan oleh Syed Omri adalah tipe
anggur asam. Ia mengatakan kepada Majnun bahwa Layla tidak sebanding dengan
Majnun dalam hal nasab, kehormatan, dan kekayaan. Peristiwa ini bermula, ketika
Syed Omri gagal meminang Layla. Syed Omri adalah seorang kabilah yang sangat
dihormati oleh bangsa Arab. Ia merasa kehormatannya tercemar karena ayah Layla
dari marga rendah telah menolak permintaannya. Padahal belum pernah ada orang
yang menolak permintaannya. Maka untuk menjaga harga diri dan martabatnya
di depan kabilah dan anaknya, Syed Omri berkata demikian. Hal ini dapat dilihat
pada petikan berikut:
Gadis yang engkau cintai itu tidaklah sepadan dengan kita dalam hal
nasab, kehormatan, dan kekayaan. Cobalah engkau tengok gadis-gadis di kabilah kita,
mereka masih muda, menarik dan menyenangkan hati. Engkau adalah seorang
pangeran dari keturunan terhormat, pesona wajahmu akan menarik hati gadis-gadis
cantik di kabilah ini, bahkan akan membuat cemburu para bidadari surga. J adi,
mengapa engkau mencari gadis bermartabat rendah dan tidak sepadan kedudukan?...
(hlm. 35).



Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
5.2. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana. Tuntutan
atau harapan masyarakat yang saling berlawanan ditambah dengan tekanan untuk
meningkatkan kualitas diri membuat proses penyesuaian diri menjadi sulit. Seseorang
sudah berusaha menyesuaikan diri dengan baik, namun masyarakat tidak dapat
menerimanya, berarti penyesuaian diri tersebut gagal. J adi, keberhasilan penyesuaian
diri harus sesuai dengan perilaku seperti tuntutan masyarakat. Sebaiknya, agar
penyesuaian diri ini berjalan lancar, masyarakat harus memberi kesempatan kepada
individu untuk menyalurkan dirinya.
Penyesuaian diri dapat dilakukan dengan cara self enhancement atau
peningkatan diri yang merupakan upaya untuk meningkatkan diri. Proses peningkatan
diri terjadi sesuai dengan hakikat manusia yang selalu berhasrat atau memiliki
dorongan untuk terus berkembang dan tidak statis bergerak di tempat yang sama.
Tumbuh dan berkembang merupakan properti diri yang berdimensi psikis dan sosial.
Fenomena ini ditandai dengan adanya rasa tidak puas ketika individu menghadapi
kegagalan meraih tujuan yang bisa menaikkan diri. Dengan dorongan semacam ini,
individu sebenarnya berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari apa yang sekarang
telah dicapainya (Siswantoro, 2005: 115-116).
Penyesuaian diri lazim disebut juga mekanisme pertahanan. Bila tangan
terkena api, maka tangan tersebut akan segera ditarik secara refleks. J ika mengalami
kekecewaan, sering ketentraman batin atau keseimbangan mental terganggu. Maka,
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
dengan segera harus mencari jalan agar keseimbangan itu tetap terjadi (Sundari,
2005: 54).
Freud menyebut penyesuaian diri sebagai mekanisme pertahanan ego. Ego
berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan realitas, id, dan,
superego. Namun, ketika kecemasan menguasai, ego harus bisa mempertahankan diri.
Secara tidak sadar, ego akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan atau
dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat
diterima dan tidak terlalu mengancam (Boeree, 2008: 413).
Setiap individu berusaha untuk mempertahankan diri terhadap perubahan,
tekanan, yang berasal dari individu itu sendiri maupun kelompok. Bonner
(Siswantoro, 2005: 116-118) menjelaskan bahwa penyesuaian diri dapat dilakukan
dengan cara lain, yakni reaksi diri (self defence) yang dikelompokkan ke dalam empat
kategori, yaitu penekanan, berkhayal, menutup kelemahan, dan peningkatan diri.
Sementara itu, Berry (2008: 79-82) mengelompokkan penyesuaian diri atau
mekanisme pertahanan ke dalam 8 kategori, yaitu represi, penolakan, pengalihan,
proyeksi, berkhayal, rasionalisasi, regresi, formasi reaksi.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, penulis hanya menemukan lima kategori
yang berkaitan dengan perilaku Majnun dalam hal penyesuaian diri, yaitu regresi,
berkhayal, pengalihan, menutup kelemahan, dan peningkatan diri.
5.2.1. Regresi
Regresi adalah kembali ke perilaku atau ke tahap perkembangan yang
sebelumnya, yaitu perilaku yang dirasakan nyaman dan aman. Hal ini sangat umum
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
terjadi pada anak-anak yang ingin mendapatkan perhatian lebih, ketika ibunya
melahirkan lagi atau karena orang tuanya bercerai. Pada orang dewasa regresi dapat
dijumpai ketika mengalami trauma berat, sehingga perilakunya kembali menjadi
anak-anak (Berry, 2008: 82).
J adi, regresi adalah kembali ke masa di mana seseorang merasa aman. Ketika
menghadapi kesulitan dan ketakutan, perilaku seseorang sering menjadi kekanak-
kanakan atau primitif. Seorang anak akan mengisap jempol, ketika ingin dibawa ke
dokter. Contoh lain, seorang yang baru saja memasuki masa pensiun akan duduk
berlama-lama di kursi goyang dan bersikap seperti anak-anak, serta menggantungkan
hidupnya pada istrinya.
Perilaku Majnun yang gila adalah bentuk regresi yang paling aman. Dengan
kegilaannya dia dapat melampiaskan semua derita cinta yang dialaminya. Dengan
bertingkah aneh sebenarnya ia ingin mendapat perhatian lebih dari masyarakat ketika
cintanya terhalang oleh tradisi yang ada dalam masyarakat.
Tidak ada bedanya antara orang gila dengan orang yang sedang jatuh cinta,
ungkapan ini sangat tepat untuk Majnun. Ketika menghadapi kesulitan (dalam hal ini
ketika harus berpisah dengan Layla), Majnun menjadi gelisah dan tidak sanggup
memejamkan mata. Secara sembunyi-sembunyi ia meninggalkan rumah. Ia berjalan
tak tentu arah dan menerobos semak belukar. Ini adalah perilaku primitif yang
dilakukan untuk mengurangi tekanan yang dihadapinya. Tindakan primitif ini
termasuk ke dalam kategori regrasi.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Melantunkan syair-syair yang berisikan tentang kedukaan hati juga
merupakan jenis penyesuaian diri atau pertahanan diri yang sangat baik. Dengan
melantunkan lagu-lagu, penderitaan batin akan berkurang. Majnun juga melakukan
ini. Ia juga melantunkan syair untuk menenangkan jiwa kekasihnya. Ia tidak peduli
syair itu didengar atau tidak oleh Layla. Melalui syair, Majnun mengabarkan kepada
rembulan dan bintang bagaimana cinta telah membelenggunya dan kerinduan telah
memadamkan harapan dan mimpinya. Perilaku ini menunjukkan sikap yang kekanak-
kanakan. Dengan bersyair, sebenarnya Majnun telah mengabarkan ke seluruh penjuru
dunia tentang cintanya kepada Layla. Berarti Layla akan menjadi pembicaraan
banyak orang. Padahal, dalam tradisi Arab, keluarga akan menjadi tercemar jika anak
gadisnya menjadi pembicaraan orang lain. Apalagi nama Layla disandingkan dengan
orang gila. Ini dianggap aib. Harga diri mereka bisa ternoda. Sebagai orang Arab,
Majnun menyadari hal tersebut, namun ia tidak peduli. Inilah yang disebut sebagai
sikap kekanak-kanakan. Cinta membuatnya tidak bisa berpikir logis.
Perilaku Majnun yang lain yang berbentuk regresi juga dapat dilihat ketika ia
mendengar kabar tentang ibunya, seperti pada kutipan novel berikut:
Salim mengerti apa yang sedang berkecamuk di dalam dada pencinta
itu. Ada kerinduan yang mendalam akan ketulusan, kelembutan, dan belai
sayang dari wanita yang melahirkan dan merawatnya
Ibu majnun mencium putranya dari ujung rambut sampai ujung kaki
sambil menangis, membuat rambut Majnun menjadi basah. Sang ibu memeluk
erat putra tercinta dengan hati yang bergetar, seolah tak inign lagi berpisah
dengan putranya (hlm. 144).

Keadaan yang digambarkan pengarang di atas, merupakan perilaku Majnun
yang kembali ke masa silam, yaitu ketika ia kecil. Majnun tidak bereaksi ketika ia
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
diperlakukan ibunya seperti bayi, dicium dari ujung rambut sampai ujung kaki dan
dipeluk erat. Ia menerima semua perlakuan ibunya terhadap dirinya. Ia merasakan
kedamaian dalam pelukan ibunya.
Bentuk regresi yang dilakukan Syed Omri dan Layla adalah dengan menangis
dan meratap. Syed Omri meratapi nasib Majnun yang malang, seperti Yakub
memikirkan Yusuf yang tidak diketahui rimbanya. Sedangkan Layla menagisi
nasibnya yang harus menikah dengan Ibnu Salam dan terpisah dari Majnun.
5.2.2. Berkhayal
Berkhayal atau fantasi selalu dipergunakan seseorang dalam upaya
menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan di sekitarnya. Fantasi merupakan
gejala normal pada masa kanak-kanak dan memainkan peran penting yang tercermin
pada perilaku anak dengan memainkan peran orang lain. Hal ini sejalan dengan
proses kematangan dan sosialisasi.
Pada orang dewasa, fantasi dimanfaatkan secara tidak sadar untuk mengatasi
tekanan jiwa, selain itu juga dalam upaya penyesuaian diri. Fantasi tidak harus
dihindari dalam usaha mengatasi tekanan jiwa, meskipun secara nyata tidak
memberikan hasil yang konkret. Fantasi tidak lebih sekedar usaha melepaskan diri
dari realita untuk mengurangi kepepatan atau tekanan jiwa. Dengan tindak fantasi
individu sebenarnya melakukan perlindungan terhadap dirinya dari citra diri yang
telah jatuh sehingga dalam hal ini fantasi merupakan sarana mempertahankan citra itu
dari noda (Siswantoro, 2005: 117-118).
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Berkhayal dikenal juga dengan istilah melamun. Melamun merupakan bentuk
penyesuaian diri yang paling mudah dan dapat dilakukan di mana saja, serta tidak
merugikan orang lain. Tetapi jiwa melamun ini dilakukan secara berlebihan dapat
mengganggu fungsi jiwa yang lain.
Dalam rangka membuat hidup terasa lebih dapat dinikmati, seseorang akan
melakukan tindak berkhayal dalam takaran tertentu. Berkhayal dapat memotivasi
seseorang dalam berkarir. Impian dan cita-cita yang tinggi akan membuat seseorang
bekerja keras. Agar impian itu dapat tercapai, realisasi antara khayalan dan kenyataan
harus diperhitungkan.
Di dalam proses penyesuaian diri, biasanya reaksi berkhayal terjadi ketika
seseorang melakukan kompensasi atas keinginan yang tidak tercapai. Berkhayal
memang tidak menyelesaikan persoalan, namun ia dapat menghadirkan solusi sesaat
atas ketegangan. Dengan berkhayal, seseorang melakukan tindak tamasya untuk
menghindari persoalan yang menyelimutinya.
Selain yang diperbuat oleh Majnun, adakalanya ia berkhayal tentang masa
lalu, mengenang masa-masa indahnya bersama Layla dan mengenang kelembutan
dan kasih sayang ibunya. Majnun juga berkhayal bahwa di akhirat kelak ia dan Layla
akan bersatu dalam ikatan cinta yang abadi, di mana tradisi tidak akan dapat
memisahkan mereka. Biasanya setelah berkhayal, sikap Majnun menjadi lunak dan
dia terlepas dari beban derita yang menimpanya walaupun hanya sesaat.
Di saat hatinya remuk redam akibat berpisah dengan Layla, Majnun hanya
bisa berkhayal. Hanya bebatuan lembah yang dapat memahami kesedihan Qays.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Karena bukit dan lembah yang setia mendengarkan lolongan Qays memanggil Layla.
Di sana dia dapat dengan leluasa membayangkan wajah Layla yang cantik dengan
kilau cahaya di pipi (hlm. 21).
Namun, kadangkala kenangannya kepada Layla membuat hatinya menjadi
galau, air matanya bercucuran. Ini memang bisa terjadi, karena berkhayal tidak dapat
menyelesaikan masalah. Solusi yang dapat ditawarkan oleh khayalan hanya bersifat
sementara. J ika mengenang Layla hanya menambah luka hatinya, maka ia akan
menghibur dirinya dengan kembali berkhayal bahwa dia cinta mereka akan
dipersatukan suatu hari nanti. Harapan ini membuat Majnun mampu untuk bertahan
hidup, hidupnya hanya untuk Layla.
Hati Majnun menjadi lunak dan lembut tatkala ia teringat pada ibunya. Ia
terkenang akan kelembutan dan kasih sayang ibunya. Ibunya yang sudah tua telah
lama ia tinggalkan. Kenangan itu membuat kakinya menuruni lembah menuju
perkampungan bani Amir untuk menemui ibunya. Ini dapat dilihat pada kutipan
berikut:
Tiba-tiba teringat rumah yang telah dia tinggalkan. Ia ingat ibunya
yang sudah tua dan merana. Majnun terkenang kelembutan dan kasih sayang
yang tulus yang diberikan sang ibu.
Kali ini kenangan akan sang ibu meresahkan hatinya. Dia bertanya
kepada Salim, Sahabatku, sebelum engkau datang kemari, engkau terlebih
dahulu singgah ke rumah orang tuaku
Kemudian kedua sahabat itu keluar dari gua, menuruni lembah menuju
perkampungan bani Amir (hlm. 143-144).

