Anda di halaman 1dari 13

Mercatoria Vol. 8 No.

2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM
DALAM PENGEMBALIAN ASET HASIL KORUPSI DI INDONESIA

Jamillah
Universitas Medan Area
Jamillah@yahoo.com

ABSTRAK

Korupsi dapat merusak fondasi ekonomi di suatu negara. Hal ini disebabkan tindakan korupsi
telah mengambil uang sebagai aset negara dengan jumlah yang tidak sedikit, sehingga
memberi dampak salah satunya adalah negara akan merasa sulit untuk meningkatkan
pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Setiap pelaku tindakan korupsi harus
bertanggung jawab untuk mengembalikan hasil korupsi sebagai aset negara ke negara itu
sendiri. Negara khususnya Indonesia memiliki undang-undang yang dapat digunakan sebagai
instrumen untuk mengembalikan aset keuangan negara yang telah dikorupsi, sedangkan
instrumen hukum yang digunakan adalah Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Hukum
Administrasi Negara. Di dalam Hukum Pidana, aset hasil korupsi dapat disita dilelang dan
dijual. Menurut Hukum Perdata, negara dapat mengklaim kompensasi terhadap para pelaku
korupsi (koruptor), sedangkan dari Hukum Administrasi Negara, pejabat yang bersangkutan
harus bertanggung jawab untuk mengembalikan aset negara akibat perbuatan melawan
hukum (korupsi) yang telah dilakukan oleh pejabat tersebut.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban Hukum, Kewajiban Pengembalian Aset, Korupsi

ABSTRACT

Corruption can undermine the economic foundation of a state. It is because corruption has taken
money as asset of a state with not less amount, it give one of the the impacts is state will feel find
it is difficult to improve construction for the public wefare. Each of the perpretators of corruption
should be responsible for recovering the proceeds of corruption as asset of a state to the state
itself. States, especially in Indonesia have regulation which can be use as an instrument to restore
the state’s financial asset which have been corrupted, whereas the legal instrument used such as
criminal law, civil law, and administrative law. In criminal law, the asset of proceesed of
corruption can be seized, uctioned and sold. In civil law, the state can claim compensation to the
perpretator of corruption (corruptor), while in Administrative law, the officer must be responsible
for recovering of state assets as a result of an unlawful act (corruption) which has be done by the
officer.

Keywords: Legal Liability, Obigation of Asset Recovery, Corruption

I. Pendahuluan bahwa ternyata persoalan korupsi telah


Di era reformasi ini persoalan korupsi melibatkan banyak pihak yaitu mulai pegawai
telah menjadi perhatian semua pihak, bukan pemerintah rendahan sampai pejabat
saja bagi pemerintah akan tetapi seluruh Lembaga Negara, para Menteri dan
elemen masyarakat juga ikut mengamati dan sebagainya. Keberadaan KPK yang lahir
memperhatikannya. Munculnya kasus melalui UU No. 30 Tahun 2002 tentang
Komjen Budi Gunawan, calon Kapolri yang Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan
ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi salah satu upaya dan keseriusan pemerintah
Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal untuk memberantas koruptor (Lihat Harian
25 Januari 2015 menjadikan daftar panjang Waspada. hlm. A-1), meskipun sebelumnya

163
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

pemberantasan korupsi telah dilakukan korupsi telah dimunculkan, setidaknya antara


melalui lembaga lain yaitu Kepolisian dan tahun 1999-2005 antara lain, Kepres No.127
Kejaksaan. tahun 1999 tentang pembentukan Komisi
Korupsi di Indonesia saat ini sudah KPKN dan Sekretariat Jenderal Komisi
sampai pada titik yang tidak dapat ditolelir. Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara
Begitu mengakar, membudaya, dan Negara, Kepres No.81 Tahun 1999 tentang
sistematis. Kerugian Negara atas Pembentukan KPKPN, Tap MPR
menjamurnya praktek korupsi sudah tidak No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
terhitung lagi. Jika tahun 1993 Soemitro negara yang bersih dan bebas dari KKN, PP
Dojohadikusumo menyebutkan bahwa No. 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara
kebocoran dana pembangunan antara tahun Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara
1989-1993 sekitar 30 % dan hasil penelitian Negara, PP No. 97 Tahun 1999 tentang Tata
World Bank bahwa kebocoran dana Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan
pembangunan mencapai 45 %, maka saat ini Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa, PP
sepertinya jumlah tersebut sudah meningkat No.68 Tahun 1999 tentang Tata Cara
drastic. Hal tersebut menyebabkan Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam
munculnya istilah bahwa korupsi sudah Penyelenggaraan Negara, PP No.19 Tahun
menjadi extra ordinary crime.1 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan
Tingkat korupsi di Negara Indonesia Tindak Pidana Korupsi, Kepres No.73 Tahun
sudah teramat parah bahkan menurut hasil 2003 tentang Pembentukan Panitia Seleksi
penelitian Transparancy International, Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan
selama 5 (lima) tahun berturut-turut mulai Tindak Pidana Korupsi, Inpres No.5 Tahun
Tahun 1995 sampai dengan Tahun 2000, 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Indonesia selalu menduduki posisi 10 Tindak Pidana Korupsi, Kepres No.45 Tahun
(sepuluh) besar negara paling korup di dunia. 2004 tentang Pengalihan Organisasi,
Berdasarkan penelitian Political and Administrasi dan Finansial Sekjen KPKPN ke-
Economic Risk Consultancy (PERC) Tahun Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
1997, Indonesia menempati posisi negara Korupsi, Kepres No.59 Tahun 2004 tentang
terkorup di Asia. Pada Tahun 2001 peringkat Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana
Indonesia menjadi negara terkorup ke-2 di Korupsi Pada Pengadilan Negeri Jakarta
Asia setelah Vietnam.2 Pusat, serta Instruksi Presiden (Inpres) No. 5
Perangkat undang-undang yang Tahun 2005 tentang Percepatan
bekaitan dengan tindak pidana korupsi yang Pemberantasan Korupsi.3
digunakan oleh negara sudah termaktub Korupsi merupakan salah satu tindak
dalam tiga undang yaitu Undang-Undang pidana khusus di luar Kitab Undang-Undang
No.3 tahun 1971 tentang pemberantasan Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku
tindak pidana korupsi, Undang-Undang No.31 berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun
tahun 1999 tentang pemberantasan tindak 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
pidana korupsi, serta Undang-Undang No.20 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
tahun 2001 tentang perubahan atas Undang- Korupsi, meskipun undang-undang ini
Undang No.31 tahun 1999. Kemudian diberlakukan sejak tahun 1999, namun
sejumlah isi hukum (contents law) atau sebenarnya persoalan korupsi di Indonesia
produk hukum terkait dengan masalah boleh dikatakan sudah berlangsung cukup

