Anda di halaman 1dari 3

DASAR TEORI

Salah satu cara penetapan kadar suatu ion logam berdasarkan terbentuknya suatu
senyawa kompleks antar ion logam dengan senyawa pembentuk kompleks ialah dengan
kompleksometri. Senyawa pembentuk kompleks sebagai donor elektron sedangkan ion logam
yang bertindak sebagai akseptor elektron. Dalam larutan alkali, pembentukan kompleks lebih
efisien dan lebih stabil. Namun, jika terlalu alkali, perlu diwaspadai akan terbentuknya
endapan logam teroksidasi.

Liganda unidentat adalah liganda (molekul donor elektron) yang ikantannya pada ion
logam hanya pada satu tempat saja, jika terdapat pada banyak tempat disebut liganda
poli/multiudentat seperti dinatrium EDTA (senyawa yang dengan banyak kation membentuk
kompleks dengan perbandingan 1 : 1). Umumnya, indikator yang digunakan dalam titrasi
kompleksometri adalah indikator logam yang mempunyai stabilitas yang lebih kecil dari
dinatrium EDTA-logam dan bersifat sebagai liganda yang membentuk kompleks-logam yang
warnanya berbeda dengan warnanya sendiri.

Persyaratan mendasar dalam titrasi kompleksometri ialah terbentuknya kompleks


molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan adalah kelarutan tingkat tinggi, seperti
kompleks logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro nitrat dan perak
sianida juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 1990).

Terbentuknya ikatan kovalen parsial dengan ligand diakibatkan oleh adanya interaksi
antara ion logam pusat dengan ligand yang melibatkan pembagian pasangan elektron bebas
ion logam pada tiap molekul ligand. Ion kompleks seperti ini mempunyai warna gelap namun
mencolok (Oxtoby, 2001).

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai
tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan
pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau
tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-
indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin
agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi
sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T (Roth,
1998).

PEMBAHASAN

Kompleksometri adalah jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, jadi
membentuk hasil berupa kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak
digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat
(EDTA) (Harjadi, 1986).

Pada praktikum kali ini menggunakan metode titrasi kompleksometri yang dilakukan
pada penentuan kadar asam zink sulfat (ZnSO4). Metode ini didasarkan atas pembentukan
senyawa kompleks antara logam dengan zat pembentuk kompleks (Na2EDTA). Seng (Zn)
merupakan salah satu logam yang membentuk senyawa kompleks dimana penetapan kadar
seng menurut Farmakope Indonesia edisi III ditetapkan secara kompleksometri menggunakan
dapar amonium klorida (pH 9-10), ditambah indikator EBT dan di titrasi dengan Na 2EDTA
(Farmakope Indonesia Edisi III, 1979).

Indikator EBT disini juga bertindak sebagai pengompleks agar menghasilkan senyawa
kompleks. Penambahan indikator ini tidak boleh berlebih karena indikator EBT dalam
keadaan bebas warnanya tergantung dari pH larutan. Pada saat titrasi dengan larutan
Na2EDTA terjadi persaingan antara kompleks logam-indikator dengan E"T* dimana pada
akhirnya indikator
terlepasdalam keadaan easnya kemali dan terentuk kompleks E"T*dengan logam.
Farna iru yang nampak pada titik akhir titrasi adalaharna dari indikator E/T eas dan
merupakan titik akhir titrasi

Titrasi logam Zn2+ pHnya harus diatas 7 dan menggunakan Eriochrom Black T sebagai
indikator. Untuk itu buffer yang dipakai adalah NH 4Cl dengan pH 10, pada tingkat kebasaan
ini Zn2+ dapat mengendap, tetapi tercegah oleh pembentukan senyawa kompleks dengan NH3
(Triwahyuni, 2008). Sehingga akan membentuk senyawa berikut:

Zn2+ + NH3 Zn(NH3)2+

Hal yang pertama dilakukan dalam praktikum ini yaitu pembuatan larutan dinatrium
edetat 0,1 M, kemudian pembuatan indikator EBT, dapar salmiak pH 10, dan pembakuan
dinatrium edetat. Pembakuan Na2EDTA ini dilakukan untuk digunakan sebagai titran pada
penetapan kadar ZnSO4. Setelah dilakukan pembakuan Na2EDTA, didapatkan hasil
pembakuannya yaitu 0,05 M. Setelah itu, dilakukan penetapan kadar ZnSO 4 dan didapatkan
hasil penetapan kadarnya yaitu 4,28%.

Menurut literature, kadar ZnSO4 yaitu 5,45%. Kadar tersebut berbeda dengan hasil
praktikum yang didapatkan, dimana perbedaannya sekitar 1,17%. Perbedaan hasil penetapan
kadar tersebut dapat terjadi karena beberapa factor kesalahan yang terjadi pada saat
praktikum. Factor kesalahan tersebut diantaranya, kurangnya ketelitian praktikan dalam
mengamati perubahan warna yang terjadi sehingga ada kesalahan dalam membaca titik
ekivalen dan titik akhir titrasinya, juga kurangnya ketelitian dalam membaca skala ukur di
buret. Sehingga didapat presentase kesalahan dalam penentuan kadar ZnSO4 yaitu 21,47%

KESIMPULAN

Proses pembakuan bertujuan untuk menentukan konsentrasi suatu zat dengan cara
titrasi untuk digunakan kembali dalam penentuan kadar zat yang akan dilakukan, dan pada
pembakuan ini dihasilkan Na2EDTA 0,05M. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, hasil
penetapan kadar ZnSO4 yaitu 4,28% dengan presentase kesalahan 21,47%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Khopar, 2012. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press


2.

Anda mungkin juga menyukai