Untuk mengurangi tekanan jiwa, Syed Omri mengenang masa-masa indahnya
dahulu bersama Qays. Qays, anak yang sangat diharapkan kelahirannya yang dapat
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
meneruskan kepemimpinan kabilahnya. Ia berharap Qays akan mendoakannya kelak
ketika ia meninggal. Namun, Syed Omri hanya mampu mewujudkan keinginannya
dalam khayalan saja. Ia sudah tidak tahan, terbaring lemah di atas tempat tidur,
mengurai masa lalu yang tak ramah, terkenang putera pelita hatinya yang kini asing
dan jauh (hlm. 123).
Tindak fantasi yang dilakukan Layla dalam upaya penyesuaian diri adalah
dengan mengenang Qays yang dapat dilihat pada kutipan berikut:
Gadis itu tetap tidak merasakan ketentraman, justru semakin
tersiksa. Di tempat yang jauh itu jiwa Layla selalu mengenang Qays, siang
terbayang malam dikenang, siang berharap malam meratap. Hasrat menyala
dalam hati agar dapat berjumpa dengan Qais, pujaan hati dambaan kalbu.
Rasa cinta di hati gadis itu semakin mendalam meskipun mereka berdua
berjauhan (hlm. 20).

5.2.3. Pengalihan

Pengalihan sasaran kemarahan (displacement) merupakan tindak penyesuaian
diri yang umum terjadi yang muncul akibat dari frustrasi. Seseorang tidak dapat
melepaskan perasaan mendasar seperti kemarahan, maka mekanisme penyesuaian diri
ini dibentuk dan kemudian diarahkan pada objek lain. Objek tersebut bisa binatang,
manusia, tumbuhan, ataupun benda mati, yang sama sekali tidak ada hubungannya
dengan situasi aslinya. Misalnya, jika seseorang mendapat masalah di tempat
kerjanya, maka di rumah ia akan melampiaskan kemarahannya kepada istri maupun
anak-anaknya, atau anggota keluarga lainnya (Berry, 2008: 80).
Pengalihan sasaran kemarahan merupakan perwujudan serangan yang
ditujukan kepada objek sasaran yang lain. Pengalihan sasaran kemarahan ini dapat
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
meringankan derita batin yang ditanggung seseorang, walaupun sifatnya hanya
sementara.
Dalam novel LM ini, pengalihan sasaran kemarahan dapat kita lihat pada
petikan berikut, Langkah Majnun menuntunnya mendaki sebuah bukit. Di atas
bukit ia berteriak sekuat tenaga, seolah ingin melepaskan semua beban yang
menghimpit. Teriakannya menggema, didengar oleh penduduk di sekitar bukit (hlm.
62).
Majnun menggantikan sasaran kemarahannya pada sebuah bukit dengan
berteriak sekuat tenaga sehingga orang mendengarnya merasa terganggu. Sebenarnya
Majnun marah kepada ayahnya yang ingin mencarikan wanita lain sebagai pengganti
Layla. Dia tidak tega memarahi ayahnya. Walau bagaimanapun juga Majnun tetap
menjaga perasaan ayahnya. Ia sangat menghormati ayahnya, namun untuk melupakan
Layla, dia tidak bisa. Apalagi ingin menggantikan kedudukan Layla di hatinya
dengan wanita lain. Layla tidak tergantikan oleh siapapun dan cintanya tidak bisa
dialihkan pada orang lain.
Melihat sikap ayahnya yang tidak dapat memahami penderitaan jiwanya,
membuat Majnun tak betah tinggal di rumahnya. Lalu ia kembali pergi mengembara,
sampai akhirnya ia ke atas sebuah bukit. Di atas bukit itulah ditumpahkannya semua
kemarahan dan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya. Setelah berteriak sekuat
tenaga, Majnun menjadi lega dan hatinya terlepas dari beban yang menghimpit.
Orang-orang yang merasa terganggu dengan teriakannya, bergegas menuju bukit.
Di sana mereka hanya menemukan sosok Majnun yang gila.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Pengalihan sasaran kemarahan yang dilakukan oleh Layla adalah dengan
mengatakan kepada Ibnu Salam bahwa pernikahannya adalah keinginan ayahnya
bukan keinginannya. J adi, jangan berharap bahwa Layla akan melayani Ibnu Salam
sebagai seorang istri yang terlihat dalam kutipan berikut ini:
Dengan suara menyayat, yang terdengar lebih menyedihkan dari
sangkakala maut, Layla berkata, Apakah engkau berharap bisa memilikiku?
Wahai tuan sadarilah, perkawinan ini adalah keinginan ayahku, bukan
keinginanku sendiri! Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang sangat aku
benci, lebih baik darahku menodai pedangmu. Aku tidak ingin mengkhianati
cintaku, tidak ingin mengotori jiwaku, hingga noda hitam akan selalu melekat
di keningku. Tuan, janganlah engkau berusaha mendapatkan sebuah hati yang
ditakdirkan untuk mengalami penderitaan. Dalam hati ini telah terukir satu
nama, dan ia tidak bisa digantikan oleh yang lain, walau emas dan permata
ditaburkan untuk menyilaukan pandangan mata. Namun, jiwa yang penuh
cinta tidak akan terlena oleh kemewahan dunia! (hlm. 110).

5.2.4. Menutup Kelemahan
Menutup kelemahan (compensation) merupakan reaksi mekanistis
penyesuaian diri pada saat seseorang mengalami frustrasi, kegagalan, dan bentuk
ancaman-ancaman lain terhadap dirinya. Teknik pertahanan diri ini manifestasinya
berwujud mengganti kelemahan atau cacat dengan jalan menunjukkan kelebihan.
Sebagai contoh, seorang gadis yang gagal menarik hati laki-laki, boleh jadi akan
mengganti kegagalannya itu dengan memberi tekanan atau mencurahkan perhatian
kepada prestasi akademisnya. Contoh lain, seorang mahasiswa yang kemampuan
akademisnya tidak begitu menggembirakan boleh jadi memuaskan keinginan untuk
dihargai lewat prestasi olah raga (Siswantoro, 2005: 118).
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Kompensasi selalu mengandung unsur rasa ketidakmampuan diri atau rasa
rendah diri. Fungsi penyesuaian dirinya terletak pada bagaimana mengatasi
kelemahan, keterbatasan, dan kekalahan dengan jalan menarik perhatian pada sisi
kelebihan yang dimiliki baik yang berwujud atau yang berkhayal.
Selain itu, aktivitas kompensasi pengganti frustrasi seseorang bergantung
pada sejauhmana aktivitas tersebut mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh
rasa rendah diri dan kegagalan yang dihadapi. Sementara itu, nilai kompensasi tidak
dapat diukur dari perilaku pengganti tetapi kompensasi dapat membantu individu
di dalam mempertahankan harga dirinya.
Harga diri merupakan fungsi penghormatan orang lain terhadap individu,
maka wajarlah harga diri ini harus dipertahankan. Kompensasi dapat membantu
seseorang memperoleh kehormatan sesama teman. Kompensasi bisa saja berupa
mekanisme penyesuaian diri, dimana perilaku kompensasi merubah sikap individu
terhadap dirinya. Di dalam upaya memungkinkan diri mengatasi kelemahan dengan
cara berprestasi di bidang lain, kompensasi sebenarnya membangun rasa percaya diri
dan menghilangkan sisi rasa rendah diri.
Bentuk kompensasi yang dilakukan Majnun untuk mengatasi kelemahan tidak
mendapatkan Layla adalah dengan mempertahankan cintanya kepada Layla. Apapun
akan dilakukannya untuk mempertahankan cintanya pada Layla, termasuk
mengasingkan diri hidup di hutan. Dia tidak memandang penderitaan sebagai
kepedihan. Dalam hal cinta Majnun adalah raja. Cinta yang ada di hatinya adalah
pelipur lara saat kesedihan datang. Cintanya tidak akan berubah atau berpaling, walau
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
tubuhnya binasa, namun cinta telah mengirimkan cahaya. Dengan cahaya itu Majnun
hidup dan tidak menjadi gila. Cintanya murni, jauh dari dorongan nafsu syahwati.
Dan cinta seperti itu adalah ilham dari surga. Inilah bentuk kompensasi yang
dilakukan Majnun. Dia berhasil mempertahankan cintanya kepada Layla walaupun ia
harus hidup menderita dan bertingkah laku seperti orang gila.
Cara lain yang dilakukan Majnun untuk mempertahankan cintanya pada Layla
adalah dengan berdoa di depan Kabah. Ia meminta kepada Allah agar hatinya jangan
berpaling dari Layla. Dia justru mendoakan untuk kesehatan Layla, bukan berdoa
untuk kesembuhannya. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Aku mencintai Layla namun aral menghalangiku untuk datang
bertandang. Aku menyayanginya dan tidak bisa berpaling dari selain dia.
Bagaimana bisa aku berpaling, sedang hatiku telah tergadaikan. Aku bertobat
kepada-Mu Ilahi, karena aku akan kembali kepada-Mu jua.
Ya Allah Tuhanku, anugerahkanlah Layla padaku, dekatkanlah ia
padaku. Ya Tuhan, sesungguhnya Engkau mempunyai anugerah dan
ampunan. J adikanlah kaum pencinta dalam keadaan afiat malam ini, yaitu dia
yang terus mengingat cintaku saat orang lain terlelap tidur. Dia yang jatuh
tertelungkup mencium bumi dan berdoa padamu untuk kebahagiaanku. Ya
Allah, janganlah Engkau rampas cintaku padanya (hlm. 45).

Bentuk kompensasi yang dilakukan Syed Omri untuk menutup kelemahannya
dapat dilihat dari pembicaraannya dengan Majnun sebagai berikut:
Buanglah rasa putus asa yang menyebabkan engkau larut dalam
kesedihan, nikmatilah harta yang kita miliki. Dengan harta segala kebahagiaan
dapat kita gapai. J anganlah engkau menjadi pengembara yang tidak memiliki
rumah untuk berteduh. Engkau pemuda terhormat, kaya-raya dan disegani.
Dengan kekayaan engkau bisa mendapatkan apa saja yang engkau inginkan,
bisa memberi perintah dan mendapat penghormatan (hlm 57-58).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Syed Omri menutup kelemahannya
dengan berprestasi di bidang kekayaan. Ia adalah seorang yang sangat dihormati
karena kekayaan dan kedermawanannya. Walaupun ia kaya raya, namun ia tidak
sombong. Dia adalah tempat para musafir dan fakir miskin menggantungkan harapan.
Bentuk kompensasi yang dilakukan Layla adalah dengan berpura-pura
menangis atas kematian Ibnu Salam, suaminya. Sebenarnya ia menangis untuk
Majnun, bukan untuk Ibnu Salam. Kematian Ibnu Salam adalah gerbang menuju
kebebasannya. Dalam tradisi Arab, seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya
bebas menentukan pilihan, tidak terikat oleh keinginan orang tua. Kini, Layla bebas
menentukan arah yang dikehendakinya. Namun, menurut tradisi Arab, dia harus
dipingit selama dua tahun dan selama itu pula pekerjaannya hanya meratap dan
menangis.
Selama dua tahun inilah Layla menangis dan meratap. Matanya sembab
karena air mata menetes, rambut terurai tak terurus, tetapi bukan buat seseorang yang
sudah berkalang tanah, melainkan untuk Majnun yang dicintainya. Inilah mekanisme
pertahanan diri yang sangat sempurna yang dilakukan oleh Layla. Dia bisa bebas
menangis dan meratap untuk Majnun, tanpa diketahui oleh orang lain. Hal ini dapat
dilihat pada petikan novel berikut ini:
Kematian Ibnu Salam menimbulkan harapan yang selalu dinantikan
oleh Layla. Tetapi ia masih harus menunggu hari pembebasan. Menurut
tradisi, seorang janda yang ditinggal mati suaminya harus dipingit selama dua
tahun. Pekerjaannya hanyalah meratap dan menangis. Memang, setiap hari
Layla menangis, tetapi siapakah yang bisa menebak apa yang tersembunyi
dalam hati? Mata yang indah itu boleh saja berlinang, hatinya bisa saja
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
bergetar, tetapi bukan buat seseorang yang sudah berkalang tanah. Hanya
untuk Majnun, segala titik air mata tertumpah (hlm. 164).

5.2.5. Peningkatan Diri
Bonner (Siswantoro, 2005: 120) mengatakan:
Fungsi peningkatan diri adalah mengijinkan atau memberikan
kesempatan kepada individu untuk berbuat sesuatu dalam upaya mencapai
tujuan, cita-cita yang dikehandaki. Adalah watak manusia untuk selalu
meningkatkan diri dan tidak puas dengan tetap berada di tempat yang sama
organisme manusia, sebab didorong oleh desakan-desakan mempertahankan
citra diri, akan berusaha meninggalkan kondisi di mana sekarang ia berada
untuk bergerak menggapai tataran atau derajat diri yang lebih tinggi. Hanya
jiwa atau diri yang tidak sehat sajalah yang mandeg tak berkembang atau
pasrah tanpa berbuat untuk tumbuh.

Diri manusia tidak hanya berkehendak agar tetap selamat dalam proses
penyesuaian diri, namun juga berkehendak untuk berkembang. Akibat dari tekanan
sosial dan nilai kultural, terjadi proses identifikasi diri, dan itu ikut menentukan
tujuan dan cita-cita yang ingin dicapainya. Peningkatan diri ditandai oleh hasrat
pemenuhan (level of aspiration).
Level of aspiration adalah tumbuhnya kesadaran akan hasrat pemenuhan
dalam usaha mencapai tujuan atau cita-cita tidak lepas dari interaksi individu dengan
individu lain di dalam interaksi sosial. Masyarakat menilai individu, dan individu
sendiri menilai diri dan juga membuat perbandingan dengan individu lain dan terlibat
di dalam persaingan atau kompetisi. Semua itu mendorong individu menyesuaikan
diri dan meningkatkan citra dirinya (Siswantoro, 2005: 120-121).
Kegagalan dan keberhasilan adalah fenomena alamiah yang ada pada setiap
individu. Hal ini membuat individu menata kembali yang berjalan terus-menerus atas
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
diri sesuai dengan tingkat sukses atau keberhasilan yang hendak ia capai. Di sini
kegagalan bergandeng dengan usaha peningkatan diri. Reaksi frustrasi yang
merupakan penyesuaian diri berpasangan dengan usaha peningkatan diri. Individu
tidak ingin terpuruk menghadapi kegagalan, hambatan, pengalaman lain yang tidak
menyenangkan. Ia akan berusaha dan kesadaran memenuhi tuntutan akan meraih
sesuatu yang dihasrati atau dicita-citakan perlahan tumbuh di dalam diri.
Usaha peningkatan diri Majnun dapat dilihat pada usahanya untuk merubah
sikap dan perilakunya setelah bertemu dengan Naufal. Ia merubah pikiran liarnya dan
ia bertingkah laku layaknya orang normal. Dari hari ke hari Majnun menunjukkan
perubahan. Majnun melihat cahaya dan harapannya tumbuh kembali setelah
mendengar kata-kata Naufal yang ingin mengembalikan Layla padanya.
Keajaiban terjadi, dari hari ke hari Majnun mulai menunjukkan
perubahan. Ia mulai mau berpakaian, menyantap hidangan yang disediakan
hingga tubuhnya menjadi sehat dan wajahnya bercahaya. Majnun mulai dapat
tertawa dan minum dengan penuh semangat. Kesuraman berubah menjadi
kecemerlangan. Sejak bersama Naufal, Majnun merasakan harapannya
kembali bersinar (hlm. 89-90).