1 Naskah Akademik Rancangan Undang- Political and Economic Risk Consultancy dalam
Undang Pengadilan Korupsi, Tim Gabungan Adnan Buyung Nasution,”Prinsip-prinsip Umum
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Lembaga Pengadilan yang Baik,” Makalah disampaikan pada
Kajian dan Advokasi untuk Independen Peradilan Lokakarya mengenai Pengadilan Khusus Korupsi
(LeiP), Masyarakat Transparansi Indonesia di Jakarta, 19-20 Juni 2001
(MTI) Pusat Studi Hukum dan Kebijakan 3 Maulana Janah, Menemukan Akar
Indonesia (PSHK) , Jakarta Juli 2001 Permasalahan Korupsi, Dept. Kebijakan Publik
2 Mustakim, Kendala-Kendala Korupsi di KAMMI Pusat, Dipublikasikan: 26/09/2005
Indonesia ditiinjau dari Sosiologi Hukum, Makalah 12:17:01
Sosiologi Hukum 2007. Lihat juga hasil Penelitian

164
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

lama, bahkan sejak di zaman kerajaan dan di berlaku. Akan tetapi apabila hal tersebut
masa pemerintahan Hindia Belanda di abad tidak ditentukan lain maka yang berlaku
ke 18 dan abad ke 19, persoalan korupsi telah adalah ketentuan yang diatur dalam Undang-
ada yaitu runtuhnya perusahaan undang No. 8 tahun 1981. Pengecualian atas
multinasional VOC (Vereenigde Ostindishe ketentuan tertentu melalui penggunaan asas
Compagnie). Hal tersebut merupakan satu hukum lex specialis derogat legi generalis.
bukti bahwa disebabkan karena korupsi telah Hukum yang berkaitan dengan
terjadi di perusahaan ini. Penanganan masalah korupsi di Indonesia dapat dilihat
masalah korupsi juga telah dilakukan bukan dari 3 (tiga) dimensi. Pertama, jika dilihat dari
saja secara nasional menurut ketentuan dari objeknya, korupsi berkaitan dan tidak dapat
masing-masing negara, akan tetapi telah dilepaskan dengan keuangan Negara, sebab
dilakukan secara internasional yaitu melalui kerugian langsung dari tindakan korupsi itu
berbagai konvensi baik melalui perjanjian adalah negara, karena uang negaralah yang
bilateral maupun multilateral. diambil oleh pelaku korupsi dengan cara
Proses peradilan terhadap perkara melawan hukum. Dengan demikian,
tindak pidana korupsi dilaksanakan dengan berhubung korupsi menyangkut keuangan
menggunakan Undang-Undang No. 31 Tahun negara, sedangkan keuangan negara meliputi
1999 tentang tentang Pemberantasan Tindak APBN, APBD, keuangan pada Perusahaan
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah Jawatan, Perusahaan Umum, Perusahaan dan
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun sebagainya, maka jelas korupsi erat
2001 tentang Perubahan atas Undang- hubungannya dengan Hukum Administrasi
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Negara. Kedua, jika dilihat dari sanksinya,
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bagi pelaku korupsi (koruptor) dapat
Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Tentang dipidana kurungan penjara sebagaimana
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana ditentukan undang-undang, dengan demikian
Korupsi dan Undang-Undang No. 8 tahun persoalan korupsi tidak dapat dilepaskan
1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). dengan hukum pidana. Ketiga, jika dilihat dari
Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tanggung jawabnya, pelaku korupsi harus
merupakan ketentuan khusus mengenai tetap bertanggung jawab dengan tetap
hukum acara pengadilan tindak pidana mengganti rugi untuk mengembalikan uang
korupsi. Sedangkan KUHAP merupakan hasil korupsinya kepada negara, dalam hal
ketentuan yang bersifat umum dalam hukum ganti rugi berarti terkait hukum perdata
acara pidana di peradilan umum. Dalam terhadap tindak korupsi ini. Persoalan
pelaksanaannya, ketiga undang-undang korupsi tidak dapat dilepaskan dengan
tersebut saling melengkapi. Hal ini dengan hukum administrasi negara, hukum pidana
tegas dinyatakan dalam Pasal 26 Undnag- dan hukum perdata, sehingga dalam
Undang No. 31 Tahun 1999, Pasal 38 ayat (1) penyelesaian masalah korupsi terutama
Undang-undang No. 30 tahun 2002 dan dalam berkaitan dengan pertanggung jawaban
Pasal 39 ayat (1) dan Pasal 62 Undang- pengembalian aset negara ini tentu pula
undang No. 30 tahun 2002. harus melalui ketiga aspek hukum tersebut.
Ketentuan di atas menandakan Pengembalian aset hasil korupsi
berlakunya asas hukum lex specialis derogat merupakan upaya pemerintah dan wujud
legi generalis, karena ketentuan yang tidak pertanggungjawaban koruptor agar uang
ditentukan lain dalam undang-undang yang negara dapat dikembalikan. Berbagai cara
bersifat khusus ini (Undang-undang No.31 akan dilakukan negara melalui
Tahun 1999 dan Undang-undang No. 30 pemerintahannya, mengingat keuangan
Tahun 2002) akan tetap menggunakan negara merupakan urat nadi negara itu
ketentuan dalam undang-undang yang sendiri, kurangnya atau tanpa uang negara
bersifat umum (KUHAP). Untuk itu dalam hal disebabkan karena diambil oleh koruptor
ditentukan lain oleh Undang-undang No. 31 tentu negara tidak dapat melakukan apapun
Tahun 1999 dan Undang-undang No. 30 berkaitan dengan pembangunan, sehingga
Tahun 2002, maka hal yang sama yang diatur tujuan negara untuk mensejahterakan
dalam Undang No. 8 tahun 1981 tidak

