0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
9 tayangan5 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) pembiayaan pertanian penting untuk peningkatan produksi dan kesejahteraan petani namun masih ada permasalahan seperti asimetri informasi dan moral hazard, (2) pendekatan individual lending dan group lending memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam mengatasi masalah tersebut, (3) kunci perbedaan pendekatan tersebut terletak pada proses seleksi calon peminjam, pengawasan, dan penyelesa
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) pembiayaan pertanian penting untuk peningkatan produksi dan kesejahteraan petani namun masih ada permasalahan seperti asimetri informasi dan moral hazard, (2) pendekatan individual lending dan group lending memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam mengatasi masalah tersebut, (3) kunci perbedaan pendekatan tersebut terletak pada proses seleksi calon peminjam, pengawasan, dan penyelesa
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) pembiayaan pertanian penting untuk peningkatan produksi dan kesejahteraan petani namun masih ada permasalahan seperti asimetri informasi dan moral hazard, (2) pendekatan individual lending dan group lending memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam mengatasi masalah tersebut, (3) kunci perbedaan pendekatan tersebut terletak pada proses seleksi calon peminjam, pengawasan, dan penyelesa
Mengatasi Adverse Selection dan Moral Hazard Melalui Individual Lending dan
Group Lending Sri Utami Lestari (H453190031) Prodi Ilmu Ekonomi Pertanian
Pembiayaan pertanian memegang peranan penting dalam mendukung
peningkatan produksi, meningkatkan kesejahteran petani, dan pembangunan pertanian. Pembiayaan pertanian menjadi “pelumas’ untuk menjalankan kegiatan pertanian pada level mikro dan makro. (Feryanto 2017). Akan tetapi, permasalahan klasik yang membelit skema pembiayaan pertanian belum dapat diurai secara baik, apalagi ditemukan jalan keluarnya yang efektif. Pertama, minimnya informasi dan buruknya komunikasi antara sektor pertanian dan lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan. Sektor pertanian menjadi kurang atraktif bagi lembaga pembiayaan, terutama sektor perbankan. Di samping itu, sektor perbankan juga memiliki pemahaman yang tidak lengkap tentang prospek sektor pertanian. Mereka hanya mengetahui-dari persepsi atau literatur ekonomi pembangunan kedaluwarsa-bahwa pertanian itu sebagai suatu sektor usaha sangat berisiko (high risk), tergantung musim, jaminan harga yang tidak pasti, dan sebagainya. Bahkan, pemahaman yang lebih ekstrim masih mendominasi, misalnya petani atau pelaku usaha dengan tingkat kemiskinan tinggi, pendidikan rendah, mandi keringat, terbenam dalam lumpur dan sebagainya. Pada industri ini, kesulitan utama dalam pengawasan (monitoring) adalah karena adanya asimetri informasi (asymmetry information) atau ketidak selarasan informasi, yang menjadikan industri ini rawan masalah moral hazard. Kepentingan pemegang saham dapat mengorbankan pihak lain (misal deposan, lembaga penjamin atau pemegang saham minoritas) untuk keuntungan dirinya, kepentingan manajemen bisa mengorbankan kepentingan pemegang saham, kepentingan debitur dapat mengorbankan kepentingan bank. Pada Industri perbankan ini, para agen atau bankir sering mempunyai informasi yang lebih baik mengenai bisnis tersebut daripada pihak principal (pendiri), para agen bisa memaksimumkan utilitasnya atas beban pihak lain, atau paling sedikit agen tidak menanggung secara penuh atau sepadan dengan kerugian bila terjadi. Para pemegang saham dan manajemen bisa mempunyai agenda tersembunyi yang bertentangan dengan etika dan prinsip-prinsip pengelolaan perbankan yang sehat karena kegagalan bank akan menjadi beban penjamin simpanan dan atau deposan. Asimetris informasi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan bagaimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih unggul daripada pihak lainnya. yang pertama adverse selection adalah jenis asimetris informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan pihak insiders lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar (Paloma 2013). Dan jenis asimetris informasi selanjutnya adalah masalah moral hazard sebagai bentuk penyimpangan akan menyangkut siapa yang akan menyimpang, mengapa menyimpang dan siapa yang dirugikan akibat tindakan tersebut. Oleh karenanya bahaya moral hazard perlu dicegah. Persoalannya bagaimana mencegahnya (Ibrahim Taswan dan Ragimun 2016). Krugman (1999) menyebutkan bahwa konsep moral hazard telah luas dipergunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku debitur (borrower) dan pemberi kredit (kreditur/bank) yang berani mengambil risiko tinggi selama krisis keuangan terjadi di Asia Tenggara pada tahun 1997 -1998. Moral hazard merupakan perilaku pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) misalnya pihak bank (pemegang saham dan manajemen) atau debitur perbankan yangmenciptakan insentif untuk memiliki agenda dan tindakan tersembunyi yang berlawanan dengan etika bisnis dan hukum yang berlaku untuk keuntungan dirinya (Luiz, Silva dan Masaru, 2001). Pihak-pihak yang berkepentingan tersebut atas nama korporasi, atau demi kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain, dalam lingkup