Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia memiliki beberapa kebutuhan hidup tertentu yang harus
dipenuhi guna mempertahankan kehidupan dan kesehatannya, baik
kebutuhan fisiologis maupun psikologisnya. Kebutuhan manusia ini
bersifat heterogen, artinya pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan
yang sama, tetapi karena terdapat perbedaan budaya, kebutuhan itupun
ikut berbeda.
Sekitar tahun 1950, Abraham Maslow (psikolog dari Amerika)
mengembangkan teori tentang kebutuhan dasar manusia yang dikenal
dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Teori
ini membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 5 kelompok.
a. Kebutuhan Fisiologis (Physiologic needs)
Dalam Hierarki Maslow, kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan dasar dengan prioritas tertinggi. Contoh dari kebutuhan
fisiologis itu sendiri yaitu kebutuhan akan oksigen dan pertukaran
gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan), keseimbangan suhu,
eliminasi, aktivitas, istirahat dan tidur, serta kebutuhan sensual.
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety security needs)
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah
aman pada berbagai aspek, baik fisiologis seperti perlindungan diri
dari angin, dingin, panas, kecelakaan dan infeksi atau dalam aspek
psikologis seperti bebas dari rasa takut dan kecemasan, serta bebas
dari perasaan terancam.
c. Kebutuhan rasa cinta serta rasa memiliki dan dimiliki (Love and
belonging needs)
Contoh dari kebutuhan ini adalah seperti kebutuhan untuk memberi
dan menerima kasih sayang, kebutuhan untuk mendapat kehangatan,

7
8

mendapat persahabatan, serta kebutuhan untuk diterima oleh


kelompok sosial.
d. Kebutuhan harga diri (self-esteem needs)
Kebutuhan harga diri ini terkait dengan keinginan untuk
mendapatkan kekuatan meraih prestasi, kepercayaan diri,
kemerdekaan atau kemandirian, serta pengakuan dari orang lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (need for self actualization)
Kebutuhan aktualisasi diri ini meliputi kebutuhan mengenal dan
memahami diri serta potensi diri dengan baik, belajar memenuhi
kebutuhan sendiri, berdedikasi tinggi, dan tidak emosional serta
kreatif (Saputra, Lyndon. 2013).
2. Pengertian Oksigenasi
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital,
yang mana oksigen dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan
metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai sel, jaringan atau organ.
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) kedalam
sistem (kimia atau fisika). Penambahan oksigen kedalam tubuh dapat
dilakukan secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi
merupakan proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya.
Pada saat bernapas, tubuh menghirup udara untuk mengeluarkan karbon
dioksida ke lingkungan (Saputra, Lyndon. 2013).
3. Proses Fisiologis Dalam Oksigenasi
Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan
eksternal dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah
keseluruhan proses pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan
pembuluh kapiler paru (kapiler pulmonalis). Pernapasan internal adalah
proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh
(Saputra, Lyndon. 2013).
Proses respisari dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama yaitu
sebagai berikut:
9

a. Ventilasi pulmoner
Ventilasi merupakan proses pertukaran gas dari atmosfer ke
alveoli dan sebaliknya. Gas yang dihirup dari atmosfer ke alveoli
adalah oksigen, sedangkan gas yang dikeluarkan dari alveoli ke
atmosfer adalah karbon dioksida.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Perbedaan tekanan udara antara atmosfer dan paru-paru
2) Jalan napas yang bersih serta sistem pernapasan yang utuh
3) Kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan berkontraksi
dengan baik
4) Kerja sistem saraf autonomy, yaitu rangsangan simpatetik dapat
menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi,
sedangkan rangsangan parasimpatetik menyebabkan kontraksi
sehingga vasokontriksi dapat terjadi.
5) Kerja sistem saraf pusat, karena pada sistem saraf pusat terdapat
bagian yang berperan sebagai pusat pernapasan, yaitu medulla
oblongata dan pons. Keadaan karbon dioksida akan merangsang
kedua pusat saraf tersebut.
6) Kemampuan paru untuk mengembang (Comlience) dan
menyempit (Recoil). Comlience dipengaruhi oleh keberadaan
surfaktan di alveoli yang menurunkan tegangan permukaan dan
keberadaan sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan
gangguan toraks. Recoil merupakan kemampuan paru-paru
untuk menyempit sehingga dapat mengeluarkan CO2.
b. Difusi Gas
Pada saat oksigen memasuki alveoli, terjadi difusi oksigen dari
alveoli ke pembuluh darah kapiler paru. Selain itu, terjadi difusi
karbon dioksida dari pembuluh darah kapiler paru ke alveoli. Proses
difusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas
permukaan paru, ketebalam membran respirasi, perbedaan tekanan
karbon dioksida di dalam alveoli dan di kapiler paru, perbedaan
10