165
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

masyarakatnya merupakan isapan jempol politisi dan sebagainya yang tentu saja
belaka.4 perbuatan korupsi ini membawa dampak
Salah satu tujuan negara sebagaimana sangat luas bagi pembangunan suatu negara,
disebutkan dalam pembukaan (preambule) apalagi korupsi dilakukan dengan rekayasa
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada yang canggih dan memanfaatkan teknologi
alenia ke 4 adalah pemerintah Negara modern. Jadi, semakin maju pembangunan
Indonesia berupaya untuk memajukan suatu bangsa, semakin meningkat pula
kesejahteraan umum, sedangkan kata kebutuhan dan mendorong orang untuk
“kesejahteraan” mengandung arti melakukan korupsi. 6 Oleh karenanya, bila
pemerintah mempunyai misi untuk dapat persoalan korupsi dibiarkan berkembang,
memberikan keamanan, keselamatan, maka bukan suatu hal yang tidak mungkin
ketenteraman, kesenangan hidup dan korupsi itu akan merusak sendi-sendi
kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Guna perekonomian nasional.
mewujudkan misi pemerintah tersebut Mengingat persoalan korupsi
berbagai upaya telah dilakukan melalui berkaitan dengan uang negara, maka
pembangunan diberbagai sektor, namun merupakan suatu kewajiban negara pula
sampai saat sekarang ini kesenangan dan untuk mengambilnya kembali yang
kemakmuran rakyat bagaikan pemanis bibir merupakan hak negara dengan meminta
saja (lip service) sepertinya tidak pernah pertanggung jawaban bagi pelakunya, dalam
terwujud, dan tentu berbagai sebab bisa hal pertanggung jawaban ini masyarakat
dicari, penyebab yang nyata adalah hanya mengetahui dengan cara
perbuatan korupsi yang menghabiskan uang memenjarakan pelaku korupsi itu sendiri,
negara sangat besar pengaruhnya. sehingga kelihatannya persoalan korupsi ini
Korupsi merupakan salah satu bentuk domeinnya Hukum Pidana saja, akan tetapi
perbuatan melanggar hukum yang sangat jangan dilupakan ternyata dalam meminta
membahayakan terhadap keadaan keuangan pertanggung jawaban koruptor untuk
negara, bayangkan keuangan negara yang mengembalikan asset negara dapat dilakukan
sudah ditetapkan dalam APBN atau APBD juga melalui Hukum Perdata dengan gugatan
harus berkurang karena diambil oleh orang- ganti rugi dan Hukum Administrasi
orang yang tidak bertanggung jawab dan Negara/politik dengan pemberian sanksi
tentu saja akan berakibat terhambatnya administrasif.
pembangunan negara karena hasil korupsi Berdasarkan latar belakang yang
sulit untuk dikembalikan, apalagi banyak disampaikan, maka yang menjadi
dana yang keluar tidak sesuai dengan permasalahan adalah bagaimana
pembangunan itu sendiri, sehingga tujuan pertanggung jawaban hukum dalam
yang diharapkan tidak tercapai. Oleh karena pengembalian aset dari hasil korupsi sebagai
itu, pelaku korupsi harus diminta wujud pertanggung jawaban pelaku korupsi
pertanggungjawabannya agar aset negara yang telah mengambil dan mengurangi
dapat dikembalikan dengan berbagai cara, keuangan Negara.
yaitu melalui jalur perdata, pidana dan
administrasi negara/politik.5 II. Korupsi Merupakan Perbuatan
Korupsi merupakan kejahatan kerah Melawan Hukum Yang Merugikan
putih (white colar crime) yang melibatkan Keuangan Negara
orang-orang yang terpandang, kaya dan Tindak korupsi boleh terbilang
berpendidikan tinggi, yang paling ironis lagi merupakan suatu perbuatan kejahatan yang
melibatkan para penegak hukum itu sendiri, luar biasa (extra-ordinary crime), sehingga
mulai dari Polisi, Jaksa, Hakim, birokrat, dalam upaya penanggulangannyapun

4 Jawadi Hafidz Arsyad, Korupsi Dalam 6 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi,


Perspektif HAN (Hukum Administrasi Negara), Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), halaman 167 (Jakarta: Rajagarfindo Persada, 2007), halaman 1
5 Purwaning M. Yanuar, Pengembalian

Aset Hasil Korupsi, (Bandung: Alumni, 2007),


halaman 201

166
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

diperlukan suatu penanggulangan yang luar menamakannya oshoku yang berarti kerja
biasa (extra-ordinary enforcement) dengan kotor.8
melakukan tindakan-tindakan yang bersifat Menurut A.S. Hornby c.s., corruption
luar biasa pula (extra-ordinary measures). ialah the offering and accepting of bribes,
Dikatakan korupsi sebagai kejahatan luar (pemberian dan penerimaan hadiah-hadiah
biasa disebabkan karena dampak yang berupa suap) di samping diartikan juga decay
ditimbulkan dari perbuatan korupsi ini yaitu kebusukan atau kerusakan. Yang
sangat luas, korupsi akan meruntuhkan dimaksudkan apa yang busuk atau rusak itu
bukan saja peradaban suatu negara akan ialah moral atau akhlak oknum yang
tetapi peradaban dunia karena keterkaitan melakukan perbuatan korupsi, sebab
korupsi bukan saja menyangkut wilayah seseorang yang bermoral baik, tentu tidak
suatu negara, namun dapat menjalar akan melakukan korupsi.9
kenegara lainnya. Ada tiga hal yang menjadi Dilihat dari segi istilah, Hermien
pusat perhatian dalam konsep ini, yaitu Hadiati mengemukakan bahwa korupsi
pemahaman tentang korupsi, perbuatan berasal dari kata corrupteia yang dalam
melawan hukum dan keuangan negara. bahasa Inggris berarti bribery atau seduction,
Korupsi berasal dari perkataan yang diartikan corrupter atau seducer. Dari
bahasa latin “corruptio” yang berarti kata bribery tersebut kemudian dapat
kerusakan atau kebrobokan. Di samping itu,7 diartikan sebagai memberikan/
perkataan korupsi dipakai pula untuk menyerahkan kepada seorang agar orang tadi
menunjuk keadaan atau perbuatan yang berbuat untuk/guna keuntungan (dari)
buruk. Korupsi juga banyak yang pemberi.10 Sedangkan yang diartikan dengan
disangkutkan pada ketidakjujuran seseorang seduction ialah sesuatu yang menarik untuk
dalam bidang keuangan. membuat seseorang menyeleweng. Seduction
Soedjono D mengemukakan bahwa is very attractive and charming, likely to lead a
menurut New World Dictionary of The person astray (but often with no implication of
American Language, bahwa sejak abad immorality). Sedangkan, bribery is promised to
pertengahan Inggris menggunakan kata subject in order to get him to do something
corruption dan Perancis corruption. Kata (often something wrong) in favor of the giver. 11
korupsi mengandung arti : Hermien Hadiati Koeswadji
1. Perbuatan atau kenyataan yang menyimpulkan dari dua kata terhadap arti
menimbulkan keadaan yang bersifat corrupteia tersebut menunjuk kepada
buruk; sesuatu yang bersangkut paut dengan
2. Perilaku yang jahat yang tercela atau ketidakjujuran seseorang dalam
kebejatan moral; hubungannya dengan sifatnya yang menarik,
3. Kebusukan atau tengik; atau demi untuk keuntungan yang memberi
4. Sesuatu yang dikorup, seperti yang (in favour, charming) bahkan yang bisa
diubah atau diganti secara tidak tepat membuat seseorang menyeleweng (likely to
dalam satu kalimat; lead a person astray). 12
5. Pengaruh-pengaruh yang korup. Menurut Soedjono D, John A. Gardiner
J.E. Sahetapy mengemukakan banyak dan David J. Olson dalam bukunya berjudul
istilah tentang korupsi di beberapa negara Theft of The City: Readings a Corruption in
seperti di Muangthai ginmoung, yang berarti Urban America, berusaha memberi arti umum
makan bangsa; tanwu istilah bahasa Cina
yang berarti keserakahan bernoda. Jepang

7 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, di Indonesia, (Bandung: Sinar baru, 1984),
(Jakarta: Erlangga, 1980), halaman 122 halaman 17
8 J.E. Sahetapy, Parados Dalam 10 Hermien Hadiati Koeswadji, Korupsi di

Kriminologi, Edisi 1 Cetakan kedua, (Jakarta: Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindak Pidana
Rajawali Press, 1989) halaman 45 Korupsi, Cetakan Pertama, (Bandung: Citra Aditya
9 Soedjono D., Fungsi Perundang- Bakti, 1994), halaman 32
undangan Pidana dalam Penanggulangan Korupsi 11 Ibid., halaman 33
12 Ibid