usaha korporasi, baik diri sendiri atau bersama-sama. Suatu kredit disebut menggunakan pendekatan kelompok atau individu bukan dilihat dari apakah para peminjamnya dikumpulkan dalam kelompok-kelompok atau tidak. Selain itu, indikator apakah suatu program menggunakan pendekatan kelompok bukan pada catatan administrasi daftar peminjamnya dicatat dalam suatu kelompok atau dicatat masing-masing per-individu. Bisa saja, suatu lembaga kredit dalam daftar peminjamnya adalah nama-nama kelompok, bukan nama-nama perseorangan, tetapi lending methodology-nya justru individual. Namun sebaliknya, bisa jadi pencatatan dalam daftar peminjamnya adalah nama-nama perseorangan/individual peminjam, tapi lending methodology-nya justru menggunakan pendekatan kelompok. Jadi proses administrasi bukan dasar utama apakah suatu model kredit dapat dikategorikan menggunakan pendekatan kelompok atau individual. Pembeda antara pendekatan individual dan kelompok adadalah pada (1) paradigma (2) proses pengajuan (3) seleksi kelayakan (4) metode penanganan pinjaman bermasalah. Pendekatan individual atau kelompok memiliki kelebihan dan kekurangan. Bila dilaksanakan dengan konsisten dengan sumberdaya yang memadai sesuai kebutuhan masing-masing pendekatan, maka tunggakannya akan rendah dan dapat berkelanjutan secara keuangan. Pada pendekatan individual lending dalam menyeleksi anggota semua yang mengajukan pinjaman adalah tidak layak, kecuali terbukti layak setelah dianalisis secara kelayakan ekonomi. Yang layak diberi pinjaman adalah yang usahanya layak secara ekonomi. Proses seleksi dan keputusan persetujuan pinjaman oleh petugas dari agent intermediant dilihat dari kelayakan individu borrower sendiri. Dalam pembinaan atau pengendalian pinjaman agent mendatangi tempat usaha atau rumah nasabah. Dalam mengantisipasi kemacetan dan keberhasilan kredit pada pendekatan ini bergantung pada kemampuan analisis kelayakan usaha yang dilakukan oleh agent intermediant. Untuk penyelesaian terhadap penyelesaian pinjaman bermasalah penagihan oleh petugas, penyitaan jaminan dan penyelesaian dengan jalur hukum. Sementara apabila menggunakan pendekatan group lending mekanismenya anggota kelompok berkumpul didasari atas keinginan untuk saling tolong-menolong. Sehingga ketika suatu saat nanti harus menolong yang lainnya, mmisalnya dengan menalangi cicilan, tidak akan ada compalaint.karena memahami konsekuensi dari tanggung renteng, maka kelompok hanya akan menerima calon anggota kelompok yang bisa dipercaya atau kelompok hanya akan menerima anggota yang siap mereka bantu. Dengan demikian, seleksi yang dilakukan oleh antar anggota akan menghasilkan anggota KSM yang akan lancar cicilannya. Dalam pembinaan atau pengendalian pinjaman adanya pertemuan rutin antar anggota kelompok. Dalam mengantisipasi kemacetan dan kunci kesuksesan kredit bergantung pada kemampuan pendampingan kelompok, kesolidan kelompok, kesadaran tanggung renteng dan pelatihan pra pencairan. Dalam menyelesaikan pinjaman yang bermasalah, saat itu juga langsung diatasi oleh kelompok dengan mekanisme tanggung renteng. Karena kelompok yang menyetujui pengajuan pinjaman, maka ketika ada tunggakan, kelompok yang bertanggungjawab. Keuntungan dari pendekatan group lending ini terhadap borrower yang baik atau lancar adalah untuk pinjaman berikutnya kelompok ini akan mendapatkan pinjaman berikutnya lebih besar dengan proses saringan yang berkurang. Beberapa catatan atas perbedaan antara pendekatan kelompok dan individu. Pertama, proses yang benar. Asumsi pada pendekatan kelompok tidak akan terwujud bila prosesnya tidak benar, khususnya pada pembentukan kelompok. Jadi asumsi itu akan ada, ketika prosesnya benar bukan sesuatu yang tiba-tiba langsung ada. Kedua, pendekatan kelompok memprioritaskan preventif dibandingkan kuratif. Pendekatan kelompok lebih memprioritaskan upaya mencegah timbulnya tunggakan, dibandingkan dengan upaya-upapa yang sifatnya kuratif, seperti penyelesaian pinjaman bermasalah. Maksud di sini adalah optimalisasi sumberdaya yang ada, akan difokuskan pada upaya melakukan perguliran baru berikutnya yang bagus (preventif), dibandingkan dengan mengerahkan sumberdaya yang ada untuk melakukan upaya- upaya penyelesaian pinjaman bermasalah. Selama ini ada kesalahpahaman bahwa dampak dari adanya tanggung renteng adalah hanya pada penyelesaian pinjaman bersamalah (ketika ada tunggakan). Padahal, dengan sejak awal memahamkan kepada calon anggota KSM akan adanya konsekuensi tanggung renteng, akan akan terbentuk suatu kelompok yang terseleksi dengan baik. Daftar Pustaka Feryanto. 2017. Pembiayaan Pertanian dan Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani: Analisis Data Makro. AGRICORE-Jurnal Agribisnis Dan Sos. Ekon. Pertan. 2(2):291–357. http://kotaku.pu.go.id:8081/wartadetil.asp?mid=7404&catid=2& / diakses pada 20 Desember 2020 13.08 WIB Ibrahim Taswan dan Ragimun. 2016. Moral Hazard dan Pencegahannya Pada Industri Perbankan di Indonesia. 4(1):64–75. Krugman, P., 1999, What happened to Asia, Conference paper in Japan, South Western Publishing. Luiz A. Pereira, Silva & Masaru Yoshitomi, 2001, Can “Moral Hazard” Explain the Asians Crises, ADB Institute, Tokyo. Paloma. 2013. Adverse selection dan moral hazard pada skim kredit lembaga keuangan mikro agribisnis (lkm-a) puap di kota padang cindy paloma.