tekanan dan konsentrasi oksigen di dalam alveoli dan di kapiler paru,


serta afinitas gas (kemampuan O2 dan CO2 dalam menembus dan
mengikat hemoglobin).
c. Transpor Oksigen
Transpor gas di dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu transpor oksigen dan transpor karbondioksida.
1) Transpor oksigen
Transpor oksigen merupakan proses pengangkutan oksigen
dari pembuluh kapiler ke jaringan tubuh. Oksigen yang masuk ke
pembuluh kapiler sebagian besar akan berikatan dengan
hemoglobin (97%) dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2) dan
sisanya (3%) terlarut di dalam plasma. Transpor oksigen
dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru
(ventilasi) serta aliran darah ke paru dan jaringan (perfusi).
2) Transpor karbondioksida
Transpor karbondioksida merupakan proses pengangkatan
karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Secara umum
pengangkutan CO2 dapat terjadi melalui 3 cara yaitu:
a) CO2 larut dalam plasma dan membentuk asam karbonat
(H2CO3). Persentase pengangkutan dengan cara seperti ini
hanyalah sebesar 5%.
b) CO2 diangkut dalam bentuk karbominohemoglobin. CO2
berdifusi ke dalam sel darah merah dan berikatan dengan
amin (-NH2) yang merupakan protein dari hemoglobin.
Persentase pengangkutan dengan cara ini adalah sebesar
30%.
c) CO2 diangkut melalui sel darah merah dalam bentuk ion
bikarbonat (HCO3⁻ ). Proses ini berantai dan disebut
pertukaran klorida. Persentase pengangkutan dengan cara
ini adalah sebesar 65%.
11

4. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi


a. Kerja Saraf Autonomy
Rangsangan saraf autonomy dapat memengaruhi
kemampuan saluran pernapasan untuk dilatasi atau kontriksi.
Ketika terjadi rangsangan oleh saraf simpatetik, ujung saraf dapat
mengeluarkan neurotransmitter (contohnya noradrenalin) yang
berpengaruh terhadap bronkodilatasi (pelebaran saluran
pernapasan). Pada saat terjadi rangsangan oleh saraf
parasimpatetik, contoh neurotransmitter yang dikeluarkan oleh
ujung saraf adalah asetilkolin yang berpengaruh terhadap
bronkokonstriksi atau penyempitan saluran pernapasan (Saputra,
Lyndon. 2013).
b. Hormon Dan Medikasi
Semua hormon dari derivate catecholamine dapat
memperlebar saluran pernapasan. Kemudian beberapa jenis obat-
obatan juga dapat memperlebar saluran pernapasan misalnya sulfas
atropine dan ekstrak belladonna. Contoh obat yang dapat
mempersempit saluran pernapasan adalah beta-2 yang merupakan
obat penghambat adrenergic tipe beta (Saputra, Lyndon. 2013).
c. Kondisi Kesehatan
Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi
dalam tubuh seperti hal-nya penyakit saluran pernapasan, penyakit
kardiovaskular, serta penyakit kronis seperti Gagal Ginjal Kronik.
Reaksi alergi terhadap sesuatu juga dapat menyebabkan gangguan
pernapasan misalnya bersin, batuk, dan sesak napas (Saputra,
Lyndon. 2013).
d. Usia Dan Tahap Perkembangan
sistem pernapasan dan sistem kekebalan tubuh yang tidak
sempurna diikuti ukuran jantung lebih kecil menjadikan anak-anak
kecil beresiko lebih besar terhadap gangguan oksigenasi. Orang
dewasa lanjut juga beresiko mengalami gangguan oksigenasi
12