167
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

tentang korupsi dari berbagai sumber 13 Kamus Umum Bahasa Indonesia, undang-
dengan pengelompokan sebagai berikut : undang maupun doktrin dari pakar hukum.
1. Yang dijelaskan dalam Oxford English Korupsi berasal dari Bahasa Latin yaitu
Dictionary untuk menjelaskan makna corruptio atau corruptus yang secara harafiah
korupsi mengkategorikan dalam tiga berarti kebusukan, kebejatan, ketidakjujuran,
kelompok sebagai berikut : dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan
a. Secara fisik, misal perbuatan dari kesucian, dan sebagainya. Namun, dari
pengrusakan atau dengan sengaja kesemua arti korupsi dapat dilihat
menimbulkan pembusukan dengan berdasarkan pendapat umum yang
tindakan yang tidak masuk akal serta menyebutkan suatu tindakan pejabat negara
menjijikkan; (pemerintahan) yang menyelewengkan
b. Secara moral bersifat praktis yaitu kewenangan untuk kepentingan pribadi,
membuat korup moral seseorang atau keluarga, kroni, dan kelompok yang
bisa berarti fakta kondisi korup dan mengakibatkan kerugian Negara. 14
kemerosotan yang terjadi dalam Sedangkan, menurut Pasal 2 dan 3 UU No. 31
masyarakat; Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001
c. Penyelewengan terhadap kemurnian tentang Pemberantasan Tindak Pidana
seperti misalnya penyelewengan dari Korupsi, menyebutkan bahwa korupsi itu
norma sebuah lembaga sosial adalah :
tertentu, adat istiadat dan seterusnya. 1. Setiap orang yang secara sengaja
Perbuatan ini tidak cocok atau melawan hukum, melakukan perbuatan
menyimpang dari nilai kepatutan memperkaya diri sendiri atau orang lain
kelompok pergaulan. Penggunaan atau suatu korporasi yang dapat
istilah korupsi dalam hubungannya merugikan keuangan negara atau
dengan politik diwarnai oleh perekonomian negara.
pengertian yang termasuk kategori 2. Setiap orang yang dengan tujuan
moral. menguntungkan diri sendiri atau orang
2. Rumusan menurut perkembangan ilmu- lain atau suatu korporasi,
ilmu sosial; kelompok terbesar penulis menyalahgunakan kewenangan,
ilmu-ilmu sosial mengikuti rumusan- kesempatan atau sarana yang ada
rumusan di atas atau mengambil salah padanya karena jabatan atau kedudukan
satu bentuk kategori dasar yang telah yang dapat merugikan keuangan negara
disebut. Dalam arti fisik, moral atau perekonomian negara.
penyelewengan atau salah satu Korupsi merupakan tindakan yang
daripadanya. Para ilmuwan sosial pada merugikan negara baik secara langsung
umumnya mengaitkan definisi mereka maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari
tentang korupsi terutama ditujukan pada berbagai aspek Hukum Administrasi Negara,
kantor pemerintahan (instansi atau korupsi merupakan suatu penyimpangan
aparatur). Sedangkan kelompok yang atau pelanggaran di mana norma sosial,
lebih kecil mengembangkan definisi yang norma hukum, norma etika pada umumnya
berhubungan dengan permintaan dan secara tegas menganggap korupsi sebagai
penawaran serta menekankan pada tindakan yang buruk.
konsep-konsep yang mengambil dari Dilihat dari pengertian korupsi
teori-teori ekonomi. Dan sebagian lagi tersebut, maka terdapat unsur-unsur korupsi
membahas korupsi dengan pendekatan itu, yaitu :
kepentingan masyarakat; 1. Adanya perbuatan melawan hukum.
Rumusan yang menekankan pada 2. Adanya penyalahgunaan kekuasaan.
jabatan dalam pemerintahan. 3. Bertujuan memperkaya diri.
Berbagai pengertian mengenai 4. Berakibat merugikan keuangan negara.
korupsi telah disampaikan, baik dilihat dari

Soedjono D., Op.Cit., halaman 17


13 Daerah, Alih Bahasa Masri Maris, (Jakarta: Yayasan
14 Robert Klitgaard, Penuntut Obor Indonesia, 2005), halaman 3
Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan

168
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

Menurut Undang-Undang No 20 7. Korupsi dukungan, yaitu korupsi yang


Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak dilakukan untuk melindungi atau
pidana korupsi, ada beberapa jenis tindakan memperkuat korupsi yang sudah ada
yang dikategorikan sebagai tindak korupsi, maupun yang akan dilaksanakan.
yaitu : Perbuatan korupsi dalam hal ini
1. Kerugian dari keuntungan negara. merupakan atau termasuk kategori
2. Suap-menyuap (sogok atau pencicilan). perbuatan melawan hukum, dalam ilmu
3. Penggelapan dalam jabatan. hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari
4. Pemerasan. perbuatan melawan hukum, yaitu : 16
5. Perbuatan curang. 1. Perbuatan melawan hukum karena
6. Bantuan kepentingan dalam pengadaan. kesengajaan.
7. Gratifikasi (pemberian hadiah). 2. Perbuatan melawan hukum tanpa
Selanjutnya Syed Hussein alatas kesalahan.
mengemukakan ada 7 jenis korupsi, yaitu : 15 3. Perbuatan melawan hukum karena
1. Korupsi transaktif, yaitu jenis korupsi ini kelalaian.
disebabkan oleh adanya kesepakatan Perbuatan melawan hukum dalam
timbal-balik antara pihak pemberi dan kaitannya dengan pemberantasan tindak
pihak penerima demi keuntungan kedua pidana korupsi dapat dilihat dari dua aspek
belah pihak dan secara aktif mereka saja yaitu aspek perdata dan aspek pidana.
mengusahakan keuntungan tersebut. Munculnya kedua aspek ini karena akibat
2. Korupsi pemerasan, yaitu korupsi yang ditimbulkan dari korupsi itu terdapat
dimana pihak pemberi dipaksa kerugian negara, jadi suatu perbuatan yang
menyerahkan uang suap untuk dapat menimbulkan kerugian negara
mencegah kerugian yang sedang disebutkan dengan perbuatan melawan
mengancam dirinya, kepentingan atau hukum yang akibatnya pelaku korupsi
sesuatu yang mengancamnya. memberikan ganti rugi untuk
3. Korupsi Depensif, yaitu orang bertindak mengembalikan keuangan Negara tersebut. 17
menyeleweng karena jika tidak Sedangkan, dari aspek hukum administrasi
dilakukannya, urusan akan terhambat negara perbuatan korupsi tidak dapat disebut
atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan perbuatan melawan hukum, akan
dengan pemerasan jadi korupsinya tetapi sebagai suatu perbuatan
dalam rangka mempertahankan diri) penyalahgunaan wewenang (onrechtmatig
4. Korupsi Investif, yaitu pemberian barang overhead daad atau detournement de
atau jasa tanpa memperoleh keuntungan pouvoir), dalam tindak pidana korupsi setiap
tertentu, selain keuntungan yang masih perbuatan penyalahgunaan wewenang sudah
di angan-angan atau yang dibayangkan pasti melawan hukum, jadi perbuatan
akan diperleh dimasa mendatang melawan hukum dalam pandangan
5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme. administrasi negara identik dengan
Jenis korupsi ini meliputi penunjukan penyalahgunaan wewenang.18
secara tidak sah kepada sanak keluarga Kemudian kerugian negara secara
atau teman dekat untuk mendapatkan hukum dapat dikaitkan dengan diskresi dari
jabatan dalam pemerintahan, imbalan pejabat pemerintahan, karena adanya atau
yang bertentangan dengan norma dan terdapatnya kata “dapat” pada frase “yang
peraturan itu mungkin dapat berupa dapat merugikan keuangan Negara atau
uang, fasilitas khusus dan sebagainya perekonomian negara” sebagaimana yang
6. Korupsi otogenik, yaitu bentuk korupsi disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3
yang tidak melibatkan orang lain,dan UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun
pelakunya hanya satu orang saja 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