Peningkatan diri Syed Omri dapat dilihat dari usahanya untuk mencari
Majnun. Ia merasa telah gagal membahagiakan puteranya. Penyesalan membuatnya
seperti kembali muda. Ia bertekad untuk mencari dan menemukan Majnun yang dapat
dilihat pada kutipan berikut ini:
Dia berjalan melalui sela-sela pepohonan dan hutan rimba, mencari
puteranya yang malang. Saat cahaya siang telah hilang berganti malam, dia
beristirahat di gua yang kelam. Seharian berjalan membuat tubuh tuanya
menjadi lelah, tetapi semangatnya untuk mencari jantung hati semata wayang
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
itu tidak pudar. Beristirahat di dalam gua membuat hatinya gelisah, dia tidak
bisa merasa tenang sebelum menemukan Majnun (hlm. 119).

Sedangkan peningkatan diri Layla dapat dilihat dari usahanya yang telah
melewati masa berkabung akibat kematian suaminya. Dua tahun bukanlah waktu
yang sedikit bagi orang yang sedang memendam cinta. Waktu terasa sangat lambat
berjalan dan Layla hampir putus asa menanti waktu pembebasan. Masa penantian itu
sangatlah menyiksa. Layla harus memakai kerudung hitam perkabungan, tidak boleh
keluar rumah dan tidak boleh bertemu dengan siapapun.
Namun, ketika masa penantian itu berakhir, keceriaan mulai menghiasi
wajahnya kembali. Ia mulai membenahi masa depannya. Sekaranglah saatnya untuk
menyempurnakan harapan, hari pertemuan untuk sepasang kekasih. Hal ini dapat
dilihat seperti kutipan berikut ini:
Akhirnya pagi menjelang, sang raja hari muncul dengan cahaya yang cerah,
dan malam-malam Layla telah berlalu. Keceriaan menghiasi wajahnya yang bersinar
seperti cahaya pagi. Dia bergerak dengan langkah selembut bidadari, dengan raut
wajah bersinar bak rembulan. Dan sekarang, apa yang menjadi tujuan utamanya?
Apakah tubuhnya akan memperlihatkan getaran yang ada di dalam hati, mengabarkan
cinta yang telah tersembunyi begitu lama? (hlm. 165).

Secara keseluruhan representasi perilaku manusia, dalam hal ini diwakili oleh
Majnun, Syed Omri dan Layla dapat dilihat dalam tabel berikut ini.




Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Tabel 1. Refresentasi Perilaku Manusia dalam Novel LM
No. Perilaku Majnun Layla Syed Omri
Agrasif Scapegoating

free-floating
anger
suicide
Scapegoating
X

suicide
Scapegoating
X

suicide
Menghindar Ke gua Duduk
menyendiri
Duduk
menyendiri
Sublimasi Mencintai
binatang
Menceritakan
deritanya kepada
pertapa
Berdoa di
Kabah
Proyeksi Menyalahkan
Naufal
X X




1.




Frustrasi






Kompromi
Rasiona-
lisasi
Tipepelaku
kejahatan
Tipe pelaku
kejahatan
Tipe anggur
asam

Regrasi
berkelakuan
primitif
kembali ke
masa anak-
anak
Menangis dan
meratap
Menangis dan
meratap


Berkhayal
membayang-
kan wajah
Layla
teringat ibunya
Teringat masa
indah bersama
Majnun
Teringat masa
kecil Majnun


Pengalihan
Melampiaskan
kemarahan pada
bukit
Melampiaskan
kemarahan pada
Ibnu Salam



X


Menutup kelemahan
Mempertahan-
kan cintanya
pada Layla
Berpura-pura
menangis atas
kematian
suaminya
Kekayaan yang
melimpah












2.












Penyesuai-
an
Diri


Peningkatan diri
Merubah sikap
menjadi manusia
normal
Kembali ceria
setelah berakhir
masa berkabung
Merasa muda
kembali ketika
mencari
Majnun

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
BAB VI
ANALISIS PROSES MENTAL DALAM NOVEL LAILA MAJNUN

6.1. Analisis Proses Mental
Teori Fungsional Linguistik Sistemik (TFLS) menganggap klausa merupakan
unit tata bahasa yang tertinggi dan dibangun atas unit-unit yang lebih kecil
di bawahnya yaitu grup atau frasa, sedangkan grup atau frasa dibangun atas unit kata
yang terdiri atas morfem. Sedangkan kalimat bukan unit tata bahasa, tetapi
merupakan unit bahasa tulisan yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
titik (Sinar, 2008: 17).
Klausa sebagai unit tata bahasa tertinggi mempunyai tiga komponen yaitu
proses (process), partisipan (participant) dan sirkumstan (circumstance). Proses
adalah kegiatan yang terjadi dalam klausa atau menurut tata bahasa tradisional
disebut kata kerja atau verba. Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat dalam
proses tersebut. Sedangkan sirkumstan adalah lingkungan tempat proses yang
melibatkan partisipan.
Proses dalam klausa dapat dirinci menjadi enam jenis yaitu proses material,
mental, relasional, verbal, tingkah laku, dan wujud. Proses material adalah aktivitas
atau kegiatan yang menyangkut fisik dan dapat dilihat oleh indra. Proses mental
adalah kegiatan yang menyangkut indra, kognisi, emosi, dan persepsi yang terjadi
dalam diri manusia. Proses relasional adalah proses penghubung yang
menghubungkan satu entitas dengan entitas lain. Proses verbal adalah aktivitas yang
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
menyangkut pembawa informasi. Proses tingkah laku adalah aktivitas atau kegiatan
fisiologis yang menyatakan tingkah laku fisik manusia. Sedangkan proses wujud
adalah menunjukkan keberadaan satu entitas. Pada kesempatan ini peneliti hanya
membahas mengenai proses mental.
Proses mental mempunyai dua partisipan, yang pertama manusia atau seperti
manusia yang sadar yang mempunyai indra melihat, merasa, dan memikir. Partisipan-
partisipan yang mempunyai indra-indra ini dinamakan sebagai pengindera.
Partisipan kedua dapat berupa benda ataupun fakta adalah partisipan yang diindera
(dilihat, dirasa, atau dipikir) dinamakan fenomena (Sinar, 2008: 33).
Dalam bahasa Inggris, proses relasional khususnya relasional atributif ada
yang mengambil peran proses mental. Fungsi atribut dan penyandang mengambil
peran proses mental. Dalam bahasa Indonesia merasa senang dan gelisah bukanlah
proses mental, melainkan menjadi proses relasional. Perhatikan contoh berikut ini:
[1]
His heart Is anxious
Penyandang Proses: Relasional Atribut

[2]
That man Feels happy
Penyandang Proses: Relasional Atribut


Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
[3]
That man Is happy
Penyandang Proses: Relasional Atribut

Klausa [2] dan [3] artinya dalam bahasa Indonesia adalah lelaki itu merasa
senang. J adi, kedua kalimat itu sama, makanya proses relasional atributif ada yang
mengambil peran dari proses mental.
Analisis proses mental terbagi atas tiga komponen, yaitu analisis mental
persepsi, mental kognisi, dan mental afeksi. Berikut ini adalah analisis ketiga
komponen proses mental tersebut.
6.1.1. Mental Persepsi
Analisis mental persepsi ditandai dengan menganalisa aktivitas indra mata
dan telinga, seperti: melihat, menatap, mendengar, tengok, memandangi, perhatikan,
memperhatikan, dan menyaksikan. Dari 359 klausa proses mental yang terjaring
dalam novel LM, setelah dianalisis terdapat 144 klausa proses mental persepsi yang
dapat dilihat pada Tabel 3. Analisis proses mental persepsi dapat dilihat pada contoh
klausa di bawah ini:
[4]
Gadis itu melihat pesona yang memabukkan
pada diri Qays
Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
[5]
Ia menatap wajah ayahnya
Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

[6]
[Dari kejauhan] mereka mendengar suara binatang buas
Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

[7]
Ishaq memandangi Layla
Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

[8]
Bukit dan lembah mendengar lolongan Qays
Pengindra Proses: Mental, Persepsi Fenomena

Pada novel LM ditemukan, ada dua partisipan yang terdapat dalam proses
mental, yang pertama manusia dan bukan manusia, yaitu: bukit dan lembah yang
mempunyai indra mendengar. Ini bisa terjadi karena novel LM ini termasuk ke dalam
novel sastra Melayu klasik. J adi, untuk membuat cerita lebih menarik dan kesan yang
mendalam, penulisnya membuat perbandingan dan perumpamaan dengan
melukiskan benda mati dan hewan yang berperilaku seperti manusia. Partisipan yang
pertama ini dinamakan pengindra. Partisipan kedua berupa benda yang ataupun
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
fakta adalah partisipan yang mengindra dinamakan fenomena. Fenomena dalam
tabel di atas berupa benda dan fakta dan aksi atau tindakan.
Fenomena dalam mental persepsi (melihat, mendengar, dan memperhatikan)
di atas, direalisasikan oleh klausa partikel yang dan bahwa. Fenomena yang berupa
benda dan aksi direalisasikan dengan menggunakan partikel yang, sedangkan
fenomena yang berupa fakta direalisasikan dengan partikel bahwa.
6.1.2. Mental Afeksi
Analisis proses mental afeksi ditandai dengan aktivitas hati, seperti:
mengharap, jemu, ingin, menyesal, mencintai, merindukan, yakin, tertarik, mengasihi,
sabar, terpikat, menganggap, dan terkejut. Dari 359 klausa proses mental, terjaring
137 klausa proses mental afeksi. 8 klausa diantaranya, fenomena berfungsi sebagai
subjek, sedangkan sisanya pengindra berfungsi sebagai subjek. Hasil analisis proses
mental afeksi dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Analisis proses mental persepsi
dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini:
[9]
Aku mencintai Layla
Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[10]
Ia tidak tertarik melakukan perniagaan
Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
[11]
Aku [sudah] tidak sabar menunggu janjimu
Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[12]
Ia tidak ingin rahasianya terkuak
Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[13]
Aku [akan tetap] merindukan Bibirmu
Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

Sinar (2008: 34) mengatakan, Pada klausa proses mental mempersepsi,
merasa, dan memikir, dapat terjadi secara timbal balik. Proses mental ini
direpresentasikan mempunyai ciri dua arah. Dalam klausa sejenis ini kedua elemen
yaitu pengindra dan fenomena dapat menjadi subjek klausa tanpa menukar bentuk
klausa.
Selanjutnya, Saragih (2006: 33) mengatakan, Proses mental persepsi
merupakan proses dua hala. Yang dimaksud dengan dua hala adalah klausa dengan
dua partisipan. Selanjutnya, letak atau posisi kedua partisipan dapat dipertukarkan
dan proses mental dalam klausa itu diganti atau disubsitusi dengan yang sejenis.
Pertukaran itu tidak mengubah arti dan status kalimat aktif.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses mental dapat
terjadi dapat terjadi secara timbal balik. Kedua elemen, yaitu pengindra dan fenomena
dapat menjadi subjek klausa dengan mengganti proses mental yang sejenis tanpa
mengubah arti dan status kalimat aktif. Dalam klausa proses mental [14] dan [15]
kedua partisipan dalam masing-masing klausa dapat bertukar posisi dengan arti
kalimat yang sama. Begitu juga dengan klausa [16] dan [17]. Analisa ini dapat dilihat
pada contoh klausa di bawah ini:
[14]
Bibir Layla membahagiakan hati yang memandang
Fenomena Proses: Mental, Afeksi Pengindra

[15]
Hati yang memandang menyukai Bibir Layla
Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

[16]
Kata-kata ayahandanya itu menyenangkan hati Majnun
Fenomena Proses: Mental, Afeksi Pengindra

[17]
(Hati) Majnun menyukai kata-kata ayahandanya itu
Pengindra Proses: Mental, Afeksi Fenomena

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
6.2. Mental Kognisi
Analisis pada proses mental kognisi ditandai dengan aktivitas otak, seperti:
sadar, tahu, berpikir, mengenali, mengenang, membayangkan, memahami, lupa,
mengetahui, teringat, terkenang, dan mengenang. Dari 359 klausa proses mental, dari
hasil analisis terdapat 78 klausa proses mental kognisi, sedangkan 3 klausa
diantaranya merupakan fenomena yang berfungsi sebagai subjek. Analisis data proses
mental kognisi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Analisis proses mental kognisi
dapat dilihat pada contoh klausa di bawah ini:
[18]
Manusia Tidak pernah sadar akan bahaya yang
tersembunyi
Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

[19]
Mereka tidak tahu bahwa petaka yang
mengintai
Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

[20]
Lama-kelamaan mereka lupa akan nama Qays
Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena






Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
[21]
Lelaki itu berpikir biasanya ibu lebih peka
Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

[22]
Layla teringat nasib kekasihnya
Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

Sama halnya dengan proses mental afeksi, proses mental kognisi juga dapat
terjadi secara timbal balik. Kalusa [23] dan [24] masing-masing bisa bertukar posisi
dengan arti yang bersamaan, begitu juga dengan klausa [25] dan [26]. Ini dapat dilihat
pada hasil analisa berikut ini:
[23]
Semua keindahan itu mengingatkan ku [pada Layla]
Fenomena Proses: Mental, Kognisi Pengindra

[24]
Aku teringat semua keindahan itu
Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena







Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
[25]
Kesengsaraan tidak pernah diketahui oleh orang yang sudah
mati
Fenomena Proses: Mental, Kognisi Pengindra

[26]
Orang yang sudah mati tidak pernah mengetahui kesengsaraan
Pengindra Proses: Mental, Kognisi Fenomena

6.2. Persentase Analisis Proses Mental
Setelah menganalisis proses mental dalam novel LM, secara keseluruhan
persentase proses mental dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Persentase Analisis Proses Mental Novel LM
No Proses Mental Klausa %
1. Persepsi 144 40,11%
2. Afeksi 137 38,16%
3. Kognisi 78 21,73%
Jumlah 359 100%