karena kapasitas fungsional paru-paru dan jantung berkurang


seiring pertambahan usia seseorang (Vaughans, 2013).
e. Perilaku Dan Gaya Hidup
Contoh perilaku dan gaya hidup yang dapat memengaruhi
fungsi pernapasan adalah pola makan yang tidak baik sehingga
menyebabkan obesitas atau malnutrisi, kebiasaan berolahraga,
ketergantungan zat adiktif, emosi, dan kebiasaan merokok
(Saputra, Lyndon. 2013).
f. Lingkungan
Beberapa kondisi lingkungan seperti suhu, ketinggian dan
polusi udara dapat mempengaruhi pernapasan. Suhu lingkungan
dapat memengaruhi afinitas (kekuatan) ikatan Hb dan O 2.
Kemudian pada daerah yang tinggi, tekanan oksigennya semakin
rendah sehingga makin sedikit oksigen yang dapat dihirup oleh
individu yang berada di daerah tersebut. Akibatnya, individu yang
tinggal di daerah dataran tinggi memiliki laju pernapasan, denyut
jantung, serta kedalaman pernapasan yang lebih tinggi daripada
individu yang tinggal di dataran rendah.
Sedangkan polusi udara seperti debu dan asap dapat
menyebabkan reaksi alergi maupun berbagai gangguan pernapasan
lain bagi orang yang menghirupnya (Saputra, Lyndon. 2013).
5. Masalah Kebutuhan Oksigenasi
Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak
terlepas dari adanya gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan atau
respirasi baik pada anatomi maupun fisiologi. Berikut ini beberapa
masalah kebutuhan oksigenasi:
a. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kebutuhan oksigen di dalam
tubuh tidak terpenuhi karena kadar oksigen di lingkungan tidak
mencukupi atau penggunaan oksigen di tingkat sel meningkat.
Hipoksia dapat disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan sel
13

mengikat O2 serta penurunan kadar Hb, kapasitas angkut oksigen


dalam darah, konsentrasi O2 respirasi, difusi O2 dari alveoli ke
dalam darah, dan perfusi jaringan. Gejala hipoksia antara lain
terdapat warna kebiruan pada kulit (sianosis), kelelahan,
kecemasan, pusing, kelemahan, penurunan tingkat kesadaran dan
konsentrasi, peningkatan tanda-tanda vital, seta dispenia atau
kesukaran bernapas (Saputra, Lyndon. 2013).
b. Perubahan Pola Napas
1) Takipnea, merupakan frekuensi pernapasan yang cepat
(lebih dari 24 kali per menit). Takipnea terjadi karena paru
dalam keadaan atelektasi atau terjadi emboli. Kondisi ini
biasanya dapat terlihat pada kondisi demam, asidosis
metabolik, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau
hipoksemia.
2) Bradipnea, merupan frekuensi pernapasan yang lambat
(kurang dari 10 kali per menit). Bradipnea dapat terlihat
pada orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti
narkotika atau sedative, pada kasus alkalosis metabolik,
atau peningkatan TIK.
3) Apnea, yaitu henti napas.
4) Hipoventilasi, penurunan jumlah udara yang masuk
kedalam paru-paru karena ventilasi alveolar tidak adekuat
untuk mencukupi kebutuhan metabolik penyaluran O2 dan
pembuangan CO2. Hipoventilasi ditandai dengan nyeri
kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, dan
ketidakseimbangan elektrolit. Kondisi ini umumnya
disebabkan oleh penyakit otot pernapasan, obat-obata, dan
anastesi.
5) Hiperventilasi, peningkatanjumlah udara yang masuk ke
dalam paru-paru karena kecepatan ventilasi melebihi
kebutuhan metabolik untuk pembuangan karbon dioksida.
14

Kondisi ini ditandai antara lain dengan peningkatan denyut


nadi, napas pendek, dada nyeri, dan penurunan konsentrasi
CO2. Jika kondisi ini terus berlanjut, dapat terjadi alkalosis
akibat pengeluaran CO2 yang berlebihan. Hiperventilasi
umumnya disebabkan oleh infeksi, gangguan psikologis
(misalnya kecemasan), dan gangguan keseimbangan asam
basa (misalnya asidosis).
6) Pernapasan kussmaul, merupakan pola pernapasan yang
cepat dan dangkal yang umumnya ditemukan pada
penderita asidosis metabolik. Kondisi ini merupakan salah
satu bentuk hiperventilasi.
7) Dispnea, ketidakmampuan atau ketidaknyamanan saat
bernapas. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar
gas dalam darah atau jaringan, bekerja berlebihan dan
pengarus psikologis.
8) Ortopnea, merupakan ketidakmampuan untuk bernapas,
kecuali dalam posisi duduk atau berdiri. Kondisi ini sering
ditemukan pada penderita kongestif paru.
9) Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi akibat
penyempit saluran pernapasan. Kondisi ini dapat ditemukan
pada kasus spasme atau obstruksi laring.
10) Cheyne stroke, merupakan kelainan fungsi pernapasan yang
ditandai dengan siklus pernapasan dengan amplitude mula-
mula naik, turun, berhenti kemudian mulai siklus baru lagi.
c. Obstruksi Jalan Napas
Obstruksi jalan napas merupakan kondisi ketika pernapasan
berjalan tidak normal karena penyumbatan saluran pernapasan.
Obstruksi ini dapat terjadi total atau sebagian serta dapat terjadi di
seluruh tempat di sepanjang saluran pernapasan atau hanya di
saluran napas atas atau bawah.
15