15 Syed Husein Alatas, Sosiologi Korupsi, 17 Abdul Latif, Hukum Administrasi, Dalam
(Jakarta: LP3ES, 1986), halaman 192 Praktik Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Prenada
16 Munir Fuady, Bisnis Kotor, Anatomi Media Group, 2014), halaman, 289
Kejahatan Kerah Putih, Cetakan Pertama, 18 Jawade Hafidz Arsyad, Op.Cit, halaman

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), halaman 3 16

169
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

Memang adanya kata “dapat” mengandung orang tersebut bertanggungjawab. Subyek


cakupan yang sangat luas, sehingga makna responsibility dan subyek kewajiban hukum
(begrippen) menjadi tidak jelas dan adalah sama. Dalam teori tradisional, ada dua
membingungkan, kata dapat berarti boleh jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban
jadi kerugian negara belum ada, sehingga berdasarkan kesalahan (based on fault) dan
kurang memberikan suatu kepastian, ketidak pertanggungjawab mutlak (absolute
pastian hukum itu dijadikan dasar bagi responsibility). Tanggungjawab mutlak yaitu
penyidik dan penuntut umum untuk suatu perbuatan menimbulkan akibat yang
melakukan tebang pilih dalam kasus korupsi, dianggap merugikan oleh pembuat undang-
akibatnya perbuatan penegak hukum sangat undang dan ada suatu hubungan antara
berpotensi untuk melakukan tindakan perbuatan dengan akibatnya. Tiada
penyalahgunaan wewenang atau tindakan hubungan antara keadaan jiwa si pelaku
sewenang-wenang dalam melakukan proses dengan akibat dari perbuatannya.20
hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai Kewajiban hukum atau
keadilan berdasarkan konstitusi UUD 1945. pertanggungjawaban hukum diperlukan
Untuk itu kata “dapat” harus ditafsirkan ketika sanksi tidak hanya dikenakan
secara sempit yaitu benar-benar ditujukan terhadap pelaku delik langsung (deliquent)
langsung pada pelaku korupsi, tidak terhadap tetapi juga terhadap individu yang secara
orang-orang yang terkait yang dapat hukum terkait dengannya. 21 Dalam tindak
menjaring banyak orang dalam penanganan pidana korupsi suatu perbuatan berkaitan
perkara-perkara tindak korupsi. langsung dengan kewenangan (bevoegheid)
yaitu kekuasaan hukum, hak untuk
III. Teori Pertanggungjawaban Hukum memerintah atau bertindak sebagai
dan Pengembalian Aset Hasil kekuasaan pejabat publik untuk mematuhi
Korupsi. aturan hukum dalam lingkup melaksanakan
Pertanggungjawaban hukum atau kewajiban publik. 22 Sementara itu terhadap
“recht liability” diartikan sebagai suatu Teori Pengembalian Aset Hasil Korupsi
kewajiban hukum untuk membayar adalah merupakan teori yang menjelaskan
pembalasan yang akan diterima pelaku dari suatu sistem hukum pengembalian aset
seseorang yang telah dirugikan. Ukuran ganti berdasarkan prinsip-prinsip keadilan sosial
rugi tersebut tidak lagi dari suatu nilai yang memberikan kemampuan, tugas dan
pembalasan yang harus dibeli, melainkan dari tanggung jawab kepada institusi negara dan
sudut kerugian atau penderitaan yang institusi hukum untuk memberikan
ditimbulkan oleh perbuatan pelaku yang perlindungan dan peluang kepada individu-
bersangkutan. Suatu konsep yang terkait individu dalam masyarakat guna untuk
dengan konsep kewajiban hukum adalah mencapai kesejahteraan, sehingga hal ini
konsep tanggungjawab hukum (liability law). sejalan dengan tujuan Negara sebagaimana
Seseorang yang bertanggungjawab secara yang ditentukan di dalam UUD 1945.
hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia Matthew H. Fleming menjelaskan bahwa
dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus pengembalian aset itu adalah proses pelaku-
perbuatannya yang pelaku kejahatan dicabut, dirampas,
bertentangan/berlawanan hukum. 19
Sanksi dikenakan langsung (deliquet),
karena perbuatannya sendiri yang membuat

19 Edi Yunara, Pertanggungjawaban 21 Hans Kelsen, General theory Of Law and

Pidana Perseroan Terbatas (PT) Di Indonesia, State, (New York: Russell & Russel, 1961),
(Medan: Program Doktor Ilmu Hukum, USU, halaman 98
2014), halaman 23 22 Phillipus M. Harjon, Discretoinary
20 Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Power dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang
Kelsen tentang Hukum, (Jakarta: Konstitusi Press, Baik, Paper, disampaikan pada Seminar Nasional
2006), halaman 61 “Aspek Pertanggungjawaban Pidana Dalam
Kebijakan Publik Dari Tindak Pidana Konsep”,
Semarang 6-7 Mei, 2004, halaman 1