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa klausa proses mental persepsi
menempati urutan pertama dengan persentase 40,11%. Klausa proses mental afeksi
menempati urutan kedua dengan persentase 38,16%. Sedangkan proses mental
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
kognisi menempati urutan ketiga dengan persentase 21,73%. Ini menunjukkan bahwa
aktivitas indra mata dan telinga lebih banyak digunakan dalam novel tersebut.
Aktivitas hati hanya terpaut tujuh klausa dari aktivitas indra mata dan telinga.
Sedangkan aktivitas otak sangat sedikit dipergunakan dalam novel LM, jika
dibandingkan dengan aktivitas indra mata, telinga dan hati.
Novel LM adalah novel yang berceritakan tentang cinta. Biasanya novel
percintaan banyak bercerita tentang perasaan. J atuh cinta bisa disebabkan oleh
pandangan pertama. Dari pandangan pertama ini, rasa cinta turun ke hati. dalam
melukiskan pertemuan-pertemuan dan perasaan hati, tentulah dipergunakan kata-kata
yang menyangkut tentang indra mata dan hati. Biasanya orang yang sedang jatuh
cinta, pikiran kurang diutamakan. Otak dipergunakan untuk membayangkan hal-hal
yang indah tentang cinta tersebut, sehingga membawa si pencinta ke dalam khayalan
yang mengasyikkan. Logika tidak dibutuhkan dalam bercinta, karena kata-kata
tentang cinta itu sendiri sudah melampaui dari logika. Inilah sebabnya di dalam novel
LM lebih banyak digunakan klausa proses mental persepsi dan afeksi dibandingkan
dengan klausa proses mental kognisi.
Kata kerja yang digunakan dalam klausa proses mental persepsi pada novel
LM antara lain melihat, menatap, memandang, dan mendengar. Dari aktivitas indra
mata dan telinga ini, berpengaruh terhadap jiwa atau psikis seseorang. Seseorang
yang mental atau jiwanya sehat, tidak akan terpengaruh oleh perasaan. Tetapi jika
seseorang yang keadaan jiwanya terganggu, orang tersebut tidak bisa lagi berpikir
dengan jernih, karena ia telah terbuai oleh perasaannya.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Abdul Aziz al-Quussy (Hammad, 2008: 5) mengatakan, kesehatan mental
ialah terealisasinya keserasian yang sempurna antara seluruh macam fungsi jiwa,
disertai kemampuan menghadapi goncangan-goncangan mental biasa yang terjadi
pada seseorang, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Dari pengertian kesehatan mental di atas, bisa dikatakan bahwa seseorang
yang mentalnya sehat, di dalam dirinya tidak ada konflik atau pertentangan batin.
Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, sikap, pandangan, dan keyakinan hidup harus bisa
membantu dan bekerja sama, sehingga bisa menjauhkan orang tersebut dari perasaan
ragu, bimbang, kegelisahan, dan konflik. J adi, keserasian yang sempurna antara
seluruh macam fungsi jiwa adalah tidak adanya dalam diri seseorang konflik batin,
seperti keberadaannya di antara dua sikap yang bertentangan. Ragu dan bimbang
antara mempertahankan harga diri dan menghilangkan rasa laparnya dengan jalan
mencuri.
Konflik batin sering kali mengakibatkan ketegangan batin dan kebimbangan.
Syarat utama bagi kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari konflik batin
dan mampu mengatasi konflik tersebut ketika terjadi dalam dirinya. Tetapi jika
seseorang tidak mampu mengatasi konflik tersebut, maka hal ini akan menyebabkan
jiwanya terganggu.
Sama halnya dengan Syed Omri, Majnun, dan Layla dalam novel LM. Ketiga
tokoh cerita ini tidak dapat mengatasi konflik yang terjadi dalam diri mereka,
sehingga kesehatan mental atau jiwa mereka terganggu. Gangguan jiwa yang mereka
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
alami adalah frustrasi. Majnun mengalami frustrasi yang sangat akut sehingga ia
menjadi gila.
Pada Tabel 3 (no. 20 dan 21), ditemukan bahwa Syed Omri mengalami
frustrasi karena ia melihat keadaan Majnun yang menderita dengan tubuh yang
tinggal tulang dan kumal. Dia tidak tahan mendengar ratapan dan rintihan Majnun
yang sangat memilukan (no. 33 dan 34). Padahal pada Tabel 4 (no. 7), Syed Omri
berharap putranya kelak dapat dibanggakan. J adi, harapan Syed Omri tidak sesuai
dengan kenyataan yang dilihatnya.
Frustrasi Majnun dapat dilihat dari Tabel 3 (no. 6 dan 7). Ia menatap wajah
Layla dan melihat keindahan yang menakjubkan. Dari Tabel 4 (no. 10), Qays telah
benar-benar jatuh hati pada Layla. Namun, karena ayah Layla tidak merestui
hubungan mereka membuat Majnun menjadi frustrasi. Ayah Layla menikahkan Layla
dengan Ibnu Salam. Majnun mendengar kabar pernikahan Layla dengan Ibnu Salam
(Tabel 3, no. 76). Untuk penyesuaian diri, Majnun banyak membayangkan wajah
Layla yang cantik (Tabel 6, no. 15).
Frustrasi Layla dapat dilihat melalui Tabel 3 (no. 8). Layla melihat pesona
yang memabukkan pada diri Qays, sehingga Layla tidak dapat melupakan Qays.
Pikirannya selalu tertuju pada Qays. Ia tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays
(Tabel 4, no. 80). Namun, karena Layla perempuan, dia tidak bisa berbuat banyak
untuk mewujudkan cintanya pada Majnun. Dia harus tunduk pada adat yang
mengikat. J iwa Layla selalu mengenang Qays (Tabel 6, no. 13), merupakan bentuk
penyesuaian diri Layla yang diwujudkan dengan berkhayal. Melalui khayalan, Layla
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
dapat membayangkan wajah Majnun dengan leluasa. Khayalan ini akan mengurangi
frustrasi yang dialami Layla.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan
Setelah membaca dan menganalisis secara seksama novel LM, maka dibuat
simpulan sebagai berikut:
1. Representasi perilaku manusia yang dilihat melalui tokoh Majnun, Layla, dan
Syed Omri yang mengalami frustrasi. Majnun dan Layla frustrasi karena cinta
mereka tidak dapat terwujud di dunia. Cinta mereka terhalang karena
kesombongan orang tua Layla dan adat yang mengikat. Sedangkan Syed Omri
mengalami frustrasi karena gagal membahagiakan Majnun. Mereka
mengalami frustrasi yang kronis, sehingga berakhir dengan kematian.
Orang yang frustrasi biasanya melakukan reaksi agresif yang terdiri dari
scapegoating (mencari kambing hitam), free-floating anger (marah tanpa
pandang bulu), dan suicide (menyalahkan diri atau bunuh diri). Reaksi lain
adalah menghindar dan kompromi yang terdiri atas sublimasi, proyeksi, dan
rasionalisasi. Majnun dalam frustrasinya melakukan semua hal di atas.
Sedangkan Syed Omri dan Layla tidak melakukan reaksi agresif free-floating
anger dan reaksi proyeksi atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Ini
bisa terjadi karena Layla dan Syed Omri tidak dapat mengekspresikan
tindakan mereka secara gamblang. Layla seorang perempuan terhormat, jadi
dia tidak mungkin melakukan perbuatan marah tanpa pandang bulu dan
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
menimpakan kesalahan pada orang lain. Sedangkan Syed Omri adalah
seorang pimpinan kabilah yang sangat dihormati dan berwibawa. J adi, untuk
menjaga wibawanya dia tidak mungkin melakukan marah tanpa pandang bulu
dan proyeksi atau menimpakan kesalahan pada orang lain. Sementara itu,
Majnun adalah lelaki, dan dia tidak peduli dengan keadaan dirinya dan
sekitarnya, jadi dia bebas melakukan apa saja.
Untuk mengatasi rasa frustrasi itu, mereka mengadakan penyesuaian diri atau
yang disebut juga dengan mekanisme pertahanan. Penyesuaian diri yang
mereka lakukan adalah regresi, berkhayal, pengalihan, menutup kelemahan,
dan peningkatan diri. Majnun dan Layla melakukan semua reaksi tersebut,
sedangkan Syed Omri tidak melakukan pengalihan. Syed Omri tidak mau
marah kepada siapa pun karena ia seorang pemimpin yang arif dan bijaksana.
Di usia senjanya, dia tidak mau ada orang yang sakit hati kepadanya.
2. Analisis proses mental pada novel LM terdapat 359 klausa, di mana proses
mental persepsi menempati urutan pertama sebanyak 144 klausa dengan
persentase 40,11%. Urutan kedua adalah proses mental afeksi sebanyak 137
kalusa dengan persentase 38,16%. Sedangkan urutan yang ketiga adalah
proses mental kognisi sebanyak 78 klausa dengan persentase 21,73%.
Hasil persentase di atas menunjukkan bahwa novel LM ini banyak
menggunakan klausa aktivitas yang menggunakan indra mata dan telinga dan
juga klausa aktivitas hati. Ini sesuai dengan tema novel LM yang berceritakan
tentang cinta. Perasaan cinta yang ada di hati, diawali dari pandangan mata
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
dan mendengar tentang hal-hal yang baik dari orang yang dicintai. Aktivitas
otak dipergunakan untuk membayangkan dan mengenang sang kekasih yang
akhirnya akan menambah rasa cinta yang mendalam terhadap orang yang
dicintai.
Cinta kadangkala tidak dapat diwujudkan dalam satu ikatan perkawinan.
Banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Begitu juga halnya
dengan cinta Majnun dan Layla. Cinta mereka tidak bisa bersatu di dunia.
Inilah yang menyebabkan mereka frustrasi. Keadaan jiwa atau psikis orang
yang sedang frustrasi memang terganggu. Keinginan dan harapan tidak sesuai
dengan kenyataan yang dihadapi. Orang yang frustrasi lebih banyak berbuat
menurut kata hatinya daripada pikiran. Persentase di atas juga menyiratkan hal
yang sama. Dari 359 klausa proses mental yang terjaring, 137 klausa adalah
mental afeksi sedangkan mental kognisi hanya 78 klausa. Tindakan yang
didasarkan pada perasaan (hati) dua kali lebih banyak dibandingkan dengan
tindakan yang didasarkan atas pikiran (otak). J adi, melalui novel LM, untuk
melihat keadaan jiwa atau psikis seseorang dapat juga dianalisis melalui
bahasa novelnya dengan proses mental.

7.2. Saran
Ada baiknya penelitian terhadap novel LM dilanjutkan dengan sudut pandang
yang berbeda, baik teori maupun metode. Hal ni akan menunjukkan bahwa sebuah
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
karya sastra itu sangat kompleks, sehingga tidak tertutup kemungkinan penafsiran
dan pemberian makna lain bagi penelitian selanjutnya.
Pengkajian tentang psikologi sastra hendaknya terus dikembangkan. Sebuah
karya sastra tidak akan pernah terlepas dari unsur psikologi pengarangnya maupun
unsut psikologi pembacanya. Dari kajian psikologi sastra ini, akan menambah
wawasan peneliti maupun pembaca tentang ilmu psikologi.
Peneliti juga menyarankan agar pembaca membaca novel LM. Secara
sepintas, peneliti menanyakan kepada khalayak bahwa tidak tahu tentang cerita LM
yang sebenarnya. Mereka hanya tahu bahwa Majnun itu gila, selanjutnya mereka
tidak tahu apa-apa. Padahal, novel LM ini sangat sarat dengan pesan moral, yaitu
cinta sejati tidak memerlukan penyatuan fisik karena cinta sejati melebihi ikatan
duniawi. Cinta sejati menyebabkan penderitaan sebanding dengan kebahagiaan. Oleh
karena itu, penuhilah hidupmu dengan cinta sejati (cinta kepada Tuhan). Cinta yang
dimurnikan dengan penderitaan duniawi, sebab kelak akan mendapat berkah cahaya
abadi.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
DAFTAR PUSTAKA



Amin, Samsul Munir. 2008. Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi. J akarta: Amzah.

Arifin, Syamsul. 1992. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Medan: Kelompok Studi
Hukum dan Masyarakat FH USU.

Baker, Rachel. 2007. Sigmund Freud: di Seberang Masa Lalu. Penerjemah J immi
Firdaus. J akarta: Sketsa.

Bayat, Mojdeh dan Muhammad Ali J amniah. 2007. Layla & Majnun, Cerita-cerita
Menakjubkan dari Negeri Sufi. Penerjemah M.S. Nasrullah. J akarta: Lentera.

Boeree, C. George. 2008. General Psychologi: Psikologi Kepribadian, Persepsi,
Kognisi, Emosi, dan Perilaku. Penerjemah Helmi J . Fauzi. Yogyakarta:
Prismasophie.

Berry, Ruth. 2008. Seri Siapa Dia? Freud. Alih Bahasa Frans Koa. J akarta:
Erlangga.

Bertens. K. 1983. Filsafat Barat Abad XX : Inggris-Jerman. J akarta: Gramedia.

Dar al-Kutub al-Ilmiah. 2003. Laila Majnun. Penerjemah Ida Santana. Bandung:
Pustaka Hidaya.

Eagleton, Terry. 2006. Teori Sastra: Sebuah Pengantar Komprehensif. Bandung:
J alasutra.

Echs Blog. 2004. Layla Majnun.
mhtml:file://E:\echs%20Blog%20>>%20Layla%20 majnun.mht. Diakses 18
J anuari 2009.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama.

_________________. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta:
MedPress.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Faisal, Sanafiah dan Andi Mappiare. TT. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya:
Usaha Nasional.

Hammad, Azzam El. 2008. Kesehatan Mental Orang Dewasa. J akarta: Restu Agung.

Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. J akarta: Gramedia.

Hosen, Nadirsyah. 1997. Cinta si Majnun. mhtml:file://C:\Docoments%20and
%20Setting\Administrator\My%20Documents\Putaka. Diakses 19 J anuari
2009.

Hurlock, Elizabeth B. 1993. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan.Penerjemah Istiwidayanti. J akarta: Erlangga.