Obstruksi pada saluran napas atas (hidung, faring, dan


laring) dapat disebabkan oleh makanan atau akumulasi secret.
Obstruksi saluran napas bawah meliputi obstruksi total atau
sebagian pada saluran napas bronkus dan paru.
Tanda-tanda obstruksi jalan napas antara lain batuk tidak
efektif, tidak dapat mengeluarkan sekresi di jalan napas, jumlah,
irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal, serta suara napas
menunjukkan adanya sumbatan.
d. Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas merupakan suatu keadaan dimana
terjadi ketidakseimbangan antara oksigen yang dihirup dengan
karbondioksida yang dikeluarkan pada pertukaran gas antara
alveoli dan kapiler. Penyebabnya bisa karena perubahan membrane
alveoli, kondisi anemia, proses penyakit, dan lain-lain (asmadi.
2009).
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan.
Kegiatan yang dilakukan saat pengkajian adalah mengumpulkan data,
memvalidasi data, pengorganisasian data dan mencatat data yang
diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk perumusan Diagnosis
keperawatan dan mengembangkan rencana keperawatan sesuai
kebutuhan pasien serta melakukan implementasi keperawatan (Dinarti,
dkk. 2009)
Informasi yang didapat dari klien di rumah sakit dikategorikan
menjadi data subjektif dan data objektif. Data subjektif adalah data
yang didapatkan melalui wawancara dimana wawancara itu sendiri bisa
melalui 2 cara, pertama autoanamnesa, yaitu wawancara dengan klien
langsung. Kedua, alloanamnese yaitu wawancara dengan
keluarga/orang terdekat. Data yang didapatkan berupa: identitas klien,
16

riwayat kesehatan klien, keluhan klien, pola koping, aktivitas sehari-


hari klien, serta masalah psikososial klien.
Data objektif merupakan data yang diperoleh melalui hasil
observasi atau pemeriksaan. Dapat dilihat, dirasa, didengar atau dicium.
Disebut juga sebagai tanda atau gejala (Deswani, 2009).
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigen meliputi:
a. Identitas klien
Mulai dari nama klien, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,
status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, no MR dan
Diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama akan membantu dalam mengkaji pengetahuan
klien tentang kondisi saat ini dan menentukan prioritas intervensi.
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien gagal ginjal kronik
dengan gangguan kebutuhan oksigen dan karbon dioksida adalah
sesak napas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang di mulai dengan perawat
menanyakan tentang perjalanan penyakit sejak timbul keluhan
hingga klien meminta pertolongan dan dilakukannya pengkajian
saat itu. Misalnya, sejak kapan keluhan di rasakan, berapa lama dan
berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya
keluhan, dimana pertama kali keluhan timbul, apa yang dilakukan
ketika keluhan terjadi, keadaan apa yang memperberat dan
memperingan keluhan, adakah usaha mengatasi keluhan ini
sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidakkah usaha
tersebut dan sebagainya.
Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada klien sedetail-
detailnya, dan semuanya diterangkan pada riwayat penyakit
sekarang. Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan
17

pada setiap gejala adalah lama timbulnya, (durasi), lokasi


penjalarannya, sifat keluhan, berat ringannya, mula timbulnya,
serta faktor-faktor yang memperingan atau memperberat, dan
gejala yang menyertainya.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di alami klien seperti Hipertensi,
Diabetes Melitus, Tuberkulosis, dan Penyakit Jantung.
e. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi
empat teknik , yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
1) Inspeksi
a) Tingkat kesadaran pasien
b) Postur tubuh
c) Kondisi kulit dan membran mukosa
d) Bagian dada (misalnya kontur rongga interkosta, diameter
antero posterior, struktur toraks, dan pergerakan dinding
dada)
e) Pola napas, meliputi:
(1) Tipe jalan napas, meliputi napas spontan melalui
hidung/ mulut atau menggunakan slang
(2) Frekuensi dan kedalaman pernapasan, pernapasan
cuping hidung
(3) Sifat pernapasan, yaitu pernapasan torakal,
abdominal, atau kombinasi keduanya
(4) Irama pernapasan, meliputi durasi inspirasi dan
ekspirasi
(5) Ekspansi dada secara umum
(6) Adanya sianosis, deformitas, atau jaringan parut pada
dada
18

2) Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi nyeri tekan,
peradangan setempat, atau pembengkakan dan benjolan pada
dada. Palpasi dilakukan antara lain untuk mengetahui suhu
kulit, pengembangan dada, abnormalitas massa dan kelenjar,
sirkulasi perifer, denyut nadi serta pengisian kapiler.
3) Perkusi
Perkusi bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk
organ dalam serta untuk mengkaji keberadaan abnormalitas
cairan atau udara di dalam paru-paru. Suara perkusi normal
adalah suara perkusi sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”.
Suara perkusi yang redup terdapat pada penderita
infiltrate, konsolidasi, dan efusi pleura. Suara perkusi yang
pekak atau kempis (suara seperti ketika kita memperkusi paha)
terdengar apabila perkusi dilakuan di atas daerah yang
mengalami atelectasis, atau dapat juga terdengar pada rongga
pleura yang terisi oleh nanah, tumor pada permukaan paru,
atau fibrosis paru dengan penebalan pleura. Hipersonan atau
bunyi drum dapat ditemukan pada penyakit tertentu, misalnya
pneumonia dan emfisema.
4) Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang
dihasilkan di dalam tubuh. Bagian yang diperhatikan adalah
nada, intensitas, durasi, dan kualitas bunyi. Auskultasi
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat suara napas yang
tidak normal.
Suara napas dasar adalah suara napas pada orang dengan
paru yang sehat. Suara napas ini dibagi menjadi tiga macam,
yaitu bunyi napas vesicular, bronkial, dan bronkovesikular.
Bunyi napas vesicular bernada rendah, terdengar di sebagian
besar area paru, serta suara pada saat inspirasi lebih keras dan
19

lebih panjang daripada saat ekspirasi. Bunyi napas bronkial


hanya terdengar di daerah trakea, bernada tinggi, serta keras
dan panjang pada saat ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikular
terdengar pada area utama bronkus dan area paru bagian kanan
atas posterior, bernada sedang, serta bunyi pada saat ekspirasi
dan inspirasi seimbang.
Suara napas tambahan adalah suara yang terdengar pada
dinding toraks yang disebabkan oleh kelainan dalam paru,
termasuk bronkus, alveoli dan pleura. Contoh suara napas
tambahan adalah rales dan ronkhi. Bunyi rales bernada
pendek, kasar, dan terputus-putus karena jeratan udara secret
selama fase inhalasi, ekhalasi, atau batuk. Suara ronkhi adalah
suara yang berasal dari brokhi yang disebabkan oleh
penyempitan lumen bronkus. Suara mengi (wheezing)
merupakan ronkhi kering yang tinggi, dengan nada yang
terputus-putus.
f. Pemeriksaan Diagnostik
Macam macam pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
pada pasien yang mengalami masalah oksigenasi, yaitu:
1) Penilaian ventilasi dan oksigenasi, contohnya uji fungsi paru,
pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, dan pemeriksaan
darah lengkap.
2) Tes struktur sistem pernapasan, contohnya rontgen dada,
bronkoskopi, dan scan paru. Rontgen dada dilakukan untuk
melihat lesi paru pada penyakit tuberculosis, mendeteksi
keberadaan tumor atau benda asing, pembengkakan paru,
penyakit jantung, dan untuk melihat struktur yang tidak
normal.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai
status kesehatan atau masalah aktual atau resiko dalam rangka
20

mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk


mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan
klien yang ada pada tanggung jawabnya (carpenito 1983 dalam
tarwoto dan wartonah. 2010)
Menurut standar diagnosis keperawatan Indonesia (2017)
Diagnosis keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi
diantaranya adalah:
a. Gangguan Pertukaran Gas
b. Pola Napas Tidak Efektif
3. Perencanaan keperawatan
a. Gangguan Pertukaran Gas
1) Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigen dan atau eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolar-kapiler
2) Penyebab
a) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b) Perubahan membrane alveolus-kapiler
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Dispnea
b) Objektif
(1) PCO₂ meningkat/menurun
(2) PO₂ menurun
(3) Takikardia
(4) Ph arteri meningkat/menurun
(5) Bunyi napas tambahan
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(1) Pusing
(2) Penglihatan kabur
b) Objektif
21