170
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

dihilangkan haknya dari hasil tindak pidana Melalui jalur pidana ini ditujukan
dan/atau dari sarana tindak pidana.23 bukan saja terhadap subjek atau si pelaku
Dilihat dari pendapat Fleming ini tindak pidana korupsi berupa sanksi penjara.
terdapat 3 (tiga) hal yang terkandung Selain ditujukan kepada si pelaku,
didalamnya : pengembalian aset dapat dilakukan terhadap
1. Pengembalian aset itu sebagai suatu harta kekayaan dari hasil korupsi itu sendiri,
proses pencabutan, perampasan dan untuk itu proses pengembalian aset dapat
penghilangan. dilakukan melalui 4 (empat) tahap :
2. Yang dicabut, dirampas, dihilangkan 1. Pelacakan terhadap seluruh aset
adalah hasil/keuntungan dari tindak kepunyaan si pelaku korupsi.
pidana yang dilakukan oleh pelakuk 2. Pencegahan untuk menghentikan
tindak pidana. perpindahan aset-aset.
3. Salah satu tujuan pencabutan, 3. Penyitaan terhadap aset.
perampasan dan penghilangan adalah 4. Penyerahan aset dari si pelaku kepada
agar pelaku tindak pidana tidak dapat Negara.
menggunakan hasil/keuntungan- empat tahap ini dapat dilakukan oleh
keuntungan dari tindak pidana sebagai negara melalui 3 (tiga) lembaga yang terkait,
alat/sarana untuk melakukan tindak yaitu Kepolisian, Kejaksaan atau KPK karena
pidana lainnya. titik akhir dari penyelesaian jalur pidana ini
Teori pengembalian aset menurut adalah bagaimana uang Negara dapat diambil
Fleming ini merupakan upaya penegakkan kembali dari harta kekayaan koruptor (si
hukum jika dilihat dari perspektif pelaku korupsi). Meskipun demikian, selain
pemberantasan tindak pidana korupsi karena pengembalian aset yang dilakukan melalui 4
pengembalian aset dianggap sebagai alat atau (empat) tahap tadi, berhubung peristiwa
sarana untuk memerangi tindak pidana kerugian negara telah dilakukan oleh
korupsi, sehingga pengembalian aset ini koruptor yang mengandung unsur-unsur
bukan sekedar proses, akan tetapi juga tindak pidana khusus di dalamnya, maka
merupakan upaya penegakkan hukum berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun
melalui serangkaian mekanisme hukum 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tertentu. tentang Pemberantasan Tindak Pidana
IV. Pertanggungjawaban Hukum Korupsi, si pelaku korupsi dapat dikenakan
dalam Pengembalian Aset dari sanksi kurungan penjara sebagaimana
Hasil Korupsi Sebagai Wujud disebutkan dalam Pasal 5 sampai dengan
Pertanggungjawaban Pelaku Pasal 12. Yang dimaksud dengan tindak
Korupsi yang Telah Mengambil dan pidana khusus disini adalah proses beracara
Mengurangi Keuangan Negara. dari tindakan pidana korupsi ini berbeda
Sebelumnya telah diuraikan bahwa dengan tindak pidana umum sebagaimana
terhadap tindak pidana korupsi ini dapat lazimnya, salah satu contoh dari tindak
diminta pertanggungjawaban hukum bagi pidana khusus itu misalnya tersangka
pelaku tindak pidana tersebut. Dalam berkewajiban memberi keterangan tentang
kaitannya dengan pengembalian aset tentu seluruh harta bendanya dan harta benda
saja yang menjadi pusat pengembalian aset isteri/suami serta anak-anaknya dan harta
itu sendiri adalah dengan cara membayar benda korporasi yang diketahuinya.
ganti rugi yang dilakukan oleh pelaku tindak Proses penyelesaian kasus korupsi ini
pidana korupsi terhadap pihak yang tentu harus melalui proses peradilan pidana,
dirugikan yang dalam hal ini adalah negara. sedangkan yang dimaksud dengan peradilan
Ada 3 (tiga) jalur yang dapat ditempuh, yaitu pidana adalah suatu proses yang di dalamnya
Pidana, Perdata dan Administrasi Negara. ikut bekerja beberapa lembaga penegak
a. Pertanggungjawaban Melalui Jalur hukum beserta aparaturnya. Kegiatan
Hukum Pidana peradilan pidana adalah kegiatan bertahap

23Fleming, Matthew H, Asset Recovery and (London: University College London, 2005),
Its Impact on Criminal Behavior, An Economic halaman 1
Taxonomy, Draft for comments, version date,

171
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

dimulai dari penyidikan, penuntutan, pidana korupsi ini juga berlaku hal yang sama
pemeriksaan di persidangan dan diakhiri yaitu negara melalui Jaksa Pengacara Negara
dengan pelaksanaan putusan oleh lembaga (JPN) mengajukan gugatan perdata berupa
peradilan. Kegiatan berkelanjutan ini ganti rugi terhadap pelaku korupsi dengan
merupakan suatu rangkaian kegiatan yang prosedur berlaku Hukum Acara Perdata.
terpadu antara Kepolisian, Kejaksaan, KPK Perlu untuk dipahami bahwa Undang-
dan Peradilan (Hakim) serta petugas Undang Korupsi yang berlaku saat ini, yaitu
pemasyarakatan, sehingga peradilan pidana Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo
ini dapat dikatakan merupakan suatu sistem. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
Penyelesaian melalui jalur pidana ini Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
harus dilakukan secara terintegrasi yaitu dengan tegas menyatakan penggunaan
selain dari penyitaan aset dari si pelaku, instrumen perdata, sebagaimana pada Pasal
bersamaan dengan ancaman kurungan 32, Pasal 33, dan Pasal 34 Undang-Undang
penjara, sehingga nantinya jika putusan No. 31 Tahun 1999 dan Pasal 38 C Undang-
pidana telah diputus, maka seluruh aset milik Undang No. 20 Tahun 2001 tentang
si pelaku akan disita dan dijual untuk Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
dikembalikan kepada negara, karena Kasus perdata yang timbul berhubungan
memang hasil kejahatan korupsi itu dengan perkara korupsi dengan penggunaan
merupakan keuangan negara, inilah bentuk instrumen perdata tersebut adalah apabila
pertanggung jawaban pidana bagi si pelaku penyidik menangani kasus yang secara nyata
korupsi tersebut. telah ada kerugian keuangan negara, tetapi
b. Pertanggungjawaban Melalui Jalur tidak terdapat cukup bukti untuk
Hukum Perdata. membuktikan unsur-unsur pidana korupsi,
Pasal 1365 dan 1366 KUHPerdata maka penyidik menghentikan penyidikan
cukup jelas menyebutkan bahwa tiap yang dilakukan.
perbuatan melanggar hukum, yang Penyidik menyerahkan berkas
membawa kerugian kepada orang lain, perkara hasil penyidikannya kepada JPN atau
mewajibkan orang yang karena salahnya kepada instansi yang dirugikan, untuk
menerbitkan kerugian itu, mengganti dilakukan gugatan perdata terhadap bekas
kerugian tersebut (1365 KUHPerdata). tersangka yang telah merugikan keuangan
Kemudian setiap orang bertanggung jawab negara tersebut (Pasal 32 ayat (1) Undang-
tidak saja untuk kerugian yang disebabkan Undang No. 31 Tahun 1999). Namun, perlu
karena perbuatannya, tetapi juga untuk diingat Hakim dapat menjatuhkan putusan
kerugian yang disebabkan karena kelalaian bebas dalam perkara korupsi, meskipun
atau kurang hati-hati (1366 KUHPerdata). secara nyata telah ada kerugian negara,
Pada saat kedua pasal tersebut karena unsur-unsur pidana korupsi tidak
dikaitkan dengan tindak korupsi, bahwa terpenuhi.
pelaku korupsi bisa dilakukan oleh Pads masa penyidikan perkara
perseorangan (pribadi), bisa juga dilakukan korupsi ada kemungkinan tersangka
oleh badan hukum (perusahaan) karena meninggal dunia, sedangkan secara nyata
berdasarkan KUHPerdata (Staatblad 1847 telah ada kerugian keuangan negara.
No. 23) adanya kata “Perbuatan Melawan Penyidikan terpaksa dihentikan dan penyidik
Hukum” tentu bukan saja ditujukan kepada menyerahkan berkas hasil penyidikannya
perorangan akan tetapi juga Badan Hukum kepada JPN atau kepada instansi yang
(Perseroan Terbatas (PT), Yayasan atau dirugikan, untuk dilakukan gugatan perdata
Koperasi). Jadi, baik perorangan maupun terhadap ahli waris tersangka (Pasal 33
Badan Hukum dapat diminta Undang-Undang No. 31 Tahun 1999)
pertanggungjawabannya oleh negara karena bilamana Terdakwa meninggal dunia pada
negara telah dirugikan, sehingga negara saat dilakukan pemeriksaan di sidang
dapat mengajukan gugatan ganti rugi melalui pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada
gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Sama keuangan negara, maka penuntut umum
halnya dengan gugatan yang berlaku secara menyerahkan salinan berkas berita acara
umum, gugatan terhadap pelaku tindak sidang kepada JPN atau kepada instansi yang