Iqbal, Muhammad Zafar. 2006. Kafilah Budaya: Pengaruh Persia terhadap
Kebudayaan Indonesia. Penerjemah Yusuf Anas. J akarta: Citra.

Lubis, Mochtar. 1981. Teknik Mengarang. J akarta: Kurnia Esa.

Nizami. 2008. Laila Majnun. Penerjemah Dede Aditya Kaswar. J akarta: Oase Mata
Air Makna.

Nizami. 2009. Layla Majnun, Pengantin Abadi dari Surga. Penerjemah Ali Noer
Zaman. J akarta: Kayla Pustaka.

Poespoprodjo.W. 1987. Interpretasi: Beberapa Catatan Pendekatan Filsafatinya.
Bandung: Remaja Karya.

Purwantari. 2004. Legenda Cinta Laila Majnun dalam harian Kompas tanggal 23
Oktober 2004, J akarta.

Purwanto, Yadi. 2007. Psikologi Kepribadian. Bandung: Refika Aditama.

Ratna, Nyoman Khuta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Roekhan. 1990. Penelitian Tekstual dalam Psikologi Sastra; Persoalan Teori dan
Terapan dalam Sekitar Masalah Sastra, Aminuddin (Ed.). Malang: YA3.

Sanapiah, Faisal dan Andi Mappiare. TT. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya:
Usaha Nasional.

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Saragih, Amrin. 2006. Bahasa dalam Konteks Sosial. Medan: Program Pascasarjana
Unimed.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2000. Pengantar Umum Psikologi. J akarta: Bulan
Bintang.

_________________. 2003. Psikologi Remaja. J akarta: Raja Grafindo.

Semi, M.Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Sikana, Mana. 2007. Teras Sastera Melayu Tradisional. Singapore: Pustaka Karya.

____________. 2009. Teori Sastera Kontemporari. Singapore: Pustaka Karya.

Sinar, Tengku Silvana. 2008. Teori dan Analisis Wacana, Pendekatan Sistemik-
Fungsional. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta:
Muhammadiah University Press.

Sukapiring, Peraturen. 1989. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Medan: USU Press.

Sumarjo, J akob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. J akarta: Gramedia.

Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Bandung: Angkasa.

Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. J akarta: Reneka Cipta.

Tarigan, Henry Guntur. 1991. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. J akarta: Dunia Pustaka J aya.

Tim Redaksi Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. J akarta: Balai Pustaka.

Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Penerjemah Melani
Budianta. J akarta: Gramedia.

Yuwono, Untung. 2007. Gerbang Sastra Indonesia Klasik. J akarta: Wedatama Widya
Sastra.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Lampiran 1:
Sinopsis
Kabilah bani Amir hidup di lembah Hijaz, Arabia yang terletak di antara
Mekah dan Madinah. Pemimpin kabilah itu bernama Syed Omri yang sudah tua dan
sangat termasyhur. Tidak ada seorang pun yang dapat menandingi kejayaannya. Harta
kekayaannya melimpah. Ia seorang yang gagah berani, penegak keadilan, dan
dermawan. Segala karunia Allah yang pernah diberikan pada makhluk hidup, dimiliki
seluruhnya oleh Syed Omri.
Namun, semua kejayaan dan amal baiknya tidak mampu mengusir rasa gunda-
gulana yang bersemayam di hatinya. Ia tidak merasa bahagia karena dia tidak
mempunyai anak. Sebuah kesedihan yang sangat mendalam menggerogoti hatinya
dan menggelapkan hari-harinya. Namun, Syed Omri terus berdoa kepada Allah siang
dan malam, memohon agar dikaruniai seorang putra.
Syed Omri tak jemu untuk berikhtiar, segala cara ia lakukan. Nasehat dan
petunjuk orang pandai ia jalani, doa dan nazar ia panjatkan. Ia berdoa dan bermunajat
kepada Allah dengan linangan air mata.
Karena keseriusan dan ketulusan Syed Omri dalam memuja dan berdoa,
akhirnya ia dikaruniai Allah seorang anak lelaki yang tampan dan rupawan. Aqiqah,
sebagai ungkapan rasa syukur dilakukan setelah si bayi berumur tujuh hari. Bayi itu
diberi nama Qays. Kelahiran Qays membuat semangat hidup Syed Omri kembali
bergairah, dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Bayi laki-laki itu bagai anggur menghangatkan bibir yang gemetar karena
kehausan, dan memadamkan kesedihan yang bergejolak di hati. Bayi yang
didamba siang malam itu telah menghadirkan senyum kebahagiaan,
menanggalkan kerudung kesengsaraan dan kesedihan yang selalu
membayang, menjadi cahaya kehidupan serta pelipur lara di usia tua. Bayi itu
benar-benar membawa berkah bagi orang tuanya, karena sekarang kehidupan
Syed Omri dipenuhi oleh kesenangan dan kebahagiaan, namanya semakin
harum di mata bani Amir. Kekuasaannya semakin bersinar, bagai kekuasaan
J amshid (hlm. 5).

Qays tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan periang. Tubuhnya kuat,
wajahnya tampan, dan suaranya merdu bagai buluh perindu. Syed Omri ingin
anaknya cerdas dan pandai, oleh karena itu ia memberikan pendidikan yang terbaik
untuk Qays. Ia menitipkan Qays kepada seorang guru yang bijaksana dan penyabar
di daerah Badui. Di sekolah itu, Qays termasuk anak yang cerdas dan tekun.
Di antara anak-anak yang bersekolah itu, terlihat seorang gadis cantik yang
berusia belasan tahun. Wajahnya anggun mempesona, sikapnya lembut, dan
penampilannya bersahaja. Rambutnya hitam, tebal bergelombang. Nama gadis itu
adalah Layla, berasal dari bani Qhatibiah. Semua lelaki yang memandangnya pasti
terpikat oleh pesona dan kecantikan gadis yang sedang tumbuh mekar itu. Layla
seorang gadis yang cerdas dan memiliki kemampuan yang mengagumkan dalam
merangkai madah.
Pertama kali Qays melihat Layla, jiwanya langsung bergetar. Ini dapat kita
lihat pada kutipan berikut:
Ia seperti merasakan bumi berguncang dengan hebat, hingga merobohkan
sendi-sendi keinginannya untuk menuntut ilmu. Qays belum pernah melihat
keindahan yang menakjubkan di bumi seperti keindahan paras Layla. Dan
Qays benar-benar telah jatuh hati pada Layla, sang mawar jelita. Keharuman
cinta telah menghancurkan ketenangan pikirannya. Gejolak gairah cinta dalam
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
jiwa membuatnya kehilangan akal sehat, hingga lupa belajar dan lupa makan.
Setiap detik, tiada yang melintas diangannya, kecuali mata indah Layla. Tiada
suara yang lebih merdu daripada suara Layla (hlm. 9).

Qays tidaklah bertepuk sebelah tangan. Layla juga tertarik padanya. Baginya
Qays seperti gelas minuman, semakin dipandang semakin haus. Sama seperti Qays,
kekaguman Layla pada pemuda itu hanya mampu diungkapkan melalui syair. Dari
waktu ke waktu cinta tumbuh subur dan berbunga di dalam taman hati Qays dan
Layla. Keduanya tidak menyadari jika kisah asmara mereka mulai menjadi bahan
gunjingan. Ada yang ikut merasa bahagia dan ada yang merasa cemas kalau
hubungan cinta Qays dan Layla di ketahui oleh keluarga gadis itu. Karena dalam
tradisi Arab, keluarga akan menjadi tercemar jika anak gadisnya menjadi bahan
pembicaraan orang lain.
Akhirnya, kisah cinta mereka terdengar juga oleh ayah Layla. Kabar ini bagai
arang hitam yang membuat bani Qhatibiah tersinggung, harga diri mereka ternoda.
Hanya ada satu cara untuk menghilangkan malu, yaitu mengurung Layla di dalam
rumah, tidak boleh pergi ke sekolah atau pun berjumpa dengan kawan-kawannya.
Setelah Layla dipingit, muncul penyesalan dalam hati Qays karena tidak
mampuh menyimpan rapat rahasia mereka. Begitu juga Layla, di rumah pikirannya
selalu membayangkan Qais. Mereka sama-sama mengalami kesengsaraan karena
berpisah, mereka menangisi nasib yang menimpa dan menyesakkan dada. Qays
laksana bunga kembang tak jadi. J iwanya menjerit dan terguncang. Akal sehatnya
terbang melayang ke udara, mengembara mencari Layla.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Qays menjadi gelisah, tak sekejap pun ia sanggup memejamkan mata. J ika
hari sudah malam, Qays pergi meninggalkan rumah dan berjalan tak tentu arah
menerobos semak belukar menuju padang belantara. Dia berkelana mencari pengobat
hati, sembari bibirnya melantunkan syair. Ketika pagi menjelang, Qays berlari
menuju padang sahara, tanpa beralas kaki, ia mengabarkan pada angin dan pasir
tentang derita jiwa yang dialaminya.
Semakin hari jiwa Qays semakin menderita. Dia terus menyebut nama Layla
yang telah memenjarakan hatinya. Ulah Qays ini, dianggap telah mencemarkan nama
Layla dan keluarganya. Hati orang tua Layla hancur karena anak gadis yang menjadi
permata seluruh kabilah, disebut-sebut oleh orang gila dan menjadi tertawaan
masyarakat. Akhirnya mereka pindah ke lembah Nejd karena tidak tahan
dipermalukan.
Layla yang sudah jauh dari Qays semakin tersiksa. Layla selalu mengenang
Qays. Hasrat hatinya ingin bertemu dengan Qays. Rasa cinta di hati gadis itu semakin
mendalam. Meskipun mereka berdua berjauhan, getar perasaan Layla terhubung juga
pada Qays. J ika Layla semakin menderita, maka Qays lebih sengsara. Qays semakin
menjadi-jadi. Ia semakin sering meninggalkan rumah dan hidup sendirian di padang
pasir yang gersang atau hutan belantara yang berbahaya. Dia tidak lagi merawat
tubuhnya, rambutnya dibiarkan panjang dan berjalan tanpa pakaian.
Bila kerinduannya pada Layla tidak tertahankan, maka dadanya menjadi sesak
dan pikirannya menjadi kalut, seperti pada kutipan berikut:
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Layla! Layla! suara itu terus bergema, diucapkan berulang kali bagai
mantra-mantra. Air mata kesedihan dan keputusasaan mengalir deras di
pipinya yang pucat, laksana tetesan embun jatuh ke bumi. Qays telah
kehilangan semangat dan putus asa. Akal sehatnya sudah hilang, sirna pula
kesadaran dirinya. J ika sudah demikian syair-syair yang indah keluar dari
bibirnya yang kering (hlm. 21).

Qays bertekad untuk mengunjungi kekasihnya. Untuk itu, ia rela menyamar
menjadi pengemis asalkan dapat mendekati rumah Layla. Ketika bertemu, Layla
ingin menjerit karena terkejut dan bahagia, namun gejolak itu ditahannya karena takut
ketahuan ayahnya. Ia sangat kasihan melihat Qays yang telah menelantarkan diri.
Mereka hanya bisa saling menatap.
Sejak pertemuan itu, bayangan Layla tidak pernah lepas dari ingatannya. Ia
menggubah sejumlah syair buat Layla. Melalui syair itu bayangan Layla hadir, seolah
sedang berhadapan dan tanpa sadar Qays sering berbicara seorang diri. Qays tidak
menghiraukan penilaian orang terhadap dirinya. Lama-kelamaan mereka lupa akan
nama Qays, mereka hanya mengenal lelaki itu bernama Majnun, si gila.
Kelakuan Qays membuat Syed Omri bersedih. Ia berusaha mengobati
kesedihan putranya dengan memberi nasehat dan menghiburnya. Ia berjanji akan
meminangkan Layla untuknya. Namun, karena kekerasan hati ayah Layla, ia tidak
mau menikahkan anaknya dengan Qays yang sudah dianggapnya gila dan telah
mempermalukan keluarganya. Ini dapat kita lihat pada petikan berikut:
Memang secara lahir anak tuan gagah dan tampan bagai rembulan,
namun penyakit yang ia derita tidak mungkin dapat disembunyikan.wahai
tuan, kami memahami bahwa kegilaan bukanlah dosa ataupun kejahatan,
namun siapakah orang mau berkumpul bersama orang gila? Orang tua
manakah yang merelakan anak gadisnya bersanding dengan pemuda gila?
Sungguh menyerah pada musuh yang bengis lebih baik bagi kami daripada
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
bergabung dengan orang gila. Demi Allah saya tidak menginginkan orang-
orang Arab berbicara, saya mengawinkan putriku dengan pemuda gila. Tuan
pasti tahu bagaimana tajam dan berbisanya lidah orang Arab itu.
Mendengar kata-kata ayah Layla, Syed Omri merasa ditampar dan
dilempar kotoran ke wajahnya. Ia menjadi malu dan sakit hati (hlm. 34-35).

Upaya untuk meminang Layla hanya membuahkan hasil yang menyakitkan
hati. Syed Omri berusaha menghibur Majnun dengan meminangkan gadis-gadis
sekabilahnya dan menasehati agar melupakan Layla. Namun, semua itu semakin
menambah cinta Majnun kepada Layla. Cinta Layla tidak dapat digantikan oleh siapa
pun.
Majnun merasa rumah itu sekarang bukan lagi tempat tinggalnya, orang-orang
yang mengelilinginya bukanlah saudaranya lagi. Ia tidak betah tinggal di rumah itu.
Majnun pergi ke padang belantara, tempat hidup segala binatang liar dan berbisa.
Di sana ia menangis dan menumpahkan segala deritanya yang terbakar api cinta
Layla. Mulutnya tak henti menyebut nama sang kekasih, seperti mantra yang dapat
mengurangi rasa sakit.
Tubuh dan wajah Majnun yang dulu bak bulan purnama, kini terbalut debu.
Semakin lama tubuhnya semakin kurus bagai ranting pohon. Binatang-binatang liar,
bahkan semut pun enggan mendekat. Mungkin binatang itu melihat cahaya cinta dari
jiwa Majnun, hingga mereka tak sampai hati menyakiti.
Kepergian Majnun membuat Syed Omri gelisah. Ia mengutus beberapa
pemuda untuk mencari Majnun dan membawanya pulang. Siang malam mereka
mencari hingga menemukan sosok tubuh yang kurus kering, dan wajah pucat
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
tergeletak di tanah. Hampir saja mereka tak lagi mengenali bahwa lelaki itu adalah
Qays, sahabat mereka.
Syed Omri tidak tega melihat anaknya menderita. Ia berikhtiar dengan
mengundang para tabib dengan berbagai cara dan bentuk pengobatan. Ia juga
bersedekah kepada fakir miskin. Namun, semua usahanya sia-sia. Usaha yang
terakhir yang dilakukan oleh Syed Omri adalah berdoa di Kabah. Syed Omri segera
menunaikan ibadah haji dan berdoa kepada Allah untuk kesembuhan anaknya.
Kemudian Syed Omri menyuruh Qays berdoa kepada Allah agar dia terlepas dari
Layla dan cintanya.
Namun, Qays berdoa kepada Allah agar Layla dianugrahi untuknya dan dia
berdoa agar hatinya jangan berpaling dari Layla. Ini dapat kita lihat pada kutipan
berikut:
Ya Allah anugrahkanlah Layla padaku, dekatkanlah ia padaku. Ya
Tuhan sesungguhnya Engkau empunya anugrah dan ampunan.
Ya Allah, jika Engkau anugrahkan Layla untukku, maka Engkau
akan melihat seorang hamba bertaubat, yang tidak akan mampu dilakukan
oleh hamba-Mu yang lainSatu-satunya hajat hidup yang aku miliki adalah
bertemu dengan Layla, tidak ada kebahagiaan selain itu (hlm. 45).