(1) Sianosis
(2) Diaphoresis
(3) Gelisah
(4) Napas cuping hidung
(5) Pola napas abnormal
(6) Warna kulit abnormal
(7) Kesadaran menurun

Table 2.1 intervensi masalah keperawatan Gangguan Pertukaran Gas


Intervensi utama Intervensi pendukung
Pemantauan Respirasi Dukungan berhenti merokok
Observasi Dukungan ventilasi
Monitor frekuensi, irama, Edukasi berhenti merokok
kedalaman dan upaya napas Edukasi pengukuran respirasi
Monitor pola napas (bradipnea, Dukasi fisioterapi dada
takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Fisioterapi dada
cheyne-stokes, biot, ataksik) Insersi jalan napas buatan
Monitor kemampuan batuk efektif Konsultasi via telepon
Monitor adanya produksi sputum Manajemen ventilasi mekanik
Monitor adanya sumbatan jalan Pencegahan aspirasi
napas Pemberian obat
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil X-ray toraks

Terapeutik
Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Terapi Oksigen

Observasi
Monitor kecepatan aliran oksigen
Monitor posisi alat terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara
periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
Monitorefektifitas terapi oksigen
22

(missal. Oksimetri, analisa gas


darah), jika perlu
Monitor kemampuan melepaskan
oksigen saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen dan atelectasis
Monitor tingkat kecemasan akibat
terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung
akibat pemasangan oksigen

Teraupetik
Bersihkan secret pada mulut,
hidung, dan trakea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas
Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
Berikan oksigen tambahan jika
perlu
Tetap berikan oksigen saat pasien
di transportasi
Gunakan perangkat oksigen sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien

Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah

Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur

b. Pola Napas Tidak Efektif


1) Definisi
inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi yang adekuat
2) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskuler
f) Gangguan neurologis
23

g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma
m) Cedera pada medulla spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
Dispnea
b) Objektif
(1) Penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Fase ekspirasi memanjang
(3) Pola napas abnormal
4) Gejala dan tanda minor
a) Sebjektif
Ortopnea
b) Objektif
(1) Pernapasan pursed-lip
(2) Pernapasan cuping hidung
(3) Diameter toraks anterior-posterior meningkat
(4) Ventilasi semenit menurun
(5) Tekanan ekspirasi menurun
(6) Tekanan inspirasi menurun
(7) Ekskursi dada berubah
24

Table 2.2 intervensi masalah keperawatan pola napas tidak efektif


Intervensi utama Intervensi pendukung
Pemantauan Respirasi Dukungan berhenti merokok
Observasi Dukungan ventilasi
Monitor frekuensi, irama, Edukasi berhenti merokok
kedalaman dan upaya napas Edukasi pengukuran respirasi
Monitor pola napas (bradipnea, Dukasi fisioterapi dada
takipnea, hiperventilasi, Fisioterapi dada
kussmaul, cheyne-stokes, biot, Insersi jalan napas buatan
ataksik) Konsultasi via telepon
Monitor kemampuan batuk efektif Manajemen ventilasi mekanik
Monitor adanya produksi sputum Pencegahan aspirasi
Monitor adanya sumbatan jalan Pemberian obat
napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil X-ray toraks
Terapeutik
Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

Manajemen Jalan Napas


Observasi
Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)

Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-titl dan chin-
lift (jaw thrust jika curiga trauma
servikal)
Posisikan semifowler atau fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
Lakukan penghisapan lender
kurang dari 15 detik
25

Lakukan hiperoksigenasi sebelum


penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forcep mcgill
Berikan oksigen jika perlu

Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

4. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanakan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik (lyer et al., 1996
dalam nursalam 2009).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari
hasilnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan
perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan.
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis yang disebut juga penyakit ginjal kronis (CKD,
Chronic kidney disease) ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang
cukup besar, yaitu biasanya hingga kurang dari 20% nilai GFR yang
normal, dalam periode waktu yang lama, biasanya > 6 bulan (Saputra,
Lyndon. 2013).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat pada setiap nefron, biasanya berlangsung
beberapa tahun dan tidak reversible (Nanda Nic Noc. 2015)
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang menyebabkan
fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak
26

mampu melakukan fungsinya dengan baik (Cahyaningsih, 2009.