172
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata Inspektorat baik ditingkat pusat ataupun
terhadap ahli waris terdakwa (Pasal 34 daerah. atau akuntan publik yang ditunjuk.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999) Ada Adanya kerugian negara dalam hal ini
kemungkinan setelah putusan pengadilan tentu memberikan kewenangan bagi Negara
memperoleh kekuatan hukum tetap, yang telah dirugikan untuk dapat meminta
diketahui masih terdapat harta benda milik pertanggungjawaban bukan kepada pelaku
terpidana korupsi yang belum dikenakan korupsi langsung, akan tetapi kepada Pejabat
perampasan, (sedangkan di sidang yang berwenang mengelola keuangan.
pengadilan terdakwa tidak dapat Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
membuktikan harta benda tersebut diperoleh Keuangan Negara di dalam penjelasannya
bukan karena korupsi), maka negara dapat menyebutkan bahwa barang siapa yang
melakukan gugatan perdata terhadap diberi wewenang untuk menerima,
terpidana dan atau ahli warisnya (Pasal 38 C menyimpan dan membayar atau
Undang-Undang No. 20 tahun 2001). Dalam menyerahkan uang, surat berharga atau
kasus ini instansi yang dirugikan dapat barang milik Negara bertanggung jawab
memberi kuasa kepada JPN atau kuasa secara pribadi atas semua kekurangan yang
hukumnya untuk mewakilinya. terjadi dalam pengurusannya.
Perkara korupsi dapat diminta Berkaitan dengan tanggung jawab
pertanggung jawaban perdata bagi si pelaku dari keuangan negara ini UU No. 1 Tahun
korupsi, namun kadangkala melalui jalur 2004 tentang Perbendaharaan Negara cukup
hukum perdata ini jarang untuk dilakukan jelas menyebutkan di dalam Pasal 53 ayat 1
oleh negara karena dapat diperkirakan untuk s/d 4 dan Pasal 54 ayat 1 dan 2 yaitu :
sampai pada putusan pengadilan yang Pasal 53
berkekuatan hukum tetap dapat memakan Bendahara Penerimaan/Bendahara
waktu yang cukup lama (bertahun-tahun). Pengeluaran bertanggung jawab secara
Untuk itulah, Undang-Undang Tentang fungsional atas pengelolaan uang yang
Korupsi mewajibkan pemeriksaan perkara menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa
pidana korupsi diberikan prioritas, Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum
sedangkan gugatan perdata yang berkaitan Daerah
dengan perkara korupsi ini tidak begitu (1) Kuasa Bendahara Umum Negara
diprioritaskan. Ironisnya, bukan suatu hal bertanggung jawab kepada Menteri
yang mustahil koruptor yang digugat oleh Keuangan selaku Bendahara Umum
negara dapat menggugat balik dan Negara dari segi hak dan ketaatan
kemungkinan pula koruptor dapat kepada peraturan atas pelaksanaan
memenangkan gugat baliknya, sehingga penerimaan dan pengeluaran yang
negara yang harus mengganti rugi kepada dilakukannya.
sang koruptor jika negara kalah. (2) Bendahara Umum Negara bertanggung
c. Pertanggungjawaban Melalui Jalur jawab kepada Presiden dari segi hak dan
Hukum Administrasi Negara. ketaatan kepada peraturan atas
Salah satu unsur adanya tindak pelaksanaan penerimaan dan
pidana korupsi yang dilakukan oleh pengeluaran yang dilakukannya.
perorangan atau badan hukum adalah (3) Bendahara Umum Daerah bertanggung
perbuatan yang dilakukan dapat merugikan jawab kepada
keuangan Negara atau perekonomian Negara gubernur/bupati/walikota dari segi hak
(Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 3 Undang-Undang dan ketaatan kepada peraturan atas
No. 20 Tahun 2001), sedangkan yang pelaksanaan penerimaan dan
dimaksud dengan kerugian keuangan negara pengeluaran yang dilakukannya.
itu adalah kerugian yang sudah dapat Pasal 54
dihitung jumlahnya berdasarkan hasil (1) Pengguna Anggaran bertanggung jawab
temuan instansi yang berwenang yaitu bisa secara formal dan material kepada
berasal dari BPK (Badan Pemeriksa Presiden/gubernur/bupati/walikota
Keuangan), BPKP (Badan Pemeriksaan atas pelaksanaan kebijakan anggaran
Keuangan dan Pembangunan), dan yang berada dalam penguasaannya.