Demi mendengar doa Majnun, putuslah harapan ayahnya. Tidak ada lagi
upaya yang dapat dilakukannya untuk menyembuhkan Majnun. Hatinya semakin
sedih, hidupnya terasa hampa, tiada lagi harapan yang tersisa. Cahaya yang
dibayangkan kini berubah menjadi kegelapan.
Setelah pulang menunaikan haji, Majnun tidak betah lagi tinggal di rumahnya
yang mewah. Hidupnya tidak tenang jika tidak berjumpa dengan Layla. Bagi Majnun
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
tidak ada suatu kebahagiaan, selain dapat berjumpa dengan Laila. Namun, untuk
berjumpa dengan Layla tidaklah mudah. Gadis itu semakin dijauhkan dari
kemungkinan bertemu dengannya. Keadaan itu membuat jiwa pecinta yang mabuk
asmara itu semakin hancur binasa.
Majnun hidup sendiri di gurun sahara, berkawan dengan binatang buas dan
selalu menyebut nama Layla. Tubuh Majnun semakin hari semakin lemah. Salah satu
yang membuatnya bersemangat hanyalah jika ada orang yang membawa kabar
tentang Layla.
Naufal, salah seorang bangsawan Arab dan kepala kabilah Arab sangat
prihatin malihat keadaan Majnun. Ia berjanji akan membantu Majnun untuk
mendapatkan Layla. Ia mengerahkan pasukannya untuk melawan pasukan ayah
Layla. Ketika kemenangan sudah berada di pihaknya, tiba-tiba ayah Layla
mengatakan bahwa ia tidak akan menyerahkan anaknya kepada orang gila. Dia tidak
mau menikahkan dengan kehinaan dan aib. Mendengar pengakuan orang tua malang
itu Naufal menjadi terharu. Ia tidak sanggup membunuh musuh yang tidak berdaya.
Naufal melihat cinta dalam bentuk lain yaitu cinta seorang ayah kepada anaknya.
Saat Majnun mendengar keputusan Naufal, ia sangat kecewa. Ia kembali
masuk ke dalam hutan berteman dengan binatang-binatang buas. Lebih baik berteman
dengan binatang yang tidak pernah menyakitinya daripada berteman dengan manusia
yang hanya menambah kesediahan dan keputusasaan. Sejak berperang dengan
kabilah Naufal, kabilah Qhatibiah selalu memandang Layla dengan marah, ia
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
dianggap sebagai penyebab peperangan. Layla semakin terkucil dan putus asa.
Harapan untuk bahagia putus sudah, hatinya hancur binasa.
Ayah Layla tidak ingin membiarkan keluarganya selalu dihina dan Layla
diterpa kesedihan tiada henti. Dia dikawinkan ayahnya dengan Ibnu Salam. Layla
tidak bisa menolak perkawinan itu. Namun, dalam hatinya ia berjanji hanya Majnun
yang dapat memiliki hati dan cintanya. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut,
Layla seperti pohon dengan daun-daunnya yang layu, jatuh dalam
pelukan debu. Ia tidak bisa merasakan kegembiraan yang ada di depannya,
bahkan untuk berpura-pura pun tiada lagi kesanggupan. Layla teringat nasib
kekasihnya, Majnun. Ya, hanya Majnun seorang yang ada dalam hatinya. Tak
ada lagi setitik ruang tersisa untuk orang lain. Hatinya telah terkunci rapat,
dan Majnunlah yang memegang anak kuncinya.
Gadis itupun berjanji, hanya Majnun yang dapat memiliki hati dan
cintanya. Sekuat tenaga akan ia jaga tubuh dan hatinya. Ia tidak ingin dunia
menuduhnya sebagai pengkhianat. Tidak, ia tidak akan mengkhianati cinta,
tidak ingin mengabaikan pengorbanan Qays (hlm. 109).

Ketika Majnun mendengar kabar pernikahan Layla, jiwanya seperti kapas
tertiup angin. Majnun menjadi semakin liar. Majnun terus berteriak memanggil Layla,
meratapi takdir yang telah memisahkan mereka.
Syed Omri larut dalam duka sejak anaknya pergi. Setiap hari ia meratapi nasib
Majnun yang malang. Ia merasa ajalnya sudah dekat dan ingin melihat Majnun untuk
yang terakhir kali. Akhirnya, ia mendengar kabar dari seorang pengelana tentang
keberadaan Majnun. Ia berusaha menemukan Majnun, walaupun tempat itu sangat
terjal dan berbahaya. Setelah memberi restu dan berkah di kepala putranya, sambil
merintih Syed Omri meninggalkan gua seram itu. Tidak berapa lama setelah
pertemuan itu, Majnun pun mendapat kabar bahwa ayahnya sudah meninggal.
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Mendengar kabar itu, Majnun berteriak sembari memukuli wajah dan mencabuti
rambutnya.
Majnun mendengar kabar dari Ishaq, seorang pengelana tua yang merasa
simpati terhadap kisah cinta Layla dan Majnun. Lelaki itu mengatakan bahwa Layla
tetap akan mencintai Majnun, walaupun ia telah menikah. Layla tidak akan
mengkhianati cinta kasih Majnun. Ia tetap menjaga tubuh dan hatinya. Hati dan
cintanya hanya untuk Majnun. Mendengar hal itu Majnun menjadi bersemangat
kembali.
Setelah membaca surat Majnun, Layla diliputi kegelisahan. Lalu dia pergi
menemui pertapa dan meminta bantuan untuk mempertemukan dirinya dengan
Majnun. Layla memberikan anting-antingnya kepada pertapa itu untuk diberikan
kepada Majnun. Demi melihat anting-anting itu, yakinlah Majnun bahwa Layla ingin
bertemu dengan dirinya. Pada waktu yang telah ditentukan maka Majnun pun bisa
bertemu dengan Layla.
Majnun tidak sanggup bertemu dengan Layla. Berkali-kali ia pingsan, seakan
ia tidak percaya bahwa ia bertemu dengan Layla. Majnun segera mengungkapkan isi
hatinya dengan bersyair. Ini dapat kita lihat pada kutipan berikut:
Apakah yang sedang mengalir dalam jiwaku ini?
Siapakah yang sedang memandangku?
Apakah ia kecantikan bunga mawar?
Walau bunga mawar itu telah dicabut dari taman hatiku
Untuk menjadi penghias taman yang lain
Namun tidak mungkin menjadi layu
Wahai Layla, aku telah dimabukkan oleh rasa cinta (hlm. 154).

Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Setelah pertemuan itu, Layla semakin menanggung kesengsaraan. Ia melewati
hari-harinya dengan air mata penderitaan karena rindu. Sebenarnya Ibnu Salam,
suami Layla juga menderita. Lelaki yang baik hati itu pun telah salah memetik bunga.
Ibnu Salam bangga bisa menyunting Layla, tetapi pernikahannya adalah jalan menuju
kematian. Hatinya sakit sejak malam pertama. Tetapi Layla tidak bisa disalahkan,
adat memaksa perempuan menikah dengan lelaki yang tidak dicintai. Karena adat
juga seorang gadis dipaksa untuk mengkhianati kekasihnya.
Peristiwa demi peristiwa menelan ketegaran Ibnu Salam, akhirnya lelaki itu
jatuh dalam kehampaan cinta. Bagaimana tidak orang yang paling ia sayangi selalu
menyebut nama lelaki lain. Harga dirinya merasa terhina, karena istrinya selalu
menjauh dan mengharapkan lelaki lain. Harapannya telah hilang dan akhirnya ia
meninggal karena merana hidup tanpa cinta dan sayang.
Setelah kematian Ibnu Salam, Layla menjadi lebih tersiksa. Ia harus memakai
kerudung hitam perkabungan, tidak boleh keluar rumah dan bertemu siapa pun. Layla
semakin murung. Ketika berakhir masa penantiannya, Layla memanggil Zayd,
pembantu yang ia percaya dan setia. Layla menyuruh Zayd membawa Majnun
padanya.
Pada waktu yang telah ditentukan, kedua insan itu dapat bertemu kembali.
Keduanya diam membisu. Hati mereka dipenuhi keinginan untuk berbagi rasa, namun
lidah mereka terasa keluh. Lalu Layla mengeluarkan syair-syairnya dan Majnun pun
meneteskan air mata seraya bersyair pula. Majnun menatap wajah Layla. Getaran
hatinya menyiratkan aliran cinta yang demikian deras. Tetapi tiba-tiba hati Majnun
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
bergejolak. Pikiran Qays jadi kalut karena melihat pesona yang memabukkan kini
berdiri di hadapannya. Namun, tiba-tiba ia lari seperti binatang buas. Pandangan yang
memesona telah memenuhi jiwanya, membuat pikirannya tidak terkendali. Cinta
Majnun suci dan murni. Namun, cinta yang berlebihan membuatnya menjadi gila.
Majnun pergi dan hilang selamanya.
Setelah pertemuan itu, Layla seperti terkena badai musim gugur. Setelah
melihat keadaan jiwa Qays, Layla tidak tahu lagi cara menghiburnya. Tidak tahu apa
yang harus dilakukan untuk mengobati luka rindunya. Harapan dan impian Layla
pudar. Kedukaan dan ketakutan menguasai hatinya. Layla merasa cahaya hatinya
mulai surut. Tubuhnya yang kurus sudah tidak mampu menopang kesedihan yang
demikian berat. Layla lalu memanggil ibunya dan berwasiat. Sepeninggalannya nanti
jika Majnun menangis di pusaranya, janganlah dihina, tetapi hiburlah hatinya, karena
hanya Majnunlah yang memahami nasibnya.
Setelah berkata demikian, Layla pun menutup matanya. Ia telah meninggalkan
dunia fana ini. Zayd segera pergi menemui Majnun dan menyampaikan kabar duka
itu. Mendengar kabar dari Zayd, Majnun tersungkur ke tanah dan kesadarannya
hilang. Majnun berlari menuju pusara Layla. Dia mendekatkan dadanya pada pusara
itu. Diciumnya pusara itu ribuan kali sambil membentur-benturkan kepalanya.
Binatang buas yang setia mengawal Majnun, hanya diam mematung. Setiap hari
Majnun menangis di pemakaman. Tubuhnya semakin lemah dan tak berdaya.
Akhirnya Majnun meninggal dunia di atas pusara Layla. Ini dapat dilihat pada
kutipan berikut:
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Semakin lama suara Majnun semakin lemah. Sayap-sayap kematian
telah mengajaknya terbang menemui Layla sang kekasih di alam keabadian.
Gerbang kematian telah terbuka, dan mengajaknya pergi meninggalkan dunia
fana. Kematian yang menjemput tidak meninggalkan bekas penderitaan.
Wajah Majnun seperti terlihat sedang tertidur. Kepalanya tergeletak di atas
batu nisan, sedang tubuhnya seperti memeluk tanah pekuburan yang
menyimpan jasad kekasihnya (hlm. 178).










Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Lampiran 2:

Tabel Analisis Proses Mental

Tabel 3. Analisis Proses Mental Persepsi
No Pengindra Proses : Mental,
Persepsi
Fenomena Hlm/
Baris
1. Syed Omri [bagai
musafir]
melihat fajar 4/19
2. [Bila] seorang
pemuda
menatap parasnya 8/26
3. Zulaikha yang
terpesona
melihat ketampanan Yusuf 8/30
4. Seorang pemuda tidak mampu
menatap
wajahnya 9/15
5. Qays sendiri [sejak
pertama]
Melihat pancaran cahaya
keindahan itu
9/19
6. Qays belum pernah
melihat
keindahan yang
menakjubkan
9/21
7. [Saat] Qays Menatap wajah Layla 9/30
8. Gadis itu Melihat pesona yang
memabukkan pada diri
Qays
10/27
9. Bukit dan lembah mendengarkan lolongan Qays 21/8
10. Seorang penjaga
yang sedang
bertugas
melihat Qays 28/30
11. Penjaga itu [juga] melihat Layla 28/31
12. Majnun [pun] melihat ada orang yang
memperhatikan tingkah
laku mereka
29/2
13. Orang-orang yang
kebetulan
berpapasan dengan
Qays
melihat perangai pemuda itu 29/12
14. [Hanya] angin
malam yang ikut
bersedih
mendengar rintihannya 29/25
15. Bani Qhatibiah sudah mendengar kabar 31/13
16. [Cobalah] engkau tengok gadis-gadis cantik di
kabilah kita
35/16
17. Tidakkah engkau lihat gadis-gadis kabilah kita 35/22
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
18. [Dan] ia melihat tiada lagi yang dapat
diharapkan
36/13
19. [Sedang] engkau tidak melihat harapan untuk bersanding
dengannya
39/8
20. Hati mereka
[hancur binasa]
melihat putra kesayangannya 42/13
21. [Siapakah] orang
tua yang tega
melihat anaknya menderita? 43/6
22. Ia [tidak akan
diam dengan
tenang]
melihat anaknya terancam bahaya 43/7
23. Mereka melihat menara yang berkilap 44/11
24. Engkau akan melihat seorang hamba bertaubat 45/19
25. Hati Syed Omri
[seperti disayat
duri]
mendengar doa Majnun 46/3
26. Ia menatap wajah ayahnya 47/2
27. Binatang-binatang
buas yang berada
di dalam gua
mengaum
melihat kehadiran Majnun 49/22
28. [Mungkin] tuan sudah mendengar tabiat seorang pemuda
yang tinggal di lembah
Wadiyain
51/10
29. [Dari kejauhan]
mereka
mendengar suara binatang buas 52/19
30. Binatang-binatang
buas [menjadi
jinak]
demi melihat pancaran cahaya cinta di
wajah Majnun
53/2
31. Aku dapat memandang jernih matamu 54/24
32. (Aku) memandang ikal rambutmu 54/25
33. Syed Omri [tidak
kuasa]
mendengar ratapan Majnun 56/5
34. [Betapa sedih] aku mendengar rintihanmu 56/7
35. [Kelak] engkau akan melihat beda antara cinta dan
nafsu
58/31
36. Sang ayah [hanya
bisa bersedih]
melihat tubuh putranya yang
kumal
61/8
37. Mereka mendengar teriakan Majnun 62/8
38. [Dan ternyata]
mereka
tidak melihat ruh atau makhluk langit 62/12
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

39. Majnun melihat sesuatu yang mengusik
hatinya
62/24
40. Ia melihat seorang lelaki 62/25
41. Layla [berjalan-
jalan di taman]
melihat sekeliling 65/24
42. J iwanya yang
mengembara
bisa mendengar suara majnun 66/25
43. Layla mendengar suara yang begitu lembut 66/27
44. Layla mendengar anak muda dan orang tua
melantunkan syair
67/5
45. Ishaq melihat sebuah pemandangan
yang ganjil
67/31
46. Ishaq memandangi Layla 68/11
47. [Dan] aku melihat sepertinya engkau sedang
diliputi kesedihan
68/15
48. Ia perhatikan Ishaq dengan teliti 68/27
49. [Sesaat] Layla melihat bunga lili dan mawar
yang sedang mekar
76/5
50. Ibnu Salam melihat di dalam taman 81/1
51. Ibnu Salam
terkesima]
melihat mata layla yang indah 81/2
52. [Bila] musuh mendengar namanya 85/8
53. Pemburu itu melihat seekor rusa 85/22
54. Ia melihat sosok manusia 85/29
55. Telinganya mendengar Lagu-lagu sedih 85/30
56. Dia melihat tubuh lelaki itu tinggal
tulang-belulang dibalut
kulit
86/2
57. Ia belum pernah
melihat
keganjilan 86/14
58. Naufal [gembira] melihat perubahan pada diri
majnun
87/12
59. Naufal memperhatikan Semua tingkah laku
majnun
88/5
60. Naufal [senang] melihat perubahan yang terjadi
pada diri tamunya
88/8
61. Ia [juga senang] mendengar syair-syair cinta majnun 88/9
62. Orang tua Layla mampu melihat Mutiara yang kemilau 89/7
63. Majnun melihat cahaya terang-benderang 89/22
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

64. [Bila Allah
menakdirkan]
engkau
melihat Nya (dia) walau sekejap 91/4
65. [J anganlah] tuan memandang
[rendah]
kekuatan kami 96/17
66. Majnun yang sejak
kemarin
[hanya] melihat
[saja]
pertempuran itu dari
tenda
98/7
67. Majnun
[menangis]
melihat korban berjatuhan 98/17
68. Engkau melihat Bahwa kekuatan kami
telah kalah
98/28
69. Engkau [akan] melihat kesungguhan dan
kebenaran ucapanku
99/19
70. Ia [tidak tega] mendengar kata-kata orang tua yang
sudah kalah itu
100/11
71. [Saat] Majnun mendengar keputusan naufal 100/28
72. Majnun menyaksikan seekor rusa terjerat dalam
perangkap
102/8
73. Majnun melihat rusa yang telah dia
bebaskan
103/24
74. Majnun menatap kepergiannya 103/26
75. Layla [menjadi
sedih]
mendengar Cerita ayahandanya 106/8
76. Gadis itu [berusaha]
mendengarkan
nasehat ayahnya 106/16
77. Ia melihat layla menampakkan
punggung
110/8
78. Majnun mendengar kabar pernikahan Layla
dengan ibnu salam
112/1
79. Aku melihat Daun tumbuh dan
berkembang
115/17
80. Tiada orang yang
sudi
mendengar ratapanku 115/22
81. Sang pengelana
[menjadi terkejut]
mendengar Kata-kata Majnun 116/14
82. Ia [merasa
kasihan]
melihat kesedihan Majnun 116/15
83. Syed Omri melihat sosok puteranya dalam
keadaan menyedihkan
120/2
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

84. [Siapakah] orang
tua yang tega
melihat puteranya dalam keadaan
kurus hanya tinggal
tulang terbalut kulit
120/4
85. Ia melihat seekor ular membelit
leher Qays
120/11
86. Syed Omri mengamati Majnun yang seperti
tidak sadarkan diri
120/15
87. Ia [bisa] melihat [dengan
jelas]
sosok yang berdiri di
hadapannya
120/28
88. Ia [bisa] menatap dan
mengenali
ayahnya 120/29
89. Majnun menatap ayahnya 122/15
90. Aku tidak melihat apapun selain Layla 122/21
91. Syed Omri dengan
kedukaan yang
tidak bisa
diungkapkan
menatap puteranya 122/32
92. Ia melihat wajah Majnun 123/1
93. Majnun melihat seekor burung merpati 127/7
94. Aku melihat Mu tak berubah 127/22
95. [Kemudian]
Majnun
melihat seekor anak rusa yang
bergerak gesit
128/9
96. Aku melihat ia 129/26
97. Ia melihat sang pegawai yang tidak
bersalah itu terikat kuat
101/29
98. Si penunggang
kuda
melihat Majnun dikelilingi oleh
binatang buas
131/10
99. Majnun menatap wajah lelaki itu 132/1
100. Aku melihat Rusa yang malu-malu
dan singa buas
bersamamu dalam
suasana damai
132/7
101. Gadis itu melihat ku 132/28
102. Aku melihat Dia menangis 134/22
103. Aku melihat jemarinya yang halus 136/1
104. Mereka [tidak
akan mampu lagi]
melihat Bahwa yang berada di
sampingnya adalah sosok
manusia
139/9
105. [Sudah lama] ia mendengar kisah Majnun 139/20
106. Majnun menatap Salim dengan raut muka
tidak senang
140/16
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
107. Punggawa
kerajaan itu
menatap dengan pandangan
penghina
141/21
108. Sang ibu memperhatikan keadaan putra
kesayangannya
144/25
109. Aku menatap tidurmu 145/13
110. [Sudikah] tuan mendengar kisah yang tidak
memiliki hubungan
apapun dengan anda?
149/10
111. [Apakah] engkau pernah mendengar kisah seorang pemuda
yang tampan dan
berakhlak mulia?
149/15
112. [Biarkan] mata ini memandang wajahnya lagi! 150/13
113. Pertapa itu melihat seorang lelaki dikelilingi
oleh binatang buas
150/27
114. [Kini] ia [benar-
benar akan
bertemu]
melihat sinar matanya 152/13
115. (ia) melihat Bibirnya yang bagai batu
rubi
152/14
116. [Dari kejauhan]
Majnun
melihat rumah kekasihnya 152/16
117. Layla melihat Sang pertapa meyelinap
ke dalam taman
153/5
118. Orang-orang melihat ku berada di samping
qays
153/22
119. Lelaki tua itu melihat pemandangan yang
mengharukan
153/28
120. Matanya melihat Layla sedang berdiri
mematung
154/2
121. Engkau dengan
mata hitam yang
indah
memandang Penuh cinta padaku 155/17
122. Aku melihat anggur cinta di sana 155/19
123. Aku melihat betapa bahagia kita
berdua
155/20
124. [Dari kejauhan]
Majnun
melihat Seorang lelaki berwajah
tampan dan gagah
158/7
125. Ia perhatikan lelaki itu 158/8
126. Aku telah mendengar kisahmu 158/15
127. [Mengapa] engkau memandang [hina] kemegahan dan semua
kemewahan yang kau
miliki
158/24
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
128. Pemuda itu
[tinggal beberapa
hari lamanya]
mendengar dan
melihat
ketulusan jiwa majnun 161/11
129. Layla menatap ke arah rembulan 164/1
130. Mata mereka menatap satu sama lain dalam
kebisuan
166/16
131. Layla memandang wajah Majnun yang
suram
168/4
132. [Dan] Majnun
[pun]
menatap wajah Layla 168/6
133. Dia memandang berkeliling selama
beberapa waktu
168/17
134. [Sejenak
kemudian] (dia)
menatap Layla dengan senyum
yang mengerihkan
168/18
135. Langit telah berkenan
mendengar
doaku untuk
mengembalikan aku ke
alam keabadian
171/22
136. [Dan saat] engkau melihat dia mendekat tandu
jenasahku
172/9
137. Ibu yang berduka
itu
menatap puterinya tanpa suara 172/24
138. Ia melihat air mata kesedihan yang
menetes
174/2
139. Aku [tidak bisa
lagi]
melihat wajah bidadari 175/9
140. [Dimana lagi
dapat] ku
pandang bibir yang seperti
permata rubi
175/22
141. Majnun menatap orang yang mendekatinya 177/3
142. Zayd melihat dunia lain, dunia yang
penuh pesona dan
kebahagiaan
179/27
143. Zayd melihat malaikat muncul dari
cahaya lingkaran
kemewahan
179/28
144. Dia melihat kubah hijau dengan buah
emas dan kumpulan
bunga
179/31


Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Tabel 4. Analisis Proses Mental Afeksi, Pengindra sebagai Subjek
No Pengindra Proses : Mental,
Afeksi
Fenomena Hlm./
Baris
1. Aku [tetap penuh] harap pada-Mu 3/4
2. Aku [tetap] mengharap kemurahan-Mu 3/31
3. Syed Omri tak [jua] jemu untuk berikhtiar 4/1
4. Syed Omri [seolah] tidak ingin sekejap pun melewatkan
kebahagiaan bersama
putera kesayangannya
6/7
5. Lelaki tua itu kini tak lagi tertarik melakukan perjalanan jauh 6/13
6. Ia tidak tertarik melakukan perniagaan 6/15
7. Syed Omri Berharap kelak puteranya dapat
dibanggakan
7/6
8. Syed Omri Ingin Qays menjadi pemuda
yang cerdas dan pandai
7/14
9. Semua lelaki
yang
memandang
[pasti] terpikat oleh pesona dan kecantikan
gadis
8/31
10. Qays [benar-benar telah]
jatuh hati
pada Layla 9/23
11. Layla [mawar
jelita di taman
nirwana itu]
[sudah] tertarik pada qays sejak pertama
kali berjumpa
10/26
12. Mereka tidak ingin orang lain mengetahui
hubungan itu
11/7
13. J iwa mereka tidak ingin berpisah 11/18
14. (Mereka) merasakan kehangatan cinta 11/19
15. Mereka [hanya] merasakan manisnya cinta dengan
melukiskan ghazal pada
mata masing-masing
11/29
16. Mereka menyangka tidak ada mata yang
melihat dan menaruh
curiga
13/13
17. Pikirannya [selalu]
membayangkan
Qays 14/21
18. Aku mencintai Layla 15/5
19. Ia [juga] merindukan ku 15/11
20. Ia berharap ada orang yang dapat
membantu
18/13
21. Dia ingin mengadukan nasibnya 20/26
22. Kerabatnya menganggap cinta qays 20/27
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

23. [Lebih banyak]
(orang) yang
menganggap Qays telah hilang ingatan 21/1
24. Ia ingin menjerit 27/3
25. Aku [hanya] menginginkan kebaikanmu 27/14
26. Ia takut kehadirannya akan
mencelakakan gadis itu
29/4
27. Majnun [tetap saja] menderita dalam cinta 29/25
28. Hati putera kita [telah] terpikat Oleh ratu dari para gadis
arab
30/17
29. Kami berhasrat meminang belahan hati
tuan
32/18
30. Kami yakin tuan adalah orang yang arif
lagi bijak
33/5
31. [Demi Allah]
saya
tidak menginginkan Orang-orang Arab
berbicara
33/29
32. Engkau [telah] dilenakan dengan cinta buta 35/12
33. Ia [menjadi] sesak nafas 36/16
34. [Sedang] aku [akan tetap] mencintai nya 38/19
35. [Mengapa]
engkau
mencintai gadis 38/7
36. Aku [akan tetap] mencintai Layla 38/13
37. Lelaki itu [begitu] mencemaskan nasib puteranya 41/7
38. Mereka yakin lelaki itu adalah Majnun 42/1
39. Ia ingin mencelakakan dirinya 42/17
40. Aku mencintai Layla 45/3
41. Aku menyayangi dan tidak
bisa berpaling [dari]
selain dia 45/4
42. Ia merasa sia-sia 46/4
43. Ia [masih] ingin berbuat yang terbaik 46/6
44. Harga diri
mereka
tersinggung demi mengetahui gadis
bunga keluarga dan
penghias semesta disebut-
sebut oleh orang gila
50/21
45. Majnun ingin berteriak memanggil layla 53/25
46. Engkau tak hendak melihat diriku yang
terlunta-lunta
54/15
47. Aku mencintai Layla 55/12
48. Ia berharap bebannya akan menjadi
ringan
60/29
49. Syed Omri ingin membahagiakan puteranya 61/9
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
50. Ia ingin Suasana di rumah selalu
riang gembira
61/10
51. Ia tidak betah dan memilih menjauhkan
diri dari keramaian dunia
61/31
52. Ia [berteriak
sekuat tenaga]
[seolah] ingin melepaskan semua beban
yang menghimpit
62/5
53. Ia tidak ingin rahasianya terkuak 66/9
54. Ia tidak ragu bahwa lelaki itu dapat
dipercaya
68/28
55. Sang bukit tidak ingin melihat gadis itu
dihinggapi kelelehan
70/9
56. [Barulah] Ishaq yakin penderitaan yang menimpa
gadis itu
72/14
57. Aku ingin Berada di sampingmu 76/20
58. Mereka mengira Gadis itu sedang mengigau 78/3
59. Mereka tidak ingin permata yang mahal
harganya itu lepas dari
genggaman
82/28
60. Mereka maklum Dengan penundaan itu 83/20
61. [Mungkin]
engkau
kecewa pada seseorang 86/28
62. Naufal [berusaha
sekuat tenaga
dan sepenuh
hati]
ingin membantu majnun keluar
dari penderitaan yang
menghisap masa mudanya
87/26
63. Aku tidak menghendaki perpisahan yang
meremukkan hati dan
jantung
92/21
64. Aku [sudah] tidak sabar menunggu janjimu 93/4
65. Aku mengasihi nya sejak matahari terbit di
timur hingga rembulan
menyisakan semburat
merah kala fajar
93/12
66. Aku merindukan nya sejak matahari terbit di
timur hingga rembulan
menyisakan semburat
merah kala fajar
93/12
67. Lelaki itu [sudah] berniat Untuk mewujudkan
keinginan Majnun
95/10
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