Dalam e-Kp belian, dkk. 2017).
2. Etiologi

Table 2.3 Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Klasifikasi penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonephritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefroklerosis benigna
Nefroklerosis maligna
Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik
Poliarteritis nodosa
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic Diabetes mellitus
Goat
Hiperparatiroidisme
Amyloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas:
batu, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertrofi prostat struktur uretra,
anomaly congenital, leher
vesika urinaria dan uretra

3. Manifestasi klinis
a. Manifestasi klinik menurut Nahas & Levin (2010). (Dalam jurnal
keperawatan martin. 2017).
1) Gangguan kardiovaskuler
Nyeri dada, sesak nafas akibat pericarditis, effuse
perikardiak, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,
gangguan irama jantung dan edema.
2) Gangguan pulmoner
Napas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan
riak, suara krekels.
3) Gangguan gastrointestinal
27

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan


metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, napas bau
ammonia.
4) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom, burning feet syndrome, tremor, dan
miopati.
5) Gangguan integument
Kulit berwarna pucat akibat anemia, kuku tipis dan rapuh
6) Gangguan endokrin
Libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore.
7) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Retensi garam dan air, asidosis, hyperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
b. Menurut perjalanan klinisnya (NANDA NIC NOC. 2015)
1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun
GFR dapar menurun hingga 25% dari normal
2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami
polyuria dan nokturia, kadar creatinin dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik
(lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
kejang kejang sampai koma). Yang ditandai dengan GFR
kurang dari 5-10 ml/menit. Kadar serum creatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia, dan gejala
yang komplek.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi
maka perlu pemeriksaan penunjang diantaranya:
28

a. Laboratorium
1) Kadar BUN kreatinin serum, natrium, dan kalsium meningkat
2) Analisa gas darah arteri menunjukan penurunan pH arteri dan
kadar bikarbonat
3) Kadar hematocrit dan hemoglobin rendah, masa hidup sel
darah merah berkurang
4) Muncul defek trombositomia dan trombosit ringan
5) Sekresi aldosterone meningkat
6) Analisa gas darah menunjukan asidosis metabolic
7) Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urin
ditemukan sedimentasi, leokosit, sel darah merah dan Kristal.
b. Biopsy ginjal memungkinkan identifikasi histologis dari proses
penyakit yang mendasari
c. EEG menunjukan dugaan perubahan ensefalopati metabolic
29

5. Pathway

Infeksi Saluran Kermis Penyakit Metabolic (DM) Nefropat Toksik

Penyakit Vaskuler Hipertensi Gangguan Jaringan Ikat Gangguan Kongenital

GAGAL GINJAL KRONIK

Renin meningkat Proteinuria Penurunan fungsi Peningkatan


Penurunan laju infiltrasi glomelurus
ginjal kadar kreatinin
dan BUN serum

Ginjal tidak mampu Angiotensi I Kadar protein Asotemia


mengencerkan urin sec. meningkat dalam darah turun Penurunan
maksimal fungsi
ginjalProduksi
Angiotensi I Kadar protein eritropotin
menurun Syndrom uremia
meningkat dalam darah turun

Produk urin
turun dan Angiotensin II Penurunan Organ GI
kepekatan urin Peningkatan
meningkat Na& K meningkat tekanan
Cairan keluar ke Penurunan
osmotik
Vasikontrisi ekstravaskuler pembentukan
pembuluh eritrosit
Disurisia Di kulit
darah
/ anuria edema (pruritus)
Tekanan darah
meningkat Anemia
Masuk ke
Mual muntah
vaskuler

Dx : Intoleransi
aktivitas
Berikan NaOH
dengan air

Peningkatan Vol. vaskuler Dx : Perubahan


nutrisi kurang
Beban jantung dari kebutuhan
Tekanan hidrostatik meningkat
meningkat

Sifat semi permiable


pembuluh darah Dx : Risiko
Dx : Perubahan
meningkat penurunan
pola nafas
curah Jantung
ekstravasas
i
Dx : Kelebihan
edema vol. cairan

Edema
30

Anda mungkin juga menyukai