173
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

(2) Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung keuangan negara, juga dapat dikenakan
jawab secara formal dan material kepada sanksi administratif apabila terbukti
Pengguna Anggaran atas pelaksanaan melakukan pelanggaran administratif
kegiatan yang berada dalam (disiplin pegawai) (Pasal 64 Undang-Undang
penguasaannya. No. 1 Tahun 2004).
Pertanggungjawaban untuk
pengembalian ganti kerugian keuangan V. PENUTUP
negara sebagaimana yang ditentukan Tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud adalah untuk menghindari diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun
terjadinya kerugian negara akibat tindakan 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
melanggar hukum, baik karena kesengajaan tentang Pemberantasan Tindak Pidana
maupun karena kelalaian seseorang pejabat, Korupsi merupakan kejahatan luar biasa
sehingga pihak yang bersalah yang telah (extra ordinary crime) yang pada umumnya
menimbulkan kerugian keuangan negara kejahatan ini dilakukan oleh kaum intelektual
harus menggantinya sehingga keuangan baik perorangan maupun suatu perusahaan.
negara kembali pulih seperti sediakala Kejahatan merupakan tindak pidana korupsi
karena adanya penyalahgunaan kekuasaan. ini membawa dampak sangat luas yaitu dapat
Akibat dari penyalahgunaan kekuasaan atau merusak sendi-sendi ekonomi dan
wewenangan (exes depavoir) yang menghancurkan perekonomian negara,
menimbulkan perbuatan korupsi, maka tentu sehingga akhirnya dapat menjadikan bangsa
akan menimbulkan kerugian yang tidak ini tidak sejahtera, hal demikian jelas sangat
sedikit bagi keuangan negara. Oleh karena bertentangan dengan tujuan negara
itulah, undang-undang mewajibkan agar sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
pimpinan kementerian negara atau lembaga Oleh karenanya, setiap perbuatan korupsi
dan kepala satuan kerja perangkat daerah harus diminta pertanggungjawabannya
untuk segera melakukan tuntutan ganti karena berkaitan dengan aset negara,
kerugian negara setelah mengetahui bilamana hal ini tidak dilakukan, maka bukan
instansinya telah dirugikan yaitu melalui : suatu hal yang mustahil pembangunan
1. Tuntutan Ganti Rugi (TGR) kepada nasional tidak akan terwujud, untuk itulah
Pegawai Negeri bukan berbagai jalur dapat ditempuh agar uang
bendahara/pejabat lain yang karena negara dapat dikembalikan yaitu melalui
melakukan perbuatan melawan hukum, jalur Hukum Pidana, Hukum Perdata dan
baik sengaja maupun kelalaiannya, Hukum Administrasi Negara.
mengakibatkan terjadinya kerugian
Negara bukan berupa kekurangan DAFTAR PUSTAKA
perbendaharaan, dan kompetensi Alatas, S.H., Sosiologi Korupsi, , Jakarta: LP3ES,
pembebanannya berada pada Menteri 1986
atau Pimpinan Lembaga bersangkutan. Arsyad, J,H., Korupsi Dalam Perspektif HAN
2. Tuntutan Perbendaharaan (TP) (Hukum Administrasi Negara),
dikenakan kepada Bendahara sebagai Jakarta: Sinar Grafika, 2013
akibat perbuatan melawan hukum, baik Asshiddiqie, J. dan Ali S., 2006, Teori Hans
sengaja maupun kelalaian, telah Kelsen tentang Hukum, Konstitusi
mengakibatkan terjadinya kekuarangan Press, Jakarta
perbendaharaan, kompetensi Soedjono, D. 1984, Fungsi Perundang-
pembebanan ganti kerugiannya berada undangan Pidana dalam
pada BPK Penanggulangan Korupsi di Indonesia,
Dilihat dari kedua hal tersebut Sinar baru, Bandung
terhadap tindakan korupsi yang merugikan Fleming, M.H., 2005, Asset Recovery and Its
keuangan negara itu tentu saja akan Impact on Criminal Behavior, An
melibatkan Pegawai Negeri dan Bendahara, Economic Taxonomy, Draft for
sehingga terhadap kedua pejabat tersebut comments, version date, University
selain dikenakan berkewajiban untuk College London, London
memberikan ganti rugi berupa pengembalian

174
Mercatoria Vol. 8 No. 2/Desember 2015 ISSN No: 1979 – 8652

Fuady, M., Bisnis Kotor, Anatomi Kejahatan Consultancy dalam Adnan Buyung
Kerah Putih, Cetakan Kesatu, Nasution,”Prinsip-prinsip Umum
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004 Pengadilan yang Baik,” Makalah
Hamzah, A., 2007, Pemberantasan Korupsi, disampaikan pada Lokakarya
Melalui Hukum Pidana Nasional dan mengenai Pengadilan Khusus Korupsi
Internasional, Rajagarfindo Persada, di Jakarta, 19-20 Juni 2001
Jakarta Naskah Akademik Rancangan Undang-
Harjon, P.M., Discretoinary Power dan Asas- Undang Pengadilan Korupsi, Tim
Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Gabungan Pemberantasan Tindak
Paper, disampaikan pada Seminar Pidana Korupsi Lembaga Kajian dan
Nasional “Aspek Advokasi untuk Independen
Pertanggungjawaban Pidana Dalam Peradilan (LeiP), Masyarakat
Kebijakan Publik Dari Tindak Pidana Transparansi Indonesia (MTI) Pusat
Konsep”, Semarang 6-7 Mei, 2004 Studi Hukum dan Kebijakan
Hidayat, dan Ediwarman, (2013), Analisis Indonesia (PSHK) , Jakarta Juli 2001
Hukum Perlindungan Korban dalam Pasaribu, O.L.H., Iman J., dan Elvi Z.L.,
Perkara Tindak Pidana Korupsi di (2008), Kajian Yuridis terhadap
Kabupaten Aceh Timur (Studi di Putusan Bebas Tindak Pidana
Pengadilan Negeri IDI), Mercatoria, Korupsi (Studi Kasus Pada
6 (1): 44-63 Pengadilan Negeri Medan),
Janah, M, Menemukan Akar Permasalahan Mercatoria, 1 (2): 130-140
Korupsi, Dept. Kebijakan Publik Sahetapy, J.E., 1989, Edisi 1 Cetakan 2,
KAMMI Pusat, Dipublikasikan: Parados Dalam Kriminologi, Rajawali
26/09/2005 12:17:01 Press, Jakarta
Junjungan, M., Marlina, (2013), Penerapan Sudarto, 1980, Hukum dan Hukum Pidana,
Hukum Tindak Pidana Korupsi di Erlangga, Jakarta
Kabupaten Labuhan Batu (Studi Yanuar, P.M., 2007, Pengembalian Aset Hasil
Kasus di Kepolisian Resor Labuhan Korupsi, Alumni, Bandung
Batu), Mercatoria, 6 (2): 117-132 Yunara, E., 2014, Pertanggungjawaban
Kelsen, H., 1961, General theory Of Law and Pidana Perseroan Terbatas (PT) Di
State, Russell & Russel, New York Indonesia, Program Doktor Ilmu
Klitgaard, R., 2005, Penuntut Pemberantasan Hukum, USU, Medan
Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah, Zebua, F.R.P., Iman J., dan Taufik S.,
Alih Bahasa Masri Maris, Yayasan (2008), Tanggungjawab Pelaku
Obor Indonesia, Jakarta Tindak Pidana Korupsi dan Ahli
Koeswadji, H.H., 1994, Cetakan Ke Pertama, Warisnya Dalam Pembayaran Uang
Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan Pengganti Kerugian Keuangan
ke Tindak Pidana Korupsi, , Citra Negara Ditinjau Dari Aspek Hukum
Aditya Bakti, Bandung. Perdata (Studi Kasus Pada
Latif, A, 2014, Hukum Administrasi, Dalam Pengadilan Negeri Medan),
Praktik Tindak Pidana Korupsi, Mercatoria, 1 (2): 150-162
Prenada Media Group, Jakarta
Lubis, F.H., dan Marlina, (2010), Penegakan
Hukum dalam Tindak Pidana
Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
(Studi pada Pengadilan Negeri Kuala
Simpang), Mercatoria, 3 (2): 88-101
Mustakim, Kendala-Kendala Korupsi di
Indonesia ditiinjau dari Sosiologi
Hukum, Makalah Sosiologi Hukum
2007. Lihat juga hasil Penelitian
Political and Economic Risk

175

Anda mungkin juga menyukai