68. Kami [datang
dengan niat
tulus]
ingin merangkai benang-benang
asmara yang telah
mengikat puteri tuan
dengan sahabat kami
95/23
69. Engkau tidak menginginkan puteriku 99/16
70. Aku tidak mau dikhianati 99/22
71. Aku tidak mau menikahkan layla pada
kehinaan dan aib
99/25
72. Aku tidak sanggup menikahkan puteriku
dengan keburukan dan
menerima kutukan dari
negeriku
100/3
73. [Bagaimana
mungkin] ia
sanggup membunuh musuh yang
sudah terluka dan tak
berdaya?
100/12
74. [Bagaimana
mungkin] ia
sanggup Menyakiti lelaki tua yang
sudah sekarat?
100/13
75. Ia tidak ingin kabilahnya menanggung
malu
106/14
76. Ayah Layla tidak ingin membiarkan keluarganya
selalu dihina
107/28
77. Ia berharap kali ini keinginannya untuk
mempersunting layla tidak
menemui ganjalan
108/9
78. Dadanya bergejolak Oleh beban berat 109/11
79. Ia tidak ingin Dunia menuduhnya
sebagai penghianat
109/22
80. Ia tidak ingin Mengabaikan pengorbanan
Qays
109/23
81. Aku tidak ingin melakukan perbuatan yang
aku benci
110/22
82. Aku tidak ingin menjadi seorang
penghianat
110/23
83. Aku tidak ingin menghianati cintaku 110/25
84. (Aku) tidak ingin mengotori jiwaku 110/26
85. J iwa yang penuh
cinta
tidak [akan pernah]
terlena
oleh kemewahan dunia 110/31
86. Mereka [hanya] menginginkan Orang yang dapat
memenuhi segala hasratnya
114/22
87. Ia ingin bertahan hidup hanya demi
engkau
116/30
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
88. Aku bingung memikirkan janji yang tak
engkau tepati
117/19
89. Ia bertekad Untuk mencari dan
menemukan puteranya
119/2
90. Majnun tidak [sedikit pun]
merasa
terganggu 120/13
91. Majnun menatap lelaki itu 120/19
92. Aku ingin Engkau tidak lagi pergi
mengembara
121/5
93. Engkau [akan] aman tinggal di rumah 121/6
94. Perasaannya mengembara mengenang rumah 122/7
95. [Selama ini] ia [telah] mengabaikan orang tua karena hatinya
telah tercuri oleh seorang
gadis
122/8
96. Majnun menyesal telah berbuat zalim pada
orang-orang yang tulus
mengasihinya
122/9
97. Syed Omri tidak [akan]
merasakan
kesedihan lagi 123/18
98. [Benarkah]
engkau
mencintai ku setulus jiwa 127/24
99. Dulu aku [masih] menaruh
harapan
Dapat memilikimu 127/29
100. Ia ingin melihat sendirian keanehan
itu
129/28
101. Mereka menganggap mu sebagai raja 132/8
102. Aku [amat] menginginkan kerelaannya 133/4
103. Aku mengasihi nya 133/5
104. Aku mencintai nya 133/5
105. Aku terlena dengan cintanya 133/12
106. Aku [akan tetap]
merindukan
bibirmu 138/16
107. Dia ingin dapat berjumpa langsung
dengan majnun
139/23
108. Ia bertekad Untuk bertemu majnun 139/24
109. [Mengapa]
engkau
tak hendak menyantap hidangan ini? 140/18
110. Engkau terpesona Oleh kemilau dunia 141/25
111. Salim mengerti apa yang sedang
berkecamuk didalam dada
pencinta itu
144/4
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

112. Ia berharap dapat mendengar suara
merdumu untuk mengobati
kesedihannya
151/3
113. Layla [sangat] ngin melihatmu tersenyum 151/8
114. [Apakah] engkau tidak ingin Keluar dari belenggu
kesedihan yang telah
memenjarakan hidupmu?
151/8
115. Ia berharap dapat berjumpa dengan
Layla
152/1
116. Ia ingin menjadi burung yang dapat
terbang
152/18
117. Aku [telah] dimabukkan Oleh rasa cinta 154/12
118. [Padahal] ia [masih] berharap dapat mendengar lebih
banyak lagi bait-bait syair
yang dapat menyenangkan
hati
156/8
119. Banyak orang ingin mencari gua tempat
persembunyian majnun
157/9
120. Ia [sangat] ingin Bertemu dengan majnun 158/1
121. Aku tidak mengharapkan yang lain 159/1
122. Ibnu Salam bangga bisa menyunting Layla 163/4
123. Ia berharap pertemuannya dengan qays
dapat mengobati
kesedihannya
170/2
124. Ia berharap kelak pemuda itu dapat
menyuntingnya
170/15
125. Ia [sangat]
mendambakan
sepeniggalannya dendam
dan amarah bani qhatibiah
tidak sampai
mencelakankan Qays
170/32
126. Layla [masih] ingin melindungi kekasihnya
yang gila dan liar
171/6
127. Majnun terkejut [alang-
kepalang]
melihat bujang layla datang
mengenakan pakaian
berkabung
174/1
128. [Dan] aku berharap Engkau dapat segera
melepaskan belenggu di
kakiku
175/32
129. Ia ingin tetap di sana selamanya 176/12


Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Tabel 5. Analisis Proses Mental Afeksi, Fenomena sebagai Subjek
No Fenomena Proses: Mental,
Afeksi
Pengindra Hlm./
Baris
1. (Bibir Layla) membahagiakan hati yang memandang 22/20
2. Kata-kata istrinya
itu
melegakan hati dan
menentramkan
pikiran Syed Omri 30/27
3. Mata air yang
jernih dan bersih
[selalu] menyejukkan hati (orang) yang
kehausan
32/9
4. Kata-kata Syed
Omri
menyinggung harga dirinya 33/9
5. Pesona wajahmu [akan] menarik hati gadis-gadis cantik 35/19
6. Kata-kata
ayahandanya itu
meresap [dalam hati] Majnun 122/6
7. Salim masih
berupaya
menyenangkan hati Majnun 140/14
8. Kali ini kenangan
akan sang ibu
meresahkan hatinya 143/14








Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Tabel 6. Analisis Proses Mental Kognisi, Pengindra sebagai Subjek
No Pengindra Proses : Mental,
Kognisi
Fenomena Hlm./
Baris
1. Manusia tidak pernah tahu rahasia di balik semua itu 4/13
2. Manusia tidak pernah sadar akan bahaya yang
tersembunyi
5/19
3. Manusia tidak pernah tahu Bahwa petaka yang
mengintai
5/20
4. Mereka tidak tahu bahwa asmara tersimpan
di dalam hati
11/4
5. Saat orang lain berpikir agar menjadi orang hebat 11/24
6. Dua kekasih itu [hanya] berpikir tentang cinta 11/25
7. Kedua insan itu [hanya]
memikirkan
diri sendiri 13/8
8. Tidak seorang pun menyadari Ketetapan cinta yang akan
terjadi
13/11
9. Keduanya tidak menyadari jika kisah asmara mereka 13/12
10. Qays menyadari bahwa Layla dipingit 14/19
11. Ia tidak lagi
mengenali
dirinya sendiri 18/7
12. Orang-orang [di
daerah itu]
tidak akan
mengetahui
suratan takdir yang sedang
berlaku
19/28
13. J iwa Layla [selalu] mengenang Qays 20/7
14. Hanya bebatuan
lembah yang bisa
memahami kesediahan hatinya 21/6
15. Ia [dapat dengan
leluasa]
membayangkan wajah Layla yang cantik 21/9
16. [Apakah] ia [masih]
memikirkan
diriku? 21/23
17. [Lama-kelamaan]
mereka
lupa Akan nama Qays 29/19
18. Mereka [hanya] mengenal lelaki itu sebagai Majnun 29/19
19. Lelaki itu berpikir Biasanya ibu lebih peka 30/4
20. Lelaki itu berpikir mana mungkin kumbang
tak tertarik pada putik
31/4
21. Kami memahami bahwa kegilaan bukanlah
dosa ataupun kejahatan
33/25
22. Mereka tidak [akan dapat]
memahami
hati yang sedang merana 40/13
23. Aku teringat akan dikau Layla 44/29
24. Dia yang terus mengingat cintaku 45/11
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

25. Mereka tidak pernah tahu keadaan yang
sesungguhnya
52/32
26. Aku tahu engkau terpenjara dalam
lingkungan keluarga yang
mengasihimu
54/13
27. Ku ingatkan dirimu 58/27
28. Engkau berpikir seekor semut yang kurus
bisa mengenyangkanmu
60/16
29. Ia berpikir suasana seperti ini dapat
menghibur majnun
61/11
30. Syed Omri tidak sadar Bahwa tak ada guna
membebaskan hati yang
telah terpenjara oleh cinta
61/18
31. Layla lupa akan kepedihan yang
mempermainkan jiwanya
76/5
32. Mereka berpikir keras agar penolakan itu tidak
sampai menyinggung
perasaan
82/28
33. [Niscaya] engkau [akan] mengingat nya (dia) sepanjang
hayatmu
91/5
34. Aku tahu engkau menderita 92/25
35. [Tidakkah] engkau tahu bahwa masa mudaku telah
aku korbankan demi
kekasihku Layla
93/5
36. Kedua pasukan itu belum sadar [juga] tidak tergerak sedikit pun
hati mereka untuk
menghentikan
pertumpahan darah
97/18
37. [Apakah] engkau tidak mengetahui makna kehormatan dalam
hati orang arab?
99/28
38. Seluruh wilayah
Arab
mengetahui kebajikan layla 99/32
39. Seluruh bangsa
Arab
akan mengingat keburukanku 101/7
40. Majnun mengenang layla dari dalam gua yang
kotor di lembah wadiyain
104/2
41. Layla teringat Nasib kekasihnya 109/16
42. Ia [berusaha]
memahami
apa yang sedang
berkecamuk dalam hati
Layla
111/4
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

43. Dia sudah tidak
memikirkan
mu 114/13
44. Mereka berpikir Dengan kkayaan yang
melimpah maka segala aib
akan mudah dienyahkan
114/20
45. [Coba] engkau renungkan saat kita bergembira, dia
bersedih
114/24
46. Ia [tidak bisa lagi] membayangkan masa depan cinta kasih
mereka
115/9
47. Ia masih meyakini cinta akan menyucikan
perbuatan yang salah
115/10
48. Dia [masih terus] mengingat mu mengucapkan janji
setia
116/24
49. Ia [terus berduka] mengenang dirimu 116/26
50. Aku [hanya] berpikir untuk menyerahkan
kehidupanku padamu
117/18
51. Yakub memikirkan Yusuf 118/3
52. Ia [sudah] tidak
mengenali
orang tua yang berjalan
tertatih-tatih
120/19
53. Majnun tak tahu kabar keadaan sang ayah 124/4
54. Ia terkenang akan perhatian tulus sang
ayah yang murah hati
125/3
55. [J anganlah] engkau lupa keadaan kalbuku 127/30
56. Ia berpikir bagaimana
mempertahankan
hidupnya
129/1
57. Ia harus tahu bahwa kehidupan gadis
arab milikmu tetap suci
136/26
58. Aku selalu teringat semua syairmu 137/10
59. Aku mengetahui engkau selalu menjaga
cawan cinta kita
138/20
60. [Seketika] ia [dapat] mengenali bahwa lelaki kotor dan
seperti mayat hidup itu
adalah majnun
140/2
61. Mereka mengetahui apa yang sebanarnya
diinginkan oleh orang
yang mengasingkan diri
itu
141/6
62. [Padahal] engkau belum mengetahui kenikmatan yang
sesungguhnya
141/26
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009

63. Engkau tidak [akan]
mengetahui
nikmatnya makanan
sebelum engkau
menyantapnya
141/27
64. J iwa Majnun yang
diliputi kegelapan
teringat akan rumah yang telah ia
tinggalkan
143/6
65. Ia ingat ibunya yang sudah tua dan
merana
143/10
66. Majnun terkenang kelembutan dan kasih
saying tulus yang
diberikan sang ibu
143/11
67. Lelaki itu berpikir mungkin dengan bertemu
sang ibu jiwa majnun
dapat terobati
144/9
68. Majnun menyimak [dengan
sungguh-sungguh]
kata-kata pemuda itu 158/21
69. Aku tahu engkau sedang bersedih
karena jauh dari
kekasihmu
160/16
70. Sang pemuda menyadari kesalahannya 161/10
71. Seorang pencinta [masih]
memikirkan
orang yang dicintai 171/4
72. Wanita itu [pasti] mampu
memahami
Duka derita jiwanya 171/14
73. Mereka mengenang cinta suci sang gadis pada
kekasihnya yang gila
173/21
74. Aku [akan tetap]
mengingat
pesona yang telah engkau
berikan
175/28
75. Binatang-binatang
itu
[baru] menyadari bahwa kematian telah
menjemput tuan mereka
setelah sekian lama
179/7










Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Lela Erwany : Perilaku Manusia Dan Proses Mental Dalam Novel Laila Majnun, 2009
Tabel 7. Analisis Proses Mental Kognisi, Fenomena sebagai Subjek
No Fenomena Proses: Mental
Kognisi
Pengindra Hlm./
Baris
1. Semuakeindahan itu mengingatkan ku [pada Layla] 63/12
2. Kata-kata syed Omri
yang diucapkan
dengan nada getir
seorang ayah yang
sudah memendam
rindu sekian lama itu
menyadarkan Majnun [dari mimpi] 120/26
3. Kesengsaraan tidak pernah
diketahui
oleh orang yang
sudah mati
122/26

Anda mungkin juga